Tangerang Selatan – Humas PPI. Pada Sabtu Malam (01/04) terjadi kasus ledakan pada area kilang Pertamina di Dumai Riau yang menyebabkan kebakaran kawasan dan operator terluka.
Perhimpunan Periset Indonesia Kota Tangerang Selatan berupaya berkomunikasi dengan media Tempo, untuk menjadi narasumber yang bisa memberikan penjelasan terkait kasus tersebut kepada masyarakat.
Dewan Pakar PPI Tangsel Bapak Ilham Hatta dari PR Teknologi Kekuatan Struktur OREM BRIN, merupakan ahli di bidang material temperatur tinggi, mendalami riset memprediksi umur pakai material pada industri seperti kilang dan pembangkit listrik.
Wawancara pakar oleh redaktur pelaksana Tempo berlangsung pada 3 April 2022 di Puspiptek yag didampingi oleh Ketua dan Humas PPI Kota Tangsel. (adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Pemenuhan kebutuhan akan energi bersih dan mengurangi ketergantungan kepada energi fosil, serta mendukung percepatan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia, PT PLN Indonesia Power (PT PLN IP) bekerja sama dengan dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam meningkatkan penguasaan teknologi baterai litium. Kerja sama ini diimplementasikan dengan memberikan pembekalan kepada talent-talent terbaiknya melalui ‘Program Pengembangan Kompetensi SDM PT PLN Indonesia Power, dalam Rangka Penguasaan Teknologi Baterai Litium Untuk Aplikasi Penyimpanan Energi’. Program tersebut akan dilaksanakan pada periode 6 Februari-7 November 2023 di Kawasan Sains dan Teknologi (KST) BJ Habibie, Tangerang Selatan.
Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) BRIN, Ratno Nuryadi menyatakan bahwa program pelatihan berbasis riset menjadi suatu hal yang baru yang di lingkungan BRIN. “Program ini dikelola oleh Direktorat Pengembangan Kompetensi Deputi Bidang SDM Iptek dengan fasilitator dan instruktur adalah periset dari lab di Pusat Riset Material Maju, ORNM,” ujarnya dalam acara pembukaan, Senin (06/02).
Ratno menambahkan, kegiatan ini akan jadi pembelajaran dengan aktivitas berupa teori dasar, perkuliahan, praktikum, dan diskusi. “Selain peserta akan mendapatkan knowledge, juga bisa merasakan atmosfer aktivitas riset bidang baterai dan melakukan riset bersama. Success story ini akan jadi percontohan atau model bagi pelatihan sejenis berikutnya,” imbuhnya.
“Program pelatihan ini akan menjadi salah satu bentuk kontribusi BRIN pada dunia industri, menjadi pengisi kekosongan kebutuhan-kebutuhan industri dengan pelatihan tema khusus yang bisa didapatkan melalui pelatihan ini. Diharapkan peserta bisa berinteraksi langsung dengan para periset di BRIN,” ungkap Kepala ORNM.
Dirinya berharap dengan berbagai macam hak kekayaan intelektual baterai yang dimiliki oleh BRIN dan potensi PT PLN IP sebagai perusahaan energi, yang akan lebih banyak mewarnai renewable energy di masa depan. “Maka kerja sama yang sudah dimulai sejak 2020 melalui MoU BRIN dengan PT PLN IP, dan telah diperbaharui pada 27 Oktober 2022 terkait pengkajian dan pengembangan inovasi teknologi bidang ketenagalistrikan serta energi baru terbarukan, kolaborasi ini akan semakin menguat,” harapnya.
“Program pengembangan kompetensi ini tidak hanya sekedar pelatihan atau transfer of knowledge namun diujungnya nanti harus menghasilkan learning exchange project (outcome) berupa hasil penelitian dan pengembangan bahan aktif lembaran elektroda, cell baterai serta kajian pengembangan industri baterai litium di masa depan,” tambah Ratno.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Utama PT PLN IP yang diwakili Direktur Human Capital, Manajemen dan Adminstrasi, Wisnu Satriono mengatakan bahwa kolaborasi dengan BRIN ini sudah digagas sejak tahun 2020. “Penguasaan teknologi baterai menjadi penting karena mengurangi ketergantungan pada energi fosil serta mendukung terwujudnya energi bersih di Indonesia,” katanya.
Menurut Wisnu, kegiatan ini merupakan salah satu upaya Indonesia mendorong percepatan penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai, karena Indonesia memiliki potensi besar apabila mampu menguasai teknologi baterai tersebut. “Potensi ini juga didukung sumber daya alam yang melimpah untuk baterai litium, yang menjadi kunci bagi indonesia untuk membangun industri baterai tersebut, hingga membangun infrastruktur mobil listrik dan metode penyimpanan energinya,” jelas Wisnu
Tantangan bagi PT PLN IP sehubungan peningkatan kebutuhan energi adalah peningkatan capacity building, dengan harapan semoga terjadi percepatan pemasangan teknologi baterai litium. “Oleh karena itu PT PLN Indonesia Power perlu bersinergi dan bekerja sama dengan institusi lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia. Secara bersama-sama bersinergi melakukan skill up pengembangan teknologi baterai, khususnya baterai litium,” tegasnya.
Pada kesempatan terpisah, Vice President Learning Management PT PLN Indonesia Power, Tengku Yusuf mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan mengakuisisi ilmu pengetahuan dan kompetensi baru dari BRIN untuk PT PLN IP.
“Karena teknologi baterai adalah teknologi masa depan, namun dalam waktu dekat akan menjadi teknologi yang sangat fundamental untuk renewable energy mobil listrik dan kendaraan listrik lain. Bagi BRIN yang telah memiliki HKI untuk teknologi dimaksud, ini akan menjadi competitive advantage. Potensi kerja sama ini sangat baik sehingga kedepan akan menghasilkan value creation untuk BRIN dan PT PLN IP,” ulasnya.
“Ini adalah inisiasi awal dan dipilih SDM terbaik untuk mengikuti pelatihan. Program ini tidak hanya sebatas knowledge, tapi pada akhir program diharapkan akan lahir suatu prototipe skala lab dan menjadi yang pertama untuk solar system, support bagi pembangkitan dalam rangka transisi dan renewable energy di masa datang, harapan besarnya seperti itu,” ungkap Tengku.
Sementara Gerry M Napitupulu, salah satu dari delapan peserta program berharap, dengan pelatihan ini diharapkan PT PLN IP dapat menjadi pionir di BUMN, yang menguasai teknologi baterai litium. “Ke depan semoga bisa memproduksi baterai di dalam negeri dengan membangun pabrik baterai litium,” ucap Gerry. (jp/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia adalah dengan program co-firing biomassa limbah pertanian atau sampah perkotaan. Strategi co-firing atau pembakaran dua atau lebih material ini, membuat pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang umumnya menggunakan bahan baku batubara, memiliki tambahan alternatif biomassa yang lebih hijau.
Guna membahas teknologi co-firing, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), menggelar forum riset ilmiah berupa webinar Ornamat seri ke-21 secara daring pada selasa (10/01).
Webinar ini dikatakan Kepala ORNM BRIN, Ratno Nuryadi akan membahas ‘Co-Firing Biomassa Sebagai Green Solution untuk Masa Depan PLTU Batubara serta Mendukung Transisi Energi Menuju Indonesia NZE 2060’ dan ‘Korosi pada Lingkungan Boiler Co-Firing dan Strategi Mitigasinya’.
Pada kesempatan tersebut, Vice President Technology Development – PT PLN Nusantara Power Ardi Nugroho menjelaskan pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. “Komitmen ini tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang merupakan tindak lanjut Paris Agreement yang disahkan melalui Undang-Undang No 16 Tahun 2016. Dalam penyampaian First NDC Indonesia disebutkan target penurunan emisi 29 % di 2030 dengan upaya sendiri maupun hingga penurunan 41 % dengan bantuan internasional,” ungkapnya.
Ardi menjelaskan bahwa di Indonesia memiliki potensi biomassa yang kaya. “Sebuah studi pada 2018, potensi biomassa di Indonesia sebagai negara hutan hujan tropis dengan dua musim di khatulistiwa, cukup besar. Potensi hutan, perkebunan dan pertanian selain sebagai paru-paru dunia, bahan pangan, rempah-rempah, rantai karbon dalam biomassa juga bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif,” imbuhnya.
Menurutnya, co-firing merupakan pemanfaatan bahan bakar dari biomassa dan sampah untuk pembangkit listrik dapat dilaksanakan dengan cepat. “Tanpa perlu melakukan pembangunan pembangkit dan sebuah teknologi substitusi batubara, dengan bahan bakar energi terbarukan pada rasio tertentu bisa dilakukan dengan tetap memperhatikan kualitas bahan bakar sebagai kebutuhan,” terangnya.
Sebagai informasi, PLN memiliki tugas yaitu melayani kebutuhan energi nusantara, yakni memberikan akses kepada seluruh masyarakat untuk mendapatkan hak akses kelistrikan. “Rasio elektrifikasi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir meningkat hingga 99,5 %, sehingga kami berupaya menjaga listrik tetap andal (reliable) dan harga listrik terjangkau oleh masyarakat (affordable),” urainya.
Sementara peneliti dari Kelompok Riset Material Berketahanan Tinggi, Pusat Riset Material Maju Ahmad Afandi menjelaskan bahwa pemerintah telah mencanangkan peta jalan net zero emission (NZE) 2060, dengan fokus utama mengatasi masalah emisi karbon tertinggi Indonesia dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil. “Salah satu strategi NZE 2060 adalah melakukan pengurangan pembangkit listrik tenaga fosil dengan mengganti bahan yang ramah lingkungan,” kata Afandi.
Pada tahun 2021 hingga 2025, pemerintah menjalankan peta jalan pengurangan emisi karbon sesuai dengan framework Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilence (LTS-LCCR). “Langkah-langkah strategis yang harus diambil seperti transisi energi penggunaan kompor listrik, lampu LED dan gas kota, implementasi EBT, penghentian dini pembangkit berbasis batubara, perluasan co-firing PLTU, serta konversi diesel ke gas dan EBT,” ulasnya.
Kemudian, Afandi menyampaikan fenomena permasalahan PLTU co-firing yang ada di Indonesia. “Di Indonesia ada tiga tipe co-firing boiler PLTU, yakni tipe stoker (500-7000C) permasalahannya adalah erosi, tipe CFB Boiler (800-9000C) permasalahannya erosi-korosi, serta PC Boiler (900-11000C) yang mengalami oksidasi-korosi. Tipe ketiga dengan kapasitas besar dan temperatur tinggi ini yang banyak dibangun di transmisi Jawa-Bali,” sebutnya.
“Sejauh ini bahan bakarnya adalah batubara, yang perlahan diminta untuk ditambahkan campuran biomassa dan sampah perkotaan. Sehingga kami di BRIN bersama dengan PT PLN Nusantara Power, untuk memulai pengujian penambahan batubara dengan kisaran persentase mulai 5, 10, 15, 30, dan 50 persen biomassa dan sampah perkotaan,” lanjutnya.
Terkait fenomena korosi atau degradasi material akibat reaksi kimia pada boiler pembangkit listrik uap bertemperatur tinggi, Afandi dan tim yang bekerja sama dengan PT PLN Nusantara Power, juga melakukan proyek penelitian terkait pengujian coating TKDN (tingkat komponen dalam negeri) dengan berbasis besi (Fe) pada tube boiler. “Kami mengkaji metal coating untuk kondisi co-firing di Indonesia, dengan komposisi dominan Fe-based, untuk dua tahap uji, yaitu uji lab dan uji kupon,” ulasnya.
Menurut Afandi, hasil pengujian korosi dalam mitigasi korosi co-firing boiler, desain paduan metal coating memiliki pengaruh dalam pencegahan korosi. Thermal coating dan slurry coating pun berpengaruh dalam meminimalisir porositas.
“Hasil perspektif kami, semoga kita bisa mengejar TKDN metal coating untuk co-firing boiler sesuai yang diharapkan juga oleh PT PLN Nusantara Power,” pungkasnya. (jp,esw/ed:ls,adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Pertumbuhan kendaraan listrik baik roda dua maupun empat terus meningkat, seiring dengan isu menipisnya cadangan sumber bahan bakar dari fosil. Berbicara soal kendaraan listrik tidak dapat dilepaskan dari baterai sebagai komponen utamanya.
Baterai merupakan teknologi kunci dalam kendaraan listrik (electric vehicle/ EV) maupun sebagai media penyimpan energi pada sistem energi baru dan terbarukan (EBT). Dalam merespon perkembangan hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengembangkan industri kendaraan listrik di dalam negeri, dengan mengeluarkan Perpres No 55 Tahun 2019 tentang percepatan program Kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KLBB).
Sehingga kehadiran industri baterai nasional merupakan keniscayaan. Di sisi lain, energi merupakan salah satu prioritas riset dan inovasi nasional. Maka kegiatan riset dan inovasi baterai untuk kendaraan listrik maupun penyimpan energi sangat penting untuk dilakukan.
Terkait hal tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nano Teknologi dan Material (ORNM) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan mengusung tema Strategi Penguatan Riset dan Inovasi Baterai Li-Ion Internal BRIN di Kawasan Sains dan Teknologi BJ. Habibie, Serpong, Kamis (22/09). Kegiatan ini merupakan forum komunikasi dan berbagi informasi kegiatan, termasuk ketersediaan dan kebutuhan fasilitas riset, serta diskusi mewujudkan peta jalan riset yang saling mendukung.
Kepala ORNM, Ratno Nuryadi mengatakan, baterai ini termasuk salah satu output dari Pusat Riset (PR) Material Maju. “Di PR Material Maju ada satu kelompok riset yang khusus tentang baterai. Di sana berkumpul para pakar yang sebelumnya terpencar di beberapa LPNK bergabung di sini. Harapannya ke depan semakin bagus koordinasinya,” ujarnya.
“Baterai merupakan salah satu rumah program ORNM di tahun 2023. Kami ingin berusaha mengawal agar dari sisi hulu hingga hilir bisa ada peta jalan dengan baik, sehingga kami berusaha mengawal baik dari sisi hulu, intermediet, maupun hilir, serta kita bisa mendesain riset dan inovasi baterai ke depannya,” terang Ratno.
Hal ini sejalan dengan instruksi Presiden No 7 Tahun 2022 tentang penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sebagai kendaraan dinas operasional dan/atau kendaraan perorangan dinas instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. “Baterai ini di masa depan menjadi tantangan yang besar bagi kita, karena pada tahun 2040 diharapkan kendaraan berbasis listrik juga digunakan bagi masyarakat luas, jadi ini merupakan peluang kita bersama,” tegas Ratno.
Pada FGD ini diperoleh dua poin rekomendasi sinergi dan peta jalan riset, yakni material untuk baterai serta manufaktur dan aplikasi baterai. Riset baterai merupakan peran penting dalam perkembangan riset dan inovasi kendaraan listrik. Tahun 2022 ini merupakan tahun kebangkitan kendaraan listrik. Terbukti dengan semakin maraknya pameran kendaraan listrik dalam kurun waktu belakangan ini.
“Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki industri manufaktur baterai, terutama untuk komponen utama kendaraan listrik. Untuk materai baterai, mungkin sudah ada permulaan, meskipun baru dalam tahap ground-breaking,” ungkap Ratno.
Dalam riset material untuk baterai, pengembangan mineral penting, material aktif dan sel baterai telah dilakukan cukup lama dan memiliki rekam jejak yang sudah terbentuk di berbagai organisasi riset dan pusat riset di BRIN. Antara lain bahan baku baterai dari sumber daya lokal berbasis sumber daya primer dan sekunder, seperti ekstraksi sumber litium dari pengolahan bijih emas/besi, serta ekstraksi dari baterai bekas (recycling) atau urban mining.
Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak industri PT INTERCALLIN, bahwa jenis Li baterai yang saat ini berkembang dan digunakan untuk berbagai aplikasi di Indonesia adalah terutama berbasis jenis LFP dan MNC. “Oleh karena itu, perlu adanya redesain klister dan peta jalan riset material hulu dan hilir berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada supaya lebih terintegrasi dan terfokus. Sekaligus untuk dapat lebih bersinergi dan hilirisasi dengan pihak industri, khususnya dalam penyediaan material prekursor baterai. Diharapkan juga akan disepakati jenis material alternatif jenis material baterai,” urai Ratno.
“Selain itu, perlu dikembangkan riset desain battery pack untuk peningkatan efisiensi baterai yang tinggi, melalui perekayasaan densitas berat atau volume khususnya berbasis jenis LFP. Terkait dengan proses rantai pasok, umur pakai, dan keekonomian sebagai alternatif jenis NMC, sehingga dapat lebih kompetitif dan variatif,” imbuhnya.
Ada fakta bahwa saat ini pihak industri mengalami kesulitan dalam penyediaan bahan baku prekursor atau material aktif baterai. Sementara di sisi lain riset pengembangan material prekursor di BRIN sudah dilakukan cukup lama dan telah menghasilkan banyak paten. “Oleh karena itu, perlu adanya dukungan kebijakan riset intermediasi peningkatan skala lab menuju skala pilot untuk mempercepat hilirisasi baterai dengan TKDN tinggi dan mendukung Perpres No 7 tahun 2022,” kata Ratno.
Menurut Ratno, perlu ada hal-hal yang perlu diperhatikan untuk sinergi riset menufaktur dan aplikasi baterai di BRIN. ”Antara lain Battery Management System (MBS), Battery Thermal Management System, Lightweight Battery Pack, Fast Charging, Lifecycle dan Safety Testing, juga riset peningkatan komponen lokal kendaraan listrik. Serta perlu adanya suatu laboratorium rujukan untuk sistem pengujian baterai, terutama baterai impor untuk kualitas produk dan perlindungan konsumen,” jelasnya.
“Riset dan Inovasi baterai Li-ion harus dilakukan dari hulu hingga hilir, sehingga Indonesia mampu mendukung rantai pasok baterai mulai dari bahan baku, manufaktur dan perakitan sel baterai, pengujian hingga daur ulang. Termasuk perangkat elektronika pendukung aplikasinya,” lanjut Ratno.
Senada disampaikan Kepala OR Energi dan Manufaktur (OREM), Haznan Abimanyu, pentingnya pengembangan riset baterai melalui manufaktur. “Inisiasi FGD baterai ini sangat bagus untuk menyatukan pikiran atau ide-ide tentang penelitian baterai dalam menyatukan SDM, dana, maupun peralatan, sehingga dapat mencapai target yang kita rencanakan bersama,” ucap Haznan.
Haznan menerangkan, manufaktur menjadi hal penting untuk diperhatikan. “Tahun ini merupakan kebangkitan kendaraan listrik dan baterai. Hal ini dapat kita lihat dengan banyaknya pameran kendaraan listrik di beberapa tempat. Perpres tentang kendaraan EV sudah dikeluarkan oleh Presiden. Menjadi perhatian kita apakah komponen utama dari baterai itu sendiri tersedia di dalam negeri apa belum? Dan manufaktur juga sampai saat ini apakah sudah tersedia? Oleh sebab itu, melalui FGD ini kita bersama-sama mengembangkan dan mewujudkan sesuatu yang besar skala industri tentunya,” pungkas Haznan.(esw/ed:adl,pur)