Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Fisikawan Muda BRIN Raih AONSA YRF Australia 2023

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Peneliti dari Pusat Riset Fisika Kuantum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ferensa Oemry, terpilih menjadi salah satu pemenang Asian Oceania Neutron Scattering Association Young Research Fellow 2023. AONSA YRF merupakan program Australia untuk mendukung ilmuwan muda yang sangat berbakat dengan potensi kepemimpinan di wilayah Asia-Oseania, membantu mereka mengembangkan karier dan keahlian mereka dalam ilmu pengetahuan dan teknologi neutron.

Pemuda kelahiran Montpellier pada 13 Februari 1982 ini, menyelesaikan pendidikan sarjana pada Program Studi Fisika pada tahun 2000 hingga 2005, Institut Teknologi Bandung, serta Pendidikan master dan doktor  pada tahun 2008 hingga 2014 di Osaka University, Jepang.

Ferensa terpilih sebagai pemenang AONSA YRF 2023 bersama satu peserta dari China Spallation Neutron Source China, Dr. Jianyuan Wu. Dua ilmuwan muda yang sangat berbakat ini akan mengunjungi fasilitas neutron utama di wilayah Asia-Oceania untuk penelitian kolaboratif menggunakan neutron.

Dengan begitu, dirinya berkesempatan untuk melakukan eksperimen yang memanfaatkan hamburan neutron di salah satu pusat hamburan neutron terbesar di Australia, yakni ANSTO.

Ferensa beserta kolega baru-baru ini juga telah menerbitkan artikel di jurnal Physical Chemistry – Chemical Physics (PCCP) berjudul Experimental and computational studies of sulfided NiMo supported on pillared clay: catalyst activation and guaiacol adsorption sites.

Biofuel merupakan salah satu sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil yang ketersediaannya semakin menipis. “Produksi biofuel yang berkelanjutan, tanpa menggunakan bahan baku dari sumber bahan makanan, dapat dilakukan dengan mengonversi limbah pertanian yang banyak mengandung senyawa lignoselulosa menjadi bio-oil melalui proses pembakaran singkat,” ucap Ferensa.

Dirinya menerangkan bahwa kandungan oksigen yang tinggi pada bio-oil perlu dihilangkan melalui proses hidrodeoksigenasi (HDO) dengan menggunakan katalis. “Namun, penggunaan katalis komersial yang berbasis alumina umumnya mengalami beberapa masalah seperti menurunnya aktivitas katalitik akibat situs aktif yang teracuni oleh air, oksigen, logam alkali dan tertutup oleh deposisi karbon sisa proses HDO,” terangnya.

Bersama para kolaboratornya, ia pun meneliti katalis NiMoS2/Al-PILC sebagai alternatif dari katalis komersial karena material pendukung berbasis silika seperti tanah liat berpilar tidak mudah mengalami proses deaktivasi. Spektroskopi x-ray absorption fine structure (XAFS) dan simulasi density functional theory (DFT) digunakan untuk mempelajari struktur lokal situs aktif dari katalis NiMoS2/Al-PILC.

Selanjutnya, kalkulasi DFT mengenai penyerapan guaiacol (salah satu model lignoselulosa yang sederhana) pada katalis dapat divalidasi dengan data inelastic neutron scattering. “Mekanisme proses HDO untuk meningkatkan kinerja katalis dalam proses produksi biofuel generasi kedua dapat diperoleh dalam penelitian ini. Dengan demikian, peneliti lain maupun pihak industri dapat terbantu untuk menemukan katalis yang tepat dan efektif dalam produksi biofuel generasi kedua,” ulas Ferensa.

Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Physical Chemistry Chemical Physics (PCCM), jurnal bereputasi tinggi terbitan Royal Society of Chemistry dalam bidang kimia-fisika interdisiplin. Bagi yang tertarik dapat membaca lebih jauh penelitian Ferensa dan kawan-kawan melalui situs web PCCM: https://doi.org/10.1039/D2CP03987G.

Selain itu, Ferensa sudah mmepublikasikan 13 karya tulis ilmiah bersama para kolaboratornya, yang sebagian besarnya adalah berupa makalah di jurnal internasional bereputasi.  Penelitian yang sudah dipublikasikan di berbagai jurnal di antaranya terkait dengan katalis untuk alat diesel oxidation catalyst (DOC). katalis untuk produksi biofuel generasi kedua. serta tentang pita superkonduktor, anoda baterai lithium, simulasi distribusi medan magnet alat magnetizer.

“Saya sangat berterima kasih atas penghargaan AONSA YRF 2023 ini karena saya memperoleh kesempatan langka untuk belajar ilmu baru di bidang metal organic framework (MOF) menggunakan fasilitas inelastic neutron scattering (INS) di lembaga nuklir Australia,” ujar Ferensa.

“Semoga hasil penelitian yang saya kerjakan saat ini bisa memberi manfaat bagi industri dalam negeri dalam waktu 10-20 tahun mendatang,” pungkas Peneliti Ahli Madya ini. (hrd/ed: adl)

Link :

https://www.brin.go.id/news/111858/fisikawan-muda-brin-raih-aonsa-yrf-australia-2023

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Periset BRIN Bahas Magnet dan Fenomena Terbentuknya Alam Semesta

Tangerang Selatan – Humas BRINOrganisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengadakan forum pertemuan ilmiah riset dan inovasi ORNAMAT Seri #18 yang dilaksanakan pada Selasa (29/11).

Dalam sambutan pembukaan acara, Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material yang diwakili Yenny Meliana, Kepala Pusat Riset Kimia Maju, menyampaikan harapannya agar terbentuk kolaborasi antar periset BRIN.

“Webinar ORNAMAT ini sudah memasuki series ke 18, hari ini ada dua narasumber yang akan memaparkan materinya. Semoga melalui webinar dapat ini membuka peluang untuk saling berkolaborasi dengan periset lainnya, memberikan wawasan dan pengetahuan baru, memberikan diskusi yang mendalam, serta membuka jaringan kerja baru, baik antara periset ORNM maupun di luar ORNM,” pesan Yenny.

Periset Novrita Idayanti dari Kelompok Riset Material Magnetik & Superkonduktor, Pusat Riset Material Maju memberikan presentasi dengan tema ‘Fenomena exchange spring magnet pada magnet nanokomposit’.

“Penelitian magnet nanokomposit ferit dilatarbelakangi oleh para periset tidak mencari material baru, dikarenakan karakteristik magnet masih dapat ditingkatkan, bahan baku oksida besi banyak ditemukan, harganya yang murah, mengurangi kebutuhan impor, dan aplikasinya sangat luas,” papar Novrita.

Hasil riset Novrita menunjukkan bahwa semua magnet nanokomposit memperlihatkan efek exchange spring magnet. Dengan membuat ferrofluid atau magnet cair pada elektromagnetik energy harvesting, dapat mengubah gerak mekanik menjadi fluidic. Ini merupakan salah satu alat yang dapat menggantikan baterai di ponsel atau charger.

Sejak 1998 sampai dengan sekarang, Novrita melakukan riset terkait dengan dua materi, yakni soft magnet (magnet lunak) dan hard magnet (magnet permanen). Beberapa aplikasi hasil riset yang pernah bermitra dengan industri adalah magnet meteran air yang bekerja sama dengan PT Multi Instrumen, aplikasi jenis magnet lunak untuk generator motor listrik, serta untuk kerja sama dengan industri PT Kalbe Nutrinational melakukan pemisahan logam-logam berbahaya pada susu.

Dirinya berharap dapat mengoptimalkan potensi sumber daya alam lokal untuk magnet. “Prospek ke depannya kami dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan lokal, memanfaatkan sumber daya lokal dan limbah besi, serta kolaborasi riset dengan pengguna khususnya pengguna magnet,” harap Novrita.

Sementara Syaefudin Jaelani dari Kelompok Riset Fisika Nuklir dan Partikel Eksperimen, Pusat Riset Fisika Kuantum, ORNM BRIN, memaparkan topik ‘Mempelajari Kondisi Awal Mula Alam Semesta Melalui Eksperimen Fisika Partikel di Large Hadron Collider’.

Syaefudin menerangkan bahwa alam semesta terbentuk saat terjadi dentuman bintang besar atau BigBang. “Sesaat setelah Bigbang, tercipta suatu keadaan dimana partikel elementer, quark, dan gluon, berada dalam keadaan bebas pada suhu yang sangat tinggi yang disebut dengan  Quark-Gluon Plasma (QGP). QGP diibaratkan seperti sup panas yang didalamnya terdiri atas quark dan gluon,” terangnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan kegiatan eksperimen fisika partikel yang berlokasi di CERN, Jenewa, yang bernama Large Hadron Collider, untuk melakukan eksperimen yang menciptakan keadaan yang serupa dengan QGP, dengan cara menumbukkan ion berat, timbal dengan timbal.

“Untuk merekam apa saja yang terjadi sesaat setelah tumbukan, kita memerlukan suatu alat eksperimen. A Large Ion Collider atau disingkat ALICE, merupakan detektor khusus yang ditujukan untuk mempelajari fenomena Quark-Gluon Plasma. Semua kejadian termasuk jejak partikel sesaat setelah tumbukan, direkam, dan disimpan oleh detektor ALICE sebagai data yang nantinya dianalisa untuk mempelajari karakteristik dari QGP yang tercipta pada tumbukkan timbal-timbal,” urai Syaefudin.

Salah satu observable yang bisa digunakan untuk mempelajari sifat QGP dan mengindikasikan ada fenomena QGP pada hamburan timbal-timbal dikenal dengan nuclear modification factor atau faktor modifikasi nuklir.

“Faktor modifikasi nuklir merupakan rasio produksi partikel pada hamburan timbal-timbal, di mana fenomena QGP diharapkan tercipta, dengan produksi partikel pada hamburan proton-proton, di mana fenomena QGP tidak tercipta,” ulasnya.

Hasil pengukuran faktor modifikasi  nuklir pada partikel D meson pada hamburan timbal-timbal dan proton-proton menunjukkan bahwa ada fenomena Quark-Gluon Plasma yang tercipta pada hamburan timbal-timbal.

”Dengan membandingkan hasil pengukuran tersebut dengan model teori, kita juga bisa mempelajari interaksi yang terjadi antara partikel elementer (quark dan gluon) dengan QGP,” pungkasnya. (esw, jp/ed: adl)

Tautan :

https://www.brin.go.id/news/110967/periset-brin-bahas-magnet-dan-fenomena-terbentuknya-alam-semesta

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Metode SCC-DFTB untuk Komputasi Kerangka Kerja Kimia Kuantum

Tangerang Selatan, Humas BRIN. Pusat Riset Fisika Kuantum – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyelenggarakan Kolokium Fisika Kuantum BRIN, pada Jumat (9/9). Kolokium daring yang diangkat adalah SCC-DFTB Method for Computational Quantum Chemistry Framework oleh Wahyu Dita Saputri dari PR Fisika Kuantum.

Dita mengatakan metode SCC-DFTB (Self Consistent Charge – Density Functional Tight Binding) merupakan metode komputasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sifat struktur dan dinamika dari suatu material atau senyawa kimia. “Metode SCC-DFTB merupakan aproksimasi dari metode DFT sehingga dapat mengakomodir sifat struktur elektronik suatu material/senyawa,” papar alumnus S3 UGM.

Dirinya menjelaskan kelebihan dari metode SCC-DFTB adalah proses perhitungannya yang relatif lebih cepat dibandingkan metode ab initio. “Metode ini dapat diaplikasikan pada beberapa framework, seperti kalkulasi energi, dinamika elektron, transfer elektron, dinamika molekuler, dan lain-lain,” jelas periset kelahiran tahun 1993.

Sebagai informasi, acara Kolokium yang diikuti oleh mahasiswa, dosen, dan peneliti ini diselenggarakan dua kali setiap bulannya, dengan menghadirkan pembicara dari internal  PR Fisika Kuantum BRIN maupun pembicara tamu dari luar BRIN. Topik yang disajikan sangat beragam terkait berbagai fenomena kuantum, baik dari ranah fundamental, hingga aplikasi teknologi dari cabang fisika partikel hingga ke fisika material. (hrd/ ed: adl)

Categories
Uncategorized

Melalui Riset Kimia dan Fisika, BRIN Buka Peluang Kolaborasi dengan Mitra

Tangerang Selatan, Humas BRIN. Organisasi Riset Nano Teknologi dan Material (ORNM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali menggelar serial webinar ORNAMAT kesembilan yang dilaksanakan secara daring pada Selasa (23/8), dengan mengangkat dua tema yakni ‘Pirolisis Biomassa untuk Menghasilkan Biofuels dan Bahan Kimia’ dan ‘Syarat Batas bagi Medan Fermion pada Sistem dengan Area Terbatas (Confinement System)’. Kegiatan webinar ini dilakukan dalam upaya mendukung penguatan iklim riset, akumulasi pengetahuan, dan sarana membuka peluang kolaborasi bagi mitra, baik internal maupun eksternal BRIN.

Mewakili Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN, Yenny Meliana menyampaikan harapannya akan webinar ORNAMAT ini. “Melalui webinar ORNAMAT, ke depannya diharapkan BRIN khususnya di ORNM, banyak mitra yang berminat untuk menjalin kolaborasi dengan periset BRIN,” sambutnya.

Lebih lanjut Yenny menjelaskan bahwa baik pada kegiatan post-doctoral, visiting research, visiting professor, dan webinar ini, bisa menambah suasana dan dinamika riset di lingkungan ORNM agar menjadi semakin bagus ruang lingkupnya. “Dua tema ini mudah-mudahan membawa ilmu baru dan menambah ilmu pengetahuan baik dari sivitas ORNM maupun dari rekan-rekan di luar BRIN,” harap Kepala Pusat Riset (PR) Kimia Maju ini.

Pada webinar ini menampilkan dua narasumber yakni Dieni Mansur dari Kelompok Riset Termokimia PR Kimia Maju dan Ar Rohim, pascadoktoral pada Kelompok Riset Fisika Teori Energi Tinggi PR Fisika Kuantum.

Pirolisis Biomassa untuk Biofuels dan Bahan Kimia

Dalam paparannya, Dieni Mansur mempresentasikan topik pirolisis biomassa untuk menghasilkan biofuels dan bahan kimia. Materi ini sangat menarik dalam mendukung program pemerintah mengenai pengurangan pemanasan global di Indonesia khususnya. Proses menghasilkan energi listrik menggunakan bahan bakar fosil seperti batu bara di PLTU, dapat mengakibatkan terjadinya pemanasan global. Hal ini terjadi karena peningkatan gas emisi rumah kaca.

“Untuk mengatasinya, maka diusahakan teknologi co-firing, yakni biomasa berupa pellet atau sampah digunakan untuk mensubtitusi batu bara pada rasio tertentu sebagai bahan bakar untuk pembangkit,” terangnya.

Sejalan dengan isu penyediaan listrik yang berbasis biomassa, penggunaan bahan bakar nabati seperti biosolar yang merupakan campuran solar dan biodiesel juga ditingkatkan persentasenya oleh pemerintah, mulai dari B20 sampai dengan B100.

Penggunaan biodiesel ini dari minyak sawit ini digolongkan sebagai biofuel generasi pertama yang berkompetisi dengan bahan makanan, di mana minyak sawit digunakan sebagai minyak goreng. “Agar tidak terjadi kompetisi dengan minyak makan, dibuat pengembangan biofuel generasi kedua, maka yang digunakan adalah biomassa lignoselulosa menggunakan proses pirolisis,” ucap Dieni.

Dirinya kemudian menjabarkan tentang proses pirolisis. “Priolisis merupakan pemecahan dekompisisi termal pada suhu tinggi biasanya suhu 300-600 derajat celcius tanpa adanya oksigen. Proses priolisis biomassa menghasilkan tiga produk utama, yaitu bio-oil, gas, dan char yang dipengaruhi oleh laju pemanasan dan suhu terhadap bahan bakunya,” jelasnya.

Biasanya jika laju pemanasan lambat itu akan membentuk dua fase pirolisis yakni bio-oil untuk bahan bakar dan asap cair. Aplikasi untuk asap cair yang telah kami lakukan memiliki beberapa fungsi, misalnya menghambat pertumbuhan mikroba dan menyembuhkan luka. Hal itu tergantung pada bahan baku yang digunakan, seperti kayu putih, sekam padi, dan tempurung kelapa,” ungkapnya.

“Sementara char adalah residu yang digunakan sebagai pengganti batu bara, tetapi kualitas char tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan,” imbuhnya.

Menurutnya, pirolisis oil dari biomassa lignaselulosa berpotensi untuk menghasilkan bahan kimia, contohnya asam asetat, metanol, furfuril alkohol, fenol, dan aseton. Bio-oil dari biomassa lignaselulosa setelah hidrodeoksigenasi, berpotensi sebagai biofuel karena nilai kalor naik. “Bio-oil dari proses co-pirolisis biomassa lignoselulosa berpotensi sebagai biofuel karena senyawa hidrokarbonnya tinggi,” urainya.

Dieni juga mengajak peserta webinar untuk berkolaborasi “Pada kesempatan ini kami membuka kolaborasi dengan berbagai pihak untuk kegiatan biochemical dan biofuels yang masih berupa cairan campuran, sehingga dibutuhkan alat distilasi vakum untuk fraksi yang lebih murni dan bahan kimia dimaksud bisa terwujud. Serta pada kegiatan char, mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan, diantaranya aplikasi untuk gasifikasi, co-firing, pembakaran di PLTU, dan masih banyak penggunaan lainnya,” tandasnya.

Syarat Batas Medan Fermion pada Sistem Area Terbatas

Dalam kesempatan yang sama, Ar Rohim menampilkan materi mengenai syarat batas bagi medan fermion pada sistem dengan area terbatas (confinement system). Sistem pada area terbatas itu merupakan topik dasar yang diajarkan dalam mekanika kuantum. Contoh sederhananya seperti sumber potensial tak hingga, di mana momentum dan energi mempunyai nilai diskrit.

“Dalam perkembangannya, sistem ini mempunyai banyak sekali aplikasi, baik secara teoritis maupun ekperimental. Untuk sistem yang lebih kompleks tidak hanya melibatkan partikel bebas, seperti partikel yang terperangkap di sistem grativitasi menjadi langkah penting dalam perkembangan netron optik,” ulasnya yang berkolaborasi dengan Kyushu University Jepang dan PR Fisika Kuantum BRIN.

Kemudian contoh lainnya adalah Efek Casimir, medan yang berada di antara dua pelat sejajar dalam keadaan vakum memiliki sifat saling tarik-menarik. “Menariknya, ini berbeda dengan teori klasik yang menyebutkan bahwa bila tidak ada gaya dari luar, maka tidak akan terjadi tarik-menarik,” tutur Ar Rohim.

Ar Rohim juga menyampaikan terkait diskusi pada partikel Dirac yang tidak trivia karena berkaitan dengan masalah pada syarat batas yang digunakan relativistik partikel. “Persamaan Dirac dalam bentuk medan Dirac diperoleh dari selesaian persamaan Dirac yang merupakan persamaan diferensial orde satu, sebagai contoh persamaan Dirac bagi partikel bebas,” ulasnya.

Menurut peneliti pascadoktoral ini, syarat batas chiral MIT pada sistem dengan area terbatas dapat ditinjau dua jenis sistem. “Sistem partikel Dirac dalam kotak 1 dimensi serta medan fermion masif di antara dua pelat sejajar. Di sini kita menganalisis sistem Casimir-nya. Keberadaan syarat terbatas chiral MIT menunjukan beberapa fitur, di antaranya momentum terdiskritasi, khususnya komponen yang tegak lurus terhadap permukaan batas,” ujarnya.

Terdapat kemungkinan bentuk simentri pada distribusi kerapatan probabilitas, bergantung pada pengaturan awal keadaan spin dan sudut chiral. “Pantulan spin terjadi secara konsisten, komponen fungsi gelombang pantulan pada permukaan batas satu sama dengan komponen fungsi gelombang datang pada permukaan batas dua,” jelas Ar Rohim.

Kemudian ia menerangkan fitur terakhir mengenai medan fermion masif di antara dua pelat chiral sejajar. “Sifat energi Casimir bagi medan fermion masif di antara dua plat, sejajar terhadap sudut memiliki bentuk yang simetri. Energi Casimir pada keadaan chiral selalu lebih besar dari energi Casimir pada keadaan achiral,” pungkasnya. (esw/ ed. adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN Kembangkan Riset Nanomaterial untuk Sensor dan Baterai

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) mengembangkan riset nanomaterial untuk sensor dan baterai. Kedua topik riset ini dibahas melalui webinar ORNAMAT seri keenam secara daring dengan mengusung dua tema yakni riset tentang Nanomaterial untuk Sensor dan Aplikasi Komputasi Density-Functional Tight-Binding (DFTB) untuk bahan elektroda baterai, Selasa (12/07).

ORNM Ratno Nuryadi menyampaikan bahwa webinar kali ini ORNM menampilkan para periset muda untuk tampil. “Dari statistik sampai dengan pemetaan yang ke-6, sivitas ORNM akan mencapai 500 periset. Dilihat dari komposisi umurnya, yang berada dalam kisaran 21-30 tahun ada 16%, umur 31-40 tahun ada 40%, umur 41-50 tahun 21%, dan sisanya lebih dari 50 tahun. Ini pertanda yang baik sivitas ORNM banyak yang berusia muda. Semoga peran dan mobilitas sebagai periset di ORNM bisa maksimal dengan lingkugan seperti ini,” ujarnya.

Webinar ini menghadirkan dua narasumber, yakni Ni Luh Wulan Septiani dari Kelompok Riset Fungsional Dimensi Rendah Pusat Riset (PR) Material Maju dengan tema ‘Rekayasa Nanomaterial untuk Sensor Gas Berkinerja Tinggi’ dan Wahyu Dita Saputri dari Kelompok Riset Simulasi dan Desain Nanomaterial – PR Fisika Kuantum, dengan tema ‘Aplikasi Metode Komputasi Density-Functional Tight-Binding (DFTB) pada Optimasi Konfigurasi Antrakuinon sebagai Kandidat Bahan Elektroda Baterai Sodium’.

“Kedua tema ini saling beririsan karena sama-sama di bidang material. Kalau dilihat satu persatu, sensor di sini sangat luas aplikasinya, seperti sensor lingkungan, sensor untuk mendeteksi parameter fisik dan lain sebagainya. Sensor ini merupakan perangkat yang saat ini memiliki tidak hanya dari sisi dasar, tetapi miliki peluang pasar yang cukup besar. Di pasar global, sensor memiliki peningkatan setiap tahun. Tahun 2019 mencapai 530 juta dolar AS, dan perkiraan tahun 2026 1,3 miliar dolar AS, dengan kenaikan pertumbuhan tahunan gabungan 11% lebih,” terang Ratno.

Demikian pula Baterai yang memiliki potensi dari sisi aplikasi atau dilihat dari sisi sains dasar dan terapan. “Banyak diaplikasi dikehidupan sehari-hari sehingga pasar global baterai cukup tinggi. Di tahun 2020 mencapai 46 miliar dolar AS dengan pertumbuhan 6% lebih di tahun 2030, bisa mencapi 80 miliar dolar AS. Ini menandakan bahwa riset di bidang sensor dan baterai memiliki potensi yang sangat menarik dan strategis,” imbuhnya.

Ratno berhadap dengan adanya webinar ini para periset dan mitra bisa saling berbagi. “Ini akan melahirkan diskusi-diskusi  dan peluang kolaborasi yang bisa kita eksplorasi ke depannya,” tuturnya.

Pada kesempatan ini, pemateri pertama Ni Luh Wulan Septiani memaparkan akan bahaya sulfur dioksida (S02). “Gas ini merupakan unsur berbahaya yang bersumber dari industri, transportasi, dan aktivitas gunung berapi. Gas S02 ini jika terhirup manusia dapat menggangu saluran atau kerusakan pernafasan. Yang lebih rentan yang terkena S02 ini adalah orang tua dan orang-orang dengan riwayat penyakit paru-paru dan anak-anak. Untuk memonitoring konsentrasi gas S0diperlukan alat sensor gas,” jelasnya.

“Sensor gas ini harus memiliki respon, sensitivitas, selektivitas yang tinggi, waktu respon yang cepat, waktu pulih cepat, temperatur kerja rendah, stabil, dan waktu hidup yang panjang. Untuk mendapatkan kriteria yang maksimal, diperlukan rekayasa berupa morfologi yang berhubungan dengan luas permukaan. Rekayasa antarmuka biasanya oksida logam atau material aslinya didekorasi dengan material lainnya, sehingga menghasilkan efek-efek yang dapat meningkatkan sensivitas, respon, mempercepat reaksi permukaan, dan komposit mirip dengan rekayasa antarmuka,” tambahnya.

Ni Luh Wulan juga menyebutkan bahwa dengan modifikasi gabungan dapat meningkatkan kinerja secara signifikan, dan modifikasi ZnO dengan Multi-Walled Carbon Nanotube (MWCNT) dapat meningkatkan respon selektivitas juga menurunkan temperatur kerja.

Dalam kesempatan yang sama, pemateri kedua Wahyu Dita Saputri mempresentasikan material katoda berbasis antrakuinon. “Mengapa kami memilih antrakuinon (AQ) karena memiliki nilai ekonomi, ramah lingkungan, kapasitasnya 257mAh/g, tetapi struktur molekulnya dapat dimodifikasi untuk mendapatkan kapasitas dan potensial redoks lebih tinggi,” ucapnya.

Antrakuinon juga memiliki kekurangan yaitu performa silkus yang rendah karena kelarutannya tinggi pada elektrolit. “Cara mengatasinya yaitu dengan AQ yang dapat terenkapsulasi pada permukaan karbon. AQ memiliki permukaan dan volume pori luas, dan pori terbentuk rapi, sehingga konduktivitas elektrik lebih baik, dan adanya interaksi ? – ? antara AQ dan karbon. Latar belakang pemakaian baterai AQ karena berlimpahnya pada kerak bumi sekitar 23.000 ppm, sementara litium 7 ppm,” paparnya.

Menurut Wahyu Dita, penelitian ini ada dua jenis, yaitu komputasi yang merupakan kerja sama antara BRIN dan University of Innsbruck Austria, serta eksperimen yang dikerjakan oleh Institute for Physical Chemistry University of Innsbruck. “Metode komputasi  sangat banyak sekali, ada beberapa jenis yang secara garis besar menggunakan metode medan gaya. Proses AQ ini lebih efektif yang dibuktikan dengan penelitian oligomer antrakuinon,” sebutnya.

“Potensi penelitian selanjutnya yakni bisa bekerja sama tentang AQ yang digantikan komposisinya dengan proses oligomerasi, sehingga dapat dibentuk kandidat bahan elektroda lebih lanjut,” pungkasnya. (esw/ ed. adl)

Sumber : https://www.brin.go.id/press-release/107945/brin-kembangkan-riset-nanomaterial-untuk-sensor-dan-baterai

Categories
Uncategorized

BRIN Kenalkan Dua Aplikasi Riset Permukaan untuk Implan Gigi dan Deteksi Bakteri

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) mengenalkan dua aplikasi riset permukaan untuk implan gigi dan deteksi bakteri. Kedua aplikasi riset tersebut diulas pada  webinar ORNAMAT seri kelima, Selasa (28/6).

Kedua aplikasi riset permukaan tersebut yakni Aplikasi Teknologi Sandblasted with Large Grit and Acid-etched (SLA) dalam Modifikasi Permukaan Implan Gigi’ dan Modifikasi dan Optimasi Silika Nanopartikel Fluorosensi Berbasis Mineral Alam sebagai Platform Deteksi Bakteri.

Kepala Pusat Riset Fisika Kuantum, Ahmad Ridwan Tresna Nugraha yang mewakili Kepala ORNM mengatakan bahwa webinar ORNAMAT kali ini menampilkan pemateri yang mempunyai kesamaan yakni membahas ilmu pengetahuan dan teknologi seputar permukaan atau surface dari kelompok riset yang terdapat di ORNM

“Keberadaan dari kelompok-kelompok riset yang memiliki spesialis di bidang permukaan ini menandakan begitu pentingnya studi permukaan. Boleh dibilang bahwa permukaan adalah kunci untuk membuka ilmu pengetahuan dan teknologi baru. Kalau di ilmu fisika, sebagian besar fenomena alam semesta adalah fenomena interaksi di permukaan,” kata Ridwan.

Peneliti dari Pusat Riset Material Maju, Razie Hanafi, menyampaikan menjelaskan terkait ‘Aplikasi Teknologi Sandblasted with Large Grit and Acid-etched (SLA) dalam Modifikasi Permukaan Implan Gigi’. Menurut Razie, berdasarkan data dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), di Indonesia belum ada produsen lokal yang memproduksi implan gigi. Masih 100 persen impor. 

“Hal ini menjadi perhatian PDGI, karena bila tidak perlu impor, maka layanan implan bagi masyarakat Indonesia ini bisa lebih diperluas. Jadi kami duduk bersama bagaimana mengembangkan implan gigi, berinovasi dengan teknologi bersama mitra,” ujar Razie.

Guna merealisasikan pengembangan implan gigi, lanjut Razie, perlu membuat program rekayasa permukaan pada implan gigi. Rekayasa permukaan ini dapat dilakukan dengan jalan modifikasi morfologi (penaikan harga kekasaran, mengubah topografi, merancang morfologi pada skala nano) secara fisika, kimia, maupun mekanik. Alternatif lain bisa melalui modifikasi coating (pelapisan), dengan hidroksiapatit, biomimetik, ataupun hybrid. Selain itu, bisa juga gabungan kedua modifikasi.

Rekayasa permukaan implan gigi yang kemudian dipilih oleh Razie adalah modifikasi morfologi. Berdasarkan hasil studi, teknologi SLA (sandblasting with lage-grit and acid-etching) dipilih untuk surface treatment. “Jadi sederhana saja metodenya, implan di-blasting dengan partikel, lalu dimasukkan dalam larutan asam,” ujar Razie.

Razie menganggap SLA penting, terutama karena mendukung BIC (bone-to-implant-contact). “JIka BIC meningkat beberapa hari setelah pemasangan implan ke tubuh pasian, maka prosesnya dapat dikatakan berhasil,” tegasnya.

“Selain itu SLA relatif lebih murah dan time economy, baik karena proses pemasangannya mudah, cepat, dan sangat ekonomis,” lanjut Razie.

Setelah sampel didapatkan dari segi formula dan desainnya, dilakukan uji biokompatibilitas dan sifat osteogenik bahan implan gigi. “Jadi kita menguji bahan implan itu tidak secara langsung pada makhluk hidup, tetapi secara in vitro,” jelas Razie. 

Peneliti dari Kelompok Riset Kimia Permukaan dan Nanopartikel, Siti Nurul Aisyiyah Jenie menyajikan materi berjudul ‘Modifikasi dan Optimasi Silika Nanopartikel Fluorosensi Berbasis Mineral Alam sebagai Platform Deteksi Bakteri’.

Kegiatan ini telah dirintis Aisyiyah sejak 2017, yang kemudian dalam perkembangannya dapat diaplikasikan ke dalam berbagai platform deteksi. Untuk topik kali ini merupakan kegiatan dengan skema kerja sama Southeast Asia-Europe Joint Funding untuk riset dan inovasi terkait deteksi bakteri. 

Latar belakang riset yang Aisyiyah dan tim lakukan adalah adanya fenomena antimicrobial resistance (AMR) atau resistensi bakteri, yang mengancam kesehatan global. “Tingkat kematian di Asia dan Afrika termasuk tinggi, sehingga hal ini menjadi perhatian kami untuk melakukan penelitian ini,” kata Aisyiyah.

Dijelaskan Aisyiyah, dalam mengantisipasi bakteri yang resisten terhadap antibiotik, yaitu selain dengan memodifikasi antibiotik adalah metode skrining. Sayangnya, metode skrining yang ada saat ini masih mahal dan membutuhkan fasilitas laboratorium yang canggih.

“Tantangan penelitian ini ada dua, yakni kebutuhan klinis dan kebutuhan pasar. Kami ingin sebagai personil non medis bisa dengan mudah memperoleh sistem skrining di toko terdekat, seperti layaknya akses alat pregnancy test atau tes kehamilan,” paparnya.

Riset yang diharapkan adalah yang mampu menghasilkan alat yang mudah digunakan, sifatnya non invasif, serta dapat menganalisis banyak hal sekali waktu. “Melalui pendekatan nanoteknologi, biosensor berbasis struktur nano, akan didapatkan sistem bio-deteksi yang cepat, ultra sensitif, selektif, akurat, ekonomis, dan sustainable,” urainya.

Dirinya menyebutkan bahwa risetnya berfokus pada platform nanobiosensor dengan memodifikasi dan menghasilkan sinyal deteksi, secara optikal dan fluoresensi. “Jadi kita bisa mengoptimasi elemen bio rekognisi dengan memodifikasi permukaan kimia. Untuk nanomaterial yang digunakan di sini adalah silika,” urai Ais.

Dikatakan olehnya bahwa sel bakteri ukurannya besar dalam skala nanometer, yaitu 1000 nm. Sementara alat pendeteksi bakteri yang ia buat dalam skala nanometer. “Mengapa tetap dibuat dalam struktur nano? Karena sifat intrinsik nanomaterial dapat meningkatkan performa biosensor. Kemudian meningkatkan proses rekognisi dan transduksi. Kalau secara fluorosensi itu intensitasnya akan lebih tinggi, sehingga sensitivitas dan selektivitas performa biosensor meningkat. Kuncinya memang memodifikasi permukaannya,” terangnya.

Dalam proses pembuatannya, pada dasarnya adalah menggunakan metode sol-gel untuk menghasilkan nanopartikel. “Metode sol-gel termodifikasi ini dipilih karena sederhana, tidak menggunakan pelarut organik, tanpa suhu dan tekanan ekstrim, mudah dan murah,” tutur Ais.

Lebih lanjut ia mengembangkan dengan penambahan dye rhodamin. “Ketika rhodamin sudah terikat dengan silika maka tingkat fluorosensinya menjadi dua kali lebih tinggi dalam konsentrasi yang sama,” cakapnya.

Kemudian, memodifikasi nanopartikel silika dengan antibodi untuk meningkatkan selektivitas bakteri melalui intensitas fluoresensi. “Kesimpulannya, nanomaterial silika berbasis mineral alam memiliki potensi yang sangat besar untuk disintesis dan dimodifikasi menjadi platform deteksi bakteri,” pungkasnya. (adl/ed:pur)

Sumber : https://www.brin.go.id/press-release/107211/brin-kenalkan-dua-aplikasi-riset-permukaan-untuk-implan-gigi-dan-deteksi-bakteri

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Kalkulasi Struktur Elektronik Material dan Visualisasi Data dengan Python

Tangerang Selatan, Humas BRIN. Pusat Riset Fisika Kuantum – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyelenggarakan Kolokium Fisika BRIN, pada Selasa (14/6). Topik yang diangkat adalah ‘Kalkulasi Struktur Elektronik Material dan Visualisasi Data dengan Python oleh pembicara internal BRIN, yaitu Ahmad Ridwan Tresna Nugraha.

Selaku Kepala PR Fisika Kuantum, Ridwan kerap disapa, memperkenalkan PR Fisika Kuantum. Di PR Fisika Kuantum ada lima kelompok riset, yaitu Fisika Teori Energi Tinggi, Fisika Nuklir dan Partikel Eksperimen, Teori Materi Kuantum, Simulasi dan Desain Nanomaterial, dan Perangkat dan Teknologi Kuantum.

Sementara kegiatan riset di grup Ridwan yaitu Teori Materi Kuantum ada beberapa kegiatan riset yang mencakup Condensed Matter, Quantum Optics, dan Energy Conversion dengan paradigma fisika teori dan komputansi, seperti mengoptimasi efisiensi material energi. “Dari fisika teori kita juga ingin mengetahui material-material yang bagus untuk konversi energi, seperti material baterai, termoelektrik, dan fotovoltaik,” ungkapnya. 

Ridwan sendiri pernah mengerjakan Elektromagnetik dan Optomekanik tentang electromechanical actuators, serta Light-induced mechanical vibrations, Light-Matter Interaction and Quantum Transport, seperti Spectroscopy theory, Quantum Hall Effect, dan Spintronics/Valleytronics.

Selain itu, topik-topik hangat yang dikerjakan diantaranya adalah Quantum Hydrodynamics, Quantum Foundations, Novel Monte Carlo simulation, dan Topological Materials.

“Saya hanya ingin menunjukkan kita bisa menggunakan bahasa apa pun untuk melakukan kalkulasi struktur elektronik material,” ujarnya. 

Dirinya lebih sering menggunakan Python Matplotlib untuk menggambar grafik karena ada keunggulan tersendiri yang lebih enak digunakan dibandingkan software sebelumnya. 

“Hanya untuk beberapa kasus, kalau mau memplot seperti animasi, yang banyak gambarnya yang berkali-kali diulang dengan menggunakan script, saya lebih cenderung menggunakan Gnuplot,” kata Ridwan.

Ridwan merasakan bahwa menggunakan software Python ternyata multiguna untuk keperluan riset sehari-hari. “Melalui Python bisa menggunakan scientific computation dan plotting atau visualisasi dalam satu antarmuka,” katanya.”Melalui platform berbasis web, yakni Jupyter di web browser, langsung terlihat kita menghitung dan keluar plotnya,” imbuhnya.

Walaupun Ridwan pernah merasa sebal juga saat menghitung yang kelas berat. “Perlu diakui Python sulit diparalelisasi, lambat untuk kalkulasi atau komputasi numerik yang kelas berat. Misalnya memecahkan permasalahan nilai eigen yang matriks penyusunnya berukuran besar,” ucap lulusan strata-2 dan strata-3 di Tohoku University, Jepang.

Ia menyarankan, bagi yang membutuhkan hitungan yang sangat berat, lebih baik tidak menggunakan bahasa Python, tetapi menggunakan yang lain seperti Fortran, atau C/C++.

Pada tahun 2019, dengan menggunakan Python, dengan cepat Ridwan dan tim bisa mempublikasis paper dengan judul ‘Optimal band gap for improved thermoelectric performance of two-dimensional Dirac materials‘.

Menurutnya, jika ada permasalahan, ia melakukan kalkulasi, komputasi, lalu visualisasi, dan dijadikan paper. “Itu akan menjadi cara yang paling cepat bagi yang belum pernah belajar bahasa tersebut sama sekali,” tuturnya.

Ridwan melanjutkan bahwa dalam melakukan kalkulasi struktur elektronik material bisa dimulai dengan memperhatikan bahwa material itu ada di mana-mana.  

“Dengan hal tersebut, kita bisa lihat material serta tantangan yang terkait dengan material itu, yang dapat muncul dalam berbagai aplikasi dan pada berbagai skala,” jelasnya. 

“Jadi di industri dan aplikasi lainnya pemahaman tentang bagaimana material berperilaku serta kaitannya dengan fisika fundamental, itu akan memungkinkan perkembangan serta kemajuan yang lebih pesat lagi,” terangnya.

“Kita butuh tools prediktif dari sisi teori, komputasi dengan akurasi yang lebih tinggi yang memungkinkan untuk membuat prediksi yang lebih kuantitatif tentang material,” tegas Kapusris muda ini.

Sebagai informasi, Kolokium Fisika Kuantum rutin diselenggarakan dua kali setiap bulannya, dengan menghadirkan pembicara dari internal PR Fisika Kuantum BRIN, maupun pembicara tamu dari luar BRIN. Topik yang disajikan sangat beragam terkait berbagai fenomena kuantum, baik dari ranah fundamental, hingga aplikasi teknologi dari cabang fisika partikel, hingga ke fisika material. (hrd/ ed: adl)

Categories
Nanoteknologi & Material

Kolokium Fisika Kuantum Bahas Platform Photomultiplier Testing

Tangerang Selatan, Humas BRIN. Pusat Riset Fisika Kuantum (PRFK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali menyelenggarakan seri webinar dengan tema ‘Silicon Photomultiplier Testing Platform’ secara daring, pada Kamis (23/6). 

Pada kesempatan ini, narasumber yang memberikan presentasi adalah Suharyo Sumowidagdo (Peneliti Madya PRFK). Proyek yang ia lakukan adalah terlibat dalam sub detektor, tugasnya menguji komponen untuk sensor cahaya. 

Silicon Photomultiplier (SiPM) atau dikenal juga sebagai Multi-Pixel Photon Counter adalah sebuah sensor cahaya yang berbasis semi konduktor/teknologi silicon. “Sebenarnya aplikasinya banyak, sebagai contoh kamera digital adalah salah satu aplikasi dari foto sensor basis silikon. Aplikasinya seperti medical imaging (PET: Positron Emission Tomography, SPECT : Single Photon Emission Computed Tomography) dan remote sensing (LIDAR: Light Detection and Ranging),” ungkap Suharyo.

“Sebagai kita ketahui beberapa waktu ini di Amerika Latin, dengan menggunakan LIDAR kita bisa melihat dari pesawat terbang atau helikopter, ada reruntuhan arkeologi tersembunyi di balik hutan. Jika dari segi taktisnya, SiPM ukuran kecil dan memberikan resolusi besar, tidak memerlukan tegangan tinggi, dan dapat diproduksi massal,” jelas Suharyo.

Ditambahkan olehnya bahwa SiPM pada eksperimen partikel fisika dipakai untuk deteksi photon dalam intensitas rendah, serta eksperimen neutrino atau ada peluruhan yang langka.

“Saya terlibat pada eksperimen Mu2e, yakni mencari suatu proses sebuah muon (partikel elementer) berubah langsung menjadi elektron dalam peluruhannya, dan ini terdekteksi dalam detektor. Proses yang serupa sebenarnya muon tercipta di atmosfer bumi dan turun ke bumi seperti hujan, ada kira-kira 100/m2/dtk. Tetapi kita tidak dapat mendeteksi muon secara langsung, karena muon itu seperti elektron yang beratnya 200 kali lebih berat. Oleh karena lebih berat, interaksi dengan mata itu lemah dan tembus ke tubuh kita tidak berasa apa-apa,” urainya.

“Teknik pencitraan dengan muon ketika melintasi materi ada dua penyebabnya, yaitu medan magnet dan scattering di dalam materi karena bertumbukan dengan inti atom. Jika inti berat, kita bisa menduga inti atom yang menyebabkan hamburan. Jika ingin mengukur tumbukan itu, kita harus mengitung momentum sebelum dan sesudah  keluar dari obyek,” tutur Suharyo.

Dalam pemaparannya tersebut, Suharyo menyampaikan bahwa aplikasi SiMP memerlukan pengujian presisi untuk kinerja terbaik dalam aplikasi. Baik terkait medis, penginderaan jauh, atau aplikasi lainnya. “Pengalaman ini menunjukkan bagaimana ‘hal-hal kecil’ seperti pengujian SiMP terhubung ke ‘gambaran besar’ fisika partikel eksperimental. (esw/ ed: adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN Kolaborasi Riset Global ALICE Bidang Elektronika, Informatika, Fisika Energi Tinggi, dan Nuklir

Tangerang Selatan, Humas BRIN. Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI) serta Organisasi Riset Nanoteknologi dan Mineral (ORNM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkolaborasi mengadakan webinar dengan tema ‘Aspek Riset Elektronika, Informatika, Fisika Energi Tinggi dan Nuklir pada Kolaborasi Riset Internasional ALICE (A Large Ion Collider Experiment)-CERN’, yang dilaksanakan secara daring pada Selasa (21/6).

Webinar ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Suharyo Sumowidagdo (Periset Pusat Riset Fisika Kuantum), Esa Prakasa (Kepala PR Sains Data dan Informasi BRIN), dan Rfiki Sadikin (Plt. Kepala Pusat Riset Komputasi BRIN). 

Dalam sambutannya Kepala OREI BRIN Budi Prawara menyampaikan bahwa webinar ini merupakan kolaborasi riset. “ALICE merupakan salah satu fasilitas milik organisasi Eropa terkait riset nuklir untuk mengakselerasi proton dan ion dengan energi yang tinggi. Kolaborasi riset dengan ALICE sudah dimulai sejak tahun 2014 yang lalu, periset kita diwakili oleh Rifki Sadikin melalui LIPI yang kemudian menjadi full member di tahun 2014,” ujarnya.

“Kolaborasi riset global ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas periset kita melalui interaksi dan kolaborasi dengan periset dari berbagi penjuru dunia dengan topik-topik riset terkini dan pelopor di bidangnya,” tambah Budi.

Saat ini BRIN sedang memproses addendum perjanjian dengan ALICE, dengan ini kita mengharapkan bertambahnya kolaborator dari Indonesia.  

“Webinar ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait dengan kerjasama. Untuk sementara kita mengusulkan agar partisipasi lembaga-lembaga Indonesia dibentuk sebagai institusi. Anggota pendiri klaster ini adalah BRIN, Universitas Indonesia (UI), dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Klaster ini akan menjadi ALICE Indonesia yang nantinya akan disingkat menjadi alice.id,” jelas Budi. 

BRIN akan menjadi lembaga utama ALICE dan bertangung jawab untuk menyelenggarakan klaster sekretariat, serta menyediakan infrasktruktur penelitian, seperti komputer khusus koneksi jaringan, ruang laboratorium, dan ruang kerja bersama. BRIN akan menyediakan dana untuk partisipasi periset atau siswa dalam ALICE ini.   

Skema asisten tersedia untuk partisipasi dalam jangka pendek sebagai contoh untuk waktu sampai dengan 1 tahun. Saat ini BRIN sedang menjajaki juga program degree by research, yakni gelar dengan skema penelitian tersedia untuk program gelar pascasarjana. Programnya 2 tahun S2 dan 3 tahun untuk mahasiswa doktoral. UI dan IPB akan menyediakan infrastruktur untuk mendidik mahasiswa magister dan Doktor serta pemberian gelar. Mahasiswa nanti akan dibimbing oleh dosen dari UI dan IPB serta supervisor dari BRIN. 

“Saya berharap webinar dari ketiga narasumber ini akan dapat bermanfaat bagi kita semua dan memberikan motivasi bagi kita, untuk dapat terus berkontribusi. Khususnya para periset di area riset fisika kuantum, kemudian material maju, dan elektronika informatika maju,” tuturnya. 

Pada kesempatan yang sama, Kepala ORNM BRIN, Ratno Nuryadibr memberikan sambutan bahwa webinar ini merupakan sebuah acara yang sangat penting dan membanggakan untuk kita semua. “Kita dapat berdiskusi dalam mengeksplorasi peluang-peluang yang bisa diberikan pada kolaborasi riset internasional di tingkat global khususnya ALICE di Swiss,” ucapnya. 

“Selama ini kita telah menunjukkan bagaimana kontribusi yang diberikan Indonesia ke internasional, khususnya ALICE dalam hal infrastruktur. Seiring dengan intergasi BRIN kita sadar bersama bahwa BRIN ini sekarang sangat luas bidang riset didalamnya. BRIN memiliki banyak OR dan PR dengan lingkup latar belakang riset yang bervariasi,” urai Ratno. 

“Semoga dengan adanya webinar ini kita bisa menggali potensi-potensi kerja sama dan menjadi ajang sosialisasi bagi periset yang sudah melakukan riset di ALICE dan berpengalaman, serta webinar ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita untuk membuka kira-kira peluang yang bisa kita eksplorasi untuk berkontribusi dalam kolaborasi ditingkat  global,” tuturnya. 


Suharyo Sumowidagdo dalam presentasi ini menyampaikan materi tentang ‘Pengenalan Kolaborasi Riset ALICE-CERN dan Riset Fisika, Instrumentasi, dan Elektronika pada ALICE-CERN’.

“ALICE adalah sebuah konsorsium atau kolaborasi terdiri dari banyak institusi yang sudah bersepakat bekerja sama dalam suatu topik penelitian. Hal ini memerlukan konstruksi untuk pembuatan instrumen penelitian yang besar, dalam hal ini ALICE dan terletak di lokasi yang khusus dalam hal ini CERN. Operasionalnya memakan waktu lama dan membutuhkan kepakaran dan SDM yang banyak,” jelas Suharyo.

ALICE beranggota 40 negara dan 173 institusi pada saat ini sedang dikembangkan materi paling panas yang diciptakan manusia di laboratorium dengan cara menumbukan partikel ion timbal. 

“Alat akselerator merupakan alat eksperimen, ada beberapa sub detektor dan memiliki fungsi masing-masing, serta partikel ion-ion. Jika ada tumbukan maka akan dideteksi oleh detektor. Large Hadron Collider (LHC) dan detektor memiliki jadwal operasional. Apabila periode run akselerator berjalan, detektor mengambil data. Jika long shut down, akselerator berhenti dan detektor bisa diakses. Pada saat akselerator berjalan ada radiasi yang sangat tinggi, sehingga detektor ditutup tidak dapat diakses,” urai Suhayo. 


Pemateri kedua, Esa Prakasa, pada webinar memaparkan materi tentang ‘Riset informatika pada kolaborasi ALICE-CERN: Studi Kasus Pendekatan Computer Vision untuk QC Detektor ITS (Inner Tracking System)’.

ALICE adalah fisika partikel berskala besar dan berjangka panjang percobaan. Eksperimen dilakukan di CERN, Swiss. Proyek ALICE sedang melakukan studi komprehensif tentang hadron, elektron, muon, dan foton yang dihasilkan dalam tumbukan inti berat. ALICE juga mempelajari tumbukan proton-proton dan proton-nukleus, keduanya sebagai perbandingan dengan tumbukan nukleus-nukleus.

“Secara singkatnya kami mengamati tumbukan partikel yang nantinya akan dilacak pergerakan partikel seperti apa. Selama proses tumbukan posisi dari partikel-partikel di dalam LHC akan direkam dengan sensor berupa chip yang jumlahnya sekitar 20.000. Sensor chip yang dipasang dalam detektor Inner Tracking System (ITS) ini merupakan yang paling awal, karena dalam satu tempat lintasan ada tumbukan lain, dan ini akan ada beberapa detektor lain di dalam radius yang lebih lebar,” terang Esa. 

“Detektor ITS ada beberapa lapisan semacam silinder yang tersusun dalam ribuan atau puluhan ribu sensor chip yang disebut dengan inner layer, middle layer, dan outer layer,” imbuh Esa.

“Pada kolaborasi ALICE ini kami merekam permukaan, baik itu sensor itu sendiri maupun pemasangan dan dihitung dengan logaritma untuk kemudian sebagai pembanding. Algoritma berbasis visi telah diterapkan untuk menilai kualitas chip, dalam hal properti 3D, integritas tepi chip, cacat permukaan, dan penyelarasan chip pada permukaan detektor,” lanjutnya.

Kemudian algoritma berbasis visi dapat digunakan untuk meningkatkan, tidak hanya kualitas chip sensor itu sendiri, tetapi juga dapat memastikan kualitas data eksperimen yang diperoleh oleh sensor yang dibangun. “Data yang dikumpulkan dari beberapa tahap berpotensi dianalisis dengan metode baru lainnya. Metode inspeksi visual akan diperlukan dalam proyek peningkatan di masa mendatang. Metode inspeksi juga dapat diterapkan dalam kegiatan manufaktur lainnya,” jelas Esa. 

Pemateri ketiga Rifki Sadikin tampil dengan paparan materi ‘Riset komputasi pada kolaborasi ALICE-CERN: Studi Kasus Koreksi Space-Charge Distortion pada Detektor TPC (Time Projection Chamber)’.

Dalam kesempatan ini Rifki menyampaikan keterlibatannya dalam proyek kerja sama dengan ALICE. “Kami terlibat di bagian komputasi terkait metode numerik dan pengolahan data di eksperimen ALICE pada salah satu detektor TPC. Secara kolaborasi kami terlibat dalam piranti lunak pengolahan data dan koordinasi komputasi. Saat ini kami juga di bagian rekontrasi dan kalibrasi aplikasi yang dibuat untuk membantu kontruksi jalannya detektor tersebut,” bahasnya. 

“Cara kerja detektor dengan besar diameter 5 meter panjang 5 m, yaitu mendeteksi elektron yang melintas di tutup silinder. Hasil gambar dari silinder adalah memang lintasan yang terdeteksi. Sampai saat ini kami masih mengembangkan produk ini,” pungkas Rifki. (esw/ed: adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Forum Ilmiah Sosialisasikan Riset Nanoteknologi dan Material BRIN

Serpong – Humas BRIN. Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (OR NM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengadakan Seri Webinar Presentasi Ilmiah Riset dan Inovasi ORNAMAT yang kedua, secara daring pada Selasa (17/5). Acara ini dilaksanakan dalam rangka penguatan iklim riset dan inovasi, akumulasi pengetahuan, serta sarana membuka peluang kolaborasi dengan mitra internal dan eksternal BRIN.

Riset bidang nanoteknologi dan material melingkupi riset dari hulu hingga hilir. Di hulu mulai dari teknologi eksplorasi pertambangan, termasuk penambangan ramah lingkungan.  Dilanjutkan teknologi metalurgi ekstraksi primer dan sekunder, hingga desain dan rekayasa paduan logam. Kemudian pengembangan material maju, kimia maju, teknologi polimer, hingga potensi aplikasi material, dengan berbagai studi terkait teori, komputasi, dan berbagai aplikasi untuk industri.

Kepala OR NM BRIN Ratno Nuryadi dalam sambutannya menyampaikan tujuan webinar ini untuk menampilkan topik riset dan inovasi di OR NM. “Topik dalam webinar ini merupakan pergiliran dari periset yang ada di kelompok riset OR NM. Sehingga di tahun 2022 semuanya bisa mendapat giliran,” ujarnya.

Webinar kali ini menampilkan dua narasumber OR NM BRIN, yaitu Hanggara Sudrajat dari Pusat Riset Fisika Kuantum dan Suryadi dari Pusat Riset Fotonik. “Selain narasumber periset BRIN, baik juga kalau sesekali kita bisa sisipkan, untuk mengundang juga pembicara dari luar BRIN,” imbuhnya.

Dirinya menegaskan bahwa kelompok riset BRIN merupakan tulang punggung dalam mengembangkan riset-riset BRIN saat ini. “Kelompok riset ini turut andil memberikan inovasi dan insolusi terhadap masalah-masalah yang ada di industri, masyarakat, bangsa, dan negara saat ini. Dari presentasi ini diharapkan aktivitas riset dapat dikenal oleh khalayak dan mengembangkan sosiokultural seorang ASN,” ucap Ratno.

Dalam presentasinya, Hanggara menjelaskan tentang rekayasa semikonduktor untuk mengkonversi energi dari cahaya ke kimia atau disebut fotosintesis artifisial. “Ada tiga target reaksi yang dituju, yaitu oksidasi air untuk memproduksi hidrogen, reduksi karbondioksida untuk memproduksi bahan bakar khususnya C1-2, serta photobiorefenery untuk memperoleh valorisasi biomassa,” jelasnya.

Lebih lanjut Hanggara memaparkan bahwa risetnya membutuhkan metode komputasi untuk mendapatkan kandidat material fotokatalis, yang berpotensi untuk bisa diaplikasikan pada skala industri. “Yang paling perlu diperhatikan adalah aman dan murah, apabila ingin meningkatkan ke skala yang lebih besar,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Suryadi menyampaikan topik riset terkait kebencanaan yaitu tanah longsor. “Saat ini Indonesia merupakan negara yang rawan bencana dikarenakan letak geografis yang berada di daerah tropis. Berdasarkan pengamatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hampir seluruh wilayah Indonesia ancaman bencana cukup tinggi terutama gempa dan tanah longsor,” terangnya.

Berdasarkan data tersebut, Suryadi beserta tim mengadakan riset tentang sistem monitoring gerakan tanah terhubung jaringan sensor nirkabel. “Kami merancang dan membangun sistem monitoring gerakan tanah, merancang dan membangun perangkat mobile gateway, serta karakteristik dan pengujian sistem yang dikembangkan,” tuturnya. (esw/ ed. adl)

Sumber : https://www.brin.go.id/news/104181/forum-ilmiah-sosialisasikan-riset-nanoteknologi-dan-material-brin