Dewan Pengarah BRIN Jelaskan Rekonstruksi Pengembangan Iptek Nasional

Jakarta, Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyelenggarakan BRIN Insight Every Friday (BRIEF), pada Jumat (22/7), menghadirkan I Gede Wenten (Anggota Dewan Pengarah BRIN) sebagai narasumber. Pada edisi ke 35, Ratno Nuryadi Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN, memandu paparan terkait Rekonstruksi Pola Pengembangan Iptek Nasional.

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, dalam sambutannya berharap pembicara Prof Wenten bisa memberikan pengayaan untuk teman-teman kami tentang bagaimana membawa scientific exploration dan scientific invention. “Itu bisa menjadi inovasi dan paten. Dan itu adalah dua hal yang sebenarnya tidak terpisahkan,” ujarnya.

Handoko menambahkan bahwa kita tidak mungkin hanya mempunyai paten saja tanpa ada scientific proven dan scientific evidence-nya. “Scientific evidence itu bisa menjadi penguat bagi paten kita dan itu yang akan meyakinkan mitra industri. Kemudian bisa melakukan investasi yang betul-betul memproduksi dan menjualnya sebagai sesuatu yang menjadi produk inovatif yang bisa diterima oleh masyarakat,” jelasnya.

Sebagai pembicara, Prof Wenten berbagi terkait hasil riset, dan terkait dengan teknologi membran. Kemudian menunjukkan contoh-contoh hasil baik invensi maupun juga inovasi, paten, serta contoh-contoh produk riset.

Prof Wenten juga menyampaikan ide tentang rekonstruksi pola pengembangan iptek. Oleh karena persoalan iptek nasional seperti benang kusut. “Jangan-jangan mencari ujung benangnya saja belum tentu ketemu, sehingga rekonstruksi diperlukan karena kita betul-betul mau menuju keunggulan ekonomi berbasis kekayaan intelektual,” ujarnya.

“Tetapi untuk menuju ke sana, pertama kita harus betul-betul mengetahui atau mencermati dan menggali potensi, kemudian kita harus berani untuk berubah yaitu jalan perubahan sebagai langkah strategis bertransformasi. Selanjutnya bangsa kita harus membangun budaya ilmiah unggul. Maka untuk dapat mengawal dengan baik, maka kita harus merumuskan politik teknologi nasional,” urainya.

Dirinya menerangkan bahwa Indonesia bisa belajar dari berbagai negara lain, bagaimana melakukan inovasi berbudaya ilmiah. “Selanjutnya adalah langkah konkrit, yaitu mempromosikan hasil penelitian yang benar-benar berkualitas tinggi, unggul, dan kompetitif,” tegasnya.

Prof Wenten turut berpesan agar kita memilih pemimpin yang kompeten dalam teknologi. “Pemerintah jangan selalu berpolitik, ke depannya berusaha juga dengan pemimpin yang mempunyai pengalaman teknologi yahg baik, karena mereka lebih bisa melihat detil-detil dari hulu ke hilir,” pesannya. (hrd/ ed. adl)