Tangerang Selatan – Humas BRIN. Banyak penulis yang masih ragu memilih jurnal yang sesuai dengan scope dan topik mereka. Kemudian masih ragu apakah makalahnya bisa masuk jurnal internasional kategori indeks Scopus Q1, Q2, Q3, Q4.
Kemudian banyak juga pengalaman-pengalaman semacam desk rejection, yaitu belum sampai masuk ke reviewer, tapi sudah mendapat penolakan oleh editor, serta beberapa kendala bagaimana merespon reviewer karena walaupun mendapat keputusan major maupun minor revision itu tidak ada jaminan bahwa selanjutnya makalah tersebut akan menerima.
Peneliti pada Pusat Riset Fotonik, Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edi Kurniawan membahas topik ini pada Pelatihan Tips dan Trik Publikasi Karya Tulis Ilmiah, Selasa, (30/05) yang secara hybrid diselenggarakan di Gedung Manajemen 720, KST BJ Habibie, Tangernag Selatan.
Edi membagikan pengalaman bagaimana cara memilih jurnal, bagaimana melakukan persiapan sebelum submission, dan bagaimana merespon reviewer.
Pertama, cara memilih jurnal sebenarnya banyak pilihannya terutama bagi penulis yang sudah memiliki draf makalah, yaitu dengan memasukkan judul, dan abstrak draf. Kemudian bisa menggunakan beberapa metode seperti Web of Science, Journal Finder of Elsevier, maupun Journal Suggester of Springer.
Jadi sebenarnya banyak pilihan jurnal yang bisa kita tuju, jadi tinggal memasukkan judul, kemudian abstrak nanti pilihan jurnal yang bereputasi akan banyak menampilkan dari metode-metode seperti Web of Science, Journal Finder of Elsevier dan seterusnya, ujar satu dari 12 Periset Terbaik BRIN 2022.
Kedua, bagaimana melakukan persiapan sebelum submission. Yang utama adalah harus memahami tipe artikel yang akan kita buat seperti apakah artikel regular, artikel review, artikel letter, kemudian harus mengikuti guideline atau template yang telah disediakan dari jurnal tersebut, jelasnya.
Edi menyarankan untuk menggunakan software LaTeX dalam penulisan artikel. Karena dengan menggunakan LaTeX maka kualitas penulisan akan lebih rapi, lebih profesional, dan biasanya editor ketika akan memproduksi jurnal menggunakan LaTeX sehingga terlihat sangat professional.
Untuk persiapan submission biasanya juga perlu menyiapkan dokumen pendukung seperti cover letter, title page, dan highlights. Penting untuk cover letter, kita perlu menuliskan konstribusi utama dari makalah kita dan menyebutkan bahwa makalah ini tidak di masukkan ke jurnal lain, ungkap Peneliti Ahli Utama BRIN.
Ketiga, bagaimana merespon reviewer. Penulis publikasi 22 jurnal global ini mengatakan bahwa harus menyiapkan letter of response sebaik mungkin. Ketika menyiapkan letter of response, kita bisa mulai dengan ucapan terima kasih kepada editor, dalam hal ini bisa editor-in-chief atau pun associate editor, kata Edi.
Ungkapan terima kasih kepada editor menunjukan appresasi karena sudah menangani makalah kita, mencarikan reviewer, dan kemudian mengambil keputusan berdasarkan masukan dari reviewer tersebut dan memberikan kesempatan kita untuk merevisi, tambahnya.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah merespon komentar-komentar dari reviewer sebaik mungkin.
Kita harus bisa mengidentifikasi apakah komentar tersebut suatu pertanyaan, saran, atau komentar yang kontradiksi. Jadi beberapa saran tidak harus diikuti semua kalau itu mengubah makalah secara total, sehingga kita bisa tidak mengikuti saran atau komentar dari reviewer asalkan mengimbangi dengan alasan yang kuat,imbuh Edi yang juga menjadi reviewer di 21 jurnal yang terindeks web of science.
Mendukung pelaksanaan pelatihan ini, Kepala Pusat Riset Fotonik, Isnaeni menyampaikan agar setelah pelatihan ini, periset mampu memingkatkan kuantitas dan kualitas artikel yang terbit di jurnal global, serta memperbesar peluang artikel diterima di jurnal global bereputasi. (hrd/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Dalam proses penguatan ekosistem riset dan inovasi, terdapat tiga hal penting. Pertama adalah pengembangan SDM (periset), kedua yaitu infrastruktur, dan ketiga adalah pendanaan atau anggaran. Kegiatan pencarian kebaruan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, membutuhkan dukungan pendanaan riset. Dengan pendanaan itu, diharapkan jumlah invensi hasil riset akan semakin meningkat. Selain itu, kualitas kompetensi sumber daya manusia iptek akan semakin meningkat.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), dalam mendukung program pendanaan eksternal, mengadakan webinar dengan tema “Webinar Pendanaan Eksternal: Penjelasan dan Kiat-Kiat Memperolehnya untuk Fungsional Periset”, pada Rabu (31/05).
Kepala ORNM BRIN, Ratno Nuryadi, menyampaikan bahwa esensi dari webinar ini adalah untuk pendanaan eksternal, baik dari BRIN maupun dari yang lain. “Di ORNM ingin meningkatkan pendanaan eksternal tahun ini. Sehingga kegiatan ini sebagai salah satu ikhtiar kita, sehingga periset bisa punya semangat untuk membuat proposal riset,” ujar Ratno.
Menurutnya, agar kegiatan di kelompok riset (KR) dapat berjalan baik, harus memiliki tiga komponen yang teroptimalkan. “Ketiga poin tersebut adalah pengembangan SDM, penyediaan infrastruktur, dan pendanaan,” ungkapnya.
Ketika membuat proposal riset, periset didorong untuk berkolaborasi dengan mitra industri, universitas, baik dalam negeri dan negeri.
“Nanti kepala pusat riset juga ikut memberikan masukan, sehingga kualitas proposal yang diajukan bisa bagus, dan peluang untuk mendapatkan pendanaan lebih besar. Harapannya proposal riset benar-benar dibahas dalam ruang lingkup KR dan mitra yang akan menjadi anggota,” harap Ratno.
Juhartono dari Direktorat Pendanaan Riset dan Inovasi menyampaikan jenis pendanaan di BRIN. “Ada dua tipe pendanaan di BRIN, yaitu pendanaan dari RIIM (Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju) BRIN dan pendanaan dengan imbal balik dana abadi penelitian – LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan),” sebutnya.
Ia menambahkan info tentang skema pendanaan dari luar negeri ada dua model. Seperti kerja sama dengan lembaga riset asal Jepang NEDO (New Energy and Industrial Technology Organization), sifatnya join riset. “Ini pendanaaanya dari masing masing negara. Jadi peneliti Indonesia dapat dana penelitian dari Indonesia. Peneliti luar negeri dari negara asalnya,” katanya.
Selanjutnya Juhartono menguraikan skema pendanaan di BRIN. “Pertama RIIM Ekspedisi untuk mencari koleksi ilmiah atau data di lapangan, targetnya mendapat koleksi ilmiah. Kedua, riset dan inovasi untuk Indonesia maju untuk penemuan novelty atau kebaruan. Ketiga, pengujian produk inovasi untuk produk inovasi kesehatan, produk inovasi pertanian dan produk inovasi teknologi. Keempat yaitu startup riset dengan fasilitas perusahaan pemula berbasis riset, pra inkubasi proses inkubasi, dan pasca inkubasi,” urainya.
Selanjutnya, untuk RIIM kompetisi, targetnya adalah mendapatkan novelty atau kebaruan teknologi dan hasil riset lainnya, dengan hasil karya tulis ilmiah , jurnal internasional, serta HKI (hak kekayaan intelektual) seperti paten atau sejenisnya.
“Jadi pendanaan hanya untuk riset kebaruan teknologi, cakupannya pada proses pencarian kebaruan, jumlah sampel seusai kebutuhan, pelaksanaan tidak jauh dari lokasi kedudukan, mengoptimalkan mitra untuk lokasi yang berbeda,” ulasnya.
Membuat Proposal Riset yang Layak dari Kacamata Reviewer
Terkait pendanaan, banyak skema yang bisa dimanfaatkan oleh periset, namun harus melalui tahapan-tahapan seleksi. Kelompok-kelompok riset saling bersaing dari segi isi atau substansi proposal riset, agar layak menurut kacamata penelaah (reviewer).
Tampil sebagai pembicara, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kimia Maju BRIN, Anny Sulaswaty, memberikan kiat-kiat, bagaimana sebuah proposal penelitian layak didanai.
Menurut Anny yang sudah berpengalaman puluhan tahun malang melintang sebagai reviewer usulan penelitian di berbagai program pendanaan ini, penting untuk memahami proposal penelitian dan mengenali kekuatan proposal. Reviewer akan bersemangat bila menjumpai topik riset yang menarik perhatian (eye catching) dan isunya ‘sexy’ .
“Penting untuk diperhatikan, bahwa proposal penelitian tidak boleh lepas dari panduan dan patuhi aturan penulisan yang ditetapkan, fokus pada jenis tipe pendanaan (grant) yang dituju,” jelas profesor bidang kimia ini.
“Kedua aspek ini yang dipegang reviewer untuk melihat apakah sebuah proposal layak lanjut ketahap berikut, diperlukan perbaikan, atau ditolak,” tutur Anny, yang pernah menjabat sebagai Asisten Deputi Menristek Bidang MIPA ini.
“Dari sisi reviewer, poin utama yang dilihat adalah indikator kinerja yang dijanjikan, apa yang dijanjikan itu yang ditagih. Pengusul diharapkan lebih cermat untuk menuliskan indikator yang akan dijanjikan pada saat mengusulkan proposal, tidak perlu muluk-muluk. Misal untuk usulan tata kelola, bagaimana penerapannya, kalau usulan tentang kebijakan, bagaimana kebijakan itu dapat diterapkan,” papar periset pada Kelompok Riset Teknologi Proses Biomassa dan Thermokimia serta Rekayasa Terapan dan Senyawa Kimia Adi.
Kesalahan umum yang terjadi pada proposal yang ditemui Anny, biasanya terdapat terdapat pada cara pemilihan dan penulisan judul , abstrak panjang dan tidak efisien, pendahuluan yang panjang lebar, serta pemilihan metode.
Hal-hal lain yang jadi daya tarik reviewer adalah proposal yang menarik, tampilan yang tidak menarik akan mengurangi minat reviewer, karena tampilan yang mengesankan akan mempermudah reviewer untuk melihat, menilai dan mengambil keputusan.
“Peneliti sebaiknya berorientasi pada produk target, apapun produk targetnya tapi jelas, kemudian metode penelitiannya, dan indiator kinerja, topik yang kekinian (up to date) , sesuai bidang keahlian peneliti,” jelas Anny yang menjadi salah satu Dewan Pakar PPI Cabang Tangerang Selatan ini.
Kerja Sama Riset yang sesuai Harapan Mitra
Pada kesempatan yang sama, perwakilan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) yang berkerja sama dengan BRIN, memaparkan tentang “Penyatuan Pandangan Periset dan Harapan Mitra”.
DSNG sebagai perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan dan industri kertas, turut berkomitmen untuk menghadapi tantangan global. DSNG mengambil berbagai inisiatif untuk memperhatikan aspek sosial dan lingkungan dalam operasinya. Seperti program penghijauan dan pengelolaan limbah yang ramah lingkungan.
DSNG telah melakukan kerja sama dengan periset BRIN dalam beberapa penelitian dengan memperhatikan berapa aspek. Penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat, nilai tambah, kebaikan bagi lingkungan, dapat menurunkan biaya, memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri, mampu menyelesaikan masalah yang ada, dapat diserap oleh pasar, dan bisa diperbesar skalanya.
Muhammad Surur, Corporate Business Development and Management DSNG menjelaskan kondisi eksisting di industrinya. “Di industri kepala sawit dan kayu saat ini kami sedang menghadapi masalah kekurangan tenaga kerja. Sehingga kami berusaha bagaimana caranya agar dapat mengatasi hal tersebut. Solusinya adalah kami sedang mengembangkan alat, seperti alat pempukan untuk perkebunan sawit, dan alat ini sudah digunakan untuk mengatasi masalah tersebut,” terangnya.
Kemudian Surur menyampaikan permasalahan lingkungan yang dihadapi industri sawit. “Masalah kedua adalah isu lingkungan, yakni limbah metan yang dihasilkan oleh kepala sawit. Kita berusaha mengurangi limbah metan dengan cara membangun bio gas power plants dan pengembangan bio-CNG plants,” lanjutnya.
Dirinya menerangkan bahwasaat ini satu pabrik dapat menghasilkan dua juta liter solar. Sehingga dapat mengurangi pembelian solar untuk operasional pabrik. “Melihat hal ini kami berusaha mencari tracking dari Korea, India, Jepang hasilnya bagus tetapi tracking dari luar yang menggunakan bahan baku CNG harga sangat mahal. Sehingga kami melakukan kerja sama dengan penelitian BRIN yang menghasilkan suatu kit komputer yang dipasang pada alat kami, dan kit ini dapat meningkatkan nilai dan mengurangi pengunaan solar,” ulas Surur.
Dijabarkan olehnya, bahwa riset yang diperlukan perusahaan adalah inovasi-inovasi yang berbasis bisnis baru, sumber daya alam, dan perubahan nilai. “Di perusahan DSNG tidak melakukan penelitian dasar, hal ini sesuai dengan visi perusahaan, tetapi apabila dibutuhkan maka akan dilakukan,” jelasnya. (adl,esw,jp,mfn)
Tangerang Selatan – Humas PPI. Pengurus Perhimpunan Periset Indonesia (PPI) Kota Tangerang Selatan melakukan silaturahmi ke Universitas Pamulang 2 (Unpam Viktor), Tangerang Selatan, pada Jumat (26/05). Pertemuan rapat ini selain untuk menyambung lagi silaturahmi Himpenindo (Himpunan Peneliti Indonesia) dulu, juga mencari potensi kerja sama, serta menambah pengurus dari aktivis dosen.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Ketua PPI Tangsel, Wakil Sekretaris PPI, Anggota Sekretaris, dan Humas PPI, serta Wakil Rektor dan Humas Unpam Tangerang Selatan.
Ketua PPI Tangsel, Agus Sukarto W menyampaikan, sebelumnya tahun 2021 masih Himpenindo, sudah ada Memorandum of Understanding (MoU) antara Unpam dengan Himpenindo.
Dirinya memaparkan bahwa PPI dibentuk oleh para periset pada 21 Desember 2021 yang merupakan kelanjutan dari Himpunan Peneliti Indonesia (Himpenindo) dan Himpunan Perekayasa Indonesia (Hiperindo). “PPI menaungi 11 jabatan fungsional (jabfung), sehingga menjadi organisasi profesi dari 11 jabfung yang dikelola dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi instansi pembinanya,” ujar Agus.
Sebagai instansi pembina, BRIN mengoordinasikan 11 jabatan fungsional, yang terdiri dari Peneliti, Perekayasa, Teknisi Penelitian dan Perekayasaan, Analis Pemanfaatan Iptek, Analis Data Ilmiah, Penata Penerbitan Ilmiah, Analis Perkebunrayaan, Teknisi Perkebunrayaan, Kurator Koleksi Hayati, Pengembang Teknologi Nuklir, dan Pranata Nuklir.
Agus berharap dapat membangun kembali silaturahmi, kemudian membuat suatu aktifitas. “Kami berharap bisa bersama-sama dengan komunitas periset dan dosen dalam aktivitas organisasi profesi,” ajak Ketua PPI Tangsel.
“Termasuk memasukan unsur dosen di pengurusan, supaya aktivitasnya itu lebih terlihat maksudnya apa yang dibutuhan?,” terangnya.
“Kemudian untuk dosen-dosen sendiri, untuk dalam jangka waktu dekat ini apa yang bisa mereka kembangkan? Silakan, nanti kita pikirkan bersama. Dosen-dosen yang aktif kita ajak diskusi, lalu kita create,” jelas Periset Material Maju BRIN.
Wakil Sekretaris PPI Hanies Ambarsari mengatakan kita membuat pusat kolaborasi riset (PKR). “Jadi dana untuk PKR buat semacam FGD, atau bersama-sama mengadakan konsinyasi untuk publikasi, penyusunan proposal internasional antara periset BRIN dengan dosen-dosen. Dengan syarat ada kerja sama dulu,” ungkap Hanies.
“Fasilitas di BIRN itu bisa dimanfaatkan sebanyak-banyaknya bukan hanya segelintir orang,” tambahnya.
Agus selanjutnya menyampaikan bahwa PPI bisa untuk aktivitas bersama, sekaligus mengembangkan komunitas dosen. “Kita buat working group supaya targetnya jelas ke sana. Kemudian dalam pertahun dapat mengukur capaian seperti publikasi, paten, dan lisensi pastinya,” kata Agus.
Dalam pertemuan tersebut Wakil Rektor 4 Unpam, Dewi Anggraeni, mengatakan bahwa di setiap program studi wajib melaksanakan seminar internasional, workshop, dan sebagainya.
Warek Unpam pun berharap terkait sistem yaitu terkait sistem Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM), akreditasi lab, visiting professor, visiting lab tour, dan sebagainya. “Jadi antara PPI Tangsel dan Unpam bisa saling berkolaborasi,” pungkasnya. (hrd/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Permintaan masyarakat akan Alat Pelindung Diri (APD) pada masa pandemi covid-19 meningkat dan berdampak pada melonjaknya limbah APD medis. Peningkatan limbah medis APD ini menimbulkan isu baru pada lingkungan. Daur ulang limbah APD medis dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi volume limbah medis.
Kebutuhan APD dan masker pada masa pandemi bertambah dan peningkatan limbah medis ini menimbulkan isu baru yang berdampak pada lingkungan. Sehingga menurutnya, untuk jangka panjang diperlukan manajemen dan kebijakan yang mengatur pengaturan limbah medis di Indonesia.
Menurut Kepala Pusat Kimia Maju Yenny Meliana, hal itu diperlukan untuk panduan berbagai lapiasan masyarakat, bagi tenaga medis maupun rumah tangga. Yenny yang hadir mewakili Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material berharap hasil riset limbah medis dapat membangkitkan kepedulian terhadap penanganan limbah medis di Indonesia.
Achmad Gunawan Widjaksono, Direktur Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjelaskan tentang bahan berbahaya dan beracun (B3). B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. B3 dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Limbah medis termasuk dalam golongan B3 yang ada unsur bahan yang berbahaya. Ia mencontohkan, jarum suntik, obat-obatan, dan lain sebagainya. “Sampah rumah sakit itu harus dikelola dengan aturan yang telah ditentukan oleh pemerintah,” ujar Gunawan kerap disapa.
Sirkular ekonomi sehingga sampah medis dapat memiliki nilai. “Sirkular ekonomi merupakan salah satu model efisiensi sumber daya. Dalam konteks pengelolaan sampah, praktik sirkular ekonomi bisa diwujudkan melalui praktik pengurangan sampah, desain ulang, penggunaan kembali, produksi ulang, dan daur ulang secara langsung.
Dalam sirkular ekonomi limbah tidak memiliki nilai, sehingga dibutuhkan suatu sistem pengolahan limbah agar memliiki nilai yang positif. Sirkular ekonomi pada pemanfaatan limbah B3 dapat menggantikan sebagian bahan baku untuk energi.
Limbah rumah sakit dapat berupa gas, cair, maupun padat. Sedangkan limbah padat ada yang bersifat medis maupun non medis. Dalam sirkular ekonomi limbah medis ada yang bisa dimanfaatkan kembali dan ada yang tidak.
Dalam kesempatan yang sama, Anas Ma’ruf, Direktur Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa isu limbah medis selalu menjadi kontroversi. “Pengelolaan limbah perlu penanganan yang baik karena limbah medis berisiko besar, karena limbah tersebut sangat berdampak dan dapat menimbulkan masalah bila tidak dikelola dengan baik,” ucapnya.
Solusi Pengelolaan Limbah Medis
Anas menerangkan bahwa limbah medis dapat berdampak pada lingkungan dan kesehatan. Dampak lingkungan yang dimaksud di antaranya mencemari tanah, air, udara dan mempengaruhi hasil pangan. Sedangkan dampak kesehatan meliputi gangguan estetika dan kenyamanan (bau, kumuh, kotor), kecelakaan/tertusuk benda tajam (hepatitis, HIV, dan lainnya), dan infeksi silang (pasien ke pasien, pasien ke petugas, atau fasyankes ke masyarakat).
Anas menjelaskan, pengelolaan limbah B3 dari fasyankes di rumah sakit dapat dikelola secara internal dan eksternal. Pengelolaan internal seperti pengurangan, pemilahan, pewadahan, penyimpanan dan pengolahan internal. Dari pengolahan internal selanjutnya dilakukan pengelolaan eksternal, yaitu pengangkutan untuk diolah eksternal dan penimbunan.
Limbah medis fasyankes tersebut dapat dikelola dengan berbasis wilayah seperti skala kecamatan, kota/kabupaten baik pengelolaan internal maupun eksternal. Dengan demikian, limbah B3 akan terkelola dengan baik, efisien dan meningkatkan nilai ekonomi.
Pandemi covid-19 yang melanda dunia, termasuk juga Indonesia, mengharuskan orang menggunakan alat pelindung diri (masker) dan alat-alat kesehatan lainnya, yang memunculkan limbah masker, dengan jumlah limbahnya yang sangat besar. Penelitian membuktikan bahwa limbah masker banyak yang berakhir di muara-muara sungai sehingga menjadi masalah lingkungan baru.
Salah satu bahan utama yang terkandung dalam masker medis dan alat pelindung diri lainnya, termasuk penutup kepala dan baju hazmat, adalah bahan plastik polypropyelene atau polipropilena (PP), yang dengan mudah ditemukan kandungan virgin polimer dan virgin polypropyelene-nya melalui pembuktian dengan metode rekristaliasi.
Profesor Riset bidang Kimia, Agus Haryono menjelaskan, aplikasi polipropilena banyak digunakan dalam keseharian. Ia mencontohkan, untuk kemasan berbagai produk makanan, minuman sampai suku cadang otomotif. Polipropilenatermasuk polimer yang bersifat bagus, berat molekul rata-rata cukup tinggi, bersifat nonpolar, isolasi frekuensi yang tinggi, ketahanan panas baik, ketahanan abrasi dan elastisitas yang cukup tinggi sehingga nyaman dipakai sebagai APD. Polipropilena termasuk material yang memiliki kekuatan mekanis yang tidak cepat rusak, kuat terhadap bahan-bahan kimia secara umum.
Akan sangat menarik apabila bahan-bahan tersebut bisa didaur ulang dengan berbagai cara, seperti metode rekristalisasi atau metode komposit yang mencampurkannya dengan biomassa lain, untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomi, sehingga terjadilah sirkular ekonomi yang dihasilkan dari limbah medis yang bisa dimanfaatkan.
Pada tahap awal, dilakukan sterilisasi limbah masker medis yang berasal dari rumah tangga dan fasilitas layanan kesehatan, kemudian dilajutkan dengan rekristalisasi yang menghasilkan polipropilena murni, dari bijih polipropilena yang dihasilkan berpotensi menghasilkan produk yang bernilai ekonomi, sehingga terbentuk konsep sirkuler ekonomi dari limbah masker dari berbagai rumah tangga dan fasyankes.
Menurut Agus yang juga sebagai Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN tersebut, metode rekristalisasi mampu mengembalikan polipropilena dari masker medis. Rekristalisasi berhasil mencapai kemurnian tinggi menggunakan anti pelarut etanol, bahkan sampai rendemen lebih dari 96 %. Selanjutnya, hasil FTIR anti pelarut etanol mampu memurnikan dengan optimal, terlihat dari keberadaan hampir keseluruhan gugus fungsi polipropilena terlihat.
Dari hasil analisis dengan FTIR dan XRD, didapatkan bahwa polipropilena ini murni, dengan struktur berbentuk kristalin, dan dengan hasil evaluasi ekonomi yang dilakukan bersama tim nya, didapatkan bahwa proses rekristalisasi ini berpotensi untuk di up-scalling menjadi proses yang mempunyai nilai ekonomi, untuk mendapatkan sirkular ekonomi.
“Dengan perhitungan optimis melalui analisa keekonomian, berharap akan muncul penyandang dana, sehingga pengolahan limbah medis terealisasi dan masalah limbahnya juga teratasi, karena bisa dimanfaatkan ulang dan aplikasinya sangat luas,” jelas Agus dalam webinar bertema “Sirkular Ekonomi dan Kebijakan Pengolahan Limbah Medis, Selasa (24/05).
“Walaupun pandemi covid-19 sudah berakhir dan diperlakukan sebagai endemi, namun kita yakin tantangan pasokan bahan limbah medis untuk memenuhi kapasitas produksi bisa diatasi, dengan kerja sama dengan berbagai fasilitas layanan kesehatan dari seluruh Indonesia,” tutur Agus di akhir penjelasannya.
Sebagai informasi, riset rekristalisasi diinisiasi oleh almarhum peneliti Sunit Hendrana, yang didanai oleh Pemerintah Australia melalui Skema Hibah Alumni (Alumni Grant Scheme), yang diadministrasikan oleh Australia Awards in Indonesia tahun 2021. Kemudian kegiatan ini dilanjutkan oleh Agus Haryono. Agus bersama timnya melakukan penelitian rekristalisasi limbah medis dan menggali potensi ekonomi yang menyertainya. (esw,jp,ls,mfn/ed:adl, drs)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Sebagai lembaga riset yang menginjak usia dua tahun, pimpinan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengadakan pertemuan intensif, antara manajemen dengan organisasi riset. Pertemuan yang dipimpin oleh Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi (monev) kegiatan yang dilakukan oleh para periset BRIN.
Kali ini bertempat di Ruang Rapat Pleno Gedung Manajemen 720 KST BJ Habibie, Tangerang Selatan, Kamis (25/05), giliran Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) yang dimonev oleh Kepala BRIN.
“Kami ingin melihat program dan mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh teman-teman, untuk tahun 2025 dan 2029, apa yang perlu dibantu atau perlu dipertajam risetnya,” ungkap Handoko.
Menurutnya meskipun riset ORNM sudah diperkirakan dapat berjalan mandiri, namun masih perlu strategi memperkuat periset dan kelompok riset (KR).
“Namun, tidak semua pusat riset (PR) di ORNM di posisi yang mandiri, sehingga perlu ada perhatian khusus dari Kepala OR. PR harus berbasis bidang kepakaran, sementara aktivitas atau proyek riset ada di KR,” ulasnya.
Kemudian, ia menerangkan agar kepakaran periset makin berkembang, maka harus berkumpul bersama dengan kepakaran yang sama. “Oleh karena itu KR bisa lintas PR atau OR. Saya lihat di beberapa PR, KR masih top down, padahal seharusnya KR itu bottom up,” ujar Handoko.
“Kalau bottom up, ketua KR adalah orang yang punya topik riset atau ketua proyek, jadi punya kepentingan, istilahnya champion,” ucapnya.
Selain champion, yang harus difasilitasi oleh para kepala PR adalah adanya sivitas periset yang bermasalah, tidak dapat mengerjakan riset. “Seringkali banyak yang tidak paham apa kemampuan dan passion-nya. Jadi harus difasilitasi oleh kepala PR, misalnya diarahkan agar pindah PR atau fokus sekolah,” sebutnya.
“Sebagai kepala PR itu harus ada empati, fasilitasi, tapi tidak usah pusing urusan masing-masing sivitas. Tidak usah buang waktu yang tidak perlu. Perkara administratif serahkan ke BOSDM. Kepala PR fasilitasi saja yang champion, agar bisa menjalankan risetnya dengan baik,” pesan Kepala BRIN.
Selanjutnya, hal yang menjadi perhatian pimpinan adalah proposal kegiatan riset yang dianggap masih belum matang. “Untuk mengantisipasinya, pastikan setiap pekan ada seminar rutin, semua proposal yang akan submit harus diseminarkan dulu. Karena kalau diseminarkan, bisa ada pandangan lain yang lebih bagus,” kata Handoko.
“Sebagai periset, perlu ada komunikasi terbuka. Melalui seminar rutin di PR atau KR, kita jadi tahu, apakah para periset mengerjakan riset di jalur yang tepat,” imbuhnya.
Kepala BRIN berpesan kepada kepala ORNM, bahwa rumah program harus melalui program call for a proposal. “Melalui prosedur ini, nanti akan ketahuan mana periset yang betul-betul kerja atau yang tidak,” jelasnya.
Strategi Bermitra bagi Periset
Handoko mengingatkan bagi ORNM yang terdiri dari 480 periset, agar hati-hati dalam memilih mitra. “Saya wanti-wanti kepada kepala PR, agar tepat memilah mitra riset dari universitas luar negeri. Khususnya untuk para doktor di PR. Jangan misalnya ada 20 doktor, lalu punya 20 mitra. Lebih baik 1 mitra tetapi dikawal oleh 3 doktor, sehingga masif programnya,” tegas Kepala BRIN.
“Punya mitra itu berat, karena harus jadi host. Lebih bagus misalkan mitranya itu bisa terima program DBR (degree by research), postdoc, dan riset proposal bersama,” lanjutnya.
Mengenai adanya champion di PR yang masih terbatas, Handoko menyebutkan bahwa pimpinan berperan untuk membantu, agar para periset itu bisa diterima oleh mitra universitas luar, untuk tujuan yang baik.
“Untuk mencari kolaborasi yang benar-benar bagus itu sulit, perlu trust. Sementara track record champion yang sangat kuat itu masih sedikit. Nanti dari manajemen akan mencoba kolaborasi dengan negara-negara yang lebih mudah dijajaki,” terang Kepala BRIN.
Pada pertemuan dengan Kepala BRIN tersebut, Kepala ORNM, Ratno Nuryadi, memaparkan rumah program ORNM, SDM periset, peta jalan riset, dan kondisi saat ini di lapangan.
Kemudian Handoko berdiskusi terkait program riset yang disampaikan oleh para kepala PR di lingkungan ORNM. Dirinya menyampaikan bahwa yang penting dalam memulai kegiatan riset adalah menemukan problem (masalah) yang jelas.
“Cari mitra dan tanyakan apa problem-nya, jadi kita punya definisi problem yang proven, jangan coba-coba mengawang-awang problem sendiri,” ujarnya.
“Kita jangan mengulang problem yang sudah mereka kerjakan. Dari sana, baru bisa kita modifikasi solusi untuk mitra,” tambah Handoko.
Handoko menjabarkan bahwa riset itu berangkat dari problem, bukan untuk coba-coba. “Yang utama itu harus clear dulu problem-nya, jangan-jangan selama ini riset kita bukan permasalahan yang ada. Jadi periset harus langsung bertanya kepada mitra, apa problem-nya,” tegasnya. (adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Muon adalah sebuah partikel dasar dalam bidang fisika partikel. Muon bersifat seperti eletron namun lebih berat 207 kali. Muon memiliki muatan positif dan negatif.
Dalam rangka memberikan pemahaman mengenai muon, Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengundang Isao Watanabe, dari The Physical and Chemical Research Institute (RIKEN), Jepang.
Acara kuliah umum tersebut disampaikan pada forum pertemuan ilmiah riset dan inovasi ORNAMAT seri 28, Rabu (24/05), yang secara hybrid dilakukan di Ruang Accountable, Gedung Manajemen 720, Kawasan Sains dan Teknologi (KST) BJ Habibie.
Isao Watanabe menyampaikan tema mengenai Exploring New Material Using Muon Technique.
Isao mengatakan, muon dapat digunakan untuk material magnetik, superkonduktor, baterai, dan magnet organik. Muon mampu mengembangkan teknik komputasi, diantaranya Density Functional Theory Calculation (DFT), kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI), dan machine learning.
“Ada beberapa sinkroton dalam muon yang dapat menganalisa massa, sehingga jika kita mempunyai material jenis baru kita dapat menganalisa massanya,” jelas peneliti senior Jepang.
Kemudian aplikasi muon untuk material antara lain superkonduktor, molekul organik,nanomagnet, baterai, solar sel, serta DNA. Selain itu, data dari muon dapat mengolah ke DFT, sehingga dapat menganalisa densitas spin magnetik dan posisi muon.
“Kecerdasan Artifisial (AI) muon telah mulai berkembang. Mengembangkan dari data statistik muon dan sinkronisasi dengan bayes theory dan machine learning, yang dapat menghasilkan muon data dengan hanya waktu sepersekian detik,” terang Isao.
“Hal ini merupakan prospek masa depan muon dan AI. Keuntungan dari hal ini sangat banyak, diantaranya adalah kita dapat mengetahui konduktivitas elektron, konduktivitas ion, dinamika molekuler, reasksi kimia, dan reaksi katalis, hanya dalam waktu yang sangat singkat,” tambahnya.
Dirinya pun berharap sivitas BRIN berkesempatan untuk melanjutkan studi dan kolaborasi riset dengan RIKEN. (hrd/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Peta jalan transisi menuju energi nol emisi (net zero emission) mulai dari tahun 2021 hingga 2060 telah menjadi isu global. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi dampak perubahan iklim dengan Perpres No. 55 Tahun 2019 tentang percepatan kendaraan listrik berbasis baterai. Pada tahun 2030, diperkirakan masing-masing akan ada sekitar 14 juta dan 4 juta kendaraan listrik baterai roda dua dan empat. Baterai adalah bagian yang sangat penting dari kendaraan listrik baterai dan baterai mewakili hampir 40% dari harga kendaraan listrik baterai.
Saat ini baterai kendaraan listrik roda dua masih berbeda dalam hal sel, bentuk, dimensi, spesifikasi, dan juga cara pengisiannya. Hingga saat ini, belum ada standar kendaraan listrik roda dua, termasuk baterai cadangan, di pasar Indonesia. Infrastruktur ekosistem seperti stasiun pengisian daya (chargingstation) atau stasiun penukaran baterai (swapstation) masih jarang ditemukan dan hanya ditemukan di kota-kota besar.
Dalam rangka mengangkat kegiatan riset net zero emission dengan judul “Study of Battery for Electric Vehicle (EV) in Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama National Battery Research Institute (NBRI) mengadakan Focus Grup Discussion (FGD) dengan tema Perkembangan Standardisasi Baterai Swap, pada Senin (22/05) di KST BJ Habibie, Tangerang Selatan. Tujuannya agar terlaksana kolaborasi riset baterai antar Kementerian/Lembaga.
Di awal diskusi, Wahyu Widayatno mewakili Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material, membuka acara dengan mengungkapkan pandangannya akan baterai kendaraan listrik.
“Saat ini pemerintah sudah mendorong tersedianya kendaraan listrik. BRIN sebagai periset mempersiapkan baterai untuk kendaraan listrik. Paling kritis diperlukan tersedianya teknologi baterai. Adapun lembaga yang mendukung program percepatan baterai dalam FGD ini, yaitu Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), BRIN, Kementerian Perhubungan, dan Badan Standar Nasional (BSN),” terang Wahyu.
Ia menambahkan agar standar baterai dapat diwujudkan di Indonesia. “Kami berharap agar BSN dapat menentukan baterai secara umum yang dibutuhkan kendaraan listrik itu standarnya seperti apa. Diharapkan diskusi yang diadakan pada FGD ini, dapat memberikan gambaran kebijakan yang mungkin sedang disusun oleh Kementerian Perhubungan serta Kementerian Perindustrian untuk baterai litium kendaraan listrik,” lanjutnya.
Pada kesempatan FGD tersebut, profesor riset BRIN yang menggeluti bidang baterai, Evvy Kartini, menjabarkan topik risetnya yang mengkaji perilaku pengguna battery swap atau baterai lepas untuk kendaran bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) di Indonesia.
“Ke depannya, kita menghadapi net zero emission, sehingga riset baterai swap ini harus kita siapkan karena terkait transportasi. Suatu saat semuanya baterai harus local content agar tidak impor. Jadi, bagaimana yang praktiknya lebih mudah, baterai charging station atau swap station,” ulasnya.
Dalam pelaksanaan risetnya yang mempelajari perilaku pengguna baterai listrik, tim risetnya melakukan wawancara terhadap 40 responden driver ojol. “Hasilnya menunjukkan bahwa 31 responden menggunakan swap station, dan 9 responden charging station,” sebutnya.
Menurut hasil survey, baterai swap itu efektif, karena tidak usah beli tapi sewa, sehingga mempermudah pengguna. “Ketika baterai tinggal 20 atau 30 persen, tinggal datang ke swap station, keuntungan lebih cepat. Namun yang menjadi masalah adalah belum ada jaminan keamanan apakah baterai yang ditukar apakah bagus atau tidak,” papar Evvy.
Selanjutnya, setelah melihat kebiasaan pengguna, Evvy dan tim memplejari teknologi baterai yang ada di pasaran (reverse engineering). “Hanya ada beberapa merek baterai di pasaran yang dijual bebas, sehingga memang terbatas yang bisa dipelajari. Dari contoh baterai itu ternyata masing-masing spesifikasi materialnya berbeda,” ungkapnya.
Dirinya menginginkan agar nanti ke depannya ada standar baterai swap yang bisa digunakan seperti ATM bersama, agar memudahkan semua merek pengguna kendaraan listrik roda dua.
Dalam pertemuan yang sama, Amrullah Sekretaris Jenderal Perhubungan Darat dari Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa pemerintah akan mengadakan kendaraan listrik khususnya motor. “Jika pemerintah sudah beli, maka masyarakat juga akan semakin masif membelinya,” ucapnya.
“Kami di Kementerian Perhubungan mempunyai tugas terkait dukungannya untuk kendaraan listrik, antara lain dengan landasan peraturan yang mendukung percepatan dan adanya pengujian kendaraan listrik,” jelasnya.
“Selain itu, untuk kendaraan listrik berbasis baterai ada tarif pengujian yang lebih murah untuk dibanding kendaraan biasa, sehingga bisa mendorong konversi dari kendaraan berbahan bakar menjadi kendaraan listrik,” imbuh Amrullah.
Mengenai pengujian baterai, dirinya menerangkan bahwa instansinya tidak melakukan pengujian baterai, melainkan pengujian kendaraan keseluruhan, sebelum kendaraan itu diproduksi massal dan layak dioperasikan di jalan.
“Mengenai standar baterai, kami setuju baterai distandarkan untuk motor, karena kalau misalnya kami kantor punya kendaraan tapi dengan baterai yang berbeda-beda tentu repot juga,” katanya.
Sementara Muhammad Nizam, profesor dari UNS mengatakan bahwa standar untuk baterai kendaraan listrik sudah ada, yakni SNI. Namun yang belum itu implementasinya di lapangan.
“Pada intinya kami mendorong dan mendukung penuh program pemerintag. Hanya pelaksanaan yang perlu tahapan. Dari sisi baterai yang kita inginkan adalah yang terstandar, namun memang sulit,” cakapnya.
Dirinya cukup yakin dengan teknologi kendaraan listrik yang sudah ada di Indonesia. “Saya pikir teknologi baterai Indonesia tidak kalah dengan negara lain, yang dibutuhkan adalah pabrik untuk bisa produksi massal. Saat ini harga baterai tinggi, semoga harga bisa turun tapi tidak mengabaikan faktor keselamatan,” ujar Nizam.
Sebagai pamungkas, Wahyu yang merupakan Kepala Pusat Riset Material Maju BRIN berpesan agar hasil FGD selain memperkaya pemahaman dan wawasan akan penggunaan baterai, juga bisa menjadi kebijakan pemerintah. “Karena di sini ada perwakilan stakeholder, semoga hasilnya bisa di-sounding-kan ke atas untuk pemikiran bersama, agar bisa terlaksana perumusan kebijakan yang lebih komprehensif, dan menjadi kebermanfaatan khususnya terkait swap battery,” harapnya. (adl, mfn)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) bekerja sama dengan Direktorat Manajemen Kekayaan Intelektual (MKI) Kedeputian Fasilitasi Riset dan Inovasi menyelenggarakan Webinar dengan judul Sosialisasi HKI dan Proses Pendaftarannya, Kamis (11/05).
Seminar ini untuk mensosialisasikan terkait pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI), cara menulis/membuat HKI, dan lain-lain. Kemudian dapat meningkatkan pemahaman Periset terkait cara membuat HKI dan mekanisme pendaftaran HKI di Intipdaqu.
Dalam sambutannya, Plh. Kepala ORNM, Wahyu Bambang Widayatno menyampaikan bahwa inisiatif ini dilakukan oleh Tim Reformasi Birokrasi ORNM untuk meningkatkan perolehan lembaga, yang tidak hanya dari capaian kekayaan intelektual (KI) tetapi juga capaian-capaian yang lain. “Bagaimana bisa memberikan pemahaman kepada para periset yang tidak hanya di ORNM juga bisa OR-OR lain,” ujar Wahyu.
Lebih lanjut Wahyu mengatakan selama ini kita para periset umumnya membatasi KI yang identik dengan paten. Kemudian ada anggapan sebagian orang bahwa untuk pengurusan paten cukup menyulitkan dan prosesnya juga lebih panjang.
“Padahal ada kekayaan intelektual lain yang sebenarnya bisa kita hasilkan dari kegiatan riset kita, dan itu bisa lebih tepat dan cepat kita hasilkan, apabila kita bisa memahami sebenarnya hasil riset kita cocok di sektor industri, seperti merek dagang dan sebagainya,” ungkapnya.
“Semoga dengan sosialisasi ini kita bisa dapat pemahaman bahwa sebenarya ada loh KI yang lain yang bisa kita coba. KI lebih pas dengan karakter riset kita dan prosesnya pun bisa lebih cepat, dan termasuk penulisan,” harap Kepala Pusat Riset Material Maju ini.
Pada kesempatan tersebut, narasumber Narisha dari DKMI, menjelaskan konsep dasar KI serta beberapa jenis pelindungan KI yang ada di Indonesia.
“Selain paten ada beberapa jenis KI di Indonesia, seperti hak cipta, paten, desain industri, dan merek yang pelindungannya macam-macam tergantung dengan objek yang dilindungi,” sebutnya.
“KI bukan hanya sebatas ide, sehingga harus dapat diwujudkan dalam bentuk dapat kita baca, dengar dilihat, rasakan, peragakan, serta aplikasikan dalam suatu proses produksi agar bisa diperbanyak. Kemudian harapannya dari KI yang sudah dihasilkan itu dilindungi secara hukum agar penemu memliki hak untuk memperoleh baik nilai moral maupun nilai ekonomi sehingga memperoleh manfaat dari hasil HKI-nya,” jelas Narisha.
Proses Penelusuran dan Pembuatan Draf Paten hingga Pendaftaran Paten
Dalam pertemuan yang sama, narasumber Adi Setiya Dwi Grahito dari DKMI, memaparkan tentang bagaimana melakukan penelusuran paten serta pembuatan draf paten.
Menurutnya, penelusuran paten itu wajib dilakukan untuk membuat draf paten. “Penelusuran ini sama seperti ketika membuat jurnal, pasti membaca jurnal-jurnal pembanding yang lainnya. Paten-paten sebelumnya itu wajib ditulis di draft dengan jelas. Intinya adalah jangan sampai kita re-invent the wheel, atau menciptakan produk yang sama yang sudah dibuat,” terangnya.
Proses penelusuran paten ini dilakukan melalui proses trial and error di pangkalan data paten, dengan tujuan melakukan analisis patentabilitas.
“Pertama kita tentukan jenis obyek invensinya, misalnya pupuk organik hayati, bisa kita cari dengan membuka pangkalan data Indonesia milik DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual) maupun internasional Google Patents,” ucapnya.
Kemudian berbagai paten pembanding itu diringkas nomor paten, judul, ringkasan, dan keunggulan dalam bentuk tabel analisis patentabilitas. “Gunanya adalah mencari keunggulan berbeda yang bisa diklaim patennya oleh periset,” lanjutnya.
Bagi periset, untuk langkah awal riset bisa dengan membuat analis patentabilitas dari awal. “Dengan melihat apa pembanding atau kekurangan dari riset-riset sebelumnya, membuat riset kita lebih kuat, research gap dapat, segera bisa kita daftarkan jurnal dan draf patennya,” kata drafter paten senior dan valuator KI ini.
Kemudian dalam membuat dokumen, yang dirinya tekankan adalah bagian klaim, selain ada bagian deskripsi judul, bidang teknik invensi, latar belakang invensi, uraian singkat invensi, uraian singkat gambar, abstrak, dan lampiran.
“Kadang bila membuat draft paten kita lupa untuk membuat latar belakang atau uraian, padahal yang utama adalah bagian klaim. Karena sertifikat paten itu bisa diberikan bila ada klaim yang unggul dari invensi dibandingkan dengan paten-paten yang lain,” ulasnya.
Selanjutnya Adi memaparkan platform digital pendaftaran draft paten INTIPDAQU yang dibuat oleh BRIN. Platform ini menyediakan data seluruh KI yang dihasilkan oleh BRIN dan dapat dimanfaatkan oleh umum. Contoh draf pun tersedia di aplikasi ini.
“Ini yang kami lakukan, apabila Bapak Ibu sudah memiliki draf paten, tidak perlu khawatir, kami akan dampingi sampai proses pendaftarannya selesai. Proses pendaftaran tahun ini melalui aplikasi INTIPDAQU ini kami lakukan sepanjang tahun hingga 15 November. Jadi silakan kirim dokumen draf paten secepatnya,” ujarnya.
Ditegaskan olehnya, untuk membuat draft paten itu yang penting jangan publikasi dulu, serta bisa lebih mudah dari membuat jurnal.
“Pembuatan draf paten lebih mudah daripada jurnal karena tidak ada cek plagiarisme, justru informasi kalimat harus ditulis berulang seragam di semua bagian, dan tidak harus menunggu finalisasi riset, bisa dengan mengambil data dari hasil pengujian. Kami sebagai analis KI akan membantu Bapak Ibu semuanya, memang prosesnya butuh waktu untuk bisa submit di DJKI,” pungkasnya. (hrd, adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Sebanyak 110 orang siswa dan 5 orang guru SMKN 5 Tangerang Selatan melakukan kunjungan ke laboratorium Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Habibie – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Pusat Riset Material Maju dan Pusat Riset Kimia Maju, Selasa (09/05). Kunjungan tersebut untuk menambah wawasan dan mengenal praktik dan dunia kerja.
Perwakilan dari guru SMKN 5 Tangel mengatakan bahwa kegiatan ini dalam rangka menjalin kemintraan dengan industri sekaligus mengikuti perkembangan teknologi di bidang Kimia Farmasi sebagai bekal memasuki dunia kerja.
Pada kunjungan ke laboratorium material maju, periset BRIN mengenalkan fasilitas lab HTMC, LDFM, lab karet, uji mekanik, lab fisika serta kimia. Kemudian di Kimia Maju peserta diterangkan produk XRD, SEM, TEM, Raman Spectroscopy, XPS, HRTEM, LC MS, CHN, XRF, Particle Size Analyzer, ICP-MS, GC M/MS, HPLC, ICP-OES, GC FID, GC MS, GC MS/MS, dan GC FID. Para guru dan siswa antusias dan terkesan untuk meninjau sarana laboratorium yang tersedia tersebut.
Salah satu Periset BRIN Hafiizh Prasetia sangat senang menerima kunjungan teman-teman dari SMKN 5 Tangsel. “Kami mengharapkan mereka tetap semangat, mampu berkarya, dan bisa belajr lebih banyak,” harap Periset Kimia Maju. (mfn,ls,esw,jp,hrd/ed.adl)
uang hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan (KBBI)
Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2019
Bab I Pasal 1 Ayat 1 :
Gratifikasi dapat berupa uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik