Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Mengenal Proses Pendaftaran Kekayaan Intelektual untuk Invensi Hasil Riset

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) bekerja sama dengan Direktorat Manajemen Kekayaan Intelektual (MKI) Kedeputian Fasilitasi Riset dan Inovasi menyelenggarakan Webinar dengan judul Sosialisasi HKI dan Proses Pendaftarannya, Kamis (11/05).

Seminar ini untuk mensosialisasikan terkait pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI), cara menulis/membuat HKI, dan lain-lain. Kemudian dapat meningkatkan pemahaman Periset terkait cara membuat HKI dan mekanisme pendaftaran HKI di Intipdaqu.

Dalam sambutannya, Plh. Kepala ORNM, Wahyu Bambang Widayatno menyampaikan bahwa inisiatif ini dilakukan oleh Tim Reformasi Birokrasi ORNM untuk meningkatkan perolehan lembaga, yang tidak hanya dari capaian kekayaan intelektual (KI) tetapi juga capaian-capaian yang lain. “Bagaimana bisa memberikan pemahaman kepada para periset yang tidak hanya di ORNM juga bisa OR-OR lain,” ujar Wahyu.

Lebih lanjut Wahyu mengatakan selama ini kita para periset umumnya membatasi KI yang identik dengan paten. Kemudian ada anggapan sebagian orang bahwa untuk pengurusan paten cukup menyulitkan dan prosesnya juga lebih panjang.

“Padahal ada kekayaan intelektual lain yang sebenarnya bisa kita hasilkan dari kegiatan riset kita, dan itu bisa lebih tepat dan cepat kita hasilkan, apabila kita bisa memahami sebenarnya hasil riset kita cocok di sektor industri, seperti merek dagang dan sebagainya,” ungkapnya.

“Semoga dengan sosialisasi ini kita bisa dapat pemahaman bahwa sebenarya ada loh KI yang lain yang bisa kita coba. KI lebih pas dengan karakter riset kita dan prosesnya pun bisa lebih cepat, dan termasuk penulisan,” harap Kepala Pusat Riset Material Maju ini.

Pada kesempatan tersebut, narasumber Narisha dari DKMI, menjelaskan konsep dasar KI serta beberapa jenis pelindungan KI yang ada di Indonesia. 

“Selain paten ada beberapa jenis KI di Indonesia, seperti hak cipta, paten, desain industri, dan merek yang pelindungannya macam-macam tergantung dengan objek yang dilindungi,” sebutnya.

“KI bukan hanya sebatas ide, sehingga harus dapat diwujudkan dalam bentuk dapat kita baca, dengar dilihat, rasakan, peragakan, serta aplikasikan dalam suatu proses produksi agar bisa diperbanyak. Kemudian harapannya dari KI yang sudah dihasilkan itu dilindungi secara hukum agar penemu memliki hak untuk memperoleh baik nilai moral maupun nilai ekonomi sehingga memperoleh manfaat dari hasil HKI-nya,” jelas Narisha.

Proses Penelusuran dan Pembuatan Draf Paten hingga Pendaftaran Paten

Dalam pertemuan yang sama, narasumber Adi Setiya Dwi Grahito dari DKMI, memaparkan tentang bagaimana melakukan penelusuran paten serta pembuatan draf paten.

Menurutnya, penelusuran paten itu wajib dilakukan untuk membuat draf paten. “Penelusuran ini sama seperti ketika membuat jurnal, pasti membaca jurnal-jurnal pembanding yang lainnya. Paten-paten sebelumnya itu wajib ditulis di draft dengan jelas. Intinya adalah jangan sampai kita re-invent the wheel, atau menciptakan produk yang sama yang sudah dibuat,” terangnya.

Proses penelusuran paten ini dilakukan melalui proses trial and error di pangkalan data paten, dengan tujuan melakukan analisis patentabilitas. 

“Pertama kita tentukan jenis obyek invensinya, misalnya pupuk organik hayati, bisa kita cari dengan membuka pangkalan data Indonesia milik DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual) maupun internasional Google Patents,” ucapnya.

Kemudian berbagai paten pembanding itu diringkas nomor paten, judul, ringkasan, dan keunggulan dalam bentuk tabel analisis patentabilitas. “Gunanya adalah mencari keunggulan berbeda yang bisa diklaim patennya  oleh periset,” lanjutnya. 

Bagi periset, untuk langkah awal riset bisa dengan membuat analis patentabilitas dari awal. “Dengan melihat apa pembanding atau kekurangan dari riset-riset sebelumnya, membuat riset kita lebih kuat, research gap dapat, segera bisa kita daftarkan jurnal dan draf patennya,” kata drafter paten senior dan valuator KI ini.

Kemudian dalam membuat dokumen, yang dirinya tekankan adalah bagian klaim, selain ada bagian deskripsi judul, bidang teknik invensi, latar belakang invensi, uraian singkat invensi, uraian singkat gambar, abstrak, dan lampiran. 

“Kadang bila membuat draft paten kita lupa untuk membuat latar belakang atau uraian, padahal yang utama adalah bagian klaim. Karena sertifikat paten itu bisa diberikan bila ada klaim yang unggul dari invensi dibandingkan dengan paten-paten yang lain,” ulasnya.

Selanjutnya Adi memaparkan platform digital pendaftaran draft paten INTIPDAQU yang dibuat oleh BRIN. Platform ini menyediakan data seluruh KI yang dihasilkan oleh BRIN dan dapat dimanfaatkan oleh umum. Contoh draf pun tersedia di aplikasi ini.

“Ini yang kami lakukan, apabila Bapak Ibu sudah memiliki draf paten, tidak perlu khawatir, kami akan dampingi sampai proses pendaftarannya selesai. Proses pendaftaran tahun ini melalui aplikasi INTIPDAQU ini kami lakukan sepanjang tahun hingga 15 November. Jadi silakan kirim dokumen draf paten secepatnya,” ujarnya.

Ditegaskan olehnya, untuk membuat draft paten itu yang penting jangan publikasi dulu, serta bisa lebih mudah dari membuat jurnal.

“Pembuatan draf paten lebih mudah daripada jurnal karena tidak ada cek plagiarisme, justru informasi kalimat harus ditulis berulang seragam di semua bagian, dan tidak harus menunggu finalisasi riset, bisa dengan mengambil data dari hasil pengujian. Kami sebagai analis KI akan membantu Bapak Ibu semuanya, memang prosesnya butuh waktu untuk bisa submit di DJKI,” pungkasnya. (hrd, adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN Sepakati Kerja Sama dengan PT HMI untuk Riset Ekstraksi Bahan Logam

Jakarta – Humas BRINPeriset Badan Riset dan Inovasi Nasional terus melakukan inovasi dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan riset. Kerja sama ini penting untuk menghilirkan dan memaksimalkan potensi riset, khususnya yang berbahan baku lokal.

Seperti yang dilakukan pada Senin (27/3), telah dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pusat Riset Material Maju, Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) BRIN dengan PT Hydrotech Metal Indonesia (PT HMI) di kantor pusat BRIN Jakarta.

PT HMI adalah perusahaan yang bergerak di bidang penyimpanan energi dan teknologi pertambangan, terkait ekstraksi logam seperti nikel, cobalt dan mangan untuk menjadi prekursor baterai lithium. Oleh karena itu, dengan meningkatnya kebutuhan baterai pada kendaraan listrik yang sejalan dengan kebijakan pemerintah, kerja sama ini akan melakukan optimalisasi ekstraksi dari bahan-bahan tersebut.

Kepala Pusat Riset Pertambangan, Anggoro Tri Mursito menyampaikan, pihaknya dari kelompok riset material berkelanjutan dan recycling, akan fokus pada riset dari hulu ke hilir.

“Kerja sama dengan PT HMI terutama  untuk recovery metal sulfat dengan inovasi teknologi ekstraksi nikel STAL (Step Temperature Acid Leach), bisa dikembangkan lebih lanjut dan menghasiltan temuan, invensi, maupun inovasi baru, sehingga bisa mendapatkan kekayaan intelektual yang bisa dilisensikan dan dikomersialisasikan, serta dimanfaatkan untuk industri pertambangan Indonesia yang lebih baik,” tutur Anggoro.

Pada kesempatan yang sama, Direktur PT HMI Widodo Sucipto menyampaikan harapannya, dengan kerja sama tersebut bisa memanfaatkan teknologi yang dikembangkan BRIN, memotong proses-proses bisnis yang tidak menguntungkan, sehingga akan didapatkan biaya yang lebih murah.

“Kita harus mampu memanfaatkan semua sumber daya alam (metal) yang dimiliki Indonesia, oleh putra-putra bangsa, yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi bangsa Indonesia,” ujar Sucipto.

Sementara Tenaga Ahli Utama Dewan Pengarah BRIN Surat Indrijarso yang turut hadir pada acara tersebut, menyampaikan arahannya tentang pentingnya mematenkan hak kekayaan intelektual hasil karya para periset dan hilirisasi hasil-hasil riset, sehingga membawa dampak positif yang bisa dirasakan masyarakat. “BRIN telah menjalin komunikasi dengan Kemenkumham, untuk mempermudah proses pengakuan hak-hak kekayaan intelektual periset tersebut,” jelas Surat. (jp/ed:adl)

Tautan :

https://www.brin.go.id/news/112102/brin-sepakati-kerja-sama-dengan-pt-hmi-untuk-riset-ekstraksi-bahan-logam

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

From Lab to The Industry, Peneliti BRIN Bahas Tahapan Komersialisasi Hasil Riset Nanoteknologi

Padang – Humas BRIN. Teknologi nano di bidang bahan alam yang ramah lingkungan seperti nanoselulosa, menjadi produk yang sangat menjanjikan di dunia industri saat ini. Berbagai sektor industri seperti farmasi dan kemasan pangan, tertarik untuk mengembangkan nanoselulosa. Oleh karena itu, hal yang terpenting adalah nilai komersialisasi dari produk yang dihasilkan dan memiliki pasar.

Menjawab permasalahan itu, Pusat Riset Kolaborasi (PKR) Nanoselulosa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk yang bekerja sama dengan  Unversitas Andalas (UNAND) mengadakan focus group discussion (FGD) tentang nanoselulosa. FGD ini dilaksanakan pada Jumat (4/11) secara hybrid.

Dalam rangka menemukan penyelesaian terbaik terhadap permasalahan implementasi produk berbasis nanoselulosa di Indonesia, FGD ini bertujuan sebagai wahana diskusi, bertukar pikiran, sampai merumuskan suatu kebijakan pendukung dari berbagai unsur akademik, peneliti, industri, pemerintah, dan masyarakat umum.

Fokus kajian PKR Nanoselulosa adalah mengenai penguasaan teknologi kunci pada aplikasi bioproduk kemasan aktif dan cerdas multifungsi, nanocoating, transparan dan fleksibel film, antimicrobial film, kemasan makanan, perangkat elektronik, water treatment, bionanokomposit, aplikasi biomedikal, nanolubricant, herbal, kosmetik, dan produk invensi berbasis nano.

Kepala Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk BRIN Akbar Hanif Dawam dalam sambutannya menyampaikan bahwa riset nano memang banyak terkait dengan industri. “Nanoteknologi secara terminologi menunjukkan sebuah kemajuan di bidang teknologi. Pada skala nanometer maka luas permukaan berubah dan sifat-sifatnya juga ikut berubah. Nanoselulosa masih misteri yang dapat kita kaji untuk memperoleh manfaat dari teknologi ini,” ujar Akbar.

Dalam kesempatan tersebut, Nurul Taufiqu Rochman peneliti dari Pusat Riset Material Maju BRIN menyampaikan tentang ‘Komersialisasi Hasil Riset dan Pengembangan, from Lab to The Industry’. Ia menjelaskan perkembangan nanoteknologi di Indonesia dan tantangannya menuju pembangunan berkelanjutan, serta potensi kolaborasi riset dan inovasi nanoteknologi berbasis bahan alam.

Nurul membahas empat poin dalam riset nanoteknologi, yakni inovasi dan tantangan komersialisasi hasil riset dan pengembangan (risbang), strategi binis berbasis hasil risbang, praktek-praktek dan model komersialisasi hasil risbang BRIN, serta peranan startup (perusahaan rintisan).

“Inovasi merupakan serangkaian proses mulai dari identifikasi permasalahan dalam kehidupan melalui penelitian dan pengembangan (litbang), hingga menyelesaikan masalah tersebut melalui penciptaan baik itu produk ataupun layanan jasa yang memiliki nilai kebaruan dan ekonomis sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia,” terangnya.

Menurut profesor riset bidang teknik bahan ini, penemuan apabila ada kebaruannya, harus dipatenkan untuk menghindari pengakuan atas penemuan yang dihasilkan oleh peneliti.

“Tujuan paten adalah perlindungan atas hasil penelitian yang baru dan bermanfaat, sehingga tidak dapat diakui oleh orang lain. Mengukuhkan kepemilikan negara dan pengakuan terhadap peneliti,” jelasnya.

“Saluran pengetahuan yang bebas akses bagi publik, menjadi indikator luaran lembaga litbang di dunia dan mozaik rekam jejak hasil kerja peneliti. Kemudian untuk meningkatkan paten supaya komersial maka dibangun startup, lalu untuk meningkatkan lagi dibuat produk baru,” imbuhnya.

Nurul juga menyatakan masalah utama komersialiasi adalah pengukuran dan validasi nilai sebuah teknologi, sehingga perlu dilakukan program alih teknologi. “Salah satu lembaga riset dan teknologi menggunakan alat ukur untuk skala industri seperti Technology Readiness Level (TRL) yang berkaitan dengan teknis. Sementara lembaga litbang lainnya menggunakan Commercialization Readiness Level (CRL) dengan melakukan validasi teknologi yang ditemukan. Hal paling utama adalah prototipe yang dapat dikomersialisasi dan memiliki mitra tenant yang siap berproduksi,” ulasnya.

“Kunci sukses berbisnis berbasis teknologi hasil litbang yang perlu diperhatikan adalah paten atau kekayaan intelektual (KI) teknologi yang potensial, komersialisasi dengan inventor dan teknopreneur membentuk startup, jiwa teknopreneur dalam tim, memiliki tim yang solid, serta kebijakan dan program komersialsiasi yang efektif,” pungkasnya. (esw/ ed: adl)   

Sumber: https://brin.go.id/news/110802/from-lab-to-the-industry-peneliti-brin-bahas-tahapan-komersialisasi-hasil-riset-nanoteknologi