Tangerang Selatan – Humas BRIN. Logam Tanah Jarang (LTJ) merupakan komoditas strategis yang sangat berharga, karena keberadaannya diperlukan dalam berbagai produk teknologi canggih. Mulai dari industri elektronik, telekomunikasi, hingga transportasi.
Logam tanah jarang adalah mineral yang terdiri dari 17 unsur kimia. Kelompok elemen berat ini terdiri dari unsur skandium dan itrium, serta 15 unsur kelompok lantanida. Manfaat-manfaat dari logam tanah jarang ini dapat dinikmati berkat sifat fisik, kimia, dan magnetik.
Adalah Anas Santria dari Pusat Riset Kimia – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang melakukan riset investigasi interaksi magnetik 4f-π pada kompleks berbasis logam tanah jarang porfirin.
Dalam acara webinar series Ornamat ke-51 yang dilaksanakan pada Selasa (23/7) secara daring, Anas mengungkapkan bahwa topik penelitiannya ini merupakan riset yang relatif baru dan menarik dalam bidang kimia anorganik dan material. Riset ini pertama kali dilaporkan sekitar 7-8 tahun yang lalu oleh kelompok riset kimia.
“Pertama kali ditemukan pada senyawa ‘single molecule magnet’ yang memiliki sifat magnetik pada skala molekuler. Senyawa tersebut menggunakan logam tanah jarang, khususnya terbium. Interaksi antara orbital momentum dari sistem logam dan orbital momentum dari ligan ditemukan pada keadaan eksitasi,” jelasnya.
Ia menyebutkan bahwa porfirin adalah makromolekul organik yang sering ditemukan dalam hemoglobin dan klorofil. Struktur porfirin memiliki cincin tetrapirol yang dapat berikatan dengan berbagai logam untuk membentuk kompleks yang memiliki sifat unik.
Sementara logam tanah jarang lantanoid adalah elemen dari seri lantanida yang memiliki elektron f yang tidak berpasangan, terutama pada orbital 4f. Karena konfigurasi elektron ini, mereka menunjukkan sifat magnetik yang menarik dan unik. Orbital 4f pada logam tanah jarang memiliki elektron yang tidak berpasangan yang berkontribusi terhadap sifat magnetik yang tinggi. Orbital π pada ligan porfirin dapat berinteraksi dengan orbital 4f ini melalui interaksi spin-spin atau orbital-orbital.
Dirinya menjabarkan di dalam penelitiannya ini ditemukan interaksi feromagnetik paralel pada senyawa terbium. “Ketika diganti dengan logam tanah jarang lain, disprosium, ditemukan dua jenis interaksi dalam satu senyawa, yaitu feromagnetik di energi tinggi dan antiferomagnetik di energi rendah. Hal ini membuka peluang untuk kontrol magnetik menggunakan cahaya, bukan hanya magnet eksternal atau listrik,” ucap Anas.
Anas menambahkan bahwa interaksi magnetik yang ditemukan menunjukkan potensi untuk aplikasi masa depan dalam kontrol magnetik. “Analisis struktur elektronik dan interaksi magnetik menunjukkan bahwa ada hubungan antara orbital angular momentum logam dan sistem ligan. Penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas interaksi magnetik dapat dikontrol melalui manipulasi suhu dan cahaya,” urainya.
Menurutnya, interaksi magnetik pada skala molekuler dapat diatur dan dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi teknologi masa depan. Aplikasi tersebut mencakup kontrol magnetik dalam perangkat elektronik, sensor magnetik, dan teknologi memori masa depan.
“Dengan terus berkembangnya penelitian ini, diharapkan akan ada terobosan-terobosan baru yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas teknologi berbasis magnetik,” pungkas Anas. (esw/ ed:lh, adl)
Tautan: