Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN dan RIKEN Jepang Gali Potensi Kolaborasi Riset Global

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Kolaborasi riset global merupakan prioritas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dalam membangun kolaborasi tersebut, BRIN mengajak lembaga riset asing untuk menjalin kerja sama, salah satunya RIKEN Nishina Center for Accelarator-Based Science, Jepang.  Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) BRIN, Ratno Nuryadi menyambut baik kedatangan RIKEN, karena penting bagi BRIN untuk mencari potensi kolaborasi.

“Pada pertemuan sebelumnya dengan RIKEN, Deputi Sumber Daya Manusia dan Manajemen Iptek (SDMI) BRIN telah mengenalkan strategi dari BRIN. Strategi pimpinan kami telah membuat kemungkinan kolaborasi riset dari BRIN dan RIKEN. Jadi pertemuan kali ini lebih untuk mengeksplorasi identifikasi topik riset,” ujarnya di Ruang Rapat Pleno, Gedung Manajemen, KST BJ Habibie, Senin (10/07).

Ratno menjelaskan bahwa untuk berdiskusi lebih jauh dengan RIKEN, BRIN mengundang para penanggung jawab topik riset. “Kami memiliki 17 topik dari 4 organisasi riset. Dari OR Nanoteknologi dan Material terkait topik artificial intelligence, magnetik fungsional, baterai performa tinggi, kombinasi teknik sinar X, ilmu material superkonduktivitas, dan magnet pintar,” jelasnya. 

Sementara dari OR Tenaga Nuklir memiliki topik riset dan pengembangan performa akselerator (cyclotron), studi penyebaran neutron nanopartikel silika untuk membran, teknologi detektor sinar nuklir untuk keperluan industri, dan pembiakan mutasi tanaman. 

Kemudian dari OR Kesehatan terkait pengembangan partikel mirip virus, deteksi dini penyakit. Untuk OR Hayati Lingkungan penggunaan iradiasi untuk evolusi gen, dan variasi kacang kedelai dengan radiasi. 

Pada pertemuan yang sama, Direktur RIKEN Nishina Center, Hiroyoshi Sakurai, menawarkan kolaborasi akselerator berbasis sains (RNC for Accelerator based Science). RNC bermula dari Dr Yoshio Nishina, pemenang nobel yang membuat laboratorium nasional dengan modal iptek. Beliau merupakan seorang eksperimentalis yang sangat ingin tahu, membuat akselerator, dan mengembangkan cyclotron. 

“RIKEN Nishina Center yang berumur lebih dari 80 tahun, terdiri dari 3 bagian, yakni sains, teknologi, dan inovasi. Mimpi kami adalah bagaimana membuat berbagai jenis isotop dengan akselerator yang bagus bagi masyarakat,” terang Sakurai.

Kemudian bagaimana membuat isotop baru secara artifisial, dengan teknik separasi isotop atau melalui teknik kimia. “Kami menggunakan sains dan teknologi untuk keperluan software dan hardware, infrastruktur, serta kepentingan sosial untuk keperluan medis, agrikultur, industri semikonduktor di Jepang,” katanya.

RNC memiliki fasilitas akselerator baru yang sukses membuat elemen baru. “Fasilitas ini unik, kami punya di Jerman, Amerika Serikat, Korea, dan China, dengan fasilitas similar yang sama, seperti alat spektro untuk analisis. Kami telah memiliki kolaborasi internasional yang besar, namun kami masih ingin meningkatkan kapasitasnya. Oleh karena itu kami menawarkan, untuk kita dapat membuat kolaborasi yang nyata,” pesannya. 

Dengan adanya antusiasme periset dan permintaan kolaborasi, Kepala ORNM berharap pertemuan ini bisa ditindaklanjuti realisasinya. “Kami setuju pertemuan kita ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan dengan banyak topik yang bisa didiskusikan. Kita akan merencanakan workshop dengan pembicara kunci dari RIKEN dan dari sini untuk presentasi progres. Kita akan melihat kerja samanya di masa depan,” terang Ratno.

Senada dengan hal tersebut, RIKEN menyampaikan bahwa pertemuan ini hanya permulaan untuk mulai berkolaborasi. “Terima kasih untuk potensi kolaborasi riset, kami ingin mengundang kembali untuk diskusi, membagikan progres, dan berbagi impian,” pungkas Sakurai.

Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Direktur Administrasi RIKEN Nishina Center, Motohide Yokota dan RIKEN Nishina Center Jepang, Isao Watanabe. Sementara dari pihak BRIN yaitu Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN, Rohadi Awaludin, perwakilan Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, Ratih Asmana Ningrum, serta perwakilan Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Mulyana. (adl, ed: aps)

Sumber artikel di web BRIN :

https://brin.go.id/news/113279/brin-dan-riken-jepang-gali-potensi-kolaborasi-riset-global

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN Dorong Hasil Riset Direkognisi Global Melalui KTI

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Salah satu Rencana Strategis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Tahun 2021-2024 adalah mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan kompetitif. Oleh karena itu, karya SDM yang berkaitan dengan teknologi dan inovasi hasil riset harus terus diupayakan agar mampu direkognisi dalam standar global.

Riset merupakan cara berkomunikasi sains. Saat ini ekosistem riset di BRIN dalam semua aktivitasnya (seperti pendanaan riset dan manajemen talenta), mendorong pembuatan KTI sebagai output dari masing-masing kegiatan. Hal ini menjadikan KTI sangat krusial bagi siapapun, terutama para periset.

Rike Yudianti, profesor riset dari Pusat Riset Material Maju – Organisasi Nanoteknologi dan Material (ORNM) BRIN menyampaikan pada Peraturan BRIN Nomor 1 Tahun 2023 semua SDM iptek, tidak hanya peneliti, tetapi siapa pun sebagai pelaku riset invensi dan inovasi, mempunyai tugas menghasilkan KTI dan paten yang harus dipenuhi setiap tahun.

“Jadi bagaimana hasil dari lembaga litbang ini ditulis dan memenuhi standar global, tentunya ini menjadi PR kita semua,” ujar Rike dalam acara Webinar ORNAMAT ke-30, Penulisan Artikel Ilmiah pada Jurnal Internasional, Selasa (20/06).

Pengertian karya tulis ilmiah menurutnya adalah ungkapan ide atau hasil analisis, yang dituangkan dalam bentuk tulisan secara sistematis yang bisa dimengerti oleh pembaca, dan logis. Peneliti bidang material tersebut menjelaskan bagaimana menuangkan ide dalam bentuk tulisan agar mudah dipahami oleh pembaca.  

Pertama, Rike mengungkapkan alasan menulis KTI bagi peneliti di antaranya adalah visibilitas dan kredibilitas. Rike menjabarkan bahwa KTI merupakan kebutuhan, kepuasan, dan keuntungan.  “Keuntungan bagi penulis adalah visibility, karena  orang lain ingin tahu apa yang kita lakukan, katakan, dan siapa diri kita. Sementara credibility lebih banyak terkait trust (kepercayaan) terkait apa yang kita lakukan dan kita akan lakukan,” ungkapnya.

Secara dinamis, dalam suatu penulisan KTI, kadang-kadang terjadi accepted (diterima) dan rejected (ditolak). “Ini sesuatu yang biasa, karena siapa pun yang bereputasi tinggi, pernah ditolak atau rejected oleh reviewer, itu perlu latihan, termasuk saya sendiri,”  tegasnya.

Tahapan Menulis KTI

Dalam menulis karya tulis ilmiah tentu ada hal yang menjadi motivasi. “KTI menjadi syarat administratif sebagai SKP (sasaran kerja pegawai). Kemudian juga bisa menjadi kepuasan, apabila KTI kita diterima dan disitasi. Lalu KTI bisa menjadi keuntungan untuk peluang kolaborasi, promosi, dan naik pangkat. Ini menjadi motivasi kita semua,” ungkap Rike.

Self motivation atau memotivasi diri sendiri versi Dawid Hanak dapat dibangun melalui perencanaan jadwal untuk menulis. “Tidak harus sempurna, dalam KTI ada kerangka abstrak, metode, hasil, dan diskusi. Itu ditulis dulu apa yang mau kita bahas, agar alurnya mengalir dan aspek yang penting dalam riset tidak lupa ditulis. Riset perlu dikerjakan bersamaan dengan menulis, agar tidak kehilangan momen,” pesan Rike.

Sebelum mendaftarkan jurnal, Rike mengingatkan agar para penulis bisa menjawab beberapa pertanyaan berikut. “Apakah kita mengerjakan sesuatu yang baru? Apakah ada yang menantang dalam pekerjaan kita? Apakah hasil memberikan dampak atau pengetahuan untuk pembaca? Dan apakah kita memberikan solusi dari permasalahan?” tuturnya.

Agar mengurangi masalah yang umum terjadi dalam KTI, seperti kesalahan tata bahasa, pengulangan kata, dan kurangnya daftar pustaka, lulusan doktor dari Kyoto University Jepang ini menyatakan perlunya sesama penulis (author) saling membaca KTI-nya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan mengenai peer review atau penelaahan oleh pakar dalam bidang yang sesuai. “Proses ini adalah tahapan agar riset sesuai standar komunitas akademik. Dimulai dari mendaftar (submit) menyesuaikan petunjuk penulisan (author guideline). Kemudian editor in chief memeriksa orisinalitas, kebaruan dan ruang lingkupnya, apabila tidak sesuai maka artikel langsung ditolak. Jika sesuai, akan diteruskan ke associate editor yang mengawal secara teknis dan mencari reviewer yang tepat. Kemudian dilakukan tahapan review untuk feedback (umpan balik), hingga jurnal terbit,” ulasnya.

Editor in chief ‘Building and Environment’ Elsevier, Bert Blocken, dikutip oleh Rike, berpendapat ada 9 kriteria publikasi yang buruk. Pertama penulis tidak membaca literatur publikasi sebelumnya. Dua, banyaknya plagiasi. Tiga, mengabaikan kebaruan di dalam artikel. Empat, disrespek dengan publikasi sebelumnya. Lima, klaim berlebihan data yang dihasilkan. Enam, ambigu dan tidak konsisten untuk istilah pada obyek yang sama. Tujuh, salah dalam mereferensi publikasi yang lain. Delapan, subyektif dalam menilai. Dan sembilan, tidak memerhatikan tata bahasa, gambar, dan tabel. (adl/ed:aps)

Tautan:

https://brin.go.id/news/113067/brin-dorong-hasil-riset-direkognisi-global-melalui-kti

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Periset BRIN Berbagi Tips dan Trik Menulis Jurnal Global

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Banyak penulis yang masih ragu memilih jurnal yang sesuai  dengan scope dan topik mereka. Kemudian masih ragu apakah makalahnya bisa masuk jurnal internasional kategori indeks Scopus Q1, Q2, Q3, Q4.

Kemudian banyak juga pengalaman-pengalaman semacam desk rejection, yaitu belum sampai masuk ke reviewer, tapi sudah mendapat penolakan oleh editor, serta beberapa kendala bagaimana merespon reviewer karena walaupun mendapat keputusan major maupun minor revision itu tidak ada jaminan bahwa selanjutnya makalah tersebut akan menerima.

Peneliti pada Pusat Riset Fotonik, Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edi Kurniawan membahas topik ini pada Pelatihan Tips dan Trik Publikasi Karya Tulis Ilmiah, Selasa, (30/05) yang secara hybrid diselenggarakan di Gedung Manajemen 720, KST BJ Habibie, Tangernag Selatan.

Edi membagikan pengalaman bagaimana cara memilih jurnal, bagaimana melakukan persiapan sebelum submission, dan bagaimana merespon reviewer.

Pertama, cara memilih jurnal sebenarnya banyak pilihannya terutama bagi penulis yang sudah memiliki draf makalah, yaitu dengan memasukkan judul, dan abstrak draf. Kemudian bisa menggunakan beberapa metode seperti Web of Science, Journal Finder of Elsevier, maupun Journal Suggester of Springer.

Jadi sebenarnya banyak pilihan jurnal yang bisa kita tuju, jadi tinggal memasukkan judul, kemudian abstrak nanti pilihan jurnal yang bereputasi akan banyak menampilkan dari metode-metode seperti Web of Science, Journal Finder of Elsevier dan seterusnya, ujar satu dari 12 Periset Terbaik BRIN 2022.

Kedua, bagaimana melakukan persiapan sebelum submission.  Yang utama adalah harus memahami tipe artikel yang akan kita buat seperti apakah artikel regular, artikel review, artikel letter, kemudian harus mengikuti guideline atau template yang telah disediakan dari jurnal tersebut, jelasnya.

Edi menyarankan untuk menggunakan software LaTeX dalam penulisan artikel. Karena dengan menggunakan LaTeX maka kualitas penulisan akan lebih rapi, lebih profesional, dan biasanya editor ketika akan memproduksi jurnal menggunakan LaTeX sehingga terlihat sangat professional.

Untuk persiapan submission biasanya juga perlu menyiapkan dokumen pendukung seperti cover letter, title page, dan highlights. Penting untuk cover letter, kita perlu menuliskan konstribusi utama dari makalah kita dan menyebutkan bahwa makalah ini tidak di masukkan ke jurnal lain, ungkap Peneliti Ahli Utama BRIN.

Ketiga, bagaimana merespon reviewer. Penulis publikasi 22 jurnal global ini mengatakan bahwa harus menyiapkan letter of response sebaik mungkin. Ketika menyiapkan letter of response, kita bisa mulai dengan ucapan terima kasih kepada editor, dalam hal ini bisa editor-in-chief atau pun associate editor, kata Edi.

Ungkapan terima kasih kepada editor menunjukan appresasi karena sudah menangani makalah kita, mencarikan reviewer, dan kemudian mengambil keputusan berdasarkan masukan dari reviewer tersebut dan memberikan kesempatan kita untuk merevisi, tambahnya.

Kemudian yang tidak kalah penting adalah merespon komentar-komentar dari reviewer sebaik mungkin.

Kita harus bisa mengidentifikasi apakah komentar tersebut suatu pertanyaan, saran, atau komentar yang kontradiksi. Jadi beberapa saran tidak harus diikuti semua kalau itu mengubah makalah secara total, sehingga kita bisa tidak mengikuti saran atau komentar dari reviewer asalkan mengimbangi dengan alasan yang kuat,imbuh Edi yang juga menjadi reviewer di 21 jurnal yang terindeks web of science.

Mendukung pelaksanaan pelatihan ini, Kepala Pusat Riset Fotonik, Isnaeni menyampaikan agar setelah pelatihan ini, periset mampu memingkatkan kuantitas dan kualitas artikel yang terbit di jurnal global, serta memperbesar peluang artikel diterima di jurnal global bereputasi. (hrd/ed:adl) 

Tautan:

https://www.brin.go.id/news/112960/periset-brin-berbagi-tips-dan-trik-menulis-jurnal-global

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Tingkatkan Kapasitas SDM melalui Kolaborasi Riset Global

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berupaya meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan kolaborasi riset global. Salah satu strateginya adalah dengan mendorong SDM periset untuk bersekolah tinggi hingga pascadoktoral di universitas luar negeri, yang memiliki kerja sama dengan BRIN.

Pada acara hari kedua BRIN-Victoria Scientific Forum, Rabu (22/02), perwakilan dari manajemen dan periset BRIN serta perwakilan universitas dari negara bagian (state) Victoria Australia, yakni RMIT University, Swinburne University of Technology, dan The University of Melbourne, membahas riset energi, engineering, manufaktur, nanoteknologi, serta antariksa.

Direktur Manajemen Talenta BRIN, Arthur Ario Lelono menyampaikan bahwa BRIN melakukan strategi eksplorasi untuk menggaet negara bagian Victoria yang memiliki beberapa kampus. “Kita coba targetkan. Contoh kemarin dari Monash University serta Deakin University. Biasanya kita dengan kampus satu per satu, sekarang melakukan strategi menggaet pemerintah Victoria State untuk support beberapa kampus,” ungkapnya.

“Pada dasarnya, rencana kita untuk mengeksplorasi, tetapi tidak hanya mencari mahasiswa S2-S3, tetapi lebih banyak cenderung kolaborasi riset jangka panjang,” imbuh Arthur.

Menurutnya, kelima kampus di Victoria, yakni RMIT University, Swinburne University of Technology, The University of Melbourne, Deakin University, dan Monash University, memiliki keunggulan keilmuan masing-masing.

“Saat ini di antara yang lima universitas, baru dimulai Swinburne University of Technology, ada delapan mahasiswa BRIN yang sudah kita kirim ke sana dan sudah beberapa yang publikasi. Swinburne University of Technology sekarang menyiapkan pembaharuan MoU dengan BRIN. Termasuk ditambah empat kampus ini,” ulas Arthur.

Dalam kesempatan tersebut, hadir Koordinator Rumah Program ORNM, Agus Sukarto Wismogroho, mewakili Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) BRIN. Ia menyampaikan bahwa acara ini bisa menjadi kolaborasi antara BRIN, terutama di ORNM dengan negara bagian Victoria untuk bekerja sama terkait bidang ilmiah. “Kerja sama terkait scientific bisa melalui sekolah dengan pengiriman peneliti-peneliti baru yang belum S2-S3 untuk bersekolah ke sana, serta joint research,” ujar Agus.

Dirinya menjelaskan untuk anggaran dapat diperoleh melalui program seperti DBR dari Direktorat Manajemen Talenta BRIN. “Siapa pun baik ASN maupun non ASN dari kelompok riset atau pun mahasiswa bisa mendaftar. Bagi peminat dapat bersekolah di Victoria State dengan satu pembimbing dari sini (Indonesia) dan satu pembimbing dari sana (Victoria State) hingga selesai,” kata periset dari Pusat Riset Material Maju ini.

“Tema-temanya berkaitan dengan kebutuhan periset di Indonesia (ORNM), seperti bidang material terkait solar sel, atau simulasi, dan sebagainya tinggal disesuaikan dengan yang di sana (Victoria State),” ucapnya.

Dalam acara yang sama, salah satu peserta dari dari Pusat Riset Fotonik,  Jalu Ahmad Prakosa mengungkapkan bahwa forum ini sangat menarik karena mempertemukan para periset BRIN dengan para ahli dan profesor dari universitas di Victoria.

“Saya ingin mencari supervisor untuk melanjutkan program S3 saya, yaitu di negara Australia, karena kualitas pendidikannya bagus, untuk melanjutkan karier saya, untuk meningkatkan kolaborasi internasional, yaitu Australia dengan BRIN,” terang Jalu.

Baginya, kegiatan ini sangat baik dalam membantu link and match antara periset dan profesor yang sesuai. “Kalau kita sendiri sebagai periset cari info di website kemudian kirim e-mail itu lebih sulit direspon. Tetapi di atas payung institusi BRIN ini, bisa mempermudah serta bisa langsung saling berkomunikasi dengan para profesor dari Universitas Victoria di Australia,” lanjut Koordinator Kelompok Riset Kontrol dan Pengukuran Presisi.

“Semoga di tahun selanjutnya, terus diperkuat sehingga critical mass dari para periset BRIN bisa meningkat, dengan lebih banyak yang doktoral sehinga capaian BRIN akan semakin meningkat dan kolaborasi internasional semakin kuat ke depannya,” pungkasnya. (hrd/ed:adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN Kolaborasi Riset Global ALICE Bidang Elektronika, Informatika, Fisika Energi Tinggi, dan Nuklir

Tangerang Selatan, Humas BRIN. Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI) serta Organisasi Riset Nanoteknologi dan Mineral (ORNM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkolaborasi mengadakan webinar dengan tema ‘Aspek Riset Elektronika, Informatika, Fisika Energi Tinggi dan Nuklir pada Kolaborasi Riset Internasional ALICE (A Large Ion Collider Experiment)-CERN’, yang dilaksanakan secara daring pada Selasa (21/6).

Webinar ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Suharyo Sumowidagdo (Periset Pusat Riset Fisika Kuantum), Esa Prakasa (Kepala PR Sains Data dan Informasi BRIN), dan Rfiki Sadikin (Plt. Kepala Pusat Riset Komputasi BRIN). 

Dalam sambutannya Kepala OREI BRIN Budi Prawara menyampaikan bahwa webinar ini merupakan kolaborasi riset. “ALICE merupakan salah satu fasilitas milik organisasi Eropa terkait riset nuklir untuk mengakselerasi proton dan ion dengan energi yang tinggi. Kolaborasi riset dengan ALICE sudah dimulai sejak tahun 2014 yang lalu, periset kita diwakili oleh Rifki Sadikin melalui LIPI yang kemudian menjadi full member di tahun 2014,” ujarnya.

“Kolaborasi riset global ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas periset kita melalui interaksi dan kolaborasi dengan periset dari berbagi penjuru dunia dengan topik-topik riset terkini dan pelopor di bidangnya,” tambah Budi.

Saat ini BRIN sedang memproses addendum perjanjian dengan ALICE, dengan ini kita mengharapkan bertambahnya kolaborator dari Indonesia.  

“Webinar ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait dengan kerjasama. Untuk sementara kita mengusulkan agar partisipasi lembaga-lembaga Indonesia dibentuk sebagai institusi. Anggota pendiri klaster ini adalah BRIN, Universitas Indonesia (UI), dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Klaster ini akan menjadi ALICE Indonesia yang nantinya akan disingkat menjadi alice.id,” jelas Budi. 

BRIN akan menjadi lembaga utama ALICE dan bertangung jawab untuk menyelenggarakan klaster sekretariat, serta menyediakan infrasktruktur penelitian, seperti komputer khusus koneksi jaringan, ruang laboratorium, dan ruang kerja bersama. BRIN akan menyediakan dana untuk partisipasi periset atau siswa dalam ALICE ini.   

Skema asisten tersedia untuk partisipasi dalam jangka pendek sebagai contoh untuk waktu sampai dengan 1 tahun. Saat ini BRIN sedang menjajaki juga program degree by research, yakni gelar dengan skema penelitian tersedia untuk program gelar pascasarjana. Programnya 2 tahun S2 dan 3 tahun untuk mahasiswa doktoral. UI dan IPB akan menyediakan infrastruktur untuk mendidik mahasiswa magister dan Doktor serta pemberian gelar. Mahasiswa nanti akan dibimbing oleh dosen dari UI dan IPB serta supervisor dari BRIN. 

“Saya berharap webinar dari ketiga narasumber ini akan dapat bermanfaat bagi kita semua dan memberikan motivasi bagi kita, untuk dapat terus berkontribusi. Khususnya para periset di area riset fisika kuantum, kemudian material maju, dan elektronika informatika maju,” tuturnya. 

Pada kesempatan yang sama, Kepala ORNM BRIN, Ratno Nuryadibr memberikan sambutan bahwa webinar ini merupakan sebuah acara yang sangat penting dan membanggakan untuk kita semua. “Kita dapat berdiskusi dalam mengeksplorasi peluang-peluang yang bisa diberikan pada kolaborasi riset internasional di tingkat global khususnya ALICE di Swiss,” ucapnya. 

“Selama ini kita telah menunjukkan bagaimana kontribusi yang diberikan Indonesia ke internasional, khususnya ALICE dalam hal infrastruktur. Seiring dengan intergasi BRIN kita sadar bersama bahwa BRIN ini sekarang sangat luas bidang riset didalamnya. BRIN memiliki banyak OR dan PR dengan lingkup latar belakang riset yang bervariasi,” urai Ratno. 

“Semoga dengan adanya webinar ini kita bisa menggali potensi-potensi kerja sama dan menjadi ajang sosialisasi bagi periset yang sudah melakukan riset di ALICE dan berpengalaman, serta webinar ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita untuk membuka kira-kira peluang yang bisa kita eksplorasi untuk berkontribusi dalam kolaborasi ditingkat  global,” tuturnya. 


Suharyo Sumowidagdo dalam presentasi ini menyampaikan materi tentang ‘Pengenalan Kolaborasi Riset ALICE-CERN dan Riset Fisika, Instrumentasi, dan Elektronika pada ALICE-CERN’.

“ALICE adalah sebuah konsorsium atau kolaborasi terdiri dari banyak institusi yang sudah bersepakat bekerja sama dalam suatu topik penelitian. Hal ini memerlukan konstruksi untuk pembuatan instrumen penelitian yang besar, dalam hal ini ALICE dan terletak di lokasi yang khusus dalam hal ini CERN. Operasionalnya memakan waktu lama dan membutuhkan kepakaran dan SDM yang banyak,” jelas Suharyo.

ALICE beranggota 40 negara dan 173 institusi pada saat ini sedang dikembangkan materi paling panas yang diciptakan manusia di laboratorium dengan cara menumbukan partikel ion timbal. 

“Alat akselerator merupakan alat eksperimen, ada beberapa sub detektor dan memiliki fungsi masing-masing, serta partikel ion-ion. Jika ada tumbukan maka akan dideteksi oleh detektor. Large Hadron Collider (LHC) dan detektor memiliki jadwal operasional. Apabila periode run akselerator berjalan, detektor mengambil data. Jika long shut down, akselerator berhenti dan detektor bisa diakses. Pada saat akselerator berjalan ada radiasi yang sangat tinggi, sehingga detektor ditutup tidak dapat diakses,” urai Suhayo. 


Pemateri kedua, Esa Prakasa, pada webinar memaparkan materi tentang ‘Riset informatika pada kolaborasi ALICE-CERN: Studi Kasus Pendekatan Computer Vision untuk QC Detektor ITS (Inner Tracking System)’.

ALICE adalah fisika partikel berskala besar dan berjangka panjang percobaan. Eksperimen dilakukan di CERN, Swiss. Proyek ALICE sedang melakukan studi komprehensif tentang hadron, elektron, muon, dan foton yang dihasilkan dalam tumbukan inti berat. ALICE juga mempelajari tumbukan proton-proton dan proton-nukleus, keduanya sebagai perbandingan dengan tumbukan nukleus-nukleus.

“Secara singkatnya kami mengamati tumbukan partikel yang nantinya akan dilacak pergerakan partikel seperti apa. Selama proses tumbukan posisi dari partikel-partikel di dalam LHC akan direkam dengan sensor berupa chip yang jumlahnya sekitar 20.000. Sensor chip yang dipasang dalam detektor Inner Tracking System (ITS) ini merupakan yang paling awal, karena dalam satu tempat lintasan ada tumbukan lain, dan ini akan ada beberapa detektor lain di dalam radius yang lebih lebar,” terang Esa. 

“Detektor ITS ada beberapa lapisan semacam silinder yang tersusun dalam ribuan atau puluhan ribu sensor chip yang disebut dengan inner layer, middle layer, dan outer layer,” imbuh Esa.

“Pada kolaborasi ALICE ini kami merekam permukaan, baik itu sensor itu sendiri maupun pemasangan dan dihitung dengan logaritma untuk kemudian sebagai pembanding. Algoritma berbasis visi telah diterapkan untuk menilai kualitas chip, dalam hal properti 3D, integritas tepi chip, cacat permukaan, dan penyelarasan chip pada permukaan detektor,” lanjutnya.

Kemudian algoritma berbasis visi dapat digunakan untuk meningkatkan, tidak hanya kualitas chip sensor itu sendiri, tetapi juga dapat memastikan kualitas data eksperimen yang diperoleh oleh sensor yang dibangun. “Data yang dikumpulkan dari beberapa tahap berpotensi dianalisis dengan metode baru lainnya. Metode inspeksi visual akan diperlukan dalam proyek peningkatan di masa mendatang. Metode inspeksi juga dapat diterapkan dalam kegiatan manufaktur lainnya,” jelas Esa. 

Pemateri ketiga Rifki Sadikin tampil dengan paparan materi ‘Riset komputasi pada kolaborasi ALICE-CERN: Studi Kasus Koreksi Space-Charge Distortion pada Detektor TPC (Time Projection Chamber)’.

Dalam kesempatan ini Rifki menyampaikan keterlibatannya dalam proyek kerja sama dengan ALICE. “Kami terlibat di bagian komputasi terkait metode numerik dan pengolahan data di eksperimen ALICE pada salah satu detektor TPC. Secara kolaborasi kami terlibat dalam piranti lunak pengolahan data dan koordinasi komputasi. Saat ini kami juga di bagian rekontrasi dan kalibrasi aplikasi yang dibuat untuk membantu kontruksi jalannya detektor tersebut,” bahasnya. 

“Cara kerja detektor dengan besar diameter 5 meter panjang 5 m, yaitu mendeteksi elektron yang melintas di tutup silinder. Hasil gambar dari silinder adalah memang lintasan yang terdeteksi. Sampai saat ini kami masih mengembangkan produk ini,” pungkas Rifki. (esw/ed: adl)