Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN Hadirkan Inovasi Instalasi Air Bersih Layak Minum di Sekolah

Sukabumi – Humas BRIN. Akses air bersih merupakan hak dasar dari setiap manusia. Namun tidak semua lokasi di Indonesia sudah mendapatkan air bersih. Sehingga untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari, sebagian masyarakat masih kesulitan. Pada tahun 2022, Indeks Performa Lingkungan atau Environmental Performance Index (EPI) Indonesia untuk air dan sanitasi berada di urutan 125 dari 178 negara di dunia.

Menjawab permasalahan tersebut, tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuat instalasi air bersih layak minum yang diimplementasikan untuk masyarakat. Dalam hal ini yaitu bagi siswa dan guru, serta masyarakat di sekitar sekolah.

“Judul inovasi kami adalah proyek pemberdayaan desa untuk pembangunan masyarakat yang berkelanjutan, melalui integrasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang inovatif,” kata Yanni Sudiyani, peneliti Pusat Riset Kimia Maju – Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN, pada Kamis (13/07) di Gedung SMP Negeri 2 Cisolok.

Yanni dan tim peneliti BRIN mengambil lokasi di tiga sekolah menengah pertama (SMP) di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, dengan mengembangkan instalasi air metode gravity driven membrane (GDM) dan monitoring kualitas air bersih. 

Kegiatan ini sendiri berkolaborasi dengan mitra kerja sama International Environmental Research Institute (IERI), Gwangju, Korea Selatan, pada tahun 2018-2021, untuk peningkatan inovasi daerah.

“Kami bekerja sama dengan Korea, IERI. Bersama-sama kami menulis proposal untuk mendapatkan sponsor pendanaan dari Bappenas dan UNDP. Pada tahun 2019, kami mendapatkan pendanaan untuk tiga tahun, lalu instalasi air berhasil dirakit dan diresmikan pada tahun 2020 ketika pandemi,” jelas Yanni. 

Lebih lanjut ia menerangkan alasan memilih sekolah di Sukabumi sebagai lokasi kegiatan strategis adalah berdasarkan hasil survey pendahuluan.

“Sukabumi memiliki kondisi geografis yang kaya akan sumber daya alam dan obyek wisata, bahkan ada pabrik air minum besar di sini. Namun, sebagian masyarakatnya untuk memperoleh air minum itu harus membeli air,” terang profesor riset ini. Kemudian sekolah dipilih berdasarkan prioritas kondisi sanitasi air, setelah tim mengambil sampel air di berbagai lokasi dan dianalisis. “Sekolah yang dipilih yaitu SMP Naringgul Cisolok, SMP Negeri 2 Cisolok, dan SMP PGRI 1 Cisolok,” sebutnya. 

Berkolaborasi dengan tiga sekolah dan perangkat daerah, Yanni dan tim melakukan transfer teknologi ke masyarakat. “Transfer teknologi di sini, yakni karena kami memiliki kerja sama dengan Korea. Dalam instalasi GDM (gravity driven membrane) ini, kami menggunakan teknologi membran dari Korea,” ulas Yanni.

Ia menambahkan bahwa penggunaan membran dari Korea ini, bukan karena Indonesia tidak memiliki teknologi membran sendiri. “Indonesia juga sebetulnya memiliki teknologi membran, tetapi karena kami memanfaatkan kerja sama yang kami punya dengan mitra Korea,” imbuh lulusan doktor dari Jepang ini.

Yanni menerangkan spesikasi dari instalasi GDM membuat inovasi ini bisa berkelanjutan diaplikasikan di daerah. Keunggulan dari instalasi air ini adalah mudah dioperasikan, murah tidak perlu listrik, membran tahan lama (10 tahun), perawatan mudah, serta efisien dalam mengurangi bakteri dan kuman sesuai hasil pengujian.

Selama melakukan kegiatan riset dan inovasi di masyarakat, Yanni berujar bahwa ada tiga hal yang diperlukan yaitu kolaborasi, kreativitas, dan aksi. Indikator keberhasilan dari penyediaan sarana air minum ini adalah hasil survey yang menunjukkan hasil baik. Berkurangnya keluhan diare dari siswa yang minum dan membawa 1-1,5 liter air per hari dari sekolah. 

“Survey yang diberikan menunjukkan hasil baik, bahwa sejak siswa ke sekolah membawa botol minum sendiri, dan membawa pulang air ke rumah, siswa jarang mengeluh sakit diare dan lebih rajin masuk sekolah,” tutur Yanni.

Sebagai penerima manfaat, Kepala SMP Negeri 2 Cisolok, Dadan Candra, menyebutkan bahwa pada awalnya ia ragu apakah bisa air langsung diminum dari lokasi keran di sekolah. Memang karena dirinya pun baru dilantik setelah adanya kegiatan ini.

“Jadi pada waktu itu saya bertanya, apakah ini tidak berbahaya diminum guru dan anak-anak? Lalu guru di sini menjelaskan bahwa air ini memang sudah layak minum. Setelah beberapa minggu bertugas di sini, saya melihat absensi siswa apakah ada yang sakit akibat minum air tersebut, ternyata aman-aman saja,” urai Dadan.

Sebagai kepala sekolah, ia merasa bersyukur akan adanya instalasi air tersebut. Sebab selain siswa dan guru, masyarakat sekitar sekolah pun turut merasakan manfaatnya. “Alhamdulillah kami selama di sekolah sampai hari ini menggunakan air tersebut. Kami mengucapkan terima kasih kepada Profesor Yanni dan tim atas inovasi ini,” cakapnya mengapresiasi.

Sebagai informasi, inovasi yang dilakukan oleh Yanni dan tim ini masuk dalam tahapan verifikasi dan peninjauan lapangan, atas jasa calon penerima Satyalancana Pembangunan BRIN tahun 2023. Verifikasi lapangan dilakukan oleh tim Biro Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Sekretariat Militer Presiden RI, Sekretariat Negara RI, yang didampingi oleh tim Biro Organisasi dan Sumber Daya Manusia BRIN. (adl, ed: aps)

Sumber artikel di web BRIN :

https://brin.go.id/news/113319/brin-hadirkan-inovasi-instalasi-air-bersih-layak-minum-di-sekolah

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Pentingnya Periset Menulis di Jurnal Internasional

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Menulis di jurnal internasional sangat penting bagi para periset. Melalui jurnal yang memiliki standar global yang tervalidasi, mampu meningkatkan indikator kompetensi periset dan kualitas risetnya. Publikasi di jurnal internasional pun dapat membuka peluang kolaborasi antar periset dari berbagai negara dan lintas ilmu.

Peneliti muda dari Pusat Riset Metalurgi (PRM) Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Budi Riza, memaparkan pentingnya menulis di jurnal internasional untuk kepentingan karir seorang peneliti. “Jika seorang peneliti menulis sebuah jurnal, maka orang lain dapat melihat rekam jejak penelitian yang sudah dikerjakan selama ini. Dan dampak telah dipublikasikannya sebuah jurnal, pembaca dapat melihat impact factor dari jurnal tersebut,” ujarnya dalam webinar ORNAMAT seri ke-30, Selasa (20/06). 

Istilah impact factor (faktor dampak) merupakan salah satu bentuk penilaian yang digunakan, untuk mengetahui seberapa besar dampak publikasi tersebut di dunia akademik dan berbagai bidang kehidupan.

Lebih lanjut, peneliti yang baru bergabung dua tahun di BRIN ini lalu mengemukakan sejumlah alasan, mengapa publikasi harus diterbitkan di jurnal internasional. 

“Pertama, bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang dipahami oleh seluruh dunia, sehingga dapat digunakan untuk berbagi ilmu pengetahuan. Kedua, jika seorang peneliti tidak berhasil mempublikasikan hasil penelitian di jurnal internasional, dapat berdampak pada dicabutnya jabatan fungsional peneliti. Ketiga, yaitu memperoleh pengakuan untuk hasil penelitian yang telah dilakukan. Keempat, hasilnya dikonfirmasi oleh rekan sejawat melalui proses review (penelaahan). Kelima, untuk penulisan dengan reputasi internasional memungkinkan kolaborasi antar beberapa peneliti lintas satuan kerja. Terakhir, untuk memenuhi persyaratan kenaikan jenjang  pangkat fungsional peneliti,” ulasnya.

Ditambahkan oleh doktor lulusan tahun 2021 ini, ada beberapa tujuan mengapa harus menerbitkan publikasi di jurnal internasional. “Pertama publikasi langsung berdampak dalam bidang yang ditekuni. Dan yang kedua, proses peer review (penelaahan sejawat) membuat adanya kesempatan untuk meningkatkan kualitas manuskrip,” jelas Budi.

Pada kenyataannya, karena hanya sedikit jurnal yang dapat diterima tanpa revisi, maka revisi dan penolakan merupakan bagian dari proses peer review, yang mesti dijalani oleh penulis. “Supaya mudah diterima, seorang editor jurnal dan reviewer memberi syarat, yaitu harus ada novelty (kebaruan), terutama untuk jurnal yang memiliki high impact, kualitas sains yang baik, ruang lingkup riset, serta  pemakaian bahasa Inggris yang jelas dan ringkas,” ungkap Budi.

Sebuah jurnal, merupakan media komunikasi antara pengarang dengan pembaca. Maka menurut Budi, untuk terciptanya media komunikasi yang ideal, ada kriteria yang harus dipenuhi. “Pertama harus layak tayang, menarik isi materinya, novelty penelitian, etis, dan relevan. Kedua, mengikuti metodologi riset yang sistematis, yaitu kualitatif, kuantitatif, dan mixed-methods (metode campuran). Ketiga, mengenali riset sebelumnya dalam topik spesifik. Keempat menggunakan data empiris dan pengolahan data analisis. Kelima, memiliki keterulangan yang baik. Keenam menghindari falsifikasi dan fabrikasi data serta plagiarisme,” tuturnya.

Mengenai penyusunan manuskrip publikasi, Budi beranggapan bahwa perlu membuat outline terlebih dahulu yang harus disepakati dengan sesama co-author (penulis bersama). “Struktur manuskrip seperti pendahuluan, metode, hasil, dan kesimpulan dalam menyusun paper (jurnal) yang baik harus fokus menentukan pertanyaan riset, tujuan spesifik, dan apa kesimpulan riset yang diharapkan,” terangnya.

Disarankan oleh pria kelahiran tahun 1986 ini, sebaiknya penulisan manuskrip dilakukan secara bersama-sama dengan co-author untuk mendapatkan feedback (umpan balik) yang cepat. “Setelah draft manuskrip pertama selesai ditulis, selanjutnya harus direvisi oleh penulis berkali-kali supaya tulisannya lebih baik,” katanya.

“Sebelum submit (mendaftar) ke jurnal, manuskrip harus disesuaikan dengan guidelines for author (panduan penulisan) yang spesifik untuk masing-masing jurnal,” tegasnya.

Dalam memilih jurnal yang tepat, ia mengharuskan memperhatikan jenis jurnal, apakah APC (article processing charge) atau bukan. APC merupakan biaya yang harus dibayarkan oleh penulis jika ingin manuskripnya diterbitkan di sebuah jurnal. “Jurnal ber-APC biasanya proses review cepat, dan untuk jurnal yang non-APC proses review biasanya lebih lama,” ucap Budi.

Pada kesempatan ini, Budi mengingatkan periset untuk memiliki cadangan jurnal yang dituju, bila jurnal pilihan pertama ditolak. “Pada umumnya, manuskrip  tidak selalu diterima dalam first-choice journal, jadi peneliti  harus punya back-up journals lain yang dituju,” pesannya. (mfn/ ed: adl)

Tautan:

https://www.brin.go.id/news/113075/pentingnya-periset-menulis-di-jurnal-internasional