Categories
Kawan Alam Kita Anak Kreatif

Sampah Plastik

“Manfaatkan Sampah Plastik untuk Daur Ulang”

Plastik merupakan sampah yang paling banyak dihasilkan manusia akibat dari kebiasaan atau gaya hidup saat ini yang serba ingin praktis.

Kebutuhan manusia mulai dari peralatan rumah tangga, alat elektronik, mainan, kemasan makanan, minuman, kosmetik, dan aneka produk lainnya kebanyakan berbahan baku plastik.

Material plastik dipilih oleh manusia karena bahannya murah, tahan lama, ringan, mudah diproduksi, banyak ragamnya, dan mudah diperoleh, sehingga penggunaan plastik cenderung berlebihan.

Sayangnya, material plastik ini tidak mudah hancur. Plastik membutuhkan proses penguraian selama kurang lebih 500 tahun. Plastik mengandung bahan kimia berbahaya, sehingga dapat mencemari air, tanah, dan udara (jika dibakar).

Di Indonesia, memiliki kebiasaan menggunakan plastik untuk segala macam, terutama untuk berbelanja dan membungkus makanan.

Sebaiknya mulai sekarang kita bisa mengurangi penggunaan plastik (terutama yang sekali buang seperti kantung kresek). Yang paling penting adalah  kita  harus  selalu membuang sampah pada tempatnya. Lindungi dan pelihara sungai, laut, jalan, tanah, rumput, lingkungan, dan tempat umum lainnya dari pencemaran sampah.

Di bawah ini adalah beberapa poster bertema lingkungan karya siswa SMP-SMA dalam acara Gerakan Anti Plastik yang diselenggarakan mahasiswa ARL IPB.

“Jangan Buang Sampah di Sungai dan Sembarang Tempat”

 “Bersihkan Lingkungan Bersama-sama”

“Jadikan Kebiasaan Menjaga Kebersihan Lingkungan di Mana Saja”

(adl)

Tautan :

https://kitaanakkreatif.blogspot.com/2009/10/plastik-merupakan-sampah-yang-paling.html


Categories
Kawan Alam

Melestarikan Keindahan Pantai

Pantai dapat menjadi rusak keindahannya oleh sampah yang menumpuk. Sampah yang dibuang sembarangan oleh manusia dapat mencemari lingkungan. Sampah seperti plastik, botol, dan kemasan makanan dapat merusak ekosistem dan membahayakan kehidupan laut. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk membuang sampah dengan benar dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai agar dapat menjaga kelestarian pantai dan lingkungan. (adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Pakar Polimer Bahas Tata Kelola Daur Ulang Limbah APD di Indonesia

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Alat pelindung diri (APD) merupakan perlengkapan yang berfungsi melindungi pengguna dari infeksi bakteri atau virus. Jenis APD yang dipakai oleh tenaga medis ini tidak hanya berupa pakaian saja, tetapi juga ada pelindung bagian kepala, mata, telinga, dan lainnya. Di dalam penggunaannya, APD bisa bersifat multi use, multi years, sehingga penggunanya tidak hanya sekali, tetapi bisa berulang kali.

Namun, yang menjadi masalah pada APD yakni ada bagian pakaian pelindung ini yang hanya dapat digunakan sekali pakai. Terutama pada masa Covid 19 lalu, banyak APD yang penggunaannya hanya sekali pakai, mengingat masalah toksisitas dan lainnya. Sehingga limbah medis yang berbahan baku polimer ini turut berdampak pada lingkungan.

Guna membahas pengelolaan limbah medis tersebut, Pusat Riset Teknologi Polimer – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Australia Global Alumni menggelar Webinar Series, ‘Teknologi Pengolahan Limbah Medis’, Rabu (15/03).

Kepala Pusat Riset Kimia Maju, Yenny Meliana mengatakan, melalui webinar ini, para periset menyampaikan hasil penelitian tentang teknologi pengolahan limbah medis dan juga metode-metode lain, yang mungkin dapat melakukannya sebagai alternatif.

“Saya harapkan para peserta baik peneliti, rumah sakit, akademisi, mahasiswa, pelaku industri, dan masyarakat umum dapat berinteraksi dengan para narasumber. Kemudian membuahkan hasil yang berpotensi memunculkan ide-ide baru untuk penelitian lebih lanjut khususnya teknologi limbah medis yang berkelanjutan berbasis daur ulang,” ujar Yenny pada sambutannya mewakili Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM).

Sebagai pembicara pada webinar tersebut, Chalid dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia mengatakan APD itu tidak hanya berbasis polipropilena, tetapi juga ada dari polietilen tereftalat (PET) dan seterusnya. Hanya mungkin di Indonesia, lebih banyak bahan baku APD yang digunakan adalah polipropilena (PP).

Di dalam pengembangan teknologi eko-plastik, ia mengungkapkan bahwa harus mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan budaya. “Yang tidak kalah penting adalah teknologi di dalam dunia polimer atau plastik demikian pesat, sehingga dapat membangun kesadaran stakeholder maupun semua pihak terhadap tata kelola APD,” ujarnya.

Menurutnya, polipropilena merupakan salah satu jenis polimer. Tetapi banyak orang memahami tentang plastik dalam perspektif yang kurang tepat.

“Plastik dalam konteks bagian dari polimer, merupakan suatu produk berkelanjutan (sustainable) yang terus menerus dapat dimanfaatkan, dan jika mengelola dengan baik maka aspek lingkungannya tidak menjadi sebuah isu yang hingar bingar pada saat ini,” kata Chalid.

Chalid berpendapat, mendesain sebuah produk adalah mendesain bahan baku, sementara polimer itu agak unik karena ada kandungan aditif, baik yang berorientasi fungsional maupun estetika.

Selain itu, polimer harus memenuhi kaedah dari spesifikasi produk, baik sifatnya primer/ fungsionalnya maupun sekunder/estetikanya, kemudian harus mampu diproses. “Setelah jadi, oleh industri hilir dijadikan sebagai produk siap pakai, semisal masker, pakaian pelindung, dan setelah orang pakai, maka akan menjadi sampah/limbah,” ungkapnya.

“Dari situ ada industri yang mengelola dari sampah/limbah tadi yaitu industri daur ulang, untuk diolah menjadi bahan jadi atau juga bisa diolah lagi menjadi monomernya, atau bisa diolah menjadi polimernya, dengan pemisahan separasi dengan additives-nya dengan teknik kristalisasi,” sambungnya.

“Ada juga pendekatan-pendekatan lain semisal dari APD yang telah disterilisasi kemudian diproses, di-convert dan seterusnya, diolah lagi menjadi bijih plastik, yang kemudian bijih plastik bisa diolah menjadi berbagai jenis produk,” cakapnya.

Lebih lanjut, Chalid mengatakan, seorang teknokrat atau pun seorang yang bergelut dalam dunia ilmiah, polimer tidak hanya berbasis bisa menjadi produk ini produk itu, tetapi juga harus memperhatikan aspek-aspek makro yang lainnya, seperti aspek ekonomi, aspek kesehatan, dan aspek-aspek yang lain.

“Polimer/plastik merupakan sebuah siklus yang harus mendesain menjadi sebuah produk yang sama atau menjadi produk turunan lain. Kemudian, di situlah yang harus membangun dalam masyarakat kita, membangun cara pandang dari dunia ekonomi ke sirkular ekonomi dalam satu sistem yang harus sustainable,” terang lulusan strata-1 Kimia Universitas Indonesia.

“Kalau kita melihat sistem sirkular saja, tanpa bersama aspek ekonomi, maka stakeholder yang terlibat itu kurang tersimulasi untuk melakukannya, karena di situ tidak ada kaitan untuk ekonomi. Kalau kita mampu untuk menjadikan sirkular yang berbasis ekonomi, maka ini merupakan suatu daya dorong untuk stabilitas pengelolaan sampah ke depan,” tambahnya.

Chalid menjelaskan bahwa sampah plastik bisa didaur ulang. Dari jenis plastik diantaranya rubber (karet), termoplastik, dan termoset. “Letak perbedaan dari jenis rubber, thermoplast, dan thermoset adalah dari sisi konfigurasi rantai molekulnya,” sebutnya.

Dirinya menjabarkan termoplastik tidak memiliki punggung silang satu sama lain. “Maka pada saat ia dipanaskan, rantai molekulnya mampu bergerak bebas, kemudian memberikan ruang kosong sehingga rantai molekul mampu bergerak bebas, jadi dia mampu dibentuk ulang,” ulas Chalid.

Namun untuk model rubber dan termoset memiliki punggung silang. “Sehingga jenis rubber maupun thermoset dapat didaur ulang, namun tidak mampu dibentuk ulang,” tambahnya.

“Jadi tidak atau semua sampah plastik seperti karet, thermoset, thermoplast akan mampu didaur ulang. Tergantung jenis daur ulangnya apa,” jelas lulusan lulusan strata-2 dan strata-3 Polymer Polymer Engineering serta Plymer Product Technology Netherlands.

Menurutnya, tipe daur ulang terbagi empat jenis, yaitu Pendaur-ulangan Primer, Pendaur-ulangan Sekunder, Pendaur-ulangan Tersier, dan Recovery Energi/Pendaur-ulangan Kuartener.

“Jadi tidak ada kategori kita akan menyerah atau bermusuhan dengan plastik. Pada dasarnya bukan masalah pada plastik, tetapi tata kelolanya. Bagaimana tata kelola itu bisa sampai kepada masyarakat. Maka edukasi maupun program uji menjadi sangat penting, untuk menunjang bagaimana masyarakat Indonesia dalam mendaur ulang,” tuturnya.

Chalid menyampaikan, tidak akan bisa berdiri sendiri bagi seorang teknokrat atau pun  seorang bagian dari iptek, kalau tidak memperhatikan aspek makronya. Maka, di Eropa bahkan di Indonesia melalui KLHK, telah mengembangkan Extended Producer Responsibility (EPR).

“EPR ini bertujuan agar produsen ada tanggung jawab baru, bagaimana produk yang telah menyebar di pasar itu bisa di-withdraw kembali dalam sebuah sistem produk, sehingga tumpukan sampah menjadi lebih menurun,” terangnya.

Chalid menyatakan adanya produk polimer/plastik adalah anugerah Tuhan, yang bukan sesuatu hal yang buruk dan sia-sia. Oleh karena itu, perlu kolaborasi dari para stakeholder untuk mengelolanya dengan baik.

“Selama ini dengan masyarakat kami sudah membangun awareness dengan berbagai kajian teknologi. Tetapi masih perlu sinergitas dan harmoni kebijakan yang berkaitan dengan multi-stakeholder,” ungkap Chalid.

“Selain itu, kita harus memahami peta supply berbasis data base, kira-kira seperti apa, baru kita membangun ekosistemnya yang bersama dengan inovasi, serta membangun sustainability,” pungkas Associate Professor Departemen Metalurgi dan Material UI.(hrd/ed:adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Ini Penjelasan Peneliti BRIN Tentang Riset Bidang Polimer dan Fuel Cell

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar webinar ORNAMAT seri keempat secara daring, Selasa (14/6). Webinar kali ini mengusung dua tema yakni riset tentang polimer dan sel bahan bakar (fuel cell).

Kepala ORNM BRIN, Ratno Nuryadi, dalam sambutannya menyampaikan manfaat dari kedua riset yang disajikan oleh narasumber. “Pada kesempatan ini kita menghadirkan riset dari dua narasumber. Material prolipropilena ini merupakan sebuah material polimer termoplastik yang bisa digunakan dalam berbagai aplikasi seperti pengemasan, tekstil, perlengkapan laboratorium, komponen otomotif, dan lain sebagainya,” terangnya.

“Potensi pasar dari kebutuhan plastik di Indonesia sangat besar, sekitar 5,1 juta ton/tahun, tetapi sebagian besar masih impor. Kebutuhan plastik yang dipenuhi oleh industri lokal hanya sekitar 47% per tahun. Kebutuhan plastik nasional ini akan terus meningkat 5% lebih per tahun,” imbuh Ratno.

“Ini menjadi tantangan buat kita semua untuk menguatkan riset di bidang polimer plastik fungsional. Ini turut menjadi urgen dalam rangka subtitusi impor dan juga pemanfaatan sumber daya alam lokal,” lanjutnya.

Riset lainnya yakni Logam Tanah Jarang (LTJ), menurut Ratno merupakan material yang banyak dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama di bidang industri. “Indonesia memiliki sumber LTJ yang melimpah yang tersebar di berbagai daerah,” ucapnya. 

Dirinya menambahkan bahwa cerium gadolinium oxide (CGO) merupakan material LTJ strategis yang sedang banyak diburu industri. “Aplikasi CGO sangat besar dalam kehidupan sehari-hari, seperti baterai isi ulang, telpon seluler, magnet, lampu, dan fuel cell. Mineral LTJ banyak dijumpai di Sumatera Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, dan Riau. Fuel cell merupakan perangkat pembangkit energi yang ramah lingkungan dimana mengubah energi kimia melalui reaksi hidrogen oksigen menjadi energi listrik,” urainya.

Ratno berharap agar dua presentasi ORNAMAT kali ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, dan membuka peluang kolaborasi. “Webinar ini diatur sedemikian rupa agar menjadi wahana bagi periset khususnya di ORNM, untuk saling berbagi hasil risetnya dengan tujuan membuka peluang kerja sama riset maupun industri, terkait dengan pemanfaatan dan komersialisasi ke depannya,” harapnya.

Peneliti dari Pusat Riset Teknologi Polimer, Yogi Angga Swasono, menjelaskan penelitiannya yang berjudul ‘Optimasi Sifat Mekanis Tensile Strength Komposit Polipropilena/Clay Menggunakan Alat Proses Twin Screw Extruder’.

Dikatakan Yogi, polipropilena (PP) adalah salah satu jenis termoplastik polimer yang digunakan sebagai matriks dalam polimer komposit. “Clay atau lempung/tanah liat digunakan luas sebagai pengisi pada polimer komposit. Polimer Komposit ini dapat digunakan pada otomotif, aeronautikal, material-material untuk bangunan, peralatan rumah tangga, dan sebagai kemasan. Keunggulan dari polimer komposit ini adalah resistensi terhadap korosi, lebih mudah pembuatannya, ringan, kuat, dan sifatnya elastis,” kata Yogi.

Menurutnya terdapat tantangan yang perlu diperhatikan dalam penggabungan PP dan clay. “Dispersi dari matriks PP, ikatan antara PP dan clay, penggunaan compatibilizer, serta kondisi proses,” terang Yogi.

Berdasarkan hasil risetnya, Yogi menyimpulkan bahwa kekuatan tarik dari clay dipengaruhi oleh rasio clay, compatibilizer, kecepatan alat screw, temperatur, serta difusi PP pada lapisan-lapisan clay.

Pada kesempatan yang sama, peneliti dari Pusat Riset Material Maju, Sri Rahayu menyampaikan hasil penelitiannya dengan judul ‘Sintesa Co-doped Cerium Gadolinium Oxide dengan Metoda Sol Gel Ramah Lingkungan untuk Aplikasi Solid Oxide Fuel Cell”.

Dalam paparannya Sri menyampaikan alasan melakukan riset material untuk fuel cell. “Latar belakang riset ini adalah kegundahan banyak orang, terkait dampak lingkungan yang disebabkan penggunaan pembangkit fosil. Negara-negara kemudian bersepakat untuk mengganti fosil mereka terutama baru bara, dengan pembangkit lain yang lebih ramah lingkungan, salah satunya fuel cell,” tuturnya.

Fuel cell adalah perangkat elektrokimia yang mengubah reaksi kimia menjadi energi listrik. Cara kerjanya mirip dengan cara kerja baterai. Fuel cell hasilnya sangat bersih untuk lingkungan, murah dan gampang aplikasinya,” jelas Sri.

Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) merupakan salah satu tipe fuel cell yang disukai karena bisa menggunakan hidrogen dan gas alam lainnya serta mampu beroperasi pada suhu tinggi. “Namun kekurangannya material menjadi mudah terdegradasi karena suhu tinggi serta biaya operasional dan pemeliharaan yang besar,” terang Sri.

Oleh karena ungkap Sri, perlu ada solusi untuk membuat SOFC dengan suhu operasional di bawah 600 derajat Celcius. “Upaya menurunkan suhu adalah membuat elektrolit padat dan ion konduktif tinggi. Salah satunya adalah dengan co-doped atau dua substitusi ion,” ujarnya.

Sri pun menawarkan metode pembuatan nanopartikel CGO dari dengan teknik sol gel yang ramah lingkungan dari sodium alginate ekstraksi ganggang coklat. “Riset ini berpotensi menghasilkan nanopartikel dari senyawa logam untuk SOFC karena temperatur yang rendah dan menggunakan material yang ramah lingkungan untuk menekan harga produksi,” pungkasnya. (esw/ ed: adl,pur)

Sumber : https://www.brin.go.id/press-release/106108/peneliti-brin-jelaskan-riset-bidang-polimer-dan-fuel-cell