Tangerang Selatan – Humas BRIN. Mikroplastik pada garam dan air minum kemasan sekarang sedang ramai menjadi perbincangan. Terutama dengan adanya jurnal yang menyatakan adanya kontaminasi di Indonesia yangg cukup tinggi.
Mikroplastik ini merupakan salah satu komponen yang dapat bermigrasi baik dari kemasan ke dalam media yang bisa dikonsumsi oleh manusia.
Perekayasa dari Pusat Riset Teknologi Polimer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Chandra Liza menjelaskan Mikroplastik pada Garam dan Air Minum dalam Kemasan pada forum pertemuan riset dan inovasi ORNAMAT seri 27, Selasa (11/04).
Chandra Liza mengatakan mikroplasitik adalah partikel dengan ukuran kurang dari 5 mm. “Jadi ada yang disebut dengan mikroplastik primer. Contohnya kosmetik pada microbeads-nya adalah polimer jenis dari polietilena (PE), serat-serat pada pakaian, dan sebagainya,” sebutnya.
“Kemudian mikroplastik sekunder berasal dari produk yang besar contonya botol plastik yang terdegradasi sehingga dia pecah menjadi fragmen,” imbuhnhya.
Ia bersama tim melakukan identifikasi keberadaan mikroplastik pada garam di pasaran yaitu garam olahan dan garam curah. Selanjutnya pengolahan garam pada pengambilan sampel mulai dari sumber air laut, serta melakukan sampling air minum dalam kemasan yang ada di daerah Banten.
Mikroplastik pada Garam
Chandra Liza mengungkapkan, kandungan mikroplastik ditemukan dalam garam.
“Menurut data di Woha – Nusa Tenggara Barat dan Takalar Lama – Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa kandungan mikrodebris/mikroplastik bertambah selama pengolahan garam tradisional, karena hanya sangat sedikit kandungan mikrodebris/mikroplastik ditemukan di air laut sebagai sumber,” ujar Ica kerap disapa.
“Hasil identifikaasi diketahui, bahwa sumber air laut itu mengandung hanya satu partikel (mikro plastik dalam garam) dan seiring pengolahan ia bertambah banyak,” tambah Ica.
Hal ini terjadi karena dalam melakukan pengolahan garam menggunakan material dari polimer (berbahan plastik). Dan material ini menjadi alas di dalam membantu proses pengeringan. Sehingga mengakibatkan tumbuhnya partikel semakin banyak
Mikroplastik pada Air Minum Kemasan
Sedangkan, dengan menggunakan sampel air minum kemasan (gelas) 120 ml dari lima merek lokal sebagai sampel. Pada lima merek air minum dalam kemasan yang diidentifikasi menunjukkan tidak adanya kontaminan atau mikroplastik/mikro debris pada air minum dalam kemasan
“Hasil dari Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dari semua brand ini mengandung suspek mikroplastik dengan ukuran yang cukup beragam dalam jenis semua berbentuk 95% fiber dan 5% berbentuk film,” pungkas Ketua Kelompok Riset Polimer Hijau.
Sementara itu, dalam sambutannya Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), yang diwakilkan oleh Joddy Arya Laksmono menyampaikan ORNAMAT ini merupakan salah satu sarana untuk bertukar pikiran, bertukar informasi, sarana berdiskusi, bagi periset, praktisi, akademisi, industri, maupun media.
“Ada baiknya ke depan para sivitas di setiap kelompok riset bisa memberikan informasi apa saja yang sedang dikerjakan, ujar Joddy.
“Tentunya apa yang diinformasikan dalam ORNAMAT ini barangkali bagian kecil dari yang dilakukan di kelompok riset masing-masing. Khususnya riset, jika memang mendalam menjadi sebuah puzzle dari potongan kecil-kecil yang kemudian kalau disusun menjadi gambar yang indah,” harap Kepala PRTP – BRIN. (hrd/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Indonesia merupakan negara agraris terdapat perkebunan yang sangat luas, baik perkebunan sawit, tebu, maupun kayu putih, yang menghasilkan biomassa yang dapat diolah kembali menjadi selulosa asetat yang ramah lingkungan. Selulosa asetat yang kelola dari biomassa ini akan mengalami degradasi kembali dan dapat dimanfaatkan menjadi pupuk untuk tanaman.
Selulosa Asetat berupa suatu ester selulosa yaitu selulosa sederhana asetat. Kebutuhannya saat ini masih tinggi dan tergantung terhadap impor. Di lain pihak, Indonesia kaya akan potensi biomassa berupa limbah perkebunan yang saat ini pemanfaatannya belum optimal.
Penggunaan selulosa asetat digunakan pada film/fotografi, LCD screen, dapat juga digunakan untuk tekstil, membran untuk penyaring air atau berbagai aplikasi sebagai frame kaca mata, kosmetik, dan lain-lain.
Roni Maryana dari Pusat Riset Kimia Maju Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada sesi forum presentasi Ilmiah ORNAMAT seri ke-27 pada Selasa (11/04) menyampaikan, “Saat ini di Indonesia memiliki luasan perkebunan kepala sawit seluas 16 juta hektar dan potensi tanda kosong kepala sawit 26 jt ton/thn, dan ranting kayu putih sekitar 32.500-65.000 ton/tahun. Potensi biomassa inilah yang nantinya akan diolah menjadi selulosa asetat”.
“Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki ekstraksi selulosa asetat (CA) dari ranting kayu putih (Melaleuca leucadendron) dan ampas tebu (Saccharum officinarum) menggunakan metode yang ramah lingkungan,” tambah Roni.
Roni juga menjelaskan, “Pada awalnya, selulosa diekstraksi dari ranting kayu putih (CT) dan ampas tebu (SB) melalui prehidrolisis diikuti dengan pembuatan pulp soda (NaOH) dan pemutihan unsur bebas klorin (ECF). Kemudian, selulosa yang diekstraksi diasetilasi menggunakan yodium (I) sebagai katalis. Dari hasil penenlitian dapat dilihat serabut kelapa berpotensi untuk menjadi bahan baku pembuatan selulosa asetat karena mengandung selulosa yang cukup tinggi yaitu 28,89%”.
“Isolasi selulosa telah dilakukan dengan metode pulping dan bleaching untuk menghilangkan lignin dan residual lignin. Agen pulping dan bleaching yang digunakan adalah NaOH dan NaClO2 – H2O2. Selulosa asetat telah disintesi melalui reaksi esterifikasi selulosa menggunakan asam asetat glasial, asam asetat anhibrida, dan katalis asam sulfat pekat,” imbuh Roni.
Pada kesempatan ini, Joddy Arya Laksmono, Kepala PR Teknologi Polimer mewakili kepala ORNM menyampaikan, “ORNAMAT salah satu sarana untuk bertukar informasi dan berdiskusi. Ada baiknya ke depan para sivitas bisa memberikan informasi yang sedang bekerja di kelompok riset masing-masing,” ungkapnya.
“Proses isolasi selulosa ada beberapa macam, karena biasanya digunakan bahan kimia, agar limbahnya terbuang dengan aman periset melakukan pendekatan dengan pelarut atau bahan kimia yang ramah lingkungan,” ujar Joddy. (esw/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas PPI. Pada Sabtu Malam (01/04) terjadi kasus ledakan pada area kilang Pertamina di Dumai Riau yang menyebabkan kebakaran kawasan dan operator terluka.
Perhimpunan Periset Indonesia Kota Tangerang Selatan berupaya berkomunikasi dengan media Tempo, untuk menjadi narasumber yang bisa memberikan penjelasan terkait kasus tersebut kepada masyarakat.
Dewan Pakar PPI Tangsel Bapak Ilham Hatta dari PR Teknologi Kekuatan Struktur OREM BRIN, merupakan ahli di bidang material temperatur tinggi, mendalami riset memprediksi umur pakai material pada industri seperti kilang dan pembangkit listrik.
Wawancara pakar oleh redaktur pelaksana Tempo berlangsung pada 3 April 2022 di Puspiptek yag didampingi oleh Ketua dan Humas PPI Kota Tangsel. (adl)
Sebuah mobil pemadam kebakaran meninggalkan kawasan Kilang Minyak Putri Tujuh Pertamina RU II Dumai seusai memadamkan kebakaran akibat ledakan di area “gas compressor” Kilang Dumai, Riau, Sabtu, 1 April 2023. Manajer Humas Pertamina RU II Dumai Agustiawan menyatakan ledakan dan kebakaran di Kilang Pertamina Refinery Unit II Dumai Provinsi Riau pada Sabtu (1/4) malam sekitar pukul 22.40 WIB yang sudah tertangani tersebut menyebabkan 9 pekerja di ruang operator mengalami luka-luka. ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
TEMPO.CO, Tangerang Selatan – Polisi mengungkap penyebab ledakan di Kilang Minyak Pertamina Refinery Unit II Dumai, Riau. Ledakan terjadi pada Sabtu malam, 1 April 2023, pukul 22.40 WIB dan menyebabkan lima pekerja di ruang operator terluka.
Dalam keterangan awal disebutkan titik ledakan berada di area gas kompresor. Lebih lanjut, Kapolda Riau Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal, menyebut ledakan dan kebakaran itu dipicu pelepasan atau kebocoran gas hidrogen (H2).
Iqbal menyebut area pipa Suction Discharge dan kebakaran Unit Hydro Cracker (HCU). “Kebakaran tersebut karena hidrogen yang menghasilkan gelombang udara dan suara ledakan dahsyat yang berdampak di sekitar area,” katanya, Minggu 2 April 2023, dikutip dari Antara.X
Secara terpisah, spesialis material temperatur tinggi di Pusat Riset Teknologi Kekuatan Struktur, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ilham Hatta, menerangkan kebocoran gas hidrogen itu bisa terjadi lewat mekanisme yang disebut ‘flash’. Ini adalah cara buang tekanan lewat katup-katup otomatik agar sistem bisa tetap dalam tekanan normal.
“Kemungkinan dalam flash saat itu ada hidrogen ikutan,” katanya saat ditemui di Kompleks Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, pada Senin 3 April 2023. Dia menambahkan, “Saat itu juga menjelang tengah malam, mungkin tidak ada yang deteksi konsentrasi hidrogen berlebih yang terlepas.”
Menurut Ilham, gas hidrogen digunakan oleh Pertamina sebagai bahan bakar untuk memasak minyak mentah (crude oil). Sumber gas hidrogen itu adalah metana. “Didapat dengan cara meng-crack hidrogen dari karbon,” katanya merujuk kepada ikatan kimia molekul metana, CH4.
Saat ikut terlepas dalam flash, gas hidrogen bercampur dengan oksigen di udara sehingga hanya butuh percikan–diduga didapat dari ledakan–untuk menghasilkan segitiga api alias kebakaran. Pertanyaannya kini, kenapa sampai terjadi kebocoran hidrogen itu.
Kebutuhan investigasi sebab kebocoran gas hidrogen ditekankan Ilham agar tidak terjadi ledakan dan kebakaran berulang. “Yang dikhawatirkan adalah ada kerusakan yang lebih luas, dan sudah seharusnya kalau ada kebakaran ada investigasi sampai ke akar-akarnya,” tuturnya.
Temuan Korosi di Pipa Kilang Minyak Balikpapan
Dalam kesempatan itu Ilham mengungkap pengalaman dia dan timnya menemukan sebab kebocoran di Kilang Minyak Pertamina RU V Balikpapan, Kalimantan Timur, pada tahun lalu. Investigasi yang dilakukan saat itu mendapati adanya korosi atau karat yang menyebabkan penipisan di pipa bagian penukar (exchanger) panas. Dugaannya, karena endapan garam yang dibawa angin malam dari arah laut.
“Posisi kilang kan di pinggir laut. Garam mengendap, terakumulasi, dan seiring berjalannya waktu menyebabkan penipisan pipa,” katanya sambil menambahkan saat itu kebocoran hidrogen tak sampai menyebabkan ledakan, tapi sebatas semburan api.
Mungkinkah penipisan pipa jadi sebab ledakan di Kilang RU II Dumai? Ataukah ada internal stress dalam jaringan pipanya seperti yang juga pernah ditemukannya usai kebakaran Kilang Minyak Cilacap pada 2011 lampau? Ilham menjawab, “Kami tidak tahu karena belum diminta investigasi di Dumai.”
Prediksi Umur Material
Yang jelas, pria berusia 66 tahun yang juga tergabung dalam Perhimpunan Periset Indonesia – Tangerang Selatan ini menambahkan, semua material yang beroperasi pada suhu tinggi memiliki standar umur pakai 100 ribu jam atau 10,8 tahun. Kalau operasional bagus, tentu bisa bikin umur pakai material lebih panjang. Atau sebaliknya.
Yang biasa dikerjakan kelompok riset di mana Ilham dan timnya berada adalah memprediksi umur pakai material-material yang sedang digunakan. Spesialisasi mereka dibutuhkan terutama saat tiba waktunya untuk pemeliharaan berkala di industri seperti kilang, pembangkit listrik juga pabrik pupuk.
Ilham yang juga instruktur tetap di PLN menerangkan sejumlah alat dan metode ujinya, termasuk radiografi dan penelitian terhadap struktur mikro material. “Kami punya alat lengkap dan orang yang kompeten, dan semakin kuat setelah integrasi BRIN,” kata dia.
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Tingginya mobilitas manusia dalam beraktivitas sehari-hari memungkinkan timbulnya risiko, salah satunya kecelakaan yang berdampak pada patah atau cedera tulang. Untuk penanganan jaringan tulang tersebut secara medis dapat dilakukan dengan metode cangkok atau transplantasi tulang (bone graft). Di dunia kedokteran, material implan yang banyak digunakan untuk pemulihan tulang adalah hidroksiapatit (HA).
Perekayasa dari Pusat Riset Material Maju – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nendar Herdianto menjelaskan sifat rekonstruksi termal dari material nonegraft Mg-doped Hidroksiapatit, pada forum pertemuan ilmiah riset dan inovasi ORNAMAT seri 26, Selasa (28/03).
Nendar mengatakan secara kimia, hidroksiapatit yang terbentuk dari anorganik 65-70%, mirip dengan tulang dan 70 – 80% mirip dengan gigi. “Material ini bahkan sangat mirip dengan tulang dan gigi vertebrata, sehingga mengapa banyak digunakan sebagai bone graft,” ujarnya.
Menurutnya, hidroksiapatit banyak digunakan karena memiliki sifat biokompatibilitas (bersesuaian dengan tubuh manusia) dan bioaktivitas (sifat biologis seperti merangsang pertumbuhan sel tulang baru), yang sangat baik, tetapi masih dapat ditingkatkan karakteristiknya dengan penambahan dopant. “Contohnya menggunakan perak (Ag) yang bisa meningkatkan sifat antimikrobialnya (kemampuan membunuh mikroba). Kemudian Selenium (Se) yang dapat meningkatkan anti kanker,” sebutnya.
Nendar mengatakan, riset yang dilakukan bersama timnya berfokus pada magnesium (Mg) yang merupakan salah satu dopant hidroksiapatit, yang dapat meningkatkan proliferasi dari osteoblas (salah satu sel tulang) dan memiliki sifat antimikrobial.
“Hidroksiapatit (HA) mempunyai sifat biokompabilitas sehingga bisa digunakan sebagai coating material pada daerah interface antara implan dengan tulang, sehingga bisa meningkatkan oseokonduktif (salah satu contoh sifat bioaktif untuk merangsang pertumbuhan sel tulang baru) atau bounding antara implan dengan tulang. Selain itu bisa meng-coating implan gigi pada bagian akar yang ditanam pada tulang untuk meningkatkan daya cengkram dari implan,” terang lulusan S-1 IPB Fisika tersebut.
“Untuk diimplankan, ada metode coating menggunakan hidroksiapatit pyroprocessing. Metode pyroprocessing memanfaatkan temperatur tinggi 800 derajat celcius, sehingga bisa mengubah struktur dari material,” tambahnya.
Nendar menjabarkan, pada suhu tersebut 800 derajat celcius, terjadi transformasi fasa HA menjadi fasa lain. Pada pemanasan yang lebih tinggi, mentransformasi lagi menjadi material atau fasa lain yang tidak diinginkan.
“Hal ini menjadi penting untuk bisa mengetahui perilaku material HA ketika dipanaskan. Misalnya dalam proses coating HA, mempelajari bagaimana perilaku HA pada saat dipanaskan di suhu tinggi, dibandingkan dengan suhu yang lebih rendah,” ulasnya.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, keberadaan Mg dapat menurunkan suhu transformasi TCP, dapat menurunkan titik lebur kalsium fosfat, serta meningkatkan suhu transformasi dari beta-TCP ke alfa-TCP.
“Dari sifat rekonstruksi termal dengan fasa 0%, pada saat sebelum dipanaskan memang fasanya HA semua. Saat dipanaskan 1000 derajat celcius itu sebagian kecil tertransformasi menjadi beta-TCP dan ini tidak masalah, karena kadang diinginkan,” kata jebolan magister Material Sains UI.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Fotonik, Isnaeni menyampaikan agar dalam webinar ini, diharapkan akan muncul kolaborasi dan mengenal satu sama lain periset-periset di dalam ORNM maupun di luar.
“Dalam acara ini, periset, praktisi, akademisi, dan industri kolaborasi terjalin, serta menguatkan iklim riset, sehingga riset-riset kita semakin berkembang. Tidak sendiri-sendiri risetnya,” harapnya.
“Jadi periset yang di sana bisa berkoraborasi, untuk bagian yang ini untuk riset saya, dan sebagainya. Sehingga kita terus mengadakan ORNAMAT ini sebagai sarana untuk kita sounding ke teman-teman periset sendiri khususnya, dan umumnya kepada masyarakat umum periset lain,” tutup Kepala Pusat Riset Fotonik. (hrd/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kebutuhan logam nikel semakin meningkat. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan permintaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai yang rendah emisi gas karbondioksida. Selain itu, peningkatan kebutuhan nikel juga didorong oleh peningkatan permintaan super alloy (logam dengan ketahanan korosi yang mumpuni).
Sebagai penghasil 30% nikel dunia, peningkatan kebutuhan nikel akan mendorong produksi penambangan nikel di Indonesia. “Namun selain memberikan dampak positif ekonomi, perkembangan produksi pertambangan nikel juga memiliki risiko kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan manusia,” ungkap perekayasa Pusat Riset Teknologi Pertambangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Anindita Hardianti, pada forum pertemuan ilmiah riset dan inovasi ORNAMAT seri 26, Selasa (28/03).
Anindita memaparkan tentang Pengelolaan Limpasan Air Tambang untuk Penambangan Ramah Lingkungan, Studi Kasus: Pertambangan Nikel. Menurutnya, hingga saat ini mayoritas program nikel diproduksi dari bijih nikel yang ditambang dengan metode terbuka.
“Hal ini disebabkan karena daerah pertambangan nikel memiliki curah hujan tinggi yang saat hujan jatuh di atas area penambangan, air hujan tersebut menjadi air limpasan tambang yang tidak hanya membawa padatan tersuspensi atau TSS (Total Suspended Solid), atau yang secara kasat mata disebut dengan lumpur, tetapi juga membawa zat-zat berbahaya yang terkandung dalam bijih nikel, terutama kromium heksavalen. Zat ini bersifat toksik bagi organisme termasuk manusia,” paparnya.
Upaya pengelolaan air limpasan tambang telah dilakukan dengan menambahkan ferro sulfat yang dapat mereduksi kromium heksavalen yang merupakan zat terlarut menjadi Cr(III) yang berbentuk padat. Tetapi, upaya ini belum bisa meningkatkan kualitas air limbah hingga memenuhi baku mutu secara konsisten. Sehingga pada waktu tertentu, zat-zat berbahaya tersebut dapat terlepas ke lingkungan.
Oleh karena itu, dilakukan kajian pengelolaan air limpasan tambang dalam 4 tahapan. Pertama, karakterisasi lokasi untuk mengetahui faktor-faktor pendorong peningkatan kromium heksavalen termasuk faktor alam, maupun aktivitas tambang.
Anindita menjelaskan, tim survei lapangan mengambil data kualitas air dan lingkungan lainnya dari sebelum dan sesudah kegiatan pertambangan, dari hulu hingga hilir. Selain itu, mengambil kualitas air sebelum dan sesudah turunnya hujan. Kemudian tim juga mengambil sampel air di bagian inlet dan outlet fasilitas pengelolaan air limpasan tambang untuk mengevaluasi kinerjanya dan mengidentifikasi faktor penyebab kualitas air di outlet fasilitas eksisting tidak dapat memenuhi baku mutu secara konsisten.
Karakterisasi lokasi menemukan adanya korelasi antara TSS dengan total kromium yang tinggi. Kemudian total kromium yang tinggi ini, terjadi pada saat hari-hari hujan.
“Hujan meningkatkan debit air yang menimbulkan turbelensi, sehingga Cr(III) yang sebelumnya terendapkan, kembali tersuspensi dan menimbulkan lonjakan konsenstrasi kromium dan TSS. Oleh karena itu, dibutuhkan fasilitas pengolahan air limpasan yang dapat menurunkan konsentrasi kromium dan TSS secara terintegrasi,” jelas sarjana Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Kedua, berdasarkan hasil karakterisasi, ia dan tim menentukan teknik pengolahan dan mengujinya dalam skala laboratorium. Menggunakan variasi tipe kolam pengendap yaitu kolam bersekat konvensional (bersekat lurus) dan bersekat miring yang disebut lamella gravity settler (LGS).
Menurutnya, kolam pengendapan bersekat konvensional itu tidak dapat menurunkan konsentrasi padatan tersuspensi (TSS) hingga memenuhi baku mutu yang masih di atas 200 mg/L, tanpa bahan kimia. Sedangkan LGS bisa menurunkan TSS hingga di bawah baku mutu bahkan tanpa bahan kimia.
“LGS dapat mengolah konsentrasi TSS dengan konsentrasi yang bervariasi. Meski pun demikian untuk menurunkan Cr(VI) yang terlarut dan meningkatkan kecepatan pengendapan diperlukan penambahan ferro sulfat, dan flokulan pada LGS,” ujar master of Professional Engineering (Specialisation: Environmental Engineering) The University of Western Australia.
“Sekat miring LGS dapat meningkatkan kecepatan pengendapan, sehingga luas pengendapan efektif pada LGS lebih besar dibandingkan dengan pengendapan konvensional,” ucapnya.
Ketiga, setelah uji skala laboratorium, berhasil, tim meningkatkan skla pengujian LGS, yaitu pada skala pilot berkapasitas 40 m3. Fasilitas ini dapat mengoperaikan secara kontinu serta pengadukan koagulasi dan flokulasi dengan melakukan secara mekanik.
Lebih lanjut, kolam ekualisasi mengatur debit aliran yang masuk ke dalam LGS. Aplikasi LGS ini sesuai dengan permintaan klien untuk meletakkan di dua lokasi yaitu di hilir area tambang, dan di hilir processing plant (PP) untuk mengolah air limbah. Kualitas air inlet tidak mevariasikan secara langsung atau sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
“Pengolahan air limbah PP membutuhkan waktu tinggal yang lebih lama yaitu selama 60 menit, dibandingkan dengan air limpasan tambang yang hanya selama 48 menit. Hal ini disebabkan rata-rata konsentrasi TSS pada air limbah PP lebih tinggi dari air limpasan tambang. Pengaturan waktu tinggal ini dapat dilakukan dengan mengatur jumlah debit yang masuk,” jelas Kelompok Riset Penambangan Ramah Lingkungan ini.
Keempat, setelah LGS pada uji skala pilot berhasil mengolah air limbah (air limbah PP dan air limpasan tambang) hingga memenuhi baku mutu. LGS kemudian dibangun pada skala penuh (full scale) di area tambang. Fasilitas ini memiliki 4 unit serupa (masing-masing memiliki area koagulasi, flokulasi, dan pengendapan dengan kapasitas 1.000 meter kubik) berkapasitas total 4.000 meter kubik.
Anindita menerangkan, berbeda dengan skala pilot, proses koagulasi dan flokulasi pada skala penuh ini, dilakukan secara hidrolis. “Jadi memanfaatkan energi kejatuhan air secara gravitasi dan tumbukan air dengan sekat atau baffe. Hal ini ditujukan untuk mengurangi kebutuhan energi terutama di area-area tambang yang umumnya terletak di remote area,” tuturnya.
Berdasarkan hasil uji skala penuh, LGS mampu menurunkan konsentrasi TSS dan kromium pada air limbah. Terjadi penurunan pH dan peningkatan Fe dikarenakan adanya penambahan ferro sulfat yang menambah konsentrasi Fe. Selain itu ferro sulfat itu sendiri menghasilkan asam ketika dilarutkan.
“Kualitas air inlet sangat keruh menjadi sangat jernih dan dapat digunakan kembali untuk pengolahan mineral dan membersihkan fasilitas LGS termasuk sekat-sekat miring akibat dari penumpukan lumpur,” pungkasnya. (hrd/ed:adl)
Jakarta – Humas BRIN. Periset Badan Riset dan Inovasi Nasional terus melakukan inovasi dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan riset. Kerja sama ini penting untuk menghilirkan dan memaksimalkan potensi riset, khususnya yang berbahan baku lokal.
Seperti yang dilakukan pada Senin (27/3), telah dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pusat Riset Material Maju, Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) BRIN dengan PT Hydrotech Metal Indonesia (PT HMI) di kantor pusat BRIN Jakarta.
PT HMI adalah perusahaan yang bergerak di bidang penyimpanan energi dan teknologi pertambangan, terkait ekstraksi logam seperti nikel, cobalt dan mangan untuk menjadi prekursor baterai lithium. Oleh karena itu, dengan meningkatnya kebutuhan baterai pada kendaraan listrik yang sejalan dengan kebijakan pemerintah, kerja sama ini akan melakukan optimalisasi ekstraksi dari bahan-bahan tersebut.
Kepala Pusat Riset Pertambangan, Anggoro Tri Mursito menyampaikan, pihaknya dari kelompok riset material berkelanjutan dan recycling, akan fokus pada riset dari hulu ke hilir.
“Kerja sama dengan PT HMI terutama untuk recovery metal sulfat dengan inovasi teknologi ekstraksi nikel STAL (Step Temperature Acid Leach), bisa dikembangkan lebih lanjut dan menghasiltan temuan, invensi, maupun inovasi baru, sehingga bisa mendapatkan kekayaan intelektual yang bisa dilisensikan dan dikomersialisasikan, serta dimanfaatkan untuk industri pertambangan Indonesia yang lebih baik,” tutur Anggoro.
Pada kesempatan yang sama, Direktur PT HMI Widodo Sucipto menyampaikan harapannya, dengan kerja sama tersebut bisa memanfaatkan teknologi yang dikembangkan BRIN, memotong proses-proses bisnis yang tidak menguntungkan, sehingga akan didapatkan biaya yang lebih murah.
“Kita harus mampu memanfaatkan semua sumber daya alam (metal) yang dimiliki Indonesia, oleh putra-putra bangsa, yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi bangsa Indonesia,” ujar Sucipto.
Sementara Tenaga Ahli Utama Dewan Pengarah BRIN Surat Indrijarso yang turut hadir pada acara tersebut, menyampaikan arahannya tentang pentingnya mematenkan hak kekayaan intelektual hasil karya para periset dan hilirisasi hasil-hasil riset, sehingga membawa dampak positif yang bisa dirasakan masyarakat. “BRIN telah menjalin komunikasi dengan Kemenkumham, untuk mempermudah proses pengakuan hak-hak kekayaan intelektual periset tersebut,” jelas Surat. (jp/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas PPI. Dalam rangka Implikasi Peraturan Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tahun 2023 Terhadap Jabatan Fungsional, Perhimpunan Periset Indonesia (PPI) Kota Tangerang Selatan menyelenggarakan Sosialisasi Peraturan PermenPAN No. 1 Tahun 2023, pada Jumat (24/03). Pada webinar ini disampaikan oleh Rahma Lina dari Direktorat Pembinaan Jabatan Fungsional (JF) dan Pengembangan Profesi Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Ketua PPI Kota Tangsel, Agus Sukarto Wismogroho dalam sambutannya mengatakan narasumber pada acara ini menyampaikan hal yang sangat krusial buat para pemangku jabatan fungsional. “Semoga sosialisasi PermenPAN RB 1 Tahun 2023 menjadi awalan dan sosialisasi untuk kita semua dan bisa memberikan pemahaman akan jabatan fungsional kita ke depan,” harapnya.
Pembicara Rahma Lina mengatakan, selama ini mengacu pada PermenPAN RB Nomor 13 Tahun 2019 berkaitan dengan pembinaan JF, pengusulan jabatan fungsional baru, perubahan jabatan fungsional baru, dan sebagainya. “Secara umum, PermenPAN RB Nomor 13 Tahun 2019 tidak hanya mengatur tentang kinerja jabatan fungsional, tetapi sebagai rujukan dalam tata kelola pembinaan jabatan fungsional,” ujar Lina.
Lebih lanjut dikatakan Lina, menjelang implementasi penuh PermenPAN RB Nomor 1 Tahun 2023, peralihan PermenPAN RB Nomor 1 Tahun 2023 ini, ada klausul penyesuaian angka kredit kumulatif.
“Penyesuaian angka kredit kumulatif menyesuaikan dengan PermenPAN RB Nomor 1 Tahun 2023, jabatan-jabatan fungsional yang perhitungan angka kredit (PAK) masih konvesional, harus sudah menyesuaikan paling lambat 31 Desember 2023,” kata Plt. Direktur Pembinaan Jabatan Fungsional dan Pengembangan Profesi SDM Iptek – BRIN.
“Termasuk hasil kerja yang belum dapat nilai. Oleh sebab itu harus melakukan penilaian dulu yaitu paling lambat Juni,” tambahnya.
Lina menyampaikan, ada 7 hal yang menjadi mandat dari BKN. Tujuh peraturan teknis tersebut masih menunggu sebagai juklak dari PermenPAN RB Nomor 1 Tahun 2023 yaitu Konversi Angka Kredit (AK), AK Perpindahan Jabatan Antar Jabatan, AK Penyetaraan Jabatan, Mekanisme Kenaikan Jenjang JF dan Tata Cara Penghitungan AK Kumulatif Kenaikan Jenjang JF, Tata Cara Penghitungan Konversi Predikat Kinerja ke dalam AK, Tata Cara Penghitungan AK untuk Kenaikan Pangkat, serta Penyesuaian AK Kumulatif.
Mengacu pada PermenPAN RB Nomor 6 Tahun 2022, 1 Januari 2023, terkait dengan penilaian kinerja, sudah memakai konversi predikat kinerja, walau pun PermenPAN RB Nomor 1 Tahun 2023, mulai berlaku nanti Bulan Juli 2023.
Sedangkan kaitannya dengan masih berlakunya peraturan pelaksanaan JF masing-masing atau juknis masih berlaku selama tidak bertentangan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan tentang 6 hal perubahan pokok tata kelola JF pasca PermenPAN RB Nomor 1 Tahun 2023. Pertama, pada PermenPAN RB Nomor 1 Tahun 2023 berbasis pada ruang lingkup tugas pada setiap jenjang jabatan dan menyesuaikan dengan ekpektasi kinerja.
Kedua, sekarang perpindahan dapat dilaksanakan lintas rumpun untuk memudahkan talent mobility. “Perubahannya itu tidak hanya perpindahan dalam jabatan seperti perpindahan dari jabatan fungsional ke jabatan administrasi atau struktural, tetapi juga perpindahan antar rumpun dan perpindahan dalam satu rumpun,” terang Lina.
Ketiga, di PermenPAN RB Nomor 1 Tahun 2023, sebelumnya target angka kredit yang besarannya 12,5; 25; 37,5; 50 itu, menjadi target jumlah yang dalam capaian. “Nanti jumlah-jumlah tersebut, justru sebagai pengali. Pengali pada saat nanti penentuan predikat kinerja, dan predikat evaluasi kinerja diakhir tahun,” lanjutnya.
Keempat, evaluasi berdasarkan hasil penilaian pemenuhan ekspektasi kinerja. “Pada PermenPAN RB Nomor 1 Tahun 2023 ini juga ada pengaturan berkaitan dengan ruang lingkup. Ruang lingkup yang sebenarnya masih memberikan pengaturannya kepada otoritas instansi pembina,” paparnya.
Kelima, kaitannya dengan ketentuan kenaikan pangkat istimewa untuk JF. “Ada kenaikan pangkat istimewa untuk jabatan fungsional, namun tetap masih mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan,” sambungnya.
Keenam, instansi pembina nanti sebagai regulator, kaitannya dengan penyusunan regulasi-regulasi perangkat kaitannya dengan pembinaan jabatan fungsional, kemudian terkait dengan pengembangan kompetensi dan sebagainya.
“Jadi kita tidak usah lagi memikirkan butir-butir yang banyak dan bingung. Nanti setelah melalkukan revisi, mungkin juknis itu hanya 20 lembaran. Tidak seperti sekarang bisa mencapai 100 bahkan 200 halaman,” jelas Lina. (hrd/ ed: adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Alat pelindung diri (APD) merupakan perlengkapan yang berfungsi melindungi pengguna dari infeksi bakteri atau virus. Jenis APD yang dipakai oleh tenaga medis ini tidak hanya berupa pakaian saja, tetapi juga ada pelindung bagian kepala, mata, telinga, dan lainnya. Di dalam penggunaannya, APD bisa bersifat multi use, multi years, sehingga penggunanya tidak hanya sekali, tetapi bisa berulang kali.
Namun, yang menjadi masalah pada APD yakni ada bagian pakaian pelindung ini yang hanya dapat digunakan sekali pakai. Terutama pada masa Covid 19 lalu, banyak APD yang penggunaannya hanya sekali pakai, mengingat masalah toksisitas dan lainnya. Sehingga limbah medis yang berbahan baku polimer ini turut berdampak pada lingkungan.
Guna membahas pengelolaan limbah medis tersebut, Pusat Riset Teknologi Polimer – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Australia Global Alumni menggelar Webinar Series, ‘Teknologi Pengolahan Limbah Medis’, Rabu (15/03).
Kepala Pusat Riset Kimia Maju, Yenny Meliana mengatakan, melalui webinar ini, para periset menyampaikan hasil penelitian tentang teknologi pengolahan limbah medis dan juga metode-metode lain, yang mungkin dapat melakukannya sebagai alternatif.
“Saya harapkan para peserta baik peneliti, rumah sakit, akademisi, mahasiswa, pelaku industri, dan masyarakat umum dapat berinteraksi dengan para narasumber. Kemudian membuahkan hasil yang berpotensi memunculkan ide-ide baru untuk penelitian lebih lanjut khususnya teknologi limbah medis yang berkelanjutan berbasis daur ulang,” ujar Yenny pada sambutannya mewakili Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM).
Sebagai pembicara pada webinar tersebut, Chalid dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia mengatakan APD itu tidak hanya berbasis polipropilena, tetapi juga ada dari polietilen tereftalat (PET) dan seterusnya. Hanya mungkin di Indonesia, lebih banyak bahan baku APD yang digunakan adalah polipropilena (PP).
Di dalam pengembangan teknologi eko-plastik, ia mengungkapkan bahwa harus mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan budaya. “Yang tidak kalah penting adalah teknologi di dalam dunia polimer atau plastik demikian pesat, sehingga dapat membangun kesadaran stakeholder maupun semua pihak terhadap tata kelola APD,” ujarnya.
Menurutnya, polipropilena merupakan salah satu jenis polimer. Tetapi banyak orang memahami tentang plastik dalam perspektif yang kurang tepat.
“Plastik dalam konteks bagian dari polimer, merupakan suatu produk berkelanjutan (sustainable) yang terus menerus dapat dimanfaatkan, dan jika mengelola dengan baik maka aspek lingkungannya tidak menjadi sebuah isu yang hingar bingar pada saat ini,” kata Chalid.
Chalid berpendapat, mendesain sebuah produk adalah mendesain bahan baku, sementara polimer itu agak unik karena ada kandungan aditif, baik yang berorientasi fungsional maupun estetika.
Selain itu, polimer harus memenuhi kaedah dari spesifikasi produk, baik sifatnya primer/ fungsionalnya maupun sekunder/estetikanya, kemudian harus mampu diproses. “Setelah jadi, oleh industri hilir dijadikan sebagai produk siap pakai, semisal masker, pakaian pelindung, dan setelah orang pakai, maka akan menjadi sampah/limbah,” ungkapnya.
“Dari situ ada industri yang mengelola dari sampah/limbah tadi yaitu industri daur ulang, untuk diolah menjadi bahan jadi atau juga bisa diolah lagi menjadi monomernya, atau bisa diolah menjadi polimernya, dengan pemisahan separasi dengan additives-nya dengan teknik kristalisasi,” sambungnya.
“Ada juga pendekatan-pendekatan lain semisal dari APD yang telah disterilisasi kemudian diproses, di-convert dan seterusnya, diolah lagi menjadi bijih plastik, yang kemudian bijih plastik bisa diolah menjadi berbagai jenis produk,” cakapnya.
Lebih lanjut, Chalid mengatakan, seorang teknokrat atau pun seorang yang bergelut dalam dunia ilmiah, polimer tidak hanya berbasis bisa menjadi produk ini produk itu, tetapi juga harus memperhatikan aspek-aspek makro yang lainnya, seperti aspek ekonomi, aspek kesehatan, dan aspek-aspek yang lain.
“Polimer/plastik merupakan sebuah siklus yang harus mendesain menjadi sebuah produk yang sama atau menjadi produk turunan lain. Kemudian, di situlah yang harus membangun dalam masyarakat kita, membangun cara pandang dari dunia ekonomi ke sirkular ekonomi dalam satu sistem yang harus sustainable,” terang lulusan strata-1 Kimia Universitas Indonesia.
“Kalau kita melihat sistem sirkular saja, tanpa bersama aspek ekonomi, maka stakeholder yang terlibat itu kurang tersimulasi untuk melakukannya, karena di situ tidak ada kaitan untuk ekonomi. Kalau kita mampu untuk menjadikan sirkular yang berbasis ekonomi, maka ini merupakan suatu daya dorong untuk stabilitas pengelolaan sampah ke depan,” tambahnya.
Chalid menjelaskan bahwa sampah plastik bisa didaur ulang. Dari jenis plastik diantaranya rubber (karet), termoplastik, dan termoset. “Letak perbedaan dari jenis rubber, thermoplast, dan thermoset adalah dari sisi konfigurasi rantai molekulnya,†sebutnya.
Dirinya menjabarkan termoplastik tidak memiliki punggung silang satu sama lain. “Maka pada saat ia dipanaskan, rantai molekulnya mampu bergerak bebas, kemudian memberikan ruang kosong sehingga rantai molekul mampu bergerak bebas, jadi dia mampu dibentuk ulang,” ulas Chalid.
Namun untuk model rubber dan termoset memiliki punggung silang. “Sehingga jenis rubber maupun thermoset dapat didaur ulang, namun tidak mampu dibentuk ulang,” tambahnya.
“Jadi tidak atau semua sampah plastik seperti karet, thermoset, thermoplast akan mampu didaur ulang. Tergantung jenis daur ulangnya apa,” jelas lulusan lulusan strata-2 dan strata-3 Polymer Polymer Engineering serta Plymer Product Technology Netherlands.
Menurutnya, tipe daur ulang terbagi empat jenis, yaitu Pendaur-ulangan Primer, Pendaur-ulangan Sekunder, Pendaur-ulangan Tersier, dan Recovery Energi/Pendaur-ulangan Kuartener.
“Jadi tidak ada kategori kita akan menyerah atau bermusuhan dengan plastik. Pada dasarnya bukan masalah pada plastik, tetapi tata kelolanya. Bagaimana tata kelola itu bisa sampai kepada masyarakat. Maka edukasi maupun program uji menjadi sangat penting, untuk menunjang bagaimana masyarakat Indonesia dalam mendaur ulang,” tuturnya.
Chalid menyampaikan, tidak akan bisa berdiri sendiri bagi seorang teknokrat atau pun seorang bagian dari iptek, kalau tidak memperhatikan aspek makronya. Maka, di Eropa bahkan di Indonesia melalui KLHK, telah mengembangkan Extended Producer Responsibility (EPR).
“EPR ini bertujuan agar produsen ada tanggung jawab baru, bagaimana produk yang telah menyebar di pasar itu bisa di-withdraw kembali dalam sebuah sistem produk, sehingga tumpukan sampah menjadi lebih menurun,” terangnya.
Chalid menyatakan adanya produk polimer/plastik adalah anugerah Tuhan, yang bukan sesuatu hal yang buruk dan sia-sia. Oleh karena itu, perlu kolaborasi dari para stakeholder untuk mengelolanya dengan baik.
“Selama ini dengan masyarakat kami sudah membangun awareness dengan berbagai kajian teknologi. Tetapi masih perlu sinergitas dan harmoni kebijakan yang berkaitan dengan multi-stakeholder,” ungkap Chalid.
“Selain itu, kita harus memahami peta supply berbasis data base, kira-kira seperti apa, baru kita membangun ekosistemnya yang bersama dengan inovasi, serta membangun sustainability,” pungkas Associate Professor Departemen Metalurgi dan Material UI.(hrd/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Pada masa pandemi, kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) semakin meningkat dan berdampak pada melonjaknya limbah APD. Peningkatan limbah medis APD ini menimbulkan isu baru pada lingkungan. Asia Development Bank (ADB) memprediksi Jakarta dapat menghasilkan tambahan 12.720 ton limbah medis berupa sarung tangan, baju APD, masker, dan kantong infus selama 60 hari pada masa pandemi.
Penanganan limbah medis saat ini masih berbasis insinerasi. Namun, cara ini akan meningkatkan produksi abu, gas, serta ultrafine particles (partikel skala nano) dari sisa pembakaran limbah. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas udara dan ozon. Beberapa limbah APD medis dapat didaur ulang karena berbasis polimer termoplastik seperti polipropilen (PP) dan polietilen (PE). APD jenis ini diantaranya adalah masker dan kantong infus.
Beberapa metode dapat dilakukan untuk daur ulang limbah medis ini. Metode yang dikembangkan dikenal dengan metode rekristalisasi untuk masker medis. Untuk teknologi pengelolaan masker medis ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Alumni Grant Scheme (AGS), Austalia Awards in Indonesia menyelenggarakan webinar series dengan tema “Teknologi Pengolahan Limbah Medis”, secara daring pada Rabu (15/03).
Kepala Pusat Riset Kimia Maju (PRKM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yenny Meliana menyampaikan, kegiatan pengolahan limbah medis dengan kristalisasi ini, sebelumnya diinisiasi oleh salah satu periset di Pusat Riset Kimia Maju yaitu Sunit Hendara (almarhum) sebagai ahli polimerisasi. “Riset ini dilanjutkan oleh periset muda dan terus dikembangkan sampai saat ini, harapannya riset ini dapat berguna untuk masyarakat secara umum,” jelasnya.
Lebih lanjut Yenny menerangkan, PRKM terdiri dari beberapa kelompok riset, salah satunya yang menangani pengolahan limbah medis. “Tahun 2019 awal pandemi kemudian 2020 virus covid ini mulai mendunia, sementara di Indonesia limbah medis terus meningkat dan diperlukan pengolahan yang efektif,” katanya.
Menurutnya, terdapat beberapa jenis limbah medis. “Ada limbah bahan tajam seperti jarum suntik, limbah farmasi dari obat dan vaksin kadaluarsa, limbah patologi dari jaringan tubuh, limbah kimia seperti pelarut laboratorium dan disinfektan, limbah radioaktif, limbah infeksius yang terkontaminasi cairan tubuh manusia, serta limbah non-klinik yang tidak berpotensi bahaya biologi, kimia, dan radioaktif,” urai Yenny.
“Dalam pengolahan limbah medis dapat dilakukan dengan beberapa proses seperti proses termal, proses kimia, proses iradiasi dan proses lainnya, sementara dalam metode kimia kelebihannya dapat mengurangi volume, efisiensi waktu, dan menghilangkan bau limbah,” ungkapnya.
Metode Rekristalisasi untuk Limbah Masker Medis
Peneliti bidang polimer Joddy Arya Laksmono menjelaskan, hasil riset dan data empiris yang telah dihasilkan, sebagai validasi bahwa metode rekristalisasi membuat polimer yang ada di limbah medis bisa diperoleh.
“Ada suatu potensi dalam proses daur ulang dari limbah medis, bahwa kita bisa memperoleh dan mengurangi beban lingkungan dari limbah medis, seperti masker. Kemudian mengenai aspek ekonomi sirkular akan kami bahas pada webinar berikutnya,” ucapnya.
Joddy mengungkapkan bahwa limbah di Indonesia jumlah limbah masker sejak 2020 hingga April 2021, telah mencapai 21 ton. Limbah ini menimbulkan masalah bagi lingkungan dan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan penanggulangan berupa daur ulang limbah masker.
“Dengan adanya pandemi 2020-2022, ternyata meningkatkan limbah medis. Penggunaan masker medis menjadi penting dalam kebutuhan sehari-hari. Waktu penggunaannya juga terhitung sering berganti, sehingga ini meningkatkan limbah medis,” terangnya.
“Dengan menggunakan metode rekristalisasi dapat menghasilkan polimer penyusun bahan masker. Metode ini merupakan salah satu alternatif yang kami pilih karena memiliki efisiensi. Walaupun metode ini lebih banyak menggunakan pelarut organik kimia, baik polar maupun non polar. Namun dengan teknologi, pelarut tersebut bisa di-recovery, sehingga pelarut organik yang digunakan menjadi kecil dan untuk segi lingkungan aman, tidak ada yang dibuang ke lingkungan,” jelasnya
Joddy dan tim berasumsi dengan metode rekristalisasi memiliki keuntungan. “Dari proses ini akan mendapatkan polimer polipropilen (PP) murni dan tidak terjadi terdeformasi akibat proses termomekanik,” ulasnya.
Kemudian Joddy menuturkan tahapan metode rekristalisasi yang dilakukan. “Limbah dengan rekristalisasi pertama dapat dilakukan pencacahan sampel masker, kemudian pelarutan dengan menggunakan toluene dan xylene, rekristalisasi dengan metanol, penyaringan vacuum, dan terakhir pengeringan,” kata Joddy.
Tahapan yang juga penting dalam riset adalah solvent recovery, untuk xylene dan metanol. “Kami berupaya mengoptimalkan agar bahan pelarut kimia yang sifatnya berbahaya ini tetap aman, karena jumlah pelarut ini banyak, dan bisa digunakan dalam tahapan berikutnya,” terangnya.
Selain itu, berikutnya yang tak kalah penting adalah proses dekolorisasi. “Dalam produk masker terdapat warna yang ditambahkan. Kami menggunakan metode adsorpsi dengan karbon aktif untuk menyerap warna. Setelah kami coba dengan berbagai variasi konsentrasi, akan menghasilkan polipropilen yang hampir mirip dengan warna originnya,” pungkas Joddy. (ls, adl)