Jakarta – Humas BRIN. Peneliti Pusat Riset Metalurgi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lutviasari Nuraini, terpilih sebagai salah satu dari empat penerima penghargaan L’Oréal-UNESCO For Women in Science (FWIS) Indonesia 2025. Penghargaan diserahkan di Auditorium Gedung D, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Jakarta, Selasa (11/11).
Dalam paparannya, Lutviasari memaparkan secara rinci riset yang ia tekuni mengenai pengembangan material implan tulang berbasis paduan magnesium sebagai solusi atas keterbatasan implan logam konvensional seperti stainless steel dan titanium yang tidak dapat terurai di dalam tubuh. “Implan yang ada saat ini memerlukan operasi lanjutan karena tidak biodegradable. Kami ingin menghadirkan material yang bisa menyatu dengan tubuh dan terurai secara alami,” katanya.
Menurutnya, magnesium memiliki densitas dan kekuatan yang mendekati tulang serta aman bagi tubuh karena unsur ini memang sudah ada secara alami. Namun, tantangan terbesar adalah mengendalikan laju degradasi agar tidak terlalu cepat dan mencegah terbentuknya gas hidrogen berlebih yang dapat menimbulkan pembengkakan.
“Karena itu, kami mengembangkan paduan magnesium dengan tambahan zinc dan logam tanah jarang untuk meningkatkan ketahanan korosi sekaligus memanfaatkan sumber daya mineral dalam negeri,” jelasnya.
Penelitian dilakukan melalui proses pengecoran logam magnesium di Pusat Riset Metalurgi BRIN, diikuti perlakuan panas serta serangkaian uji karakterisasi, mulai dari kekuatan mekanik hingga simulasi degradasi dalam larutan menyerupai plasma darah manusia. “Kami juga bekerja sama dengan Pusat Riset Biomedis BRIN dan universitas untuk menguji biokompatibilitas serta keamanan material ini,” katanya.
Ia berharap hasil risetnya dapat mendorong kemandirian produksi implan nasional dan mengurangi ketergantungan impor alat kesehatan. “Penelitian ini bukan hanya tentang logam, tapi tentang kemandirian bangsa. Saya percaya, peneliti perempuan Indonesia mampu memberi kontribusi nyata bagi masyarakat,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Menteri Diktisaintek, Stella Christie, menegaskan tidak terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan perempuan secara intrinsik lebih lemah dalam matematika dan sains dibanding laki-laki. Ia menggarisbawahi berbagai hasil riset yang menunjukkan kemampuan dasar numerik, geometri, dan kognitif anak perempuan dan laki-laki setara sejak usia dini. Sementara kesenjangan di dunia sains, teknologi, rekayasa (engineering), dan matematika yang biasa disingkat dengan STEM lebih banyak dipengaruhi oleh bias dan stereotip.
Ia juga mengingatkan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) yang bertumpu pada data bias justru berpotensi memperkuat ketidaksetaraan. “Bias tidak hilang begitu saja dengan AI. Justru bisa bertambah jika kita tidak hati-hati. Karena itu, kita perlu intervensi nyata, regulasi yang bijak, dan lebih banyak role model perempuan dalam sains,” tegasnya.
Sementara itu, Country Managing Director L’Oréal Indonesia, Benjamin Rachow, menyampaikan apresiasi kepada Kemendiktisaintek, BRIN, para juri, mitra, dan komunitas ilmiah yang mendukung penyelenggaraan FWIS Indonesia 2025. Ia menekankan sains merupakan inti dari inovasi L’Oréal, dan perempuan memegang peran penting di dalamnya.
Dengan lebih dari empat ribu ilmuwan di seluruh dunia dan proporsi perempuan yang kuat di tim riset, L’Oréal ingin menunjukkan perempuan mampu menjadi penggerak utama inovasi.
“Hari ini kita merayakan dampak nyata ilmuwan perempuan yang menjawab berbagai kebutuhan penting di Indonesia, dari kesehatan hingga energi berkelanjutan. Dunia membutuhkan sains, dan sains membutuhkan perempuan,” tuturnya.
Ketua Dewan Juri FWIS Indonesia 2025, Herawati Sudoyo, menegaskan FWIS merupakan penghargaan prestisius yang tidak hanya mengapresiasi pencapaian ilmiah, tetapi juga keberanian, daya juang, dan semangat kolaborasi peneliti perempuan Indonesia.
Tahun ini, FWIS Indonesia mencatat hampir 150 pendaftar, jumlah tertinggi dalam lima tahun terakhir, dengan proposal yang dinilai memiliki kebaruan, rekam jejak kuat, serta potensi dampak yang besar bagi Indonesia.
“FWIS bukan sekadar penghargaan, tetapi simbol dukungan, kesempatan, dan harapan,” ujarnya saat mengumumkan empat peneliti penerima penghargaan FWIS Indonesia 2025. Penerima Penghargaan FWIS Indonesia 2025 lainnya adalah Maria Apriliani Gani, Anak Agung Dewi Megawati, dan Helen Julian. (rba/ed: tnt)
Tautan:
