Tangerang Selatan – Humas BRIN. Indonesia merupakan negara agraris terdapat perkebunan yang sangat luas, baik perkebunan sawit, tebu, maupun kayu putih, yang menghasilkan biomassa yang dapat diolah kembali menjadi selulosa asetat yang ramah lingkungan. Selulosa asetat yang kelola dari biomassa ini akan mengalami degradasi kembali dan dapat dimanfaatkan menjadi pupuk untuk tanaman.
Selulosa Asetat berupa suatu ester selulosa yaitu selulosa sederhana asetat. Kebutuhannya saat ini masih tinggi dan tergantung terhadap impor. Di lain pihak, Indonesia kaya akan potensi biomassa berupa limbah perkebunan yang saat ini pemanfaatannya belum optimal.
Penggunaan selulosa asetat digunakan pada film/fotografi, LCD screen, dapat juga digunakan untuk tekstil, membran untuk penyaring air atau berbagai aplikasi sebagai frame kaca mata, kosmetik, dan lain-lain.
Roni Maryana dari Pusat Riset Kimia Maju Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada sesi forum presentasi Ilmiah ORNAMAT seri ke-27 pada Selasa (11/04) menyampaikan, “Saat ini di Indonesia memiliki luasan perkebunan kepala sawit seluas 16 juta hektar dan potensi tanda kosong kepala sawit 26 jt ton/thn, dan ranting kayu putih sekitar 32.500-65.000 ton/tahun. Potensi biomassa inilah yang nantinya akan diolah menjadi selulosa asetat”.
“Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki ekstraksi selulosa asetat (CA) dari ranting kayu putih (Melaleuca leucadendron) dan ampas tebu (Saccharum officinarum) menggunakan metode yang ramah lingkungan,” tambah Roni.
Roni juga menjelaskan, “Pada awalnya, selulosa diekstraksi dari ranting kayu putih (CT) dan ampas tebu (SB) melalui prehidrolisis diikuti dengan pembuatan pulp soda (NaOH) dan pemutihan unsur bebas klorin (ECF). Kemudian, selulosa yang diekstraksi diasetilasi menggunakan yodium (I) sebagai katalis. Dari hasil penenlitian dapat dilihat serabut kelapa berpotensi untuk menjadi bahan baku pembuatan selulosa asetat karena mengandung selulosa yang cukup tinggi yaitu 28,89%”.
“Isolasi selulosa telah dilakukan dengan metode pulping dan bleaching untuk menghilangkan lignin dan residual lignin. Agen pulping dan bleaching yang digunakan adalah NaOH dan NaClO2 – H2O2. Selulosa asetat telah disintesi melalui reaksi esterifikasi selulosa menggunakan asam asetat glasial, asam asetat anhibrida, dan katalis asam sulfat pekat,” imbuh Roni.
Pada kesempatan ini, Joddy Arya Laksmono, Kepala PR Teknologi Polimer mewakili kepala ORNM menyampaikan, “ORNAMAT salah satu sarana untuk bertukar informasi dan berdiskusi. Ada baiknya ke depan para sivitas bisa memberikan informasi yang sedang bekerja di kelompok riset masing-masing,” ungkapnya.
“Proses isolasi selulosa ada beberapa macam, karena biasanya digunakan bahan kimia, agar limbahnya terbuang dengan aman periset melakukan pendekatan dengan pelarut atau bahan kimia yang ramah lingkungan,” ujar Joddy. (esw/ed:adl)
Jakarta – Humas BRIN. Riset dengan judul The Value of Agricultural Waste: Cellulose as a Building Block for Materials, mengantarkan Athanasia Amanda Septevani meraih The 2022 (The 16th) Japan International Award for Young Agricultural Researchers (Japan Award) di Tokyo Jepang, pada Selasa (22/11).
Hasil penelitiannya ini merupakan pengolahan limbah dari agroindustri, khususnya perkebunan kelapa sawit, untuk diolah menjadi material berbasis selulosa. Material ini memiliki sifat baru, dan bernilai tinggi, serta dapat diaplikasikan ke berbagai bidang, seperti lingkungan, kesehatan, kemasan, elektronik, dan energi.
Wanita yang akrab dipanggil Amanda ini, bersama penerima penghargaan lainnya dari Madagaskar dan Meksiko berkesempatan mempresentasikan hasil risetnya. “Hal ini menjadi kebahagiaan tersendiri, melalui apreasiasi internasional sebagai hasil kerja keras kami. Saya bersyukur, dapat mengharumkan nama Indonesia dalam perkembangan iptek, pada skala internasional,” ujar peneliti yang menyelesaikan pendidikan doktoralnya di The University of Queensland, Australia.
Melalui presentasinya, peneliti yang awalnya ingin menjadi dokter ini, berkesempatan menunjukkan hasil riset yang sedang dikembangkan oleh BRIN. Kontribusinya dalam menghadapi tantangan pengolahan limbah agroindustri di Indonesia, dan solusi alternatif untuk negara lain. Sekaligus membuka peluang kerja sama dengan berbagai pihak, bersama-sama memberikan solusi inovatif melalui riset.
Wanita yang bersuami peneliti juga ini mengungkapkan harapannya, agar dapat menjalin kerja sama riset lebih lanjut dengan pemerintah Jepang. Khususnya Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries (MAFF) dan Japan International Research Center for Agricultural Sciences (JIRCAS). “Semoga dengan penghargaan ini, mampu memberikan manfaat nyata. Memberikan dampak langsung, melalui kontribusi perkembangan iptek di bidang pertanian, kehutanan, khususnya dalam pengelolaan, dan teknologi limbah,” ungkapnya.
Menurutnya, riset material ini sangat penting dikembangkan secara berkesinambungan, untuk mengatasi permasalahan lingkungan. Limbah padat biomassa jumlahnya banyak, namun masih belum dimanfaatkan secara optimal. “Pemanfaatan limbah agroindustri menjadi material maju (waste for materials), tidak hanya dapat mengatasi masalah pencemaran limbah. Selain itu, dapat memberikan nilai baru dan manfaat, menjadi produk inovatif yang bernilai tinggi. Pada akhirnya, bisa meningkatkan produktivitas indutri agro secara menyeluruh, menuju ekonomi sirkular,” ulas Amanda.
Sejak 2017 setelah studi doktor hingga sekarang, dirinya bersama tim telah melakukan riset ini secara berkesinambungan dan konsisten. “Berbagai pendanaan, telah berhasil kami dapatkan. Baik dalam maupun luar negeri, dan dari berbagai sektor, seperti lembaga pemerintah, universitas, serta industri. Salah satu industri yang terlibat aktif dengan kami, adalah PT Mandiri Palmera Agrindo, yaitu industri kelapa sawit. Perusahaan yang aktif bersama kami, dalam mengimplementasikan teknologi yang kami kembangkan, dalam mengolah limbah perkebunan kelapa sawit mereka di Sulawesi,” jelasnya.
Sebagai informasi, Japan Award diselenggarakan tiap tahun oleh MAFF dan JIRCAS. Bertujuan untuk memotivasi para peneliti muda, dalam mengembangkan penelitian di bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta industri terkait di negara-negara berkembang. (mfn/ ed:adl, ns)
Sumber : https://brin.go.id/news/110902/meriset-pengolahan-limbah-dari-agroindustri-amanda-sukses-raih-japan-award
Padang – Humas BRIN. Teknologi nano di bidang bahan alam yang ramah lingkungan seperti nanoselulosa, menjadi produk yang sangat menjanjikan di dunia industri saat ini. Berbagai sektor industri seperti farmasi dan kemasan pangan, tertarik untuk mengembangkan nanoselulosa. Oleh karena itu, hal yang terpenting adalah nilai komersialisasi dari produk yang dihasilkan dan memiliki pasar.
Menjawab permasalahan itu, Pusat Riset Kolaborasi (PKR) Nanoselulosa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk yang bekerja sama dengan Unversitas Andalas (UNAND) mengadakan focus group discussion (FGD) tentang nanoselulosa. FGD ini dilaksanakan pada Jumat (4/11) secara hybrid.
Dalam rangka menemukan penyelesaian terbaik terhadap permasalahan implementasi produk berbasis nanoselulosa di Indonesia, FGD ini bertujuan sebagai wahana diskusi, bertukar pikiran, sampai merumuskan suatu kebijakan pendukung dari berbagai unsur akademik, peneliti, industri, pemerintah, dan masyarakat umum.
Fokus kajian PKR Nanoselulosa adalah mengenai penguasaan teknologi kunci pada aplikasi bioproduk kemasan aktif dan cerdas multifungsi, nanocoating, transparan dan fleksibel film, antimicrobial film, kemasan makanan, perangkat elektronik, water treatment, bionanokomposit, aplikasi biomedikal, nanolubricant, herbal, kosmetik, dan produk invensi berbasis nano.
Kepala Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk BRIN Akbar Hanif Dawam dalam sambutannya menyampaikan bahwa riset nano memang banyak terkait dengan industri. “Nanoteknologi secara terminologi menunjukkan sebuah kemajuan di bidang teknologi. Pada skala nanometer maka luas permukaan berubah dan sifat-sifatnya juga ikut berubah. Nanoselulosa masih misteri yang dapat kita kaji untuk memperoleh manfaat dari teknologi ini,” ujar Akbar.
Dalam kesempatan tersebut, Nurul Taufiqu Rochman peneliti dari Pusat Riset Material Maju BRIN menyampaikan tentang ‘Komersialisasi Hasil Riset dan Pengembangan, from Lab to The Industry’. Ia menjelaskan perkembangan nanoteknologi di Indonesia dan tantangannya menuju pembangunan berkelanjutan, serta potensi kolaborasi riset dan inovasi nanoteknologi berbasis bahan alam.
Nurul membahas empat poin dalam riset nanoteknologi, yakni inovasi dan tantangan komersialisasi hasil riset dan pengembangan (risbang), strategi binis berbasis hasil risbang, praktek-praktek dan model komersialisasi hasil risbang BRIN, serta peranan startup (perusahaan rintisan).
“Inovasi merupakan serangkaian proses mulai dari identifikasi permasalahan dalam kehidupan melalui penelitian dan pengembangan (litbang), hingga menyelesaikan masalah tersebut melalui penciptaan baik itu produk ataupun layanan jasa yang memiliki nilai kebaruan dan ekonomis sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia,” terangnya.
Menurut profesor riset bidang teknik bahan ini, penemuan apabila ada kebaruannya, harus dipatenkan untuk menghindari pengakuan atas penemuan yang dihasilkan oleh peneliti.
“Tujuan paten adalah perlindungan atas hasil penelitian yang baru dan bermanfaat, sehingga tidak dapat diakui oleh orang lain. Mengukuhkan kepemilikan negara dan pengakuan terhadap peneliti,” jelasnya.
“Saluran pengetahuan yang bebas akses bagi publik, menjadi indikator luaran lembaga litbang di dunia dan mozaik rekam jejak hasil kerja peneliti. Kemudian untuk meningkatkan paten supaya komersial maka dibangun startup, lalu untuk meningkatkan lagi dibuat produk baru,” imbuhnya.
Nurul juga menyatakan masalah utama komersialiasi adalah pengukuran dan validasi nilai sebuah teknologi, sehingga perlu dilakukan program alih teknologi. “Salah satu lembaga riset dan teknologi menggunakan alat ukur untuk skala industri seperti Technology Readiness Level (TRL) yang berkaitan dengan teknis. Sementara lembaga litbang lainnya menggunakan Commercialization Readiness Level (CRL) dengan melakukan validasi teknologi yang ditemukan. Hal paling utama adalah prototipe yang dapat dikomersialisasi dan memiliki mitra tenant yang siap berproduksi,” ulasnya.
“Kunci sukses berbisnis berbasis teknologi hasil litbang yang perlu diperhatikan adalah paten atau kekayaan intelektual (KI) teknologi yang potensial, komersialisasi dengan inventor dan teknopreneur membentuk startup, jiwa teknopreneur dalam tim, memiliki tim yang solid, serta kebijakan dan program komersialsiasi yang efektif,” pungkasnya. (esw/ ed: adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) bekerja sama dengan Osaka University menyelenggarakan Workshop on JSPS – BRIN Bilateral Project: Development on Biopolymer and Biomassa-Derived Porous Carbon Material, di Gedung Manajemen 720, KST BJ Habibie, pada Rabu (3/11).
Rike Yudianti, peneliti Pusat Riset Material Maju BRIN, selaku ketua penyelenggara, menyampaikan bahwa Workshop on JSPS – BRIN Bilateral Project merupakan inisiatif dari Hiroshi Uyama dari Osaka University Jepang dan dirinya dari Indonesia. Kegiatan lokakarya ini terkait topik riset pengembangan biopolimer dan material karbon berpori dari biomassa.
“Pada tahun 2018, sebelum terbentuk BRIN, kami berkolaborasi di bawah Memorandum of Understanding antara Indonesian Institute of Sciences dengan Japan Society for the Promotion of Science (JSPS), untuk membangun kerja sama dari para lulusan Jepang dan melakukan kunjungan penelitian di pusat-pusat penelitian,” terang Rike.
“Kemudian dengan kolaborasi kami telah melakukan bebrapa aktivitas untuk visiting researcher pada Sakura Program pada Japan Science and Technology (JST), dan sekarang tim dari Osaka University Jepang untuk melakukan kegiatan workshop,” imbuhnya.
Rike berharap dengan lokakarya bersama, kedua institusi dapat bertukar pengetahuan, saling mengenal, dan melakukan transfer ide dari para sivitas. “Semoga kegiatan workshop ini dapat mewadahi berbagai kegiatan yang menguntungkan bagi kedua pihak, dengan berbagi pengalaman kolaborasi di Indonesia dalam waktu yang singkat ini,” harap peneliti Pusat Riset Material Maju.
Pada pertemuan yang sama, pihak Osaka University diwakili oleh Yu-I Hsu, menyatakan bahwa kunjungan pertama ke BRIN merupakan kesempatan baginya dan tim, untuk melakukan kolaborasi riset dan melaksanakan workshop bersama BRIN.
“Saya mewakili Hiroshi Uyama berkunjung ke BRIN bersama tim kami dari Osaka Universiy. Kegiatan ini
memberi kesempatan bagi kami untuk presentasi kepada teman-teman dari BRIN, serta menukar ilmu pengetahuan,” terang Hsu.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala ORNM – BRIN Ratno Nuryadi menceritakan bahwa BRIN terbentuk sejak April 2021 lalu. “Kami mewakili BRIN sangat terbuka untuk kolaborasi dengan Jepang, di BRIN pun banyak periset yang merupakan lulusan dari Universitas di Jepang,” tuturnya.
Menurutnya, BRIN menyiapkan banyak skema untuk mendukung kolaborasi khususnya dengan universitas. “BRIN mempunyai skema antara lain lecture, asisten professor, post doctoral, degree by research, dan visiting researcher,” sebut Ratno.
Ratno berpendapat, kegiatan ini adalah kesempatan yang sangat baik bagi BRIN setelah dua tahun lebih pandemi. “Tahun ini kita bisa langsung bertemu secara tatap muka, sehingga dengan kegiatan workshop kita bisa mengeksplorasi kolaborasi yang potensial antara BRIN dan Osaka University,” jelasnya.
Kemudian acara dilanjutkan dengan presentasi dan diskusi topik-topik riset dari para sivitas BRIN maupun Osaka University, yaitu:
Akhide Sugawara: Mechanical Response of Functionl Hy Incorporating Host-Guest Complex as Sacrificial Bonds
Isnaeni: Introduction to Research Center for Photonics BRIN and Research on Laser-based Synthesis of Optical Nanoparticles
Kaita Kikuchi: High-performance of starch based marine-biodegradable bioplastics
Athaanasia Amanda Septevani: The Value of Biomass Waste: Nanocellulose as a Building Block for Advanced materials
Motoi Oda: Polyhydroxyalkanoate using (R)-3-hydroxybutyrate modified cellulose as filler with high mechanical strength
Indriyati: Utilization and Modification of Bacterial Nanocellulose and its Application’s Biofilm
Kazuki Shibasaki: Development of physical properties of poly (lactic acid) thermoplastic starch composites using oligo (lactic acid) grafted starch
Yuyun Irmawati: Development of noble metal-free oxygen electrocatalysts for rechargable zinc-air batteries with neutral electrolyte
Yu-I Hsu: Development of biomaterials and eco-friendly materials using biogegradable
Wahyu Bambang: Synthesis of carbon microsphere from pine resin using spray pyrolysis method
Jun Maruyama: Functional carbon materials with developed pores and doped metals
Riyanti Tri Yulianti: Hierarchy porous structure of self SiO2-doped carbon derived from empty fruits buches (EFBs) for high-performance hybrid supercapasitors
Koki Tsujita: Hydrogel electrodes with conductive wrinkle surface
Kepala ORNM mengucapkan selamat atas presentasi hasil riset dari kedua belah pihak. “Kita saling mengetahui satu sama lain tentang topik ini, baik dari Osaka University maupun dari BRIN. Sebenarnya kita bisa mengeksplorasi dan mendorong untuk kolaborasi di masa mendatang, dan banyak proyek kolaborasi yang bisa kita coba,” urainya.
Di samping itu, Ratno berharap bisa mengudang periset dari Jepang untuk datang ke Indonesia untuk bekerja bersama dengan periset BRIN sebagai visiting professor. “Ini kesempatan bagi kita dan tentunya kegiatan workshop bisa menjadi jembatan berbagai ilmu pengetahuan dalam mengeksplorasi kolaborasi,” katanya.
“BRIN mengucapkan terima kasih kepada Rike Yudianti beserta tim yang mengakomodir pelaksanaan workshop, dan semoga kegiatan ini bisa dilaksanakan secara rutin,” tutup Ratno. (hrd/ ed: adl)
Tangerang Selatan, Humas BRIN. Organisasi Riset Nano Teknologi dan Material (ORNM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali menggelar serial webinar ORNAMAT kesembilan yang dilaksanakan secara daring pada Selasa (23/8), dengan mengangkat dua tema yakni ‘Pirolisis Biomassa untuk Menghasilkan Biofuels dan Bahan Kimia’ dan ‘Syarat Batas bagi Medan Fermion pada Sistem dengan Area Terbatas (Confinement System)’. Kegiatan webinar ini dilakukan dalam upaya mendukung penguatan iklim riset, akumulasi pengetahuan, dan sarana membuka peluang kolaborasi bagi mitra, baik internal maupun eksternal BRIN.
Mewakili Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN, Yenny Meliana menyampaikan harapannya akan webinar ORNAMAT ini. “Melalui webinar ORNAMAT, ke depannya diharapkan BRIN khususnya di ORNM, banyak mitra yang berminat untuk menjalin kolaborasi dengan periset BRIN,” sambutnya.
Lebih lanjut Yenny menjelaskan bahwa baik pada kegiatan post-doctoral, visiting research, visiting professor, dan webinar ini, bisa menambah suasana dan dinamika riset di lingkungan ORNM agar menjadi semakin bagus ruang lingkupnya. “Dua tema ini mudah-mudahan membawa ilmu baru dan menambah ilmu pengetahuan baik dari sivitas ORNM maupun dari rekan-rekan di luar BRIN,” harap Kepala Pusat Riset (PR) Kimia Maju ini.
Pada webinar ini menampilkan dua narasumber yakni Dieni Mansur dari Kelompok Riset Termokimia PR Kimia Maju dan Ar Rohim, pascadoktoral pada Kelompok Riset Fisika Teori Energi Tinggi PR Fisika Kuantum.
Pirolisis Biomassa untuk Biofuels dan Bahan Kimia
Dalam paparannya, Dieni Mansur mempresentasikan topik pirolisis biomassa untuk menghasilkan biofuels dan bahan kimia. Materi ini sangat menarik dalam mendukung program pemerintah mengenai pengurangan pemanasan global di Indonesia khususnya. Proses menghasilkan energi listrik menggunakan bahan bakar fosil seperti batu bara di PLTU, dapat mengakibatkan terjadinya pemanasan global. Hal ini terjadi karena peningkatan gas emisi rumah kaca.
“Untuk mengatasinya, maka diusahakan teknologi co-firing, yakni biomasa berupa pellet atau sampah digunakan untuk mensubtitusi batu bara pada rasio tertentu sebagai bahan bakar untuk pembangkit,” terangnya.
Sejalan dengan isu penyediaan listrik yang berbasis biomassa, penggunaan bahan bakar nabati seperti biosolar yang merupakan campuran solar dan biodiesel juga ditingkatkan persentasenya oleh pemerintah, mulai dari B20 sampai dengan B100.
Penggunaan biodiesel ini dari minyak sawit ini digolongkan sebagai biofuel generasi pertama yang berkompetisi dengan bahan makanan, di mana minyak sawit digunakan sebagai minyak goreng. “Agar tidak terjadi kompetisi dengan minyak makan, dibuat pengembangan biofuel generasi kedua, maka yang digunakan adalah biomassa lignoselulosa menggunakan proses pirolisis,” ucap Dieni.
Dirinya kemudian menjabarkan tentang proses pirolisis. “Priolisis merupakan pemecahan dekompisisi termal pada suhu tinggi biasanya suhu 300-600 derajat celcius tanpa adanya oksigen. Proses priolisis biomassa menghasilkan tiga produk utama, yaitu bio-oil, gas, dan char yang dipengaruhi oleh laju pemanasan dan suhu terhadap bahan bakunya,” jelasnya.
Biasanya jika laju pemanasan lambat itu akan membentuk dua fase pirolisis yakni bio-oil untuk bahan bakar dan asap cair. Aplikasi untuk asap cair yang telah kami lakukan memiliki beberapa fungsi, misalnya menghambat pertumbuhan mikroba dan menyembuhkan luka. Hal itu tergantung pada bahan baku yang digunakan, seperti kayu putih, sekam padi, dan tempurung kelapa,” ungkapnya.
“Sementara char adalah residu yang digunakan sebagai pengganti batu bara, tetapi kualitas char tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan,” imbuhnya.
Menurutnya, pirolisis oil dari biomassa lignaselulosa berpotensi untuk menghasilkan bahan kimia, contohnya asam asetat, metanol, furfuril alkohol, fenol, dan aseton. Bio-oil dari biomassa lignaselulosa setelah hidrodeoksigenasi, berpotensi sebagai biofuel karena nilai kalor naik. “Bio-oil dari proses co-pirolisis biomassa lignoselulosa berpotensi sebagai biofuel karena senyawa hidrokarbonnya tinggi,” urainya.
Dieni juga mengajak peserta webinar untuk berkolaborasi “Pada kesempatan ini kami membuka kolaborasi dengan berbagai pihak untuk kegiatan biochemical dan biofuels yang masih berupa cairan campuran, sehingga dibutuhkan alat distilasi vakum untuk fraksi yang lebih murni dan bahan kimia dimaksud bisa terwujud. Serta pada kegiatan char, mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan, diantaranya aplikasi untuk gasifikasi, co-firing, pembakaran di PLTU, dan masih banyak penggunaan lainnya,” tandasnya.
Syarat Batas Medan Fermion pada Sistem Area Terbatas
Dalam kesempatan yang sama, Ar Rohim menampilkan materi mengenai syarat batas bagi medan fermion pada sistem dengan area terbatas (confinement system). Sistem pada area terbatas itu merupakan topik dasar yang diajarkan dalam mekanika kuantum. Contoh sederhananya seperti sumber potensial tak hingga, di mana momentum dan energi mempunyai nilai diskrit.
“Dalam perkembangannya, sistem ini mempunyai banyak sekali aplikasi, baik secara teoritis maupun ekperimental. Untuk sistem yang lebih kompleks tidak hanya melibatkan partikel bebas, seperti partikel yang terperangkap di sistem grativitasi menjadi langkah penting dalam perkembangan netron optik,” ulasnya yang berkolaborasi dengan Kyushu University Jepang dan PR Fisika Kuantum BRIN.
Kemudian contoh lainnya adalah Efek Casimir, medan yang berada di antara dua pelat sejajar dalam keadaan vakum memiliki sifat saling tarik-menarik. “Menariknya, ini berbeda dengan teori klasik yang menyebutkan bahwa bila tidak ada gaya dari luar, maka tidak akan terjadi tarik-menarik,” tutur Ar Rohim.
Ar Rohim juga menyampaikan terkait diskusi pada partikel Dirac yang tidak trivia karena berkaitan dengan masalah pada syarat batas yang digunakan relativistik partikel. “Persamaan Dirac dalam bentuk medan Dirac diperoleh dari selesaian persamaan Dirac yang merupakan persamaan diferensial orde satu, sebagai contoh persamaan Dirac bagi partikel bebas,” ulasnya.
Menurut peneliti pascadoktoral ini, syarat batas chiral MIT pada sistem dengan area terbatas dapat ditinjau dua jenis sistem. “Sistem partikel Dirac dalam kotak 1 dimensi serta medan fermion masif di antara dua pelat sejajar. Di sini kita menganalisis sistem Casimir-nya. Keberadaan syarat terbatas chiral MIT menunjukan beberapa fitur, di antaranya momentum terdiskritasi, khususnya komponen yang tegak lurus terhadap permukaan batas,” ujarnya.
Terdapat kemungkinan bentuk simentri pada distribusi kerapatan probabilitas, bergantung pada pengaturan awal keadaan spin dan sudut chiral. “Pantulan spin terjadi secara konsisten, komponen fungsi gelombang pantulan pada permukaan batas satu sama dengan komponen fungsi gelombang datang pada permukaan batas dua,” jelas Ar Rohim.
Kemudian ia menerangkan fitur terakhir mengenai medan fermion masif di antara dua pelat chiral sejajar. “Sifat energi Casimir bagi medan fermion masif di antara dua plat, sejajar terhadap sudut memiliki bentuk yang simetri. Energi Casimir pada keadaan chiral selalu lebih besar dari energi Casimir pada keadaan achiral,” pungkasnya. (esw/ ed. adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Yenny Meliana, periset Pusat Riset Kimia Maju – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pada Jumat (12/8) mempresentasikan penelitianya berjudul ‘Riset Kosmetik Berbasis Nanoemulsi dari Bahan Alam Indonesia’. Topik penelitian tersebut dipresentasikan pada webinar Pusat Kolaborasi Riset Kosmetik Nano Berbasis Biomassa – BRIN dalam peringatan Hari Teknologi Nasional Tahun 2022.
Saat ini, Yenny Meliana bersama tim berfokus pada riset nano-emulsi dengan aplikasinya kosmetik dari bahan-bahan alam di Indonesia.
Kepala PR Kimia Maju, mengatakan, potensi nanoteknologi sangat banyak salah satunya bagaimana aplikasi teknologi nanoemulsi. “Berdasarkan farmasi, aplikasinya banyak digunakan untuk formulasi nanokosmetik,” ujarnya.
“Dalam riset kosmetik diterapkan dengan sistem nanoemulsi karena efektifitas kosmetik, tersedianya secara ekonomis, toksisitas rendah, dan aman untuk penggunaan komersial, dan meningkatkan kesehatan,” jelas Yenny.
Dikatakannya emulsi adalah bagaimana mengatur ukuran-ukuran dari droplet pada sistem emulsi dengan ukuran tertentu dan homologenitas tertentu. “Itu yang kami fokuskan pada riset kami berkenaan dengan sistem nanoemulsi sebagai aplikasi kosmetik,” terang Yenny pada acara yang diikuti akdemisi, periset, dan mitra industri.
Dilihat dari jumlah energi yang terlibat, pembuatan nanoemulsi bisa dilakukan dengan menggunakan energi tinggi atau menggunakan energi rendah. “Pembuatan nanoemulsi dengan energi tinggi bisa menggunakan high-pressure homogenization, microfludization, dan ultrasonication. Sedangkan pada pembuatan nanoemulsi dengan energi rendah bisa menggunakan phase inversion emulsification, spontaneous emulsification, dan solvent evaporation technique,” ulas Melly.
Pada risetnya, Melly dan tim mengaplikasikan nanoemulsi untuk target ukuran droplet. “Dengan aplikasi kosmetik dalam bentuk miniemulsi atau nanoemulsi dengan besaran droplet sebesar 200 nanometer,” ujarnya.
“Saat ini tim mengembangkan riset untuk minyak atsiri dan turunannya seperti sitronelal, eugenol, dan isopulegol yang diformulasikan dengan sistem nanoemulsi dalam kosmetik,” ujar Yenny.
Periset Kimia Makromolekul ini membeberkan beberapa produk yang telah dilakukan diantaranya nanoemulsi dan nanoenkapsulasi dari ekstrak pegagan dan jahe.
Nanoemulsi juga dikembangkan menjadi nanoemulsi dan nanoenkapsulasi berbahan ekstrak pegagan dan jahe sebagai firming agent berbentuk emulgel, dan nanodispersi berbahan ekstrak pegagan dan jahe.
Kemudian pengembangan dalam bentuk nanocream anti aging berbahan ekstrak pegagan, asiaticoside, ekstrak timun, ekstrak manggis, dan ekstrak tomat. Juga nanocream anti aging berbentuk serum dengan bahan rumput laut, alga merah, alga cokelat, dan alga hijau.
Beberapa riset Melly dan tim kembangkan yaitu solid perfume dari minyak atsiri Indonesia, nanoemulsi dan serum dari macaranga pruinose, serta nanoemulsi dan serum dari propolis, kerja sama antara PR Kimia Maju – BRIN dan Universitas Mulawarman.
Acara ini diselenggarakan untuk mendorong kegiatan kolaborasi dalam pengembangan kolaborasi riset kosmetik berbasis biomassa, sekaligus untuk memperkenalkan pusat kolaborasi riset kosmetik nano berbasis biomassa dan menyediakan peluang untuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak agar terselenggaranya riset dan inovasi.
Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, Iman Hidayat mengucapkan terima kasih atas inisiatif untuk bisa membangun pusat kolaborasi riset yang memanfatkan potensi dari biomassa. “Karena biomassa di Indonesia merupakan sumber daya yang masih belum optimal,” ucap Iman.
Kepala ORHL menyampaikan bahwa program Pusat Kolaborasi Riset Kosmetik Nano Berbasis Biomassa ini menjadi titik awal salah satu pemanfaatan biomassa secara nasional. “Saya berharap ada produk 3-5 tahun ke depan yang bisa dimanfaatkan oleh industri,” tambahnya.
“Kolaborasi riset merupakan salah satu program pendanaan yang disediakan oleh BRIN, sehingga kita bisa meningkatkan kapasitas SDM, membuat jejaring, melakukan penelitian, dan sharing fasilitas,” tuturnya.
Imam turut menyampaikan strategi atau arah kebijakan dari BRIN. “BRIN saat ini sudah menyediakan infrastruktur dengan platform terbuka yang dapat digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia bahkan luar negeri,” tandasnya. (hrd/ ed. adl)