Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Periset BRIN Berbagi Tips dan Trik Menulis Jurnal Global

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Banyak penulis yang masih ragu memilih jurnal yang sesuai  dengan scope dan topik mereka. Kemudian masih ragu apakah makalahnya bisa masuk jurnal internasional kategori indeks Scopus Q1, Q2, Q3, Q4.

Kemudian banyak juga pengalaman-pengalaman semacam desk rejection, yaitu belum sampai masuk ke reviewer, tapi sudah mendapat penolakan oleh editor, serta beberapa kendala bagaimana merespon reviewer karena walaupun mendapat keputusan major maupun minor revision itu tidak ada jaminan bahwa selanjutnya makalah tersebut akan menerima.

Peneliti pada Pusat Riset Fotonik, Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edi Kurniawan membahas topik ini pada Pelatihan Tips dan Trik Publikasi Karya Tulis Ilmiah, Selasa, (30/05) yang secara hybrid diselenggarakan di Gedung Manajemen 720, KST BJ Habibie, Tangernag Selatan.

Edi membagikan pengalaman bagaimana cara memilih jurnal, bagaimana melakukan persiapan sebelum submission, dan bagaimana merespon reviewer.

Pertama, cara memilih jurnal sebenarnya banyak pilihannya terutama bagi penulis yang sudah memiliki draf makalah, yaitu dengan memasukkan judul, dan abstrak draf. Kemudian bisa menggunakan beberapa metode seperti Web of Science, Journal Finder of Elsevier, maupun Journal Suggester of Springer.

Jadi sebenarnya banyak pilihan jurnal yang bisa kita tuju, jadi tinggal memasukkan judul, kemudian abstrak nanti pilihan jurnal yang bereputasi akan banyak menampilkan dari metode-metode seperti Web of Science, Journal Finder of Elsevier dan seterusnya, ujar satu dari 12 Periset Terbaik BRIN 2022.

Kedua, bagaimana melakukan persiapan sebelum submission.  Yang utama adalah harus memahami tipe artikel yang akan kita buat seperti apakah artikel regular, artikel review, artikel letter, kemudian harus mengikuti guideline atau template yang telah disediakan dari jurnal tersebut, jelasnya.

Edi menyarankan untuk menggunakan software LaTeX dalam penulisan artikel. Karena dengan menggunakan LaTeX maka kualitas penulisan akan lebih rapi, lebih profesional, dan biasanya editor ketika akan memproduksi jurnal menggunakan LaTeX sehingga terlihat sangat professional.

Untuk persiapan submission biasanya juga perlu menyiapkan dokumen pendukung seperti cover letter, title page, dan highlights. Penting untuk cover letter, kita perlu menuliskan konstribusi utama dari makalah kita dan menyebutkan bahwa makalah ini tidak di masukkan ke jurnal lain, ungkap Peneliti Ahli Utama BRIN.

Ketiga, bagaimana merespon reviewer. Penulis publikasi 22 jurnal global ini mengatakan bahwa harus menyiapkan letter of response sebaik mungkin. Ketika menyiapkan letter of response, kita bisa mulai dengan ucapan terima kasih kepada editor, dalam hal ini bisa editor-in-chief atau pun associate editor, kata Edi.

Ungkapan terima kasih kepada editor menunjukan appresasi karena sudah menangani makalah kita, mencarikan reviewer, dan kemudian mengambil keputusan berdasarkan masukan dari reviewer tersebut dan memberikan kesempatan kita untuk merevisi, tambahnya.

Kemudian yang tidak kalah penting adalah merespon komentar-komentar dari reviewer sebaik mungkin.

Kita harus bisa mengidentifikasi apakah komentar tersebut suatu pertanyaan, saran, atau komentar yang kontradiksi. Jadi beberapa saran tidak harus diikuti semua kalau itu mengubah makalah secara total, sehingga kita bisa tidak mengikuti saran atau komentar dari reviewer asalkan mengimbangi dengan alasan yang kuat,imbuh Edi yang juga menjadi reviewer di 21 jurnal yang terindeks web of science.

Mendukung pelaksanaan pelatihan ini, Kepala Pusat Riset Fotonik, Isnaeni menyampaikan agar setelah pelatihan ini, periset mampu memingkatkan kuantitas dan kualitas artikel yang terbit di jurnal global, serta memperbesar peluang artikel diterima di jurnal global bereputasi. (hrd/ed:adl) 

Tautan:

https://www.brin.go.id/news/112960/periset-brin-berbagi-tips-dan-trik-menulis-jurnal-global

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Kepala BRIN Sampaikan Strategi Jitu bagi Periset

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Sebagai lembaga riset yang menginjak usia dua tahun, pimpinan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengadakan pertemuan intensif, antara manajemen dengan organisasi riset. Pertemuan yang dipimpin oleh Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi (monev) kegiatan yang dilakukan oleh para periset BRIN.  

Kali ini bertempat di Ruang Rapat Pleno Gedung Manajemen 720 KST BJ Habibie, Tangerang Selatan, Kamis (25/05), giliran Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) yang dimonev oleh Kepala BRIN.

“Kami ingin melihat program dan mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh teman-teman, untuk tahun 2025 dan 2029, apa yang perlu dibantu atau perlu dipertajam risetnya,” ungkap Handoko.

Menurutnya meskipun riset ORNM sudah diperkirakan dapat berjalan mandiri, namun masih perlu strategi memperkuat periset dan kelompok riset (KR).

“Namun, tidak semua pusat riset (PR) di ORNM di posisi yang mandiri, sehingga perlu ada perhatian khusus dari Kepala OR. PR harus berbasis bidang kepakaran, sementara aktivitas atau proyek riset ada di KR,” ulasnya.

Kemudian, ia menerangkan agar kepakaran periset makin berkembang, maka harus berkumpul bersama dengan kepakaran yang sama. “Oleh karena itu KR bisa lintas PR atau OR. Saya lihat di beberapa PR, KR masih top down, padahal seharusnya KR itu bottom up,” ujar Handoko.

“Kalau bottom up, ketua KR adalah orang yang punya topik riset atau ketua proyek, jadi punya kepentingan, istilahnya champion,” ucapnya.

Selain champion, yang harus difasilitasi oleh para kepala PR adalah adanya sivitas periset yang bermasalah, tidak dapat mengerjakan riset. “Seringkali banyak yang tidak paham apa kemampuan dan passion-nya. Jadi harus difasilitasi oleh kepala PR, misalnya diarahkan agar pindah PR atau fokus sekolah,” sebutnya.

“Sebagai kepala PR itu harus ada empati, fasilitasi, tapi tidak usah pusing urusan masing-masing sivitas. Tidak usah buang waktu yang tidak perlu. Perkara administratif serahkan ke BOSDM. Kepala PR fasilitasi saja yang champion, agar bisa menjalankan risetnya dengan baik,” pesan Kepala BRIN.

Selanjutnya, hal yang menjadi perhatian pimpinan adalah proposal kegiatan riset yang dianggap masih belum matang. “Untuk mengantisipasinya, pastikan setiap pekan ada seminar rutin, semua proposal yang akan submit harus diseminarkan dulu. Karena kalau diseminarkan, bisa ada pandangan lain yang lebih bagus,” kata Handoko.

“Sebagai periset, perlu ada komunikasi terbuka. Melalui seminar rutin di PR atau KR, kita jadi tahu, apakah para periset mengerjakan riset di jalur yang tepat,” imbuhnya.

Kepala BRIN berpesan kepada kepala ORNM, bahwa rumah program harus melalui program call for a proposal. “Melalui prosedur ini, nanti akan ketahuan mana periset yang betul-betul kerja atau yang tidak,” jelasnya.

Strategi Bermitra bagi Periset

Handoko mengingatkan bagi ORNM yang terdiri dari 480 periset, agar hati-hati dalam memilih mitra. “Saya wanti-wanti kepada kepala PR, agar tepat memilah mitra riset dari universitas luar negeri. Khususnya untuk para doktor di PR. Jangan misalnya ada 20 doktor, lalu punya 20 mitra. Lebih baik 1 mitra tetapi dikawal oleh 3 doktor, sehingga masif programnya,” tegas Kepala BRIN.

“Punya mitra itu berat, karena harus jadi host. Lebih bagus misalkan mitranya itu bisa terima program DBR (degree by research), postdoc, dan riset proposal bersama,” lanjutnya.

Mengenai adanya champion di PR yang masih terbatas, Handoko menyebutkan bahwa pimpinan berperan untuk membantu, agar para periset itu bisa diterima oleh mitra universitas luar, untuk tujuan yang baik.

“Untuk mencari kolaborasi yang benar-benar bagus itu sulit, perlu trust. Sementara track record champion yang sangat kuat itu masih sedikit. Nanti dari manajemen akan mencoba kolaborasi dengan negara-negara yang lebih mudah dijajaki,” terang Kepala BRIN. 

Pada pertemuan dengan Kepala BRIN tersebut, Kepala ORNM, Ratno Nuryadi, memaparkan rumah program ORNM, SDM periset, peta jalan riset, dan kondisi saat ini di lapangan. 

Kemudian Handoko berdiskusi terkait program riset yang disampaikan oleh para kepala PR di lingkungan ORNM. Dirinya menyampaikan bahwa yang penting dalam memulai kegiatan riset adalah menemukan problem (masalah) yang jelas.

“Cari mitra dan tanyakan apa problem-nya, jadi kita punya definisi problem yang proven, jangan coba-coba mengawang-awang problem sendiri,” ujarnya.

“Kita jangan mengulang problem yang sudah mereka kerjakan. Dari sana, baru bisa kita modifikasi solusi untuk mitra,” tambah Handoko.

Handoko menjabarkan bahwa riset itu berangkat dari problem, bukan untuk coba-coba. “Yang utama itu harus clear dulu problem-nya, jangan-jangan selama ini riset kita bukan permasalahan yang ada. Jadi periset harus langsung bertanya kepada mitra, apa problem-nya,” tegasnya. (adl)

Tautan:

https://brin.go.id/news/112904/kepala-brin-sampaikan-strategi-jitu-bagi-periset

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Mengenal Proses Pendaftaran Kekayaan Intelektual untuk Invensi Hasil Riset

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) bekerja sama dengan Direktorat Manajemen Kekayaan Intelektual (MKI) Kedeputian Fasilitasi Riset dan Inovasi menyelenggarakan Webinar dengan judul Sosialisasi HKI dan Proses Pendaftarannya, Kamis (11/05).

Seminar ini untuk mensosialisasikan terkait pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI), cara menulis/membuat HKI, dan lain-lain. Kemudian dapat meningkatkan pemahaman Periset terkait cara membuat HKI dan mekanisme pendaftaran HKI di Intipdaqu.

Dalam sambutannya, Plh. Kepala ORNM, Wahyu Bambang Widayatno menyampaikan bahwa inisiatif ini dilakukan oleh Tim Reformasi Birokrasi ORNM untuk meningkatkan perolehan lembaga, yang tidak hanya dari capaian kekayaan intelektual (KI) tetapi juga capaian-capaian yang lain. “Bagaimana bisa memberikan pemahaman kepada para periset yang tidak hanya di ORNM juga bisa OR-OR lain,” ujar Wahyu.

Lebih lanjut Wahyu mengatakan selama ini kita para periset umumnya membatasi KI yang identik dengan paten. Kemudian ada anggapan sebagian orang bahwa untuk pengurusan paten cukup menyulitkan dan prosesnya juga lebih panjang.

“Padahal ada kekayaan intelektual lain yang sebenarnya bisa kita hasilkan dari kegiatan riset kita, dan itu bisa lebih tepat dan cepat kita hasilkan, apabila kita bisa memahami sebenarnya hasil riset kita cocok di sektor industri, seperti merek dagang dan sebagainya,” ungkapnya.

“Semoga dengan sosialisasi ini kita bisa dapat pemahaman bahwa sebenarya ada loh KI yang lain yang bisa kita coba. KI lebih pas dengan karakter riset kita dan prosesnya pun bisa lebih cepat, dan termasuk penulisan,” harap Kepala Pusat Riset Material Maju ini.

Pada kesempatan tersebut, narasumber Narisha dari DKMI, menjelaskan konsep dasar KI serta beberapa jenis pelindungan KI yang ada di Indonesia. 

“Selain paten ada beberapa jenis KI di Indonesia, seperti hak cipta, paten, desain industri, dan merek yang pelindungannya macam-macam tergantung dengan objek yang dilindungi,” sebutnya.

“KI bukan hanya sebatas ide, sehingga harus dapat diwujudkan dalam bentuk dapat kita baca, dengar dilihat, rasakan, peragakan, serta aplikasikan dalam suatu proses produksi agar bisa diperbanyak. Kemudian harapannya dari KI yang sudah dihasilkan itu dilindungi secara hukum agar penemu memliki hak untuk memperoleh baik nilai moral maupun nilai ekonomi sehingga memperoleh manfaat dari hasil HKI-nya,” jelas Narisha.

Proses Penelusuran dan Pembuatan Draf Paten hingga Pendaftaran Paten

Dalam pertemuan yang sama, narasumber Adi Setiya Dwi Grahito dari DKMI, memaparkan tentang bagaimana melakukan penelusuran paten serta pembuatan draf paten.

Menurutnya, penelusuran paten itu wajib dilakukan untuk membuat draf paten. “Penelusuran ini sama seperti ketika membuat jurnal, pasti membaca jurnal-jurnal pembanding yang lainnya. Paten-paten sebelumnya itu wajib ditulis di draft dengan jelas. Intinya adalah jangan sampai kita re-invent the wheel, atau menciptakan produk yang sama yang sudah dibuat,” terangnya.

Proses penelusuran paten ini dilakukan melalui proses trial and error di pangkalan data paten, dengan tujuan melakukan analisis patentabilitas. 

“Pertama kita tentukan jenis obyek invensinya, misalnya pupuk organik hayati, bisa kita cari dengan membuka pangkalan data Indonesia milik DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual) maupun internasional Google Patents,” ucapnya.

Kemudian berbagai paten pembanding itu diringkas nomor paten, judul, ringkasan, dan keunggulan dalam bentuk tabel analisis patentabilitas. “Gunanya adalah mencari keunggulan berbeda yang bisa diklaim patennya  oleh periset,” lanjutnya. 

Bagi periset, untuk langkah awal riset bisa dengan membuat analis patentabilitas dari awal. “Dengan melihat apa pembanding atau kekurangan dari riset-riset sebelumnya, membuat riset kita lebih kuat, research gap dapat, segera bisa kita daftarkan jurnal dan draf patennya,” kata drafter paten senior dan valuator KI ini.

Kemudian dalam membuat dokumen, yang dirinya tekankan adalah bagian klaim, selain ada bagian deskripsi judul, bidang teknik invensi, latar belakang invensi, uraian singkat invensi, uraian singkat gambar, abstrak, dan lampiran. 

“Kadang bila membuat draft paten kita lupa untuk membuat latar belakang atau uraian, padahal yang utama adalah bagian klaim. Karena sertifikat paten itu bisa diberikan bila ada klaim yang unggul dari invensi dibandingkan dengan paten-paten yang lain,” ulasnya.

Selanjutnya Adi memaparkan platform digital pendaftaran draft paten INTIPDAQU yang dibuat oleh BRIN. Platform ini menyediakan data seluruh KI yang dihasilkan oleh BRIN dan dapat dimanfaatkan oleh umum. Contoh draf pun tersedia di aplikasi ini.

“Ini yang kami lakukan, apabila Bapak Ibu sudah memiliki draf paten, tidak perlu khawatir, kami akan dampingi sampai proses pendaftarannya selesai. Proses pendaftaran tahun ini melalui aplikasi INTIPDAQU ini kami lakukan sepanjang tahun hingga 15 November. Jadi silakan kirim dokumen draf paten secepatnya,” ujarnya.

Ditegaskan olehnya, untuk membuat draft paten itu yang penting jangan publikasi dulu, serta bisa lebih mudah dari membuat jurnal.

“Pembuatan draf paten lebih mudah daripada jurnal karena tidak ada cek plagiarisme, justru informasi kalimat harus ditulis berulang seragam di semua bagian, dan tidak harus menunggu finalisasi riset, bisa dengan mengambil data dari hasil pengujian. Kami sebagai analis KI akan membantu Bapak Ibu semuanya, memang prosesnya butuh waktu untuk bisa submit di DJKI,” pungkasnya. (hrd, adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Poster Tolak Gratifikasi

gratifikasi/gra·ti·fi·ka·si/ n

uang hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan (KBBI)

Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2019

Bab I Pasal 1 Ayat 1 :

Gratifikasi dapat berupa uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Isolasi Selulosa Asetat dari Lignoselulosa melalui Pendekatan yang Ramah Lingkungan

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Indonesia merupakan negara agraris terdapat perkebunan yang sangat luas, baik perkebunan sawit, tebu, maupun kayu putih, yang menghasilkan biomassa yang dapat diolah kembali menjadi selulosa asetat yang ramah lingkungan. Selulosa asetat yang kelola dari biomassa ini akan mengalami degradasi kembali dan dapat dimanfaatkan menjadi pupuk untuk tanaman.

Selulosa Asetat berupa suatu ester selulosa yaitu selulosa sederhana asetat. Kebutuhannya saat ini masih tinggi dan tergantung terhadap impor. Di lain pihak, Indonesia kaya akan potensi biomassa berupa limbah perkebunan yang saat ini pemanfaatannya belum optimal.

Penggunaan selulosa asetat digunakan pada film/fotografi, LCD screen, dapat juga digunakan untuk tekstil, membran untuk penyaring air atau berbagai aplikasi sebagai frame kaca mata, kosmetik, dan lain-lain.

Roni Maryana dari Pusat Riset Kimia Maju Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada sesi forum presentasi Ilmiah ORNAMAT seri ke-27 pada Selasa (11/04) menyampaikan, “Saat ini di Indonesia memiliki luasan perkebunan kepala sawit seluas 16 juta hektar dan potensi tanda kosong kepala sawit 26 jt ton/thn, dan ranting kayu putih sekitar 32.500-65.000 ton/tahun. Potensi biomassa inilah yang nantinya akan diolah menjadi selulosa asetat”.

“Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki ekstraksi selulosa asetat (CA) dari ranting kayu putih (Melaleuca leucadendron) dan ampas tebu (Saccharum officinarum) menggunakan metode yang ramah lingkungan,” tambah Roni.

Roni juga menjelaskan, “Pada awalnya, selulosa diekstraksi dari ranting kayu putih (CT) dan ampas tebu (SB) melalui prehidrolisis diikuti dengan pembuatan pulp soda (NaOH) dan pemutihan unsur bebas klorin (ECF). Kemudian, selulosa yang diekstraksi diasetilasi menggunakan yodium (I) sebagai katalis. Dari hasil penenlitian dapat dilihat serabut kelapa berpotensi untuk menjadi bahan baku pembuatan selulosa asetat karena mengandung selulosa yang cukup tinggi yaitu 28,89%”.

“Isolasi selulosa telah dilakukan dengan metode pulping dan bleaching untuk menghilangkan lignin dan residual lignin. Agen pulping dan bleaching yang digunakan adalah NaOH dan NaClO2 – H2O2. Selulosa asetat telah disintesi melalui reaksi esterifikasi selulosa menggunakan asam asetat glasial, asam asetat anhibrida, dan katalis asam sulfat pekat,” imbuh Roni.

Pada kesempatan ini, Joddy Arya Laksmono, Kepala PR Teknologi Polimer mewakili kepala ORNM menyampaikan, “ORNAMAT salah satu sarana untuk bertukar informasi dan berdiskusi. Ada baiknya ke depan para sivitas bisa memberikan informasi yang sedang bekerja di kelompok riset masing-masing,” ungkapnya.

“Proses isolasi selulosa ada beberapa macam, karena biasanya digunakan bahan kimia, agar limbahnya terbuang dengan aman periset melakukan pendekatan dengan pelarut atau bahan kimia yang ramah lingkungan,” ujar Joddy. (esw/ed:adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Strategi Komersialisasi Hasil Riset dan Inovasi, dari Lab ke Industri

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Jumlah kekayaan intelektual (KI) yang didaftarkan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) setiap tahunnya terus bertambah. Namun, banyak dari KI tersebut yang belum termanfaatkan oleh industri dan masyarakat. Hilirisasi atau komersialisasi hasil riset menjadi tantangan yang perlu mendapat perhatian, agar keberlanjutan riset terus berjalan.

Pemanfaatan atau komersialisasi hasil riset menjadi bahasan utama pada forum pertemuan ilmiah riset dan inovasi ORNAMAT Seri #24 yang dihelat secara daring, Selasa (28/02).

Peneliti Ahli Utama dari Pusat Riset Material Maju – Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sekaligus pendiri PT Nanotech Indonesia Global yang telah go public, Nurul Taufiqu Rochman, berbagi pengalaman upaya komersialisasi produk riset dan inovasi masuk ke dalam dunia industri.

Sebagai entrepeneur dalam bidang bidang nanoteknologi, Nurul yang mengantongi 40 paten, 100 paper internasional, dan 180 paper nasional ini menyampaikan pengalaman, tips dan trik bagaimana membawa berbagai hasil riset untuk berkolaborasi dengan stakeholder dunia industri hingga komersialisasi hasil riset dan inovasi atau penelitian dan pengembangan.

Pada paparannya, Nurul menjelaskan, inovasi merupakan serangkaian proses mulai dari identifikasi permasalahan dalam kehidupan melalui litbang hingga menyelesaikan masalah tersebut. “Inovasi muncul melalui penciptaan  produk, layanan, atau jasa yang memiliki nilai kebaruan dan ekonomi, sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia. Inovasi hasil riset bisa membuat loncatan dari basic riset ke komersil,” ungkapnya.

Nurul yang pernah menerima berbagai penghargaan internasional termasuk Habibie Award menerangkan bahwa tantangan riset berada pada komersialisasi hasil riset. “Logika dasar inovasi adalah basic research-applied research-development-commercialization. Pada umumnya riset masih berada pada level basic, maka tantangan terbesar adalah hilirisasi dan komersialisasi,” ucapnya.

Dijelaskan Nurul, tahapan komersialisasi hasil riset bisa dimulai dengan pendaftaran HKI ke paten. “Tujuan utama paten bukan untuk komersial. Tujuannya untuk melindungi hasil litbang yang baru dan bermanfaat, mengukuhkan kepemilikan negara dan pengakuan terhadap peneliti serta bisa dijadikan jaminan, saluran pengetahuan yang bebas akses bagi publik, menjadi indikator luaran lembaga litbang dunia, menjadi mosaik rekam jejak hasil kerja peneliti,” ungkap profesor riset ini.

Hasil Litbang ke Dunia Industri

Di dalam sebuah lembaga riset, bagi Nurul, mutlak diperlukan center for innovation yang membawa hasil litbang ke dunia industri. “Center for innovation ini memiliki dua aktivitas utama, yaitu alih teknologi untuk yang sudah ada industrinya, dengan kegiatan seperti promosi inovasi teknologi, valuasi HKI serta ekspos teknologi atau temu bisnis, dan inkubasi teknologi dengan kegiatan seleksi dan identifikasi teknologi, valuasi HKI, serta pendampingan kegiatan pra inkubasi,” paparnya.

Lebih lanjut, Nurul menjelaskan kesulitan membawa hasil riset ke masyarakat dan industri. “Di antaranya mekanisme alih teknologi belum banyak diketahui, belum ada pedoman dan mentor yang mumpuni, peneliti tidak memiliki jiwa teknopreneur serta regulasi dan kebijakan yang belum mendukung,” sebutnya.

Menurut Nurul, ada dua cara untuk melakukan valuasi dan validasi hasil riset untuk bisa dibawa ke industri. “Cara pertama yaitu valuasi teknologi secara teknik, Technology Readiness Level, didasarkan pada kesiapan teknologi dari produk alat hasil litbang sebelum dimanfaatkan oleh pengguna. Kedua yakni validasi komersial, secara ekonomi, Commercialization Readiness Level, didasarkan pada bukti-bukti produk hasil litbang, sesuai dengan permintaan pengguna,” ulasnya.

Nurul menjelaskan bagaimana praktik dan model komersialisasi hasil litbang. “Model pertama, langsung ke industri, dengan MoU, pada pola ini  peneliti kurang diuntungkan, karena hanya bersifat transfer teknologi. Model 2, peneliti menjadi pengusaha, mencari investor melibatkan tiga pihak, yakni inventor, pengguna dan investor. Model 3, membangun pusat inkubasi, industri membuat  start up yang dikelola bersama. Model 4, peneliti bersama teknopreneur mendirikan industri start up,” jabarnya.

Nurul menegaskan bahwa untuk membawa hasil riset kepada dunia industri, agak sulit bagi peneliti untuk berjalan sendiri, harus membutuhkan mitra strategis (strategic partner). “Manajemen modern saat ini membutuhkan pendamping yang kita kenal dengan start up sebagai mitra. Fungsi mitra adalah mencari dana pendamping untuk melewati the death of valley komersialisasi hasil litbang,” katanya.

“Kemudian pada tahun berikutnya, diharapkan startup menemukan private sector untuk mendapatkan pendanaan pendamping, selain yang berasal dari public sector dengan output berupa contoh produk yang teruji pasar, market captive, bisnis berjalan, dan punya rencana bisnis,” jelas Nurul yang bersama timnya sukses membangun 18 perusahaan start up.

Kepala Pusat Riset Material Maju BRIN, Wahyu Bambang Widayatno menilai forum pertemuan ilmiah kali ini sangat menarik, karena sebelumnya ornamat banyak membahas riset skala lab. “Topik kali ini menarik, bagaimana membawa hasil riset dari lab ke industri. Semangat membuat ekosistem riset yang lebih baik khususnya di ORNM dan BRIN serta Indonesia dalam skala luas,” ujar Wahyu.

“Pada akhirnya kita berharap semua aktivitas riset ini bisa membuat ekonomi RI bisa maju dan bisa merasakan manfaat, tidak hanya pada stakeholder yang melakukan riset dan inovasi, namun juga bagi teman-teman di luar yang belum tersentuh efek baik dari riset dan inovasi yang kita lakukan. Perlu dipikir ulang apa yang sudah dilakukan, riset dan inovasi tidak hanya sebatas terhenti pada memenuhi angka kredit. Aktivitas riset dilakukan untuk meningkatkan daya saing ekonomi yang bisa membawa kesejahteraan bersama,” pungkas Wahyu. (jp/ed:adl,pur)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Antisipasi limbah baterai kendaraan listrik melalui ekonomi sirkular

Oleh Adimas Raditya Fahky P  Jumat, 24 Februari 2023 19:21 WIB

Antisipasi limbah baterai kendaraan listrik melalui ekonomi sirkular

Pengunjung mengendarai sepeda motor listrik pada pameran Indonesia Internasional Motor Show (IIMS) di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Senin (20/2/2023). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan bahwa insentif untuk kendaraan listrik akan mulai diberikan oleh pemerintah pada Maret mendatang dengan besaran insentif yang diberikan bagi sepeda motor sebesar Rp7 juta per unit. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

60 persen komponen mobil listrik kuncinya ada di baterai.

Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia tengah gencar mendorong pemanfaatan kendaraan listrik secara luas, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat umum.

Selain menjadi moda transportasi yang ramah lingkungan, kendaraan listrik berbasis baterai (electric vehicle) juga diyakini akan menjadikan Indonesia sebagai pemain besar komponen utama kendaraan tersebut.

Presiden Joko Widodo menyebutkan 60 persen komponen mobil listrik kuncinya ada di baterai. Menurut dia, Indonesia memiliki cadangan material untuk membuat baterai dengan ketersediaan melimpah.

Sebagai bukti keseriusan pemerintah, sejumlah regulasi dan aturan turunannya pun telah diterbitkan, di antaranya Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.

Kemudian, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Demikian juga aturan turunannya yang diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan. Paling sedikit ada enam Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur tentang implementasi kendaraan listrik di Indonesia.

Secara umum, Permenhub ini mengatur tentang uji tipe, pedoman konversi, serta pedoman teknis terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, kebutuhan kendaraan operasional Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, TNI, Polri dari Internal Combustion Engine (ICE) ke Battery Electric Vehicle (BEV) hingga tahun 2030 mencapai sebanyak 398.530 kendaraan roda dua dan 132.983 kendaraan roda empat.

Sementara itu, jumlah total Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan listrik yang telah diterbitkan hingga Januari 2023 mencapai 48.162 unit.

Seiring dengan perkembangan teknologi ke depan, dapat dibayangkan bagaimana banyaknya populasi kendaraan listrik, atau bahkan kendaraan otonom akan memenuhi jalan-jalan di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.

Daur ulang limbah

Meski banyak pihak sepakat bahwa kendaraan listrik jauh lebih ramah lingkungan dibanding mobil berbahan bakar minyak, potensi bahaya dari kendaraan listrik tetap ada.

Limbah dari komponen utamanya, yakni baterai dapat menjadi penyebab pencemaran lingkungan yang serius apabila tidak dikelola dengan baik.

Riset dan studi yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan bahwa potensi limbah yang perlu diwaspadai adalah baterai bekas pakai, limbah dari proses produksi baterai, serta limbah dari proses daur ulang baterai yang mengandung logam berat dan bahan kimia berbahaya.

Baterai kendaraan listrik umumnya menggunakan baterai lithium ion (LIB), yang terdiri atas katoda, anoda, elektrolit, separator, dan berbagai komponen lainnya.

Beberapa bahan yang digunakan dalam LIB, seperti logam berat dan elektrolit, dapat menimbulkan ancaman bagi ekosistem dan kesehatan manusia.

Jika LIB bekas dibuang begitu saja dan ditimbun dalam jumlah yang besar, ini dapat menyebabkan infiltrasi logam berat beracun ke dalam air bawah tanah, yang mengakibatkan pencemaran lingkungan yang serius.

Demikian pula, jika LIB bekas dibakar sebagai limbah padat, hal tersebut akan menghasilkan sejumlah besar gas beracun, seperti gas hidrogen fluorida (HF) yang berasal dari elektrolit di dalam LIB, yang dapat mencemari atmosfer.

Oleh karena itu, penanganan limbah dari baterai bekas ini sangat dibutuhkan.

Kepala Pusat Riset Teknologi Transportasi, Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) BRIN Dr. Aam Muharam menyebut bahwa sudah banyak studi kajian tentang kemungkinan baterai bekas pakai digunakan kembali melalui proses daur ulang (recycle).

Limbah baterai biasanya di-grading atau disortir terlebih dahulu, untuk mengetahui kapasitas/usia baterai relatif terhadap end-of-cycle-nya.

Jika kapasitas baterai di antara 50-80 persen, baterai bekas tersebut bisa digunakan kembali (reuse) sebagai second life battery.

Second life battery merupakan baterai yang digunakan kembali untuk aplikasi berbeda, seperti untuk aplikasi energy storage atau stationary use.

Apabila baterai sudah mencapai kapasitas di bawah 50 persen, baterai bisa didaur ulang untuk mendapatkan material berharga dari baterai bekas untuk menghasilkan baterai baru.

Daur ulang ulang dapat juga melibatkan penggunaan baterai bekas sebagai bahan baku untuk membuat produk baru yang berbeda dari baterai, seperti pigmen keramik atau logam paduan.

“Baterai bekas hasil daur ulang memerlukan uji atau test durability ulang seberapa jauh dapat dioperasikan kembali. Harus ada regulasi atau standar yg mengatur terkait hal ini,” kata Aam.

Studi terkait daur ulang limbah baterai di BRIN dilakukan oleh periset yang tergabung dalam Kelompok Riset Material Berkelanjutan dan Daur Ulang (Sustainable Material & Recycling Group).

Metode yang paling banyak digunakan dalam proses daur ulang baterai adalah metode pirometalurgi dan hidrometalurgi. Masing-masing metode ini memiliki keuntungan dan tantangannya masing-masing.

Untuk pirometalurgi, prosesnya relatif lebih sederhana karena hanya seperti peleburan logam pada umumnya. Namun demikian, energi yang dibutuhkan sangat besar karena membutuhkan temperatur yang tinggi pada prosesnya.

Ditambah, kemurnian logam-logam berharga di akhir proses pirometalurgi cenderung kurang baik dan perlu dilakukan pemurnian lagi dengan proses lanjutan.

Sementara itu, metode hidrometalurgi memiliki rangkaian proses yang lebih kompleks dan panjang. Akan tetapi, logam berharga yang ingin dipulihkan dapat diambil kembali dengan efisiensi ekstraksi yang sangat tinggi.

Salah satu periset Kelompok Riset Material Berkelanjutan dan Daur Ulang, Dr. Sri Rahayu menyampaikan, baik proses pirometalurgi maupun hidrometalurgi, memerlukan pretreatment atau perlakuan awal, seperti pengosongan daya baterai (discharging), penyortiran baterai bekas berdasarkan jenisnya, penghancuran baterai bekas, dan sebagainya.

Langkah ini dilakukan sebelum masuk ke proses daur ulang utama agar nilai efisiensi ekstraksi logam dapat ditingkatkan dan energi yang dibutuhkan untuk proses daur ulang dapat diminimalisasi.

Ekonomi sirkular

Sejalan dengan hal itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mengelola limbah baterai kendaraan listrik melalui pendekatan ekonomi sirkular.

Diklaim sebagai model baru dari konsep reduce, reuse, dan recycle, ekonomi sirkular memaksimalkan kegunaan dan nilai tambah dari suatu bahan mentah, komponen, dan produk sehingga mampu mengurangi jumlah bahan sisa yang tidak digunakan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir.

Pendekatan ekonomi sirkular juga meliputi perencanaan desain bahan baku, desain produk, serta proses produksi sehingga memiliki siklus penggunaan yang lebih panjang.

“Prosesnya mulai dari pengumpulan, penghancuran, pengolahan secara kimia dengan teknologi yang ramah lingkungan,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati.

Daur ulang baterai kendaraan bermotor listrik sebagai bahan baku yang berkelanjutan, dianggap lebih ramah lingkungan karena meminimalisir penggunaan bahan baku baru.

Selain itu, juga memberikan manfaat ekonomi karena dapat menekan biaya produksi komponen utama dari kendaraan listrik.

Rosa menyampaikan pemerintah melalui KLHK mengimbau pabrikan maupun bengkel kendaraan agar memiliki fasilitas pengumpulan baterai bekas, untuk selanjutnya diserahkan kepada pemanfaat limbah aki kendaraan listrik.

Ia juga berharap bahan baku baterai tersebut tidak diekspor ke luar negeri, namun diolah oleh industri pembuatan baterai di dalam negeri sebagai pemasok baterai kendaraaan di seluruh dunia.

“Mendorong investor untuk melakukan proses recycle di Indonesia dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan,” ujarnya.

Dengan demikian, sejak proses di hulu hingga hilir, bangsa Indonesia mendapatkan manfaat terbesar dari kekayaan sumber daya alam itu.

Sumber : https://www.antaranews.com/berita/3412893/antisipasi-limbah-baterai-kendaraan-listrik-melalui-ekonomi-sirkular

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Kolaborasi Riset BRIN-BRIDA Bali Dukung Produk Berbasis Kearifan Lokal

Bali-Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material melakukan audiensi ke Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Bali, Jumat, (17/02).  Audiensi tersebut dilaksanakan sebagai salah satu bentuk dukungan BRIN kepada BRIDA Bali dalam upaya menjalin kolaborasi mengembangkan potensi-potensi daerah yang ada Bali.

Kepala BRIDA Bali Made Gunaja menyampaikan sesuai dengan arahan Presiden RI dan Gubernur Bali, bahwa hasil-hasil riset tidak hanya berhenti di jurnal ataupun di perpustakaan tetapi harus dapat diimplementasikan kepada masyarakat. Khususnya untuk permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Bali, menurut Gunaja hilirisasi riset menjadi sesuatu yang penting sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat.

“Riset yang dihasilkan dapat diarahkan untuk menguatkan kearifan lokal yang ada di Bali khususnya dari aspek sandang, pangan, dan industri pariwisata. Selain itu, Bali memiliki produk minuman berbasis kearifan lokal, namun masih belum didukung teknologi dalam memproduksi kemasan/botolnya sendiri. Kedepannya tema riset di Bali akan diarahkan, bagaimana Bali bernaung dalam kedaulatan pangan dan memanfaatkan karifan-kearifan lokal untuk dikembangkan di Bali dan bermanfaat bagi masyarakat Bali,” ungkap Gunaja.

Gunaja menambahkan, Gubernur Bali pernah menyampaikan agar hasil-hasil riset sejalan dengan kearifan lokal dan BRIDA menjadi “dirigen” riset di daerah sehingga dengan adanya kolaborasi dan dukungan intervensi kebijakan diharapkan mampu menuntaskan permasalahan, seperti contohnya kebutuhan untuk botol kemasan produk minuman arak Bali yang masih tergantung dari luar.

Kepala Oganisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN Ratno Nuryadi, mengatakan bahwa melalui audiensi ini kedepannya akan ada kolaborasi yang bisa kita laksanakan terkait dengan pemanfaatan teknologi, rekomendasi maupun bidang lainnya untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada, dan tentunya dapat menguntungkan semua pihak baik itu BRIN maupun BRIDA.

“Kolaborasi dengan pemangku kepentingan harus dijalin dengan berbagi pihak baik dari universitas, industri, kementerian, maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. BRIDA merupakan salah satu partner yang cocok untuk mewujudkan maksud tersebut, mengingat BRIDA dan BRIN memiliki kemiripan sama-sama untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada,” ungkap Ratno.

Ratno menambahkan, Bali memiliki kekuatan ekonomi yang bagus di bidang pariwisata, tetapi disamping itu masih ada hal-hal pendukung pariwisata lainnya yang masih perlu dikembangkan. Dilihat dari kacamata kepakaran, BRIN dapat membantu dalam hal seperti teknologi pengemasan pangan dari hasil pertanian.

“Sumber daya manusia BRIN di Bali memiliki keahlian di bidang keramik kreatif dan sangat dekat dengan hilirisasi terutama dengan kebutuhan Pemerintah Provinsi Bali. Sebagai contoh, desain yang dimiliki tetap memiliki kekhasan Bali dengan perpaduan antara teknologi oleh BRIN dengan keseniannya,” pungkas Ratno

Terakhir, Ratno menyampaikan periset harus memiliki kompetensi yang kuat, mengikuti regulasi, dan sesuai kebutuhan. Dalam pengembangannya juga harus merangkul BRIDA Bali, industri yang terkait, dan masyarakat yang membutuhkan. Melibatkan pemangku kepentingan harus dari awal perencanaan hingga perancangan riset agar hasil riset yang dihasilkan berkelanjutan dan dapat dihilirisasi. (igp/yul/gws)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Dukung Kegiatan Riset, BRIN Siapkan Rumah Program Nanoteknologi dan Material Maju serta Sains Fundamental Molekuler

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mempunyai sejumlah program untuk mendukung berjalannya kegiatan riset. Salah satunya adalah bantuan pendanaan melalui mekanisme Rumah Program yang ada di Organisasi Riset. Para periset di BRIN bisa mendaftar sesuai kriteria dan spesifikasi yang dipersyaratkan.

Organisasi Riset Nano Teknologi dan Material (ORNM) BRIN menggelar Kick Off Meeting sebagai tanda diawalinya pelaksanaan kegiatan Rumah Program Nanoteknologi dan Material Maju, serta Rumah Program Sains Fundamental Molekuler, pada Kamis (16/02) secara daring. Rumah Program ini tidak hanya ditujukan untuk internal ORNM, tetapi juga untuk OR lainnya.

Kepala ORNM Ratno Nuryadi mengatakan, pelaksanaan kegiatan Rumah Program tahun 2023 ini, tidak tidak lepas dari pelaksanaan rumah program tahun 2022. Ia mengapresiasi para pendaftar hingga terpilih 24 proposal riset lolos Rumah Program Sains Fundamental Molekuler, serta 185 proposal riset Rumah Program Nanoteknologi dan Material Maju.

“Selamat kepada peserta yang lolos, terima kasih para reviewer, tim koordinator rumah program juga yang telah banyak membantu kami sampai proses review, hingga diumumkan saat ini, dan juga membantu mengawal pelaksanaan kegiatan rumah program di tahun anggaran 2023,” ujarnya.

Ratno berharap agar bisa memaksimalkan kegiatan di Rumah Program ORNM, meskipun dananya tidak besar. “Saya menggarisbawahi, bahwa sifat dari grant research di Rumah Program itu sifatnya seed funding dan bisa extend,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa dengan memperpanjang riset bisa mendaftar lagi ke pendanaan-pendanaan yang lain. “Dengan modal dari kegiatan di Rumah Program ini nanti bisa meng-apply pada kegiatan RIIM yang ada di Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi – BRIN, atau ke dana eksternal, seperti Kelapa Sawit, atau pun dana yang lain termasuk juga dana-dana dari luar negeri,” imbuhnya.

“Mudah-mudahan rumah program ini bisa menjadi trigger, sehingga bapak-ibu bisa melompat mendapatkan pendanaan kegiatan yang lebih dari pada rumah program di sini. Kemudian bisa meng-extend kegiatan-kegiatannya seperti grant riset yang yang lain dan membuat kolaborasi baik kolaborasi dengan industri maupun kolaborasi dengan mitra periset, universitas, baik di dalam maupun di luar,” harapnya.

Koordinator tim Rumah Program, Agus Sukarto Wismogroho menyampaikan terdapat 13 reviewer dari ORNM dan dari OR Penerbangan dan Antariksa. “Para reviewer berasal dari berbagai macam kompetensi, dan secara prinsip reviewer telah melakukan secara objektif dan menyesuaikan dengan skema penilaian yang telah kita tetapkan,” terangnya.

Dalam laporannya, Agus mengatakan review tahun ini sedikit berbeda dengan tahun lalu. “Setiap tahun ada perubahan sedikit-sedikit dengan memperhatikan dinamika yang ada di tempat kita, baik topik, reputasi dari pengusul di samping konten dan janji, juga memperhitungkan keberadaan mitra,” ulasnya.

“Kita mengharapkan salah satu dari output target riset standar adalah jurnal global accepted, disamping HKI, purwarupa, dan jurnal-jurnal yang lainnya sehingga ini kita fasilitasi, dan untuk yang sekolah juga membutuhkan, maka kita setarakan dengan yang lainnya supaya fair,”  ucap Agus.

Senada dengan Kepala ORNM,  Agus menyampaikan bahwa seed funding itu hanya bibit, bukan akhir dari segalanya, oleh karena itu sukses adalah kalau bibitnya membesar dan berbuah, sehingga seed ini jauh membesar menjadi anggaran yang lebih besar keluar.

“Proposal baik yang telah diajukan, bisa menjadi lebih baik lagi untuk diajukan ke RIIM, PKR, Kedaireka, LPDP, Kelapa Sawit, JSPS, dan sumber funding riset lainnya. Sukses itu kita modali sedikit, maka pertengahan-akhir tahun bisa mendapat yang lebih besar, karena Ini menjadi sangat baik untuk sumber riset, sehingga tumbuh menjadi lebih baik ke depannya,” pesannya.

Agus mengajak para penerima dana riset bersama reviewer dan fasilitator lainnya yang berasal dari berbagai OR di BRIN, untuk membangun kolaborasi riset. Mulai dari tim yang kecil menjadi besar untuk memperbesar ruang lingkup pada level nasional. 

“Dengan membangun potensi kolaborasi antar tema maupun dengan mitra kolaborator lain,  kita bisa membangun pendanaan baru untuk menghasilkan skema yang lebih besar dan berujung membuat produk teknologi yang diakui masyarakat baik level global maupun ke industri,” tutupnya. (hrd/ed:adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN bersama PT PLN Indonesia Power Sepakat Tingkatkan Penguasaan Teknologi Baterai Litium

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Pemenuhan kebutuhan akan energi bersih dan mengurangi ketergantungan kepada energi fosil, serta mendukung percepatan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia, PT PLN Indonesia Power (PT PLN IP) bekerja sama dengan  dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam meningkatkan penguasaan teknologi baterai litium. Kerja sama ini diimplementasikan dengan memberikan pembekalan kepada  talent-talent terbaiknya melalui ‘Program Pengembangan Kompetensi SDM PT PLN Indonesia Power, dalam Rangka Penguasaan Teknologi Baterai Litium Untuk Aplikasi Penyimpanan Energi’. Program tersebut akan dilaksanakan pada periode 6 Februari-7 November 2023 di Kawasan Sains dan Teknologi (KST)  BJ Habibie, Tangerang Selatan.

Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) BRIN, Ratno Nuryadi menyatakan bahwa program pelatihan berbasis riset menjadi suatu hal yang baru yang di lingkungan BRIN. “Program ini dikelola oleh Direktorat Pengembangan Kompetensi Deputi Bidang SDM Iptek dengan fasilitator dan instruktur adalah periset dari lab di Pusat Riset  Material Maju, ORNM,” ujarnya dalam acara pembukaan, Senin (06/02). 

Ratno menambahkan, kegiatan ini akan jadi pembelajaran dengan aktivitas berupa teori dasar, perkuliahan, praktikum, dan diskusi. “Selain peserta akan mendapatkan knowledge, juga bisa merasakan atmosfer aktivitas riset bidang baterai dan melakukan riset bersama. Success story ini akan jadi percontohan atau model bagi pelatihan sejenis berikutnya,” imbuhnya. 

“Program pelatihan ini akan menjadi salah satu bentuk kontribusi BRIN  pada  dunia industri, menjadi pengisi kekosongan kebutuhan-kebutuhan industri dengan pelatihan tema khusus yang bisa didapatkan melalui pelatihan ini. Diharapkan peserta bisa berinteraksi langsung dengan para  periset di BRIN,” ungkap Kepala ORNM. 

Dirinya berharap dengan berbagai macam hak kekayaan intelektual baterai yang dimiliki oleh BRIN dan potensi PT PLN IP sebagai perusahaan energi, yang akan lebih banyak mewarnai renewable energy di masa depan. “Maka kerja sama yang sudah dimulai sejak  2020 melalui MoU BRIN dengan PT PLN IP, dan telah diperbaharui pada 27 Oktober 2022 terkait pengkajian dan pengembangan inovasi teknologi bidang ketenagalistrikan serta energi baru terbarukan, kolaborasi ini akan semakin menguat,” harapnya. 

“Program pengembangan kompetensi ini tidak hanya sekedar pelatihan atau transfer of knowledge namun diujungnya nanti harus menghasilkan learning exchange project (outcome) berupa hasil penelitian dan pengembangan bahan aktif lembaran elektroda, cell baterai serta kajian pengembangan industri baterai litium  di masa depan,” tambah Ratno.

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Utama PT PLN IP yang diwakili Direktur Human Capital, Manajemen dan Adminstrasi, Wisnu Satriono mengatakan bahwa kolaborasi dengan BRIN ini sudah digagas sejak tahun 2020. “Penguasaan teknologi baterai menjadi penting karena mengurangi ketergantungan pada energi fosil serta mendukung terwujudnya energi bersih di Indonesia,” katanya. 

Menurut Wisnu, kegiatan ini merupakan salah satu upaya Indonesia mendorong percepatan penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai, karena Indonesia memiliki potensi besar apabila mampu menguasai teknologi baterai tersebut. “Potensi ini juga didukung sumber daya alam yang melimpah untuk baterai litium, yang menjadi kunci bagi indonesia untuk membangun industri baterai tersebut, hingga membangun infrastruktur mobil listrik dan metode penyimpanan energinya,” jelas Wisnu 

Tantangan bagi PT PLN IP sehubungan peningkatan kebutuhan energi adalah peningkatan capacity building, dengan harapan semoga terjadi percepatan pemasangan teknologi baterai litium. “Oleh karena itu PT PLN Indonesia Power perlu bersinergi dan bekerja sama dengan institusi lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia. Secara bersama-sama bersinergi melakukan skill up pengembangan teknologi baterai, khususnya baterai litium,” tegasnya. 

Pada kesempatan terpisah, Vice President Learning Management PT PLN Indonesia Power,   Tengku Yusuf mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan mengakuisisi ilmu pengetahuan dan kompetensi baru dari BRIN untuk PT PLN IP.  

“Karena teknologi baterai adalah teknologi masa depan, namun dalam waktu dekat akan menjadi teknologi yang sangat fundamental untuk renewable energy mobil listrik dan kendaraan listrik lain. Bagi BRIN yang telah memiliki HKI untuk teknologi dimaksud, ini akan menjadi competitive advantage. Potensi kerja sama ini sangat baik sehingga kedepan akan menghasilkan value creation untuk BRIN dan  PT PLN IP,” ulasnya.  

“Ini adalah inisiasi awal dan dipilih SDM terbaik untuk mengikuti pelatihan. Program ini tidak hanya sebatas knowledge, tapi pada akhir program diharapkan akan lahir suatu prototipe skala lab dan menjadi yang pertama untuk solar systemsupport bagi pembangkitan dalam rangka transisi dan renewable energy di masa datang, harapan besarnya seperti  itu,” ungkap Tengku.

Sementara Gerry M Napitupulu, salah satu dari delapan peserta program berharap, dengan pelatihan ini diharapkan PT PLN IP dapat menjadi pionir di BUMN, yang menguasai teknologi baterai litium. “Ke depan semoga bisa memproduksi baterai di dalam negeri dengan membangun pabrik baterai litium,” ucap Gerry. (jp/ed:adl)