Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Pakar Polimer Bahas Tata Kelola Daur Ulang Limbah APD di Indonesia

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Alat pelindung diri (APD) merupakan perlengkapan yang berfungsi melindungi pengguna dari infeksi bakteri atau virus. Jenis APD yang dipakai oleh tenaga medis ini tidak hanya berupa pakaian saja, tetapi juga ada pelindung bagian kepala, mata, telinga, dan lainnya. Di dalam penggunaannya, APD bisa bersifat multi use, multi years, sehingga penggunanya tidak hanya sekali, tetapi bisa berulang kali.

Namun, yang menjadi masalah pada APD yakni ada bagian pakaian pelindung ini yang hanya dapat digunakan sekali pakai. Terutama pada masa Covid 19 lalu, banyak APD yang penggunaannya hanya sekali pakai, mengingat masalah toksisitas dan lainnya. Sehingga limbah medis yang berbahan baku polimer ini turut berdampak pada lingkungan.

Guna membahas pengelolaan limbah medis tersebut, Pusat Riset Teknologi Polimer – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Australia Global Alumni menggelar Webinar Series, ‘Teknologi Pengolahan Limbah Medis’, Rabu (15/03).

Kepala Pusat Riset Kimia Maju, Yenny Meliana mengatakan, melalui webinar ini, para periset menyampaikan hasil penelitian tentang teknologi pengolahan limbah medis dan juga metode-metode lain, yang mungkin dapat melakukannya sebagai alternatif.

“Saya harapkan para peserta baik peneliti, rumah sakit, akademisi, mahasiswa, pelaku industri, dan masyarakat umum dapat berinteraksi dengan para narasumber. Kemudian membuahkan hasil yang berpotensi memunculkan ide-ide baru untuk penelitian lebih lanjut khususnya teknologi limbah medis yang berkelanjutan berbasis daur ulang,” ujar Yenny pada sambutannya mewakili Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM).

Sebagai pembicara pada webinar tersebut, Chalid dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia mengatakan APD itu tidak hanya berbasis polipropilena, tetapi juga ada dari polietilen tereftalat (PET) dan seterusnya. Hanya mungkin di Indonesia, lebih banyak bahan baku APD yang digunakan adalah polipropilena (PP).

Di dalam pengembangan teknologi eko-plastik, ia mengungkapkan bahwa harus mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan budaya. “Yang tidak kalah penting adalah teknologi di dalam dunia polimer atau plastik demikian pesat, sehingga dapat membangun kesadaran stakeholder maupun semua pihak terhadap tata kelola APD,” ujarnya.

Menurutnya, polipropilena merupakan salah satu jenis polimer. Tetapi banyak orang memahami tentang plastik dalam perspektif yang kurang tepat.

“Plastik dalam konteks bagian dari polimer, merupakan suatu produk berkelanjutan (sustainable) yang terus menerus dapat dimanfaatkan, dan jika mengelola dengan baik maka aspek lingkungannya tidak menjadi sebuah isu yang hingar bingar pada saat ini,” kata Chalid.

Chalid berpendapat, mendesain sebuah produk adalah mendesain bahan baku, sementara polimer itu agak unik karena ada kandungan aditif, baik yang berorientasi fungsional maupun estetika.

Selain itu, polimer harus memenuhi kaedah dari spesifikasi produk, baik sifatnya primer/ fungsionalnya maupun sekunder/estetikanya, kemudian harus mampu diproses. “Setelah jadi, oleh industri hilir dijadikan sebagai produk siap pakai, semisal masker, pakaian pelindung, dan setelah orang pakai, maka akan menjadi sampah/limbah,” ungkapnya.

“Dari situ ada industri yang mengelola dari sampah/limbah tadi yaitu industri daur ulang, untuk diolah menjadi bahan jadi atau juga bisa diolah lagi menjadi monomernya, atau bisa diolah menjadi polimernya, dengan pemisahan separasi dengan additives-nya dengan teknik kristalisasi,” sambungnya.

“Ada juga pendekatan-pendekatan lain semisal dari APD yang telah disterilisasi kemudian diproses, di-convert dan seterusnya, diolah lagi menjadi bijih plastik, yang kemudian bijih plastik bisa diolah menjadi berbagai jenis produk,” cakapnya.

Lebih lanjut, Chalid mengatakan, seorang teknokrat atau pun seorang yang bergelut dalam dunia ilmiah, polimer tidak hanya berbasis bisa menjadi produk ini produk itu, tetapi juga harus memperhatikan aspek-aspek makro yang lainnya, seperti aspek ekonomi, aspek kesehatan, dan aspek-aspek yang lain.

“Polimer/plastik merupakan sebuah siklus yang harus mendesain menjadi sebuah produk yang sama atau menjadi produk turunan lain. Kemudian, di situlah yang harus membangun dalam masyarakat kita, membangun cara pandang dari dunia ekonomi ke sirkular ekonomi dalam satu sistem yang harus sustainable,” terang lulusan strata-1 Kimia Universitas Indonesia.

“Kalau kita melihat sistem sirkular saja, tanpa bersama aspek ekonomi, maka stakeholder yang terlibat itu kurang tersimulasi untuk melakukannya, karena di situ tidak ada kaitan untuk ekonomi. Kalau kita mampu untuk menjadikan sirkular yang berbasis ekonomi, maka ini merupakan suatu daya dorong untuk stabilitas pengelolaan sampah ke depan,” tambahnya.

Chalid menjelaskan bahwa sampah plastik bisa didaur ulang. Dari jenis plastik diantaranya rubber (karet), termoplastik, dan termoset. “Letak perbedaan dari jenis rubber, thermoplast, dan thermoset adalah dari sisi konfigurasi rantai molekulnya,” sebutnya.

Dirinya menjabarkan termoplastik tidak memiliki punggung silang satu sama lain. “Maka pada saat ia dipanaskan, rantai molekulnya mampu bergerak bebas, kemudian memberikan ruang kosong sehingga rantai molekul mampu bergerak bebas, jadi dia mampu dibentuk ulang,” ulas Chalid.

Namun untuk model rubber dan termoset memiliki punggung silang. “Sehingga jenis rubber maupun thermoset dapat didaur ulang, namun tidak mampu dibentuk ulang,” tambahnya.

“Jadi tidak atau semua sampah plastik seperti karet, thermoset, thermoplast akan mampu didaur ulang. Tergantung jenis daur ulangnya apa,” jelas lulusan lulusan strata-2 dan strata-3 Polymer Polymer Engineering serta Plymer Product Technology Netherlands.

Menurutnya, tipe daur ulang terbagi empat jenis, yaitu Pendaur-ulangan Primer, Pendaur-ulangan Sekunder, Pendaur-ulangan Tersier, dan Recovery Energi/Pendaur-ulangan Kuartener.

“Jadi tidak ada kategori kita akan menyerah atau bermusuhan dengan plastik. Pada dasarnya bukan masalah pada plastik, tetapi tata kelolanya. Bagaimana tata kelola itu bisa sampai kepada masyarakat. Maka edukasi maupun program uji menjadi sangat penting, untuk menunjang bagaimana masyarakat Indonesia dalam mendaur ulang,” tuturnya.

Chalid menyampaikan, tidak akan bisa berdiri sendiri bagi seorang teknokrat atau pun  seorang bagian dari iptek, kalau tidak memperhatikan aspek makronya. Maka, di Eropa bahkan di Indonesia melalui KLHK, telah mengembangkan Extended Producer Responsibility (EPR).

“EPR ini bertujuan agar produsen ada tanggung jawab baru, bagaimana produk yang telah menyebar di pasar itu bisa di-withdraw kembali dalam sebuah sistem produk, sehingga tumpukan sampah menjadi lebih menurun,” terangnya.

Chalid menyatakan adanya produk polimer/plastik adalah anugerah Tuhan, yang bukan sesuatu hal yang buruk dan sia-sia. Oleh karena itu, perlu kolaborasi dari para stakeholder untuk mengelolanya dengan baik.

“Selama ini dengan masyarakat kami sudah membangun awareness dengan berbagai kajian teknologi. Tetapi masih perlu sinergitas dan harmoni kebijakan yang berkaitan dengan multi-stakeholder,” ungkap Chalid.

“Selain itu, kita harus memahami peta supply berbasis data base, kira-kira seperti apa, baru kita membangun ekosistemnya yang bersama dengan inovasi, serta membangun sustainability,” pungkas Associate Professor Departemen Metalurgi dan Material UI.(hrd/ed:adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Pakar dari Prancis : Foam Polymer Berfungsi sebagai Peredam Getaran

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Pusat Riset Teknologi Polimer Badan Riset dan Inovasi Nasional (PR TP – BRIN) mengadakan kuliah tamu bidang Kimia Polimer, pada Rabu (1/3), Kawasan Sains dan Teknologi (KST) BJ Habibie. Kuliah ini menghadirkan Profesor Gilles Ausias dari Universit de Bretagne Sud, Prancis. 

Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) yang diwakili oleh Kepala Pusat Riset Teknologi Polimer (PRTP), Joddy Arya Laksmono menyampaikan, Prof. Ausias memiliki kompetensi di bidang polimer. “Bidang khususnya yaitu di bidang reologi non-Newtonian. Kemudian beliau melakukan penelitian dengan melakukan berbagai pencocokan data antara hasil penelitian dan model matematika adalah keahliannya,” ujarnya.

Joddy berharap, Prof. Ausias dapat memberikan ilmunya melalui forum kuliah tamu ini. “Dengan acara kuliah tamu ini. semoga dapat membangun ekosistem riset, khususnya menjalin kerja sama riset yang baik antara lembaganya dengan BRIN, khususnya di bidang yang berkaitan dengan polimer,” harapnya.

Ausias menyampaikan tema mengenai Polymer foam processing, dengan sub tema yaitu foam poliuretan termoplastik yang diproduksi dengan fluida superkritis yang diproses menggunakan injection molding, foam elastomer termoplastik tervulkanisir yang diproduksi dengan mikrokapsul yang dapat mengembang ketika dipanaskan, dan 3D printing untuk foam polimer.

“Foam poliuretan termoplastik digunakan untuk bumper pada mesin yang berfungsi sebagai peredam getaran. Produk ini diproduksi menggunakan injection molding, dengan fluida superkritik yang dimasukkan ke dalam screw bersama material poliuretan. Fluida superkritik memiliki temperatur, tekanan, dan densitas yang tinggi, sehingga dapat menghasilkan gelembung di dalam foam yang diproduksi,” jelasnya.

Ia menerangkan bahwa di awal riset, gas membuat gelembung (bubble) yang sangat besar dengan ukuran larutan dan difusi gas dalam termoplastik. “Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan pengukuran konsentrasi maksimum gas dalam polimer dengan menggunakan timbangan. Pengendalian ukuran gelembung dilakukan dengan mengubah parameter proses,” ucapnya.

Studi yang dilakukan Prof. Ausias berikutnya adalah foam dari elastomer termoplastik EPDM (ethylene propylene diene monomer) tervulkanisir yang digunakan untuk sealing otomotif.

“Foam ini diproduksi menggunakan mikrokapsul yang berisi fluida hidrokarbon. Mikrokapsul (diameter 10 mikron, ketebalan dinding 2 mikron) dicampurkan dengan EPDM. Pada temperatur tertentu, mikrokapsul pecah dan fluida hidrokarbon memuai sehingga membentuk gelembung,” katanya.

“Pengendalian ukuran gelembung dalam foam yg dibuat dengan fluida superkritik sangat sulit, sehingga kami menggunakan mikrokapsul berisi hidrokarbon untuk membuat busa pada riset berikutnya,” terangnya.

Topik riset berikutnya yang dipaparkan Prof. Ausias adalah pencetakan busa menggunakan 3D printer. Material yang digunakan adalah elastomer termoplastik dan mikrokapsul berisi fluida hidrokarbon. Produksi foam dengan 3D printer dilakukan melalui beberapa tahap.

“Pertama, material elastomer dan mikrokapsul dicampur menggunakan twin screw extruder lalu dijadikan pellet. Kemudian pellet diproses menggunakan ekstrusi untuk menghasilkan filamen. Selanjutnya filamen dicetak menjadi produk menggunakan 3D printer,” paparnya.

Pada pemrosesan tahap pertama dan kedua dilakukan pada temperatur yang relatif rendah supaya mikrokapsul tidak pecah. “Pemrosesan tahap ketiga dilakukan pada temperatur tinggi supaya mikrokapsul pecah, fluida hidrokarbon memuai, sehingga gelembung dapat terbentuk,” imbuhnya.

Menurutnya, perubahan temperatur pada 3D print menghasilkan ekspansi yang berbeda. Semakin temperatur tinggi, ekspansi semakin besar.

“Dengan 3D printing bisa dibuat sandwich composite dengan densitas yang berbeda dari bawah ke atas, dengan mengubah temperatur proses. Untuk bagian skin yang memiliki densitas tinggi, dilakukan 3D printing pada temperatur yang relatif rendah,” jabarnya.

“Sedangkan untuk memperoleh core dengan densitas rendah, dilakukan 3D printing pada temperatur tinggi. Untuk mendapatkan ketebalan lapisan yang sama antar lapisan, perlu dilakukan perubahan parameter, karena dengan kenaikan temperatur, laju alir meningkat. Hardness menurun dengan kenaikan diameter bubble akibat kenaikan temperatur,” ulas Profesor dari Institut de Recherche Dupuy de Lome. (hrd/ed:adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Saatnya Para Profesor Riset Tingkatkan Kontribusi kepada Negara Melalui Penguasaan Iptek

Bertambah lagi jumlah periset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang memperoleh gelar Profesor Riset. Kali ini sebanyak empat periset akan dikukuhkan sebagai Profesor Riset di bidangnya masing-masing. Pengukuhan gelar Profesor Riset ini akan diselenggarakan pada Jumat, 25 November 2022 mulai pukul 08.30 WIB secara hybrid. Secara daring kegiatan ini dapat diikuti melalui https://linktr.ee/orasiprof.brin 

Jakarta, 23 November 2022,Para periset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merupakan talenta unggul kebanggaan Indonesia, perlu meningkatkan kontribusi kepada bangsa dan negara melalui penguasaan iptek di berbagai bidang. Pesan ini disampaikan Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko menjelang pengukuhan empat periset BRIN menjadi Profesor Riset.

“Salah satu yang sedang dilakukan BRIN adalah dengan melahirkan ahli dan pakar di berbagai bidang untuk dapat lebih berkontribusi memajukan iptek Indonesia,” ujar Handoko.

Capaian yang diperoleh empat periset yang akan dikukuhkan menjadi Profesor Riset kali ini, lanjut Handoko menjadi gelar tertinggi yang dicapai seseorang yang berkarir sebagai periset. Kendati Profesor Riset ini bukan gelar secara kepegawaian Aparatur Sipil Negara (ASN), namun gelar ini memberikan amanah tambahan yang tidak ringan bagi yang menyandangnya.

“Profesor Riset juga memiliki tanggung jawab yang sangat besar, tidak hanya untuk dirinya sendiri namun tanggung jawab sebagai Profesor Riset untuk memberikan teladan bagi periset lainnya,” lanjutnya.

Secara urutan nasional, keempat periset yang akan dikukuhkan sebagai Profesor Riset yakni Prof. Augy Syahailatua (646) dari Pusat Riset Oseanografi, Prof. Yenny Meliana (647) dari Pusat Riset Kimia Maju, Prof. Bambang Sunarko (648) dari Pusat Riset Mikrobiologi Terapan, Prof. Widya Fatriasari (649) dari Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk. Namun untuk lingkungan BRIN, secara urutan sejak BRIN berdiri pada 2021, keempatnya menduduki urutan ke 23, 24, 25, dan 26.

Kepada keempat Profesor Riset yang baru, Handoko merasa bangga atas capaian ini, dan menjadi bukti bahwa periset Indonesia mampu menghasilkan karya yang berkualitas internasional. “Tentunya hal ini dapat menjadi teladan, inspirasi, dan motivasi bagi periset lainnya untuk dapat menghasilkan hasil penelitian yang berkualitas untuk terus dikembangkan guna mendukung tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan,” tegasnya.

Dalam orasi pengukuhannya, Prof. Dr. Augy Syahailatua, M.Sc pakar bidang Oseanogeografi menyampaikan terkait riset iktioplankton di Indonesia tercatat 6 spesies larva ikan sidat tropis yang teridentifikasi dan terkonfirmasi melalui analisis genetika (DNA). Selanjutnya, agar riset iktioplankton dapat terus berkembang di Indonesia, maka perlu dibangun sistem basis data telur dan larva ikan yang lebih baik, dan didukung oleh fasilitas penyimpanan koleksi iktioplankton yang memadai, sehingga dapat dijadikan sumber rujukkan iktioplankton nasional. Tentunya penggunaan fasilitas Kapal Riset dan laboratorium riset akan sangat mendukung riset iktioplankton.

Prof. Dr. Yenny Meliana, M.Si pakar bidang Teknologi Kimia menyampaikan orasi tentang nanoemulsi yang dapat meningkatkan penyerapan melalui kulit sehingga memberikan hasil yang efektif karena memiliki sifat sensoris yang baik dengan penetrasi yang cepat dan memiliki tetesan (droplet) yang kecil serta memiliki kemampuan dalam mengurangi kehilangan air dari kulit. Hasil temuan tentang berbagai aplikasi nanoemulsi untuk kosmetik seperti untuk firming agent, anti-aging, solid perfume, dan lainnya sangat berpeluang untuk diproduksi dalam skala industri di bidang kosmetik yang mengedepankan teknologi nanoteknologi.

Prof. Dr. Bambang Sunarko pakar Bidang Mikrobiologi, dalam orasi nya menyampaikan hasil kegiatan bioprospeksi sumberdaya mikroba Indonesia dalam mentransformasikan senyawa nitril dan sianida, dan potensi pemanfaatannya sebagai biokatalis untuk mensintesis berbagai senyawa kimia dan farmasetika, serta untuk mendetoksifikasi senyawa nitril yang toksik di lingkungan. Hasil ini diharapkan dapat digunakan sebagai landasan untuk pengembangan dan penerapan proses bersih (green chemistry).

Sedangkan Prof. Dr. Widya Fatriasari pakar bidang Teknologi Bioproses menyampaikan orasi tentang penelitian teknologi kilang hayati yang efektif terus tumbuh yang bertujuan untuk meningkatkan rendemen, penciptaan teknologi lebih ramah lingkungan dan penurunan aspek biaya. Tahapan penting dalam proses konversi biomassa menjadi bio produk berbasis selulosa dan lignin adalah fraksionasi/praperlakuan, hidrolisis, fermentasi dan peningkatan mutu. Teknologi yang dikembangkan berkontribusi dalam penerapan konsep kilang hayati dalam penyediaan energi terbarukan dan biomaterial berkelanjutan secara ekonomis.

Sumber : https://www.brin.go.id/press-release/110903/saatnya-para-profesor-riset-tingkatkan-kontribusi-kepada-negara-melalui-penguasaan-iptek