Plastik merupakan sampah yang paling banyak dihasilkan manusia akibat dari kebiasaan atau gaya hidup saat ini yang serba ingin praktis.
Kebutuhan manusia mulai dari peralatan rumah tangga, alat elektronik, mainan, kemasan makanan, minuman, kosmetik, dan aneka produk lainnya kebanyakan berbahan baku plastik.
Material plastik dipilih oleh manusia karena bahannya murah, tahan lama, ringan, mudah diproduksi, banyak ragamnya, dan mudah diperoleh, sehingga penggunaan plastik cenderung berlebihan.
Sayangnya, material plastik ini tidak mudah hancur. Plastik membutuhkan proses penguraian selama kurang lebih 500 tahun. Plastik mengandung bahan kimia berbahaya, sehingga dapat mencemari air, tanah, dan udara (jika dibakar).
Di Indonesia, memiliki kebiasaan menggunakan plastik untuk segala macam, terutama untuk berbelanja dan membungkus makanan.
Sebaiknya mulai sekarang kita bisa mengurangi penggunaan plastik (terutama yang sekali buang seperti kantung kresek). Yang paling penting adalah kita harus selalu membuang sampah pada tempatnya. Lindungi dan pelihara sungai, laut, jalan, tanah, rumput, lingkungan, dan tempat umum lainnya dari pencemaran sampah.
Di bawah ini adalah beberapa poster bertema lingkungan karya siswa SMP-SMA dalam acara Gerakan Anti Plastik yang diselenggarakan mahasiswa ARL IPB.
“Jangan Buang Sampah di Sungai dan Sembarang Tempat”
“Bersihkan Lingkungan Bersama-sama”
“Jadikan Kebiasaan Menjaga Kebersihan Lingkungan di Mana Saja”
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Peneliti Kelompok Riset Eksplorasi Pertambangan, Pusat Riset Teknologi Pertambangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Razzaaq Al Ghiffari mengkaji pengaruh perubahan tutupan lahan pada area pertambangan nikel, ditinjau dari aspek hidrologi, di Morowali, Sulawesi Tengah.
Menurut Ghiffari, adanya pembukaan lahan karena perkebunan, longsoran, maupun aktivitas tambang menyebabkan reaksi kimia yang memengaruhi kualitas air sungai. Maka, diperlukan pemantauan kualitas air secara berkelanjutan, karena dapat berdampak terhadap masyarakat yang memanfaatkan air tersebut.
Dalam forum pertemuan ilmiah riset dan inovasi ORNAMAT seri 34, secara daring, Selasa (5/9), Ghiffari menjelaskan, dia bersama tim memetakan rona awal dari sisi geologi dan hidrologinya, kemudian dampak apa yang ditimbulkan akibat aktivitas tambang karena adanya perubahan jenis tutupan lahan.
Tentunya, dengan adanya aktivitas tambang, lahan menjadi terbuka dan memengaruhi kondisi hidrologi.
“Metode yang digunakan yaitu observasi geologi dan hidrologi, mencakup pemetaan geologi, analisis curah hujan, perhitungan neraca air, pengukuran debit, serta analisis fisika dan kimia air, baik secara in situ di lapangan maupun di lab,” urainya.
Ghiffari mengatakan, area kajian yang berlokasi di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah ini terdiri dari bentuk lahan dataran dan juga perbukitan, yang sebagian besar tersusun batuan ultrabasa.
“Area kajian (observasi hidrologi) terdiri dari empat sungai utama, yaitu sungai Bahomotefe, Bahopenila, Lamasara, dan Dampala. Namun, dilihat dari pola aliran sungainya, area kajian ini terbentuk menjadi enam Sub-Daerah Aliran Sungai (SubDAS), yaitu SubDAS Bahomotefe 1, SubDAS Bahomotefe 2, SubDAS Bahopenila, SubDAS Lamasara, SubDAS Dampala 1, dan SubDAS Dampala 2,” terangnya.
Berdasarkan analisis klimatologi, sebut dia, curah hujan maksimum berada pada Mei hingga Juli. Sementara, musim kemarau pada September hingga November.
“Intensitas curah hujan di area kajian ini dapat mencapai 75 mm/jam pada kala ulang 100 tahunan,” jelasnya.
Kemudian untuk perhitungan neraca air mengacu pada siklus hidrologi, yaitu air akan mengalami penguapan, lalu pembentukan awan, dan turunlah air hujan.
“Air hujan yang turun sebagian akan mengalami proses evapotranspirasi dan sebagian lagi akan jatuh ke permukaan tanah. Dengan kondisi tutupan lahan saat ini, hasil perhitungan neraca air menunjukkan volume air yang meresap lebih besar dibandingkan volume limpasan air permukaan (runoff),” beber dia.
Selain itu, Ghiffari dan tim juga melakukan pengukuran debit dan kualitas air sungai. “Kami juga melakukan penelurusan dan pengukuran debit air sungai. Secara umum, debit air sungai akan membesar ke arah hilir, hal ini karena adanya suplai dari air tanah ke air sungai,” tambahnya.
Begitu pun untuk nilai derajat keasaman (pH) yang secara umum mengalami peningkatan dari arah hulu ke hilir sungai. Hal ini disebabkan area kajian didominasi oleh batuan ultrabasa.
Kemudian adanya interaksi antara air dan batuan, sehingga menyebabkan nilai pH meningkat. Nilai pH air sungai di area kajian memiliki rentang 6-9.
Sementara, simulasi perhitungan neraca air dengan area bukaan lahan tambang, memiliki pengaruh terhadap peningkatan nilai Cro (koefisien runoff) dan debit limpasan permukaan (runoff).
Perhitungan neraca air dapat memberikan gambaran perbedaan kondisi hidrologi sebelum dan setelah aktivitas tambang.
“Peningkatan debit runoff mencapai 23 persen adalah sebuah perubahan yang signifikan dalam aliran air di wilayah tersebut. Ini bisa memiliki berbagai dampak, terutama jika tidak dikelola dengan baik,” ulas periset muda BRIN ini.
Nikel menjadi salah satu komponen utama untuk pembuatan baterai kendaraan listrik. Hal ini berdampak pada perkembangan pertambangan nikel, termasuk perluasan area eksplorasi dan eksploitasinya.
Namun, dengan berjalannya aktivitas tambang tersebut, perlu diperhatikan pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan. (hrd/ed: adl, tnt)
Sukabumi – Humas BRIN. Akses air bersih merupakan hak dasar dari setiap manusia. Namun tidak semua lokasi di Indonesia sudah mendapatkan air bersih. Sehingga untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari, sebagian masyarakat masih kesulitan. Pada tahun 2022, Indeks Performa Lingkungan atau Environmental Performance Index (EPI) Indonesia untuk air dan sanitasi berada di urutan 125 dari 178 negara di dunia.
Menjawab permasalahan tersebut, tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuat instalasi air bersih layak minum yang diimplementasikan untuk masyarakat. Dalam hal ini yaitu bagi siswa dan guru, serta masyarakat di sekitar sekolah.
“Judul inovasi kami adalah proyek pemberdayaan desa untuk pembangunan masyarakat yang berkelanjutan, melalui integrasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang inovatif,” kata Yanni Sudiyani, peneliti Pusat Riset Kimia Maju – Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN, pada Kamis (13/07) di Gedung SMP Negeri 2 Cisolok.
Yanni dan tim peneliti BRIN mengambil lokasi di tiga sekolah menengah pertama (SMP) di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, dengan mengembangkan instalasi air metode gravity driven membrane (GDM) dan monitoring kualitas air bersih.
Kegiatan ini sendiri berkolaborasi dengan mitra kerja sama International Environmental Research Institute (IERI), Gwangju, Korea Selatan, pada tahun 2018-2021, untuk peningkatan inovasi daerah.
“Kami bekerja sama dengan Korea, IERI. Bersama-sama kami menulis proposal untuk mendapatkan sponsor pendanaan dari Bappenas dan UNDP. Pada tahun 2019, kami mendapatkan pendanaan untuk tiga tahun, lalu instalasi air berhasil dirakit dan diresmikan pada tahun 2020 ketika pandemi,” jelas Yanni.
Lebih lanjut ia menerangkan alasan memilih sekolah di Sukabumi sebagai lokasi kegiatan strategis adalah berdasarkan hasil survey pendahuluan.
“Sukabumi memiliki kondisi geografis yang kaya akan sumber daya alam dan obyek wisata, bahkan ada pabrik air minum besar di sini. Namun, sebagian masyarakatnya untuk memperoleh air minum itu harus membeli air,” terang profesor riset ini. Kemudian sekolah dipilih berdasarkan prioritas kondisi sanitasi air, setelah tim mengambil sampel air di berbagai lokasi dan dianalisis. “Sekolah yang dipilih yaitu SMP Naringgul Cisolok, SMP Negeri 2 Cisolok, dan SMP PGRI 1 Cisolok,” sebutnya.
Berkolaborasi dengan tiga sekolah dan perangkat daerah, Yanni dan tim melakukan transfer teknologi ke masyarakat. “Transfer teknologi di sini, yakni karena kami memiliki kerja sama dengan Korea. Dalam instalasi GDM (gravity driven membrane) ini, kami menggunakan teknologi membran dari Korea,” ulas Yanni.
Ia menambahkan bahwa penggunaan membran dari Korea ini, bukan karena Indonesia tidak memiliki teknologi membran sendiri. “Indonesia juga sebetulnya memiliki teknologi membran, tetapi karena kami memanfaatkan kerja sama yang kami punya dengan mitra Korea,” imbuh lulusan doktor dari Jepang ini.
Yanni menerangkan spesikasi dari instalasi GDM membuat inovasi ini bisa berkelanjutan diaplikasikan di daerah. Keunggulan dari instalasi air ini adalah mudah dioperasikan, murah tidak perlu listrik, membran tahan lama (10 tahun), perawatan mudah, serta efisien dalam mengurangi bakteri dan kuman sesuai hasil pengujian.
Selama melakukan kegiatan riset dan inovasi di masyarakat, Yanni berujar bahwa ada tiga hal yang diperlukan yaitu kolaborasi, kreativitas, dan aksi. Indikator keberhasilan dari penyediaan sarana air minum ini adalah hasil survey yang menunjukkan hasil baik. Berkurangnya keluhan diare dari siswa yang minum dan membawa 1-1,5 liter air per hari dari sekolah.
“Survey yang diberikan menunjukkan hasil baik, bahwa sejak siswa ke sekolah membawa botol minum sendiri, dan membawa pulang air ke rumah, siswa jarang mengeluh sakit diare dan lebih rajin masuk sekolah,” tutur Yanni.
Sebagai penerima manfaat, Kepala SMP Negeri 2 Cisolok, Dadan Candra, menyebutkan bahwa pada awalnya ia ragu apakah bisa air langsung diminum dari lokasi keran di sekolah. Memang karena dirinya pun baru dilantik setelah adanya kegiatan ini.
“Jadi pada waktu itu saya bertanya, apakah ini tidak berbahaya diminum guru dan anak-anak? Lalu guru di sini menjelaskan bahwa air ini memang sudah layak minum. Setelah beberapa minggu bertugas di sini, saya melihat absensi siswa apakah ada yang sakit akibat minum air tersebut, ternyata aman-aman saja,” urai Dadan.
Sebagai kepala sekolah, ia merasa bersyukur akan adanya instalasi air tersebut. Sebab selain siswa dan guru, masyarakat sekitar sekolah pun turut merasakan manfaatnya. “Alhamdulillah kami selama di sekolah sampai hari ini menggunakan air tersebut. Kami mengucapkan terima kasih kepada Profesor Yanni dan tim atas inovasi ini,” cakapnya mengapresiasi.
Sebagai informasi, inovasi yang dilakukan oleh Yanni dan tim ini masuk dalam tahapan verifikasi dan peninjauan lapangan, atas jasa calon penerima Satyalancana Pembangunan BRIN tahun 2023. Verifikasi lapangan dilakukan oleh tim Biro Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Sekretariat Militer Presiden RI, Sekretariat Negara RI, yang didampingi oleh tim Biro Organisasi dan Sumber Daya Manusia BRIN. (adl, ed: aps)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Indonesia merupakan negara agraris terdapat perkebunan yang sangat luas, baik perkebunan sawit, tebu, maupun kayu putih, yang menghasilkan biomassa yang dapat diolah kembali menjadi selulosa asetat yang ramah lingkungan. Selulosa asetat yang kelola dari biomassa ini akan mengalami degradasi kembali dan dapat dimanfaatkan menjadi pupuk untuk tanaman.
Selulosa Asetat berupa suatu ester selulosa yaitu selulosa sederhana asetat. Kebutuhannya saat ini masih tinggi dan tergantung terhadap impor. Di lain pihak, Indonesia kaya akan potensi biomassa berupa limbah perkebunan yang saat ini pemanfaatannya belum optimal.
Penggunaan selulosa asetat digunakan pada film/fotografi, LCD screen, dapat juga digunakan untuk tekstil, membran untuk penyaring air atau berbagai aplikasi sebagai frame kaca mata, kosmetik, dan lain-lain.
Roni Maryana dari Pusat Riset Kimia Maju Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada sesi forum presentasi Ilmiah ORNAMAT seri ke-27 pada Selasa (11/04) menyampaikan, “Saat ini di Indonesia memiliki luasan perkebunan kepala sawit seluas 16 juta hektar dan potensi tanda kosong kepala sawit 26 jt ton/thn, dan ranting kayu putih sekitar 32.500-65.000 ton/tahun. Potensi biomassa inilah yang nantinya akan diolah menjadi selulosa asetat”.
“Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki ekstraksi selulosa asetat (CA) dari ranting kayu putih (Melaleuca leucadendron) dan ampas tebu (Saccharum officinarum) menggunakan metode yang ramah lingkungan,” tambah Roni.
Roni juga menjelaskan, “Pada awalnya, selulosa diekstraksi dari ranting kayu putih (CT) dan ampas tebu (SB) melalui prehidrolisis diikuti dengan pembuatan pulp soda (NaOH) dan pemutihan unsur bebas klorin (ECF). Kemudian, selulosa yang diekstraksi diasetilasi menggunakan yodium (I) sebagai katalis. Dari hasil penenlitian dapat dilihat serabut kelapa berpotensi untuk menjadi bahan baku pembuatan selulosa asetat karena mengandung selulosa yang cukup tinggi yaitu 28,89%”.
“Isolasi selulosa telah dilakukan dengan metode pulping dan bleaching untuk menghilangkan lignin dan residual lignin. Agen pulping dan bleaching yang digunakan adalah NaOH dan NaClO2 – H2O2. Selulosa asetat telah disintesi melalui reaksi esterifikasi selulosa menggunakan asam asetat glasial, asam asetat anhibrida, dan katalis asam sulfat pekat,” imbuh Roni.
Pada kesempatan ini, Joddy Arya Laksmono, Kepala PR Teknologi Polimer mewakili kepala ORNM menyampaikan, “ORNAMAT salah satu sarana untuk bertukar informasi dan berdiskusi. Ada baiknya ke depan para sivitas bisa memberikan informasi yang sedang bekerja di kelompok riset masing-masing,” ungkapnya.
“Proses isolasi selulosa ada beberapa macam, karena biasanya digunakan bahan kimia, agar limbahnya terbuang dengan aman periset melakukan pendekatan dengan pelarut atau bahan kimia yang ramah lingkungan,” ujar Joddy. (esw/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Alat pelindung diri (APD) merupakan perlengkapan yang berfungsi melindungi pengguna dari infeksi bakteri atau virus. Jenis APD yang dipakai oleh tenaga medis ini tidak hanya berupa pakaian saja, tetapi juga ada pelindung bagian kepala, mata, telinga, dan lainnya. Di dalam penggunaannya, APD bisa bersifat multi use, multi years, sehingga penggunanya tidak hanya sekali, tetapi bisa berulang kali.
Namun, yang menjadi masalah pada APD yakni ada bagian pakaian pelindung ini yang hanya dapat digunakan sekali pakai. Terutama pada masa Covid 19 lalu, banyak APD yang penggunaannya hanya sekali pakai, mengingat masalah toksisitas dan lainnya. Sehingga limbah medis yang berbahan baku polimer ini turut berdampak pada lingkungan.
Guna membahas pengelolaan limbah medis tersebut, Pusat Riset Teknologi Polimer – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Australia Global Alumni menggelar Webinar Series, ‘Teknologi Pengolahan Limbah Medis’, Rabu (15/03).
Kepala Pusat Riset Kimia Maju, Yenny Meliana mengatakan, melalui webinar ini, para periset menyampaikan hasil penelitian tentang teknologi pengolahan limbah medis dan juga metode-metode lain, yang mungkin dapat melakukannya sebagai alternatif.
“Saya harapkan para peserta baik peneliti, rumah sakit, akademisi, mahasiswa, pelaku industri, dan masyarakat umum dapat berinteraksi dengan para narasumber. Kemudian membuahkan hasil yang berpotensi memunculkan ide-ide baru untuk penelitian lebih lanjut khususnya teknologi limbah medis yang berkelanjutan berbasis daur ulang,” ujar Yenny pada sambutannya mewakili Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM).
Sebagai pembicara pada webinar tersebut, Chalid dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia mengatakan APD itu tidak hanya berbasis polipropilena, tetapi juga ada dari polietilen tereftalat (PET) dan seterusnya. Hanya mungkin di Indonesia, lebih banyak bahan baku APD yang digunakan adalah polipropilena (PP).
Di dalam pengembangan teknologi eko-plastik, ia mengungkapkan bahwa harus mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan budaya. “Yang tidak kalah penting adalah teknologi di dalam dunia polimer atau plastik demikian pesat, sehingga dapat membangun kesadaran stakeholder maupun semua pihak terhadap tata kelola APD,” ujarnya.
Menurutnya, polipropilena merupakan salah satu jenis polimer. Tetapi banyak orang memahami tentang plastik dalam perspektif yang kurang tepat.
“Plastik dalam konteks bagian dari polimer, merupakan suatu produk berkelanjutan (sustainable) yang terus menerus dapat dimanfaatkan, dan jika mengelola dengan baik maka aspek lingkungannya tidak menjadi sebuah isu yang hingar bingar pada saat ini,” kata Chalid.
Chalid berpendapat, mendesain sebuah produk adalah mendesain bahan baku, sementara polimer itu agak unik karena ada kandungan aditif, baik yang berorientasi fungsional maupun estetika.
Selain itu, polimer harus memenuhi kaedah dari spesifikasi produk, baik sifatnya primer/ fungsionalnya maupun sekunder/estetikanya, kemudian harus mampu diproses. “Setelah jadi, oleh industri hilir dijadikan sebagai produk siap pakai, semisal masker, pakaian pelindung, dan setelah orang pakai, maka akan menjadi sampah/limbah,” ungkapnya.
“Dari situ ada industri yang mengelola dari sampah/limbah tadi yaitu industri daur ulang, untuk diolah menjadi bahan jadi atau juga bisa diolah lagi menjadi monomernya, atau bisa diolah menjadi polimernya, dengan pemisahan separasi dengan additives-nya dengan teknik kristalisasi,” sambungnya.
“Ada juga pendekatan-pendekatan lain semisal dari APD yang telah disterilisasi kemudian diproses, di-convert dan seterusnya, diolah lagi menjadi bijih plastik, yang kemudian bijih plastik bisa diolah menjadi berbagai jenis produk,” cakapnya.
Lebih lanjut, Chalid mengatakan, seorang teknokrat atau pun seorang yang bergelut dalam dunia ilmiah, polimer tidak hanya berbasis bisa menjadi produk ini produk itu, tetapi juga harus memperhatikan aspek-aspek makro yang lainnya, seperti aspek ekonomi, aspek kesehatan, dan aspek-aspek yang lain.
“Polimer/plastik merupakan sebuah siklus yang harus mendesain menjadi sebuah produk yang sama atau menjadi produk turunan lain. Kemudian, di situlah yang harus membangun dalam masyarakat kita, membangun cara pandang dari dunia ekonomi ke sirkular ekonomi dalam satu sistem yang harus sustainable,” terang lulusan strata-1 Kimia Universitas Indonesia.
“Kalau kita melihat sistem sirkular saja, tanpa bersama aspek ekonomi, maka stakeholder yang terlibat itu kurang tersimulasi untuk melakukannya, karena di situ tidak ada kaitan untuk ekonomi. Kalau kita mampu untuk menjadikan sirkular yang berbasis ekonomi, maka ini merupakan suatu daya dorong untuk stabilitas pengelolaan sampah ke depan,” tambahnya.
Chalid menjelaskan bahwa sampah plastik bisa didaur ulang. Dari jenis plastik diantaranya rubber (karet), termoplastik, dan termoset. “Letak perbedaan dari jenis rubber, thermoplast, dan thermoset adalah dari sisi konfigurasi rantai molekulnya,†sebutnya.
Dirinya menjabarkan termoplastik tidak memiliki punggung silang satu sama lain. “Maka pada saat ia dipanaskan, rantai molekulnya mampu bergerak bebas, kemudian memberikan ruang kosong sehingga rantai molekul mampu bergerak bebas, jadi dia mampu dibentuk ulang,” ulas Chalid.
Namun untuk model rubber dan termoset memiliki punggung silang. “Sehingga jenis rubber maupun thermoset dapat didaur ulang, namun tidak mampu dibentuk ulang,” tambahnya.
“Jadi tidak atau semua sampah plastik seperti karet, thermoset, thermoplast akan mampu didaur ulang. Tergantung jenis daur ulangnya apa,” jelas lulusan lulusan strata-2 dan strata-3 Polymer Polymer Engineering serta Plymer Product Technology Netherlands.
Menurutnya, tipe daur ulang terbagi empat jenis, yaitu Pendaur-ulangan Primer, Pendaur-ulangan Sekunder, Pendaur-ulangan Tersier, dan Recovery Energi/Pendaur-ulangan Kuartener.
“Jadi tidak ada kategori kita akan menyerah atau bermusuhan dengan plastik. Pada dasarnya bukan masalah pada plastik, tetapi tata kelolanya. Bagaimana tata kelola itu bisa sampai kepada masyarakat. Maka edukasi maupun program uji menjadi sangat penting, untuk menunjang bagaimana masyarakat Indonesia dalam mendaur ulang,” tuturnya.
Chalid menyampaikan, tidak akan bisa berdiri sendiri bagi seorang teknokrat atau pun seorang bagian dari iptek, kalau tidak memperhatikan aspek makronya. Maka, di Eropa bahkan di Indonesia melalui KLHK, telah mengembangkan Extended Producer Responsibility (EPR).
“EPR ini bertujuan agar produsen ada tanggung jawab baru, bagaimana produk yang telah menyebar di pasar itu bisa di-withdraw kembali dalam sebuah sistem produk, sehingga tumpukan sampah menjadi lebih menurun,” terangnya.
Chalid menyatakan adanya produk polimer/plastik adalah anugerah Tuhan, yang bukan sesuatu hal yang buruk dan sia-sia. Oleh karena itu, perlu kolaborasi dari para stakeholder untuk mengelolanya dengan baik.
“Selama ini dengan masyarakat kami sudah membangun awareness dengan berbagai kajian teknologi. Tetapi masih perlu sinergitas dan harmoni kebijakan yang berkaitan dengan multi-stakeholder,” ungkap Chalid.
“Selain itu, kita harus memahami peta supply berbasis data base, kira-kira seperti apa, baru kita membangun ekosistemnya yang bersama dengan inovasi, serta membangun sustainability,” pungkas Associate Professor Departemen Metalurgi dan Material UI.(hrd/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Pada masa pandemi, kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) semakin meningkat dan berdampak pada melonjaknya limbah APD. Peningkatan limbah medis APD ini menimbulkan isu baru pada lingkungan. Asia Development Bank (ADB) memprediksi Jakarta dapat menghasilkan tambahan 12.720 ton limbah medis berupa sarung tangan, baju APD, masker, dan kantong infus selama 60 hari pada masa pandemi.
Penanganan limbah medis saat ini masih berbasis insinerasi. Namun, cara ini akan meningkatkan produksi abu, gas, serta ultrafine particles (partikel skala nano) dari sisa pembakaran limbah. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas udara dan ozon. Beberapa limbah APD medis dapat didaur ulang karena berbasis polimer termoplastik seperti polipropilen (PP) dan polietilen (PE). APD jenis ini diantaranya adalah masker dan kantong infus.
Beberapa metode dapat dilakukan untuk daur ulang limbah medis ini. Metode yang dikembangkan dikenal dengan metode rekristalisasi untuk masker medis. Untuk teknologi pengelolaan masker medis ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Alumni Grant Scheme (AGS), Austalia Awards in Indonesia menyelenggarakan webinar series dengan tema “Teknologi Pengolahan Limbah Medis”, secara daring pada Rabu (15/03).
Kepala Pusat Riset Kimia Maju (PRKM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yenny Meliana menyampaikan, kegiatan pengolahan limbah medis dengan kristalisasi ini, sebelumnya diinisiasi oleh salah satu periset di Pusat Riset Kimia Maju yaitu Sunit Hendara (almarhum) sebagai ahli polimerisasi. “Riset ini dilanjutkan oleh periset muda dan terus dikembangkan sampai saat ini, harapannya riset ini dapat berguna untuk masyarakat secara umum,” jelasnya.
Lebih lanjut Yenny menerangkan, PRKM terdiri dari beberapa kelompok riset, salah satunya yang menangani pengolahan limbah medis. “Tahun 2019 awal pandemi kemudian 2020 virus covid ini mulai mendunia, sementara di Indonesia limbah medis terus meningkat dan diperlukan pengolahan yang efektif,” katanya.
Menurutnya, terdapat beberapa jenis limbah medis. “Ada limbah bahan tajam seperti jarum suntik, limbah farmasi dari obat dan vaksin kadaluarsa, limbah patologi dari jaringan tubuh, limbah kimia seperti pelarut laboratorium dan disinfektan, limbah radioaktif, limbah infeksius yang terkontaminasi cairan tubuh manusia, serta limbah non-klinik yang tidak berpotensi bahaya biologi, kimia, dan radioaktif,” urai Yenny.
“Dalam pengolahan limbah medis dapat dilakukan dengan beberapa proses seperti proses termal, proses kimia, proses iradiasi dan proses lainnya, sementara dalam metode kimia kelebihannya dapat mengurangi volume, efisiensi waktu, dan menghilangkan bau limbah,” ungkapnya.
Metode Rekristalisasi untuk Limbah Masker Medis
Peneliti bidang polimer Joddy Arya Laksmono menjelaskan, hasil riset dan data empiris yang telah dihasilkan, sebagai validasi bahwa metode rekristalisasi membuat polimer yang ada di limbah medis bisa diperoleh.
“Ada suatu potensi dalam proses daur ulang dari limbah medis, bahwa kita bisa memperoleh dan mengurangi beban lingkungan dari limbah medis, seperti masker. Kemudian mengenai aspek ekonomi sirkular akan kami bahas pada webinar berikutnya,” ucapnya.
Joddy mengungkapkan bahwa limbah di Indonesia jumlah limbah masker sejak 2020 hingga April 2021, telah mencapai 21 ton. Limbah ini menimbulkan masalah bagi lingkungan dan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan penanggulangan berupa daur ulang limbah masker.
“Dengan adanya pandemi 2020-2022, ternyata meningkatkan limbah medis. Penggunaan masker medis menjadi penting dalam kebutuhan sehari-hari. Waktu penggunaannya juga terhitung sering berganti, sehingga ini meningkatkan limbah medis,” terangnya.
“Dengan menggunakan metode rekristalisasi dapat menghasilkan polimer penyusun bahan masker. Metode ini merupakan salah satu alternatif yang kami pilih karena memiliki efisiensi. Walaupun metode ini lebih banyak menggunakan pelarut organik kimia, baik polar maupun non polar. Namun dengan teknologi, pelarut tersebut bisa di-recovery, sehingga pelarut organik yang digunakan menjadi kecil dan untuk segi lingkungan aman, tidak ada yang dibuang ke lingkungan,” jelasnya
Joddy dan tim berasumsi dengan metode rekristalisasi memiliki keuntungan. “Dari proses ini akan mendapatkan polimer polipropilen (PP) murni dan tidak terjadi terdeformasi akibat proses termomekanik,” ulasnya.
Kemudian Joddy menuturkan tahapan metode rekristalisasi yang dilakukan. “Limbah dengan rekristalisasi pertama dapat dilakukan pencacahan sampel masker, kemudian pelarutan dengan menggunakan toluene dan xylene, rekristalisasi dengan metanol, penyaringan vacuum, dan terakhir pengeringan,” kata Joddy.
Tahapan yang juga penting dalam riset adalah solvent recovery, untuk xylene dan metanol. “Kami berupaya mengoptimalkan agar bahan pelarut kimia yang sifatnya berbahaya ini tetap aman, karena jumlah pelarut ini banyak, dan bisa digunakan dalam tahapan berikutnya,” terangnya.
Selain itu, berikutnya yang tak kalah penting adalah proses dekolorisasi. “Dalam produk masker terdapat warna yang ditambahkan. Kami menggunakan metode adsorpsi dengan karbon aktif untuk menyerap warna. Setelah kami coba dengan berbagai variasi konsentrasi, akan menghasilkan polipropilen yang hampir mirip dengan warna originnya,” pungkas Joddy. (ls, adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Peneliti dari Pusat Riset Fisika Kuantum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ferensa Oemry, terpilih menjadi salah satu pemenang Asian Oceania Neutron Scattering Association Young Research Fellow 2023. AONSA YRF merupakan program Australia untuk mendukung ilmuwan muda yang sangat berbakat dengan potensi kepemimpinan di wilayah Asia-Oseania, membantu mereka mengembangkan karier dan keahlian mereka dalam ilmu pengetahuan dan teknologi neutron.
Pemuda kelahiran Montpellier pada 13 Februari 1982 ini, menyelesaikan pendidikan sarjana pada Program Studi Fisika pada tahun 2000 hingga 2005, Institut Teknologi Bandung, serta Pendidikan master dan doktor pada tahun 2008 hingga 2014 di Osaka University, Jepang.
Ferensa terpilih sebagai pemenang AONSA YRF 2023 bersama satu peserta dari China Spallation Neutron Source China, Dr. Jianyuan Wu. Dua ilmuwan muda yang sangat berbakat ini akan mengunjungi fasilitas neutron utama di wilayah Asia-Oceania untuk penelitian kolaboratif menggunakan neutron.
Dengan begitu, dirinya berkesempatan untuk melakukan eksperimen yang memanfaatkan hamburan neutron di salah satu pusat hamburan neutron terbesar di Australia, yakni ANSTO.
Ferensa beserta kolega baru-baru ini juga telah menerbitkan artikel di jurnal Physical Chemistry – Chemical Physics (PCCP) berjudul Experimental and computational studies of sulfided NiMo supported on pillared clay: catalyst activation and guaiacol adsorption sites.
Biofuel merupakan salah satu sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil yang ketersediaannya semakin menipis. “Produksi biofuel yang berkelanjutan, tanpa menggunakan bahan baku dari sumber bahan makanan, dapat dilakukan dengan mengonversi limbah pertanian yang banyak mengandung senyawa lignoselulosa menjadi bio-oil melalui proses pembakaran singkat,” ucap Ferensa.
Dirinya menerangkan bahwa kandungan oksigen yang tinggi pada bio-oil perlu dihilangkan melalui proses hidrodeoksigenasi (HDO) dengan menggunakan katalis. “Namun, penggunaan katalis komersial yang berbasis alumina umumnya mengalami beberapa masalah seperti menurunnya aktivitas katalitik akibat situs aktif yang teracuni oleh air, oksigen, logam alkali dan tertutup oleh deposisi karbon sisa proses HDO,” terangnya.
Bersama para kolaboratornya, ia pun meneliti katalis NiMoS2/Al-PILC sebagai alternatif dari katalis komersial karena material pendukung berbasis silika seperti tanah liat berpilar tidak mudah mengalami proses deaktivasi. Spektroskopi x-ray absorption fine structure (XAFS) dan simulasi density functional theory (DFT) digunakan untuk mempelajari struktur lokal situs aktif dari katalis NiMoS2/Al-PILC.
Selanjutnya, kalkulasi DFT mengenai penyerapan guaiacol (salah satu model lignoselulosa yang sederhana) pada katalis dapat divalidasi dengan data inelastic neutron scattering. “Mekanisme proses HDO untuk meningkatkan kinerja katalis dalam proses produksi biofuel generasi kedua dapat diperoleh dalam penelitian ini. Dengan demikian, peneliti lain maupun pihak industri dapat terbantu untuk menemukan katalis yang tepat dan efektif dalam produksi biofuel generasi kedua,” ulas Ferensa.
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Physical Chemistry Chemical Physics (PCCM), jurnal bereputasi tinggi terbitan Royal Society of Chemistry dalam bidang kimia-fisika interdisiplin. Bagi yang tertarik dapat membaca lebih jauh penelitian Ferensa dan kawan-kawan melalui situs web PCCM: https://doi.org/10.1039/D2CP03987G.
Selain itu, Ferensa sudah mmepublikasikan 13 karya tulis ilmiah bersama para kolaboratornya, yang sebagian besarnya adalah berupa makalah di jurnal internasional bereputasi. Penelitian yang sudah dipublikasikan di berbagai jurnal di antaranya terkait dengan katalis untuk alat diesel oxidation catalyst (DOC). katalis untuk produksi biofuel generasi kedua. serta tentang pita superkonduktor, anoda baterai lithium, simulasi distribusi medan magnet alat magnetizer.
“Saya sangat berterima kasih atas penghargaan AONSA YRF 2023 ini karena saya memperoleh kesempatan langka untuk belajar ilmu baru di bidang metal organic framework (MOF) menggunakan fasilitas inelastic neutron scattering (INS) di lembaga nuklir Australia,” ujar Ferensa.
“Semoga hasil penelitian yang saya kerjakan saat ini bisa memberi manfaat bagi industri dalam negeri dalam waktu 10-20 tahun mendatang,” pungkas Peneliti Ahli Madya ini. (hrd/ed: adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Dalam rangka meningkatkan pengetahuan kepada mahasiswa, Program Studi D-3 Laboratorium Sains Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Bengkulu mengadakan field trip ke laboratorium Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Habibie – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Pusat Riset Teknonogi Polimer dan Pusat Riset Kimia Maju, Rabu (08/03). Kunjungan diterima oleh Kepala Pusat Riset Teknologi Polimer, Joddy Arya Laksmono.
Dalam sambutannya, Kepala PR Teknologi Polimer, Joddy Arya Laksmono, menyampaikan bahwa para mahasiswa serta dosen bisa berkesempatan untuk melakukan riset di KST BJ Habibie maupun di pusat riset mana pun di BRIN. “Mahasiswa maupun dosen bisa memanfaatkan fasilitas yang ada baik laboratorium maupun alat-alat karakterisasi dan pengujiannya,” ujarnya.
Lebih lanjut Joddy menerangkan beberapa skema riset dan inovasi yang dimiliki BRIN. “Pertama, Open Research Infrastructure berupa laboratorium, peralatan-peralatannya, beserta fasilitas lainnya, baik itu skala laboratorium, skala yang pilot. “Melalui skema Open Research Infrastructure kami sudah membuka seluas-luasnya melalui laman elsa.brin.go.id,” kata Joddy.
Kemudian bisa melakukan riset di BRIN dengan pedampingan oleh pembimbing kampus dan pembimbing dari BRIN, hingga join dengan kegiatan riset yang sudah berjalan.
Kedua, Joddy memaparkan untuk kegiatan riset mahasiswa D-3, S-1, ada skema dalam berkolaborasi dengan periset BRIN antara lain Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) maupun tugas akhir atau pun sekaligus MBKM dan tugas akhir.
“Menariknya, para mahasiswa atau pun dosen pembimbing di universitasnya, bisa mengajukan pendanaan riset dan pada program bantuan riset talenta (BARISTA) yang merupakan pemberian bantuan untuk UKT (uang kuliah tunggal) kepada mahasiswa aktif tingkat akhir, untuk menyelesaikan tugas akhir (TA) di kelompok riset BRIN,” ungkap Joddy.
Satu lagi, BRIN juga ada program beasiswa degree by research (DbR) yaitu peserta S-2 dan S-3 dapat menjalani program pendidikan magister dan doktor sambil mejalani kegiatan riset bersama di BRIN.
Joddy juga mengatakan bahwa program BRIN tidak ada kerikatan dinas. “Jadi setelah lulus S-1, S-2, S-3 dapat bekerja Di BRIN maupun di luar BRIN,” terang Joddy.
Setelah lulus S-3, juga ada program post doktoral, atau menjadi Periset BRIN, visiting researcher atau pun visiting profesor.
Lebih lanjut, Joddy menyampaikan program BRIN tidak hanya menjadi periset atau akademisi, namun mencetak wirausahawan (entrepreneur) berbasis riset dengan fasilitas seperti hak kekayaan intelektual, tenant, pilot plant, lisensi, infrastruktur riset, dan sebagainya.
Mengenai pendanaan riset, Joddy pun turut memaparkan grant atau hibah untuk penelitian yang bisa diakses antara lain RIM (Riset untuk Indonesia Maju), hibah untuk Covid, Pusat Kolaborasi Riset, hibah hari layar, uji coba produk inovasi di bidang kesehatan, pertanian, startup, akuisisi pengetahuan lokal, dan ekspedisi.
Ke depannya, Joddy mengajak mahasiswa Universitas Bengkulu dapat melakukan riset di Pusat Riset Teknologi Polimer yang berada di bawah Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material. “Kami pun berharap dapat terjalin kerja sama antara Pusat Riset Teknologi Polimer BRIN dan Universitas Bengkulu,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Dosen D-3 laboratorium sains, Doni Noviawan, mengatakan bahwa kami ke BRIN agar bisa menambah wawasan bagi mahasiswa yang kebetulan di bidang laboratorium.
“Kami berharap dengan kunjungan ke lab BRIN dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan kompetensi mahasiswa, serta dosen juga bisa membuka atau menambah wawasan, selanjutnya berkolaborasi baik penelitian atau pun MBKM seperti praktisi mengajar,” ungkapnya.
Kemudian dengan kegiatan ini, mahasiswa dapat termotivasi untuk dapat mengikuti MBKM, riset hibah, dan tugas akhir. “Semoga mahasiswa kami bisa berkolaborasikan dengan BRIN, kemudian nantinya juga bisa bergabung dan lebih termotivasi. Kemudian para dosen juga bisa melaksanakan kolaborasi riset yang sebelumnya juga pernah melakukan karakterisasi dan alaSEM,” harap Doni. Pada kunjungan ke lab polimer diperkenalkan produk seperti FTIR, DSC, TGA, GC-MS, HPLC, SEM, dan GPC hingga pembuatan komposit paving block dari kemasan multilayer. Kemudian di PR Kimia Maju peserta diterangkan produk XRD, SEM, TEM, Raman Spectroscopy, XPS, HRTEM, LC MS, CHN, XRF, Particle Size Analyzer, ICP-MS, GC M/MS, HPLC, ICP-OES, GC FID, GC MS, GC MS/MS, dan GC FID. Para dosen dan mahasiswa antusias dan terkesan untuk meninjau sarana laboratorium yang tersedia tersebut. (hrd, mfn/ ed: adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Potensi pemanfaatan nanoteknologi terus berkembang melalui riset sains dan rekayasa. Melalui pemanfaatan nanoteknologi, fungsi atau nilai tambah dari suatu bahan atau material dapat meningkat. Nanoteknologi dapat diaplikasikan dalam berbagai produk, seperti kesehatan, energi, dan elektronik.
Guna meningkatkan kepakaran bidang nanoteknologi khususnya nanomaterial, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) dengan Dewan Inovasi Nanoteknologi Iran atau Iran Nanotechnology Initiative Council (INIC), menggelar lokakarya dengan tema “Iran-Indonesia Joint Workshop on Nanomaterials & Applications”, Kamis (23/02).
Kepala ORNM BRIN Ratno Nuryadi menyampaikan, kegiatan workshop ini menjadi forum untuk membahas topik-topik riset terkait nanoteknologi. “Dengan workshop ini kita dapat saling mengenal apa yang kita lakukan sekarang, dan ini juga dapat diperluas untuk membahas kemungkinan kerja sama antara peneliti Iran dan BRIN Indonesia,” ungkapnya.
“Kami berharap dalam workshop ini, kami juga dapat mendiskusikan topik penelitian match-making yang dapat dikolaborasikan dan bermanfaat bagi kami di masa depan. Saya pikir kita bisa mulai dari pemikiran kecil, misalnya kolaborasi hanya dalam 3-4 topik penelitian tetapi ini akan menjadi kolaborasi penelitian yang nyata,” imbuh Ratno.
Kepala Pusat Riset Material Maju BRIN, Wahyu Bambang Widayatno menyampaikan teknologi nano saat ini berkembang dengan cepat dan dapat digunakan dalam berbagai aplikasi sains dan teknik. “Teknologi nano diharapkan dapat menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi manusia di masa kini dan masa depan. Salah satu bidang aplikasi dari teknologi nano adalah di bidang energi dan penyimpanan energi,” ucap Wahyu.
Lebih lanjut Wahyu menyampaikan beberapa ruang lingkup riset yang sedang dilakukan di PRMM antara lain, material fungsional dan komposit cerdas, konversi energi dan penyimpanan material, material struktur dan industri, teknologi permukaan dan pelapisan, material magnetik dan spintronik, material superkonduktor, dan material biokompatibel.
Perwakilan dari NCL Lab, Sharif University Technology Iran Nima Taghvinia memaparkan topik “Inorganic Nanoparticle Hole Transporting Materials for Perovskite Solar Cells, dengan kekhususan fabrikasi dan peningkatan sel surya perovskite.
Menurut Nima, hal penting terkait nanoteknologi yakni lapisan nanopartikel dapat dioptimalkan sebagai material hole-transporting yang ideal untuk sel surya perovskite. “Hole-transporting nanopartikel anorganik ditambah elektroda karbon membentuk elektroda pengumpul lubang yang stabil untuk sel surya perovskite, namun diperlukan lebih banyak kontrol pada sintesis dan pelapisan antar muka,” jelasnya.
Masih dengan topik nanomaterial untuk energi, Mir F. Mousavi dari Department of Chemistry, Tarbiat Modares University, Tehran-Iran menyampaikan topik “Nanostructured Materials for Energy Conversion and Storage”. Dalam paparannya Mousavi menyampaikan bahwa timnya telah menyiapkan beberapa bahan aktif elektroda yang menunjukkan kinerja penyimpanan energi yang unggul.
Berikutnya, Alimorad Rashidi dari Research Institute of Petroleum Industry menyampaikan tentang Carbon Based Nanomaterials for Energy and Enviromental Application.
“Keuntungan dari bahan nanokarbon untuk aplikasi energi dan lingkungan yaitu struktur pori yang luas, stabil secara kimiawi, keragaman bentuk struktur, kemampuan modifikasi dan penyesuaian porositas, ketersediaan berbagai metode preparasi, ketersediaan berbagai prekursor untuk penyiapan bahan karbon, serta berbagai aplikasi misalnya penyimpanan gas dan hidrokarbon,” urai Rashidi.
Dalam acara yang sama, Alireza Moshlegh dari Departemen Fisika, Universitas Teknologi Syarif, Iran memaparkan terkait nano-fotokatalisis dalam pembangkit energi bersih dan remediasi lingkungan. Lebih lanjut, Alireza menjelaskan prinsip-prinsip katalisis, pembuatan hidrogen melalui pemisahan air fotoelektrokimia, fotodegradasi pewarna/obat dan fotokatalisis simultan. “Energi surya sangat penting dan harus ditekankan karena ini merupakan energi bersih,” sebutnya.
Ika Kartika Kepala Pusat Penelitian Metalurgi BRIN menampilkan materi “Nanomaterial untuk Aplikasi Kesehatan”. Dalam paparannya Ika menyampaikan bahwa PRM memilik empat Kelompok Riset (KR) yakni KR Baja dan Paduan Khusus, KR Teknologi Korosi dan Mitigasi, KR Metalurgi Ekstraksi, serta KR Paduan Non-ferro dan Komposit Matriks Logam.
“Kegiatan yang sedang dilakukan PRM saat ini Pembuatan Nanopartikel ZnO dengan Penambahan Cu dan Sn untuk Aplikasi Fotokatalitik dan Anti bakteri, Pengembangan Porous Titanium Untuk Aplikasi Ortopedi, dan Paduan Magnesium dan Aplikasinya sebagai Bahan Implan Bioresorbable,” ulas Ika.
Sementara Yenny Meliana, Kepala Pusat Riset Kimia Maju menjelaskan bahwa pengembangan riset bahan nanokatalis di Pusat Riset Kimia Maju, BRIN saat ini berfokus pada penelitian dan pengembangan kimia anorganik terkait sintesis, modifikasi dan desain senyawa kimia anorganik untuk kemo dan biosensor, penelitian yang berkaitan dengan sistesis, modifikasi dan pengembangan katalisis dan fotokatalisis, chemurgy dan teknologi proses kimia.
“Tujuan penelitian ini terutama yang memiliki manfaat dan potensi dan mencari solusi ilmiah terhadap permasalahan nasional yang sangat sering berkaitan dengan bidang kimia, misalnya dalam peristiwa atau fenomena yang menyangkut bahan kimia berbahaya dan berpotensi berbahaya, yang memerlukan identifikasi senyawa kimia atau jika terjadi kesalahan persepsi publik terhadap suatu produk pada pasar,” ungkap Yenny. (esw,jp,ls/ed:adl)
Jakarta – Humas BRIN. Dalam mengembangkan riset dan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat, diperlukan strategi kolaborasi riset dari berbagai pemangku kepentingan. Antara lain lembaga riset pemerintah dengan pihak akademisi-industri. Dalam upaya memformalisasi kerja sama legal dua pihak, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan University of Ulsan (UOU) Korea menandatangani Letter of Intent (LoI) di Ruang Jirap, Lt. 3, Gedung BJ Habibie (10/01).
BRIN yang diwakili oleh Kepala Pusat Riset Kimia Maju, Yenny Meliana, menyepakati tiga buah LoI. Yaitu dengan Department of Chemistry University of Ulsan terkait kerja sama di bidang aktivitas riset di bidang kimia, Total-Period Analysis Center for Ulsan Chemical Industry University of Ulsan dalam kerja sama bidang analisis kimia, dan Chemical Industry Research Institute University of Ulsan untuk kerja sama di bidang riset industri kimia.
Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) BRIN, Haznan Abimanyu, menyampaikan bahwa kerja sama dengan UOU ini sebenarnya sudah diinisiasi sebelumnya.
“Tahun lalu ketika saya berkunjung ke University of Ulsan sekitar bulan Juli, saya bertemu dengan beberapa profesor dan saat ini dilanjutkan dengan postdoc dari BRIN yang ada di sana, sehingga lahirlah kerja sama yang sekarang ini ditandatangani, meskipun bukan kerja sama dalam bentuk perjanjian kerja sama atau MoU, itu menjadi bekal kita untuk melanjutkan kerja sama yang lain,” ungkapnya.
Haznan berharap LoI BRIN dan UOU di bidang kimia ini bisa berlanjut ke depannya. “Harapannya tentu kerja sama ini bukan yang terakhir, tetapi menjadi awal kerja sama dari berbagai bidang, kalau sekarang hanya chemistry atau kimia, tetapi bisa menjadi bidang-bidang lainnya,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama BRIN, Mila Kencana, menerangkan bahwa kerja sama BRIN dengan University of Ulsan, rencana Memorandum of Understanding (MoU) atau payung kerja samanya, akan ditandatangani oleh Deputi Pemanfaatan Riset dan Inovasi (PRI) BRIN.
“Kerja sama ini akan memberikan kontribusi untuk kedua belah pihak, diketahui Ulsan cukup leading terkait riset dengan industri atau kimia dan engineering science, karena infonya juga mereka juga pemegang paten Hyundai,” ujar Mila.
Melalui kerja sama ini ia berharap akan munculnya kolaborasi. “Harapannya kolaborasi ini bisa memberikan manfaat, khususnya untuk peneliti muda di BRIN untuk bisa belajar dengan profesor di Ulsan, juga adanya kolaborasi yang konkrit, baik dari capacity building ataupun join project dengan Ulsan ke depannya,” tuturnya.
Sementara Youngil Lee dari Chemical Industry Research Institute dan Total-Period Analysis Center for Ulsan Chemical Industry University of Ulsan mengucapkan terima kasih atas inisiasi BRIN yang telah mengundang pihaknya untuk kerja sama. Apalagi kampusnya sudah berpengalaman di Korea memiliki program kerja sama antara akademisi dan industri.
“Kami sangat senang atas kolaborasi ini. Semoga kolaborasi ini bisa dilanjutkan lebih lanjut dalam bentuk kerja sama legal lebih lanjut, agar ada benefit yang bisa dirasakan kedua belah pihak,” ucap Lee.
Senada dengan hal tersebut, Sangkook Woo dari Department of Chemistry UOU sangat terbuka dengan program yang ingin diajukan oleh pihak BRIN, karena sebelumnya sudah ada inisiasi dari BRIN seperti simposium internasional dari alumni UOU dan visitasi riset.
Woo menawarkan apabila pihak BRIN ingin melakukan kegiatan bersama dengan mahasiswa Indonesia diaspora yang ada di UOU. “Silahkan jika BRIN ingin melakukan promosi kepada mahasiswa di sana agar nantinya mereka bisa juga berkarir di BRIN,” katanya.
Selain acara penandatanganan LoI tersebut, diadakan sesi presentasi antara BRIN dan UOU. Ada pula sesi diskusi terkait skema kolaborasi riset BRIN atau Ulsan, seperti program doktoral, pasca doktoral, visitasi riset, ataupun pendanaan riset. Hadir dalam acara tersebut periset BRIN yang berasal dari PR Kimia Maju – Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), PR Teknologi Hidrodinamika – OREM, PR Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup (OREM), serta Pusat Riset Mekatronika Cerdas – OR Elektonika dan Informatika (OREI). (adl)