Jakarta – Humas BRIN. Periset Badan Riset dan Inovasi Nasional terus melakukan inovasi dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan riset. Kerja sama ini penting untuk menghilirkan dan memaksimalkan potensi riset, khususnya yang berbahan baku lokal.
Seperti yang dilakukan pada Senin (27/3), telah dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pusat Riset Material Maju, Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) BRIN dengan PT Hydrotech Metal Indonesia (PT HMI) di kantor pusat BRIN Jakarta.
PT HMI adalah perusahaan yang bergerak di bidang penyimpanan energi dan teknologi pertambangan, terkait ekstraksi logam seperti nikel, cobalt dan mangan untuk menjadi prekursor baterai lithium. Oleh karena itu, dengan meningkatnya kebutuhan baterai pada kendaraan listrik yang sejalan dengan kebijakan pemerintah, kerja sama ini akan melakukan optimalisasi ekstraksi dari bahan-bahan tersebut.
Kepala Pusat Riset Pertambangan, Anggoro Tri Mursito menyampaikan, pihaknya dari kelompok riset material berkelanjutan dan recycling, akan fokus pada riset dari hulu ke hilir.
“Kerja sama dengan PT HMI terutama untuk recovery metal sulfat dengan inovasi teknologi ekstraksi nikel STAL (Step Temperature Acid Leach), bisa dikembangkan lebih lanjut dan menghasiltan temuan, invensi, maupun inovasi baru, sehingga bisa mendapatkan kekayaan intelektual yang bisa dilisensikan dan dikomersialisasikan, serta dimanfaatkan untuk industri pertambangan Indonesia yang lebih baik,” tutur Anggoro.
Pada kesempatan yang sama, Direktur PT HMI Widodo Sucipto menyampaikan harapannya, dengan kerja sama tersebut bisa memanfaatkan teknologi yang dikembangkan BRIN, memotong proses-proses bisnis yang tidak menguntungkan, sehingga akan didapatkan biaya yang lebih murah.
“Kita harus mampu memanfaatkan semua sumber daya alam (metal) yang dimiliki Indonesia, oleh putra-putra bangsa, yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi bangsa Indonesia,” ujar Sucipto.
Sementara Tenaga Ahli Utama Dewan Pengarah BRIN Surat Indrijarso yang turut hadir pada acara tersebut, menyampaikan arahannya tentang pentingnya mematenkan hak kekayaan intelektual hasil karya para periset dan hilirisasi hasil-hasil riset, sehingga membawa dampak positif yang bisa dirasakan masyarakat. “BRIN telah menjalin komunikasi dengan Kemenkumham, untuk mempermudah proses pengakuan hak-hak kekayaan intelektual periset tersebut,” jelas Surat. (jp/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), kembali menyelenggarakan forum pertemuan ilmiah riset ORNAMAT, dalam upaya mendukung penguatan iklim riset, akumulasi pengetahuan, dan sarana membuka peluang kolaborasi bagi mitra, baik internal maupun eksternal BRIN, secara daring, pada Selasa (24/01).
Kepala ORNM BRIN yang diwakili oleh Kepala Pusat Riset Teknologi Polimer, Joddy Arya Laksmono menyampaikan bahwa webinar kali ini menghadirkan dua peneliti BRIN, yang keduanya akan menjelaskan tentang perkembangan risetnya terkait pemanfaatan sumber daya logam nikel di Indonesia dengan perspektif masing-masing.
Joddy menyampaikan bahwa peneliti dari Pusat Riset (PR) Metalurgi BRIN, Moch Syaiful Anwar, menampilkan materi ‘Karakteristik Deformasi Creep Baja Tahan Panas Austenitik untuk Pipa Boiler PLTU Ultra Super Kritis’, dan Sudiyarmanto dari PR Kimia Maju membawakan materi ‘Sintesis dan Karakterisasi Film Tipis Berbasis Nikel yang Dipreparasi Menggunakan Teknik Deposisi Fluida Superkritik’.
“Jadi sebagaimana kita ketahui bahwa di setiap PLTU terdapat boiler sebagai sumber penghasilan uap panas untuk menggerakan turbin, dimana kondisi uap panas yang dihasilkan tergantung pada kebutuhan tenaga untuk menggerakan turbin,” ucapnya.
“Bisa jadi uap panas itu berada pada kondisi ultra super kritis secara termodinamika, sehingga diperlukan suatu material khusus yang bisa menjaga agar PLTU itu bisa terus beroperasi, dengan baja tahan panas austenitik,” sambungnya.
Kemudian Joddy menerangkan metode deposisi menggunakan fluida pada kondisi super kritis, menjadi perhatian di kalangan periset, khususnya di dalam pengembangan bahan baja padat. Jadi nikel merupakan unsur kimia metalik, yang termasuk ke dalam logam transisi,” jelas Joddy.
Ditambahkan olehnya, nikel memiliki sifat keras dan ulet, memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan khas untuk berbagai aplikasi seperti katalis. “Tentunya didukung oleh karakterisasi yang dapat menjelaskan fenomena pembentukan film dan aplikasinya, ini akan menjadi sangat menarik manakala dalam pembentukan lapisan film tipisnya, menggunakan metode fluida,” tambah Joddy.
Dalam kesempatan tersebut, peneliti dari Kelompok Riset Baja, Pusat Riset Metalurgi BRIN, Moch Syaiful Anwar, menjelaskan bahwa boiler Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dapat dikategorikan menjadi 4, yaitu PLTU Sub Kritis (dibawah titik kritis air 540°C dan 17-22 MPa, efisiensi operasi kurang dari 38%), kemudian PLTU Superkritis/SC ( diatas titik kritis air 600/615°C dan 25 MPa, efisiensi operasi kurang dari 42%) selanjutnya PLTU Ultra-Superkritis/ USC (diatas titik kritis air 620°C dan 30 MPa, efisiensi operasi kurang dari 42-46 %) serta PLTU Advance Ultra-Superkritis /A-USC (diatas titik kritis air 700-760°C dan 35 MPa, efisiensi operasi lebih dari 50 %).
“Di Indonesia, saat ini melalui PT PLN telah mengoperasikan PLTU Jawa 7 menggunakan teknologi boiler ultra super kritis (USC), yang diyakini dapat meningkatkan efisiensi pembangkit hingga 15 % lebih tinggi dibandingkan dengan no-USC serta teknologi USC membuat emisi yang dihasilkan lebih ramah lingkungan,” ungkapnya.
Selain memberikan pemahaman tentang teknologi boiler USC, Syaiful meyampaikan potensi baja boiler mengalami deformasi creep akibat beban tetap dan panas yang tinggi. “Creep adalah deformasi plastis tergantung waktu pada beban atau tegangan konstan. Creep merupakan fenomena temperatur tinggi T > 0,4 Temperatur metric yang terjadi secara signifikan,” terangnya.
Dalam penelitiannya tentang creep, Syaiful menggunakan material pipa baja tahan panas 253 MA dengan diameter luar 60.33 mm, tebal 3.9 mm, panjang 200 mm, dengan nilai kekerasan awal 191 HV. Material baja tersebut kemudian dilakukan proses, antara lain, preparasi, pembuatan spesimen, uji creep rupture, uji tarik, proses perlakuan panas, proses pendinginan, hingga pengukuran struktur butir mikro baja dengan alat karakterisasi.
Dari kesimpulan risetnya, uji creep rupture bertujuan untuk mengetahui ketahanan logam terhadap beban dan atau suhu tinggi yang konstan hingga logam tersebut terdeformasi. “Uji creep rupture yang dilakukan pada 700°C dengan beban 150 MPa menunjukkan hasil korelasi antara ukuran butir, sifat mekanik, dan waktu,” ulas Syaiful.
Riset Film Tipis Nikel dengan Fluida Superkritik
Kemudian peneliti dari Pusat Riset Kimia Maju BRIN, Sudiyarmanto, memaparkan bahwa fluida superkritik atau super critic fluid (SCF) merupakan suatu keadaan zat yang dibentuk pada kondisi di atas titik kritisnya yaitu di atas temperatur kritis (T) dan tekanan kritis (P). “Di sinilah dua fasa yang tadinya terpisah yaitu cairan dan gas, di fasa superkritik ini terlihat tidak ada pembedanya atau tidak ada pemisahnya,” ujarnya.
Menurutnya, SCF memiliki beberapa keunggulan. “Diantaranya mempunyai daya larut yang tinggi, mudah disesuaikan temperatur dan tekanan, sifat hybrid properties, bisa secara intensitas lebih mirip ke air dan secara difusitas lebih mirip ke gas, tegangan permukaan nol, dan dapat didaur ulang,” urainya.
Mengenai aplikasi SCF, sangat banyak digunakan di berbagai bidang diantaranya pangan dan farmasi, serta energi dan lingkungan. “Sekarang ini, untuk SCF banyak terbit paper, yaitu aplikasi SCF di bidang nano dan material, terutama yang berkaitan dengan surface chemistry atau kimia permukaan,” terangnya.
Dalam risetnya, Sudiyarmanto berfokus ke bidang film tipis (thin film), namun tidak menutup kemungkinan SCF bisa digunakan di bentuk-bentuk nanomaterial yang lainnya, seperti di nano partikel, kawat nano dan seterusnya.
Fluida yang digunakan oleh Sudiyarmanto berupa karbodioksida (CO2) yang memiliki banyak keunggulan. “Fluida CO2 paling banyak digunakan untuk SCF, yang mempunyai keunggulan dari setting temperatur (T) dan tekanan (P) mempunyai kondisi titik kritis ringan. Kemudian CO2 tidak beracun dan tidak mudah terbakar, CO2 juga bisa diartikan sebagai inert, dan sebagai kategori solvent yang ramah lingkungan,” kata peneliti Kelompok Riset Katalis.
Beberapa produk film lapis tipis berhasil disintesis dan dikarakterisasi oleh Sudiyarmanto dan tim melalui metode SCF berbasis nikel, menggunakan nikel (Ni), platinum (Pt), dan tembaga (Cu). Baik film tipis Ni-Pt alloy (paduan nikel dan platinum) dan Ni-Cu alloy (paduan nikel dan tembaga). (esw/jp/ls/hrd/adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar nikel dunia. Sebagai salah satu komponen utama dalam baterai dan stainless steel (baja khusus), nikel memainkan peranan penting dalam transisi dari energi fosil menjadi energi terbarukan, dan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Apalagi tren kendaraan listrik sedang meningkat.
Saat ini hampir 70% produk turunan nikel dunia digunakan sebagai bahan baku stainless steel, 11% untuk baterai, 7% untuk berbagai paduan logam, dan sisanya digunakan untuk berbagai bahan baku industri mulai lapisan anti korosi, katalis, magnet, pigmen dan berbagai aplikasi lainnya.
Profesor riset dari Pusat Riset Metalurgi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Efendi dalam presentasinya menyampaikan materi dengan judul Pengenalan ‘First Use dan End Use, Nikel dan Potensi Hilirasinya di Indonesia’. Dalam ulasannya Efendi menjelaskan cadangan bijih nikel yang melimpah perlu dimaksimalkan dengan pengembangan produk nikel hilir untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.
“Beberapa penggunaan nikel dalam produk hilir seperti stainless steel, baterai, paduan nikel, serbuk nikel, lapis nikel, dan senyawa nikel perlu dikenali dan dikaji potensi hilirisasinya,” terang Efendi pada Workshop Metalurgi yang diselenggarakan secara virtual, Jumat (09/12).
Efendi menjelaskan produk hilir nikel dan potensi hilirisasinya di Indonesia. “Dari kajian ini muncul pemikiran bahwa selain stainless steel dan baterai, pengembangan produk paduan dan senyawa nikel perlu menjadi fokus perhatian,” jelasnya.
Sementara peneliti dari Pusat Riset Metalurgi Iwan Setiawan menyampaikan bahasan tentang ‘Piro dan Hidrometalurgi Nikel Laterit’. Dalam paparannya Iwan menyampaikan bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel yang sangat besar bahkan tertinggi di dunia.
“Dengan tumbuhnya industri pengolahan nikel, baik menjadi feronikel maupun nikel kimia untuk baterai, tentunya akan meningkatkan pendapatan negara. Di sisi lain, pemanfaatan bijih ini akan menurunkan cadangan nikel secara cepat, dan memungkinkan juga akan terjadi degradasi lingkungan,” ungkap Iwan.
Guna mengatasi hal tersebut, lanjut Iwan, proses hilirisasi hendaknya dipercepat sampai menuju produk akhirnya, karena hilirisasi yang sedang berjalan belum sepenuhnya meningkatkan nilai tambah yang signifikan, karena hanya sampai produk antara.
“Bila hilirisasi dilakukan dengan tuntas, maka eksploitasi sumber daya alam akan dapat dikurangi yang dampaknya sustainability dapat berjalan. Beberapa riset dapat dilakukan untuk mempercepat hilirisasi dan memecahkan masalah lingkungan,” imbuh Iwan.
Ia menjelaskan bahwa pirometalurgi merupakan suatu proses pengolahan atau ekstraksi logam menggunakan panas secara intensif. Sementara hidrometalurgi merupakan proses pengolahan atau ekstraksi logam berharga menggunakan media cair atau larutan pada kondisi atmosferik atau bertekanan.
Teknologi hidrometalurgi yang sudah terbukti yaitu High-Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan bahan baterai kendaraan listrik. Teknologi ini unggul dari sisi perolehan nikel dan kobalt, penggunaan energi yang minimum, dan ramah lingkungan.
“Sejumlah smelter di Indonesia pada saat ini yang akan mulai beroperasi menggunakan HPAL dan beberapa masih dalam tahap konstruksi. Produk utama dari proses ini adalah Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan Mixed Sulphide Precipitate (MSP). Bahan ini sebagai bahan utama komponen baterai lithium,” ulasnya. (esw, mfn/ ed:ls,adl)
Sumber : https://brin.go.id/news/111085/potensi-hilirisasi-nikel-di-indonesia-dan-pemanfaatannya
Tangerang Selatan, Humas BRIN. Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melakukan kunjungan ke Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam rangka penjajakan memperbarui progres pemanfaatan penambangan, Rabu (26/10).
Dalam pertemuan ini, Kepala ORNM diwakili oleh Kepala Pusat Riset Teknologi Pertambangan (PRTPb), Anggoro Tri Mursito. Sementara dari Direktorat Industri, Semen, Kermaik dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam, Kemenperin diwakili Mayzaky serta didampingi oleh konsultan dari PT Pasade Utama.
Pada sesi diskusi, Anggoro Tri Mursito menjelaskan pusat riset ORNM yang berada di kawasan sains dan teknologi (KST) BJ Habibie. “Kami di sini ada beberapa pusat riset yang hadir luring, ada dari perwakilan kelompok riset Pusat Riset Teknologi Pertambangan, Metalurgi, Kimia Maju, dan Material Maju berlokasi di KST BJ Habibie, Tangerang Selatan. Ada pula peserta yang hadir secara daring dari beberapa lokasi, diantaranya Babarsari Yogyakarta, Tanjung Bintang Lampung, dan Cisitu Bandung,” terangnya.
Selain itu, Anggoro menyampaikan profil riset pertambangan ORNM setelah satu tahun keberadaan BRIN. Mulai dari proses bisnis, perkembangan progres dari fundamental riset, sampai ke ekonomi di bidang spesial pasir kuarsa maupun untuk kuarsit. “Kami akan perbarui lagi, sehingga kita dapatkan gambaran, kajian, penelitian, maupun ekonomi yang terkini,” tambahnya
“Kami berkunjung ke BRIN untuk mengetahui adanya kajian mengenai proses pengolahan Nano Silika menjadi Sel Surya,” ujar Mayzaky. “Selain itu, kami mengharapkan adanya ouputnya lebih dulu, pertama adanya komunitas dari Nano Silika, yaitu hilirisasi industri dan teknologi pengolahannya yang berkaitan saat ini, sehinga kami datang ke BRIN, kemudian data-data dan entitas silika menjadi tersedia,” jelasnya.
Ditambahkan oleh Mayzaky, kajian bersama BRIN merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari kajian Kemenperin, dan PT Pasade membutuhkan beberapa data dalam menyusun kajian.
Senada dengan Mayzaky, Agung Nugroho dari PT Pasade menjelaskan bahwa perusahannya ditunjuk oleh Kemenperin, untuk melakukan kajian tentang silika, terutama pengolahannya untuk sel surya.
PT Pasade mengambil sampel di empat provinsi yaitu provinsi Banten, Medan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Tengah. “Kami dapatkan bahwa pasir silika tidak efesien sebagai bahan baku sel surya. Kandungan pasir kita luar biasa sudah diekplorasi dan sudah diolah, tetapi kami menemukan bahwa pasir silika tidak efesien digunakan sebagai bahan baku sel surya, menurut versi yang kami pelajari dari Balai Pengujian Mineral,” ungkapnya.
“Pasir silika ini akan terbentuk fume silika sehingga tidak efisien, sedangkan yang efsien adalah kuarsit,” tambahnya.
PT Pasade belum menemukan cukup informasi atau data tentang kuarsit walaupun ada di Sumatra Barat dan Aceh, tetapi sebatas sumber daya yang belum menjadi cadangan dan perekonomiannya. PT Pasade ingin menggali lebih lanjut ke BRIN terkait pengujian-pengujian kuarsit tersebut.
“Sebagai informasi pasir silika tidak efesien, tetapi tetap saja pasir silika menurut Telnologi Mineral dan Batubara (Tekmira) bisa digunakan sebagai Metallurgical Grade Silicon (MGSI) yang berguna untuk bahan kimia, paduan, dan sebagainya.
“Menjadi pekerjaan rumah bagi Kemenperin adalah pasir silika apakah layak diolah menjadi MGSI atau beralih ke kuarsit seperti versinya Tekmira. Untuk itu, diharapkan di lingkungan BRIN, sudah ada penelitian-penelitian lain tentang pasir silika dan sebagainya,” tuturnya.Di akhir diskusi Anggoro mengatakan bahwa BRIN akan mengidentifikasi pemanfaatan nano silika bersama stakeholder yang lain. “Setelah BRIN mengindetifikasikan seluruh badan litbang, periset-periset Kementerian dan Lembaga, termasuk dari Tekmira dan Balitbang, Kementerian EDSM yang telah bergabung, kami akan paham betul untuk kajian ini,” ucapnya. (hrd/ ed. ls, adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Implan tulang merupakan prosedur medis di dunia kedokteran ortopedi, yaitu mengganti bagian tulang yang cedera atau hilang dengan bahan tertentu. Di Indonesia, kebutuhan implan tulang terus meningkat, baik untuk mengobati cedera tulang karena faktor kecelakaan maupun kasus penyakit degeneratif tulang. Namun sayangnya, implan tulang di Indonesia kebanyakan masih berupa impor.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), turut berupaya melakukan riset implan tulang. Berbagai material implan diteliti agar sesuai dengan kondisi tubuh jaringan manusia. Tujuannya agar Indonesia bisa mandiri memenuhi kebutuhan implan dalam negerinya sendiri.
Kepala ORNM – BRIN, Ratno Nuryadi menyampaikan bahwa di BRIN ada riset material kesehatan terkait dengan pengembangan material komposit pada kompatibel material, untuk alternatif material implan tulang sementara.
“Isu di kesehatan selalu cepat sekali perkembangannya. Mudah-mudahan kita bisa mengikuti perkembangan dari ilmu teknologi riset dan inovasi di bidang ini, khususnya untuk material implan tulang,” ujar Ratno dalam sebuah webinar yang bertajuk ORNAMAT seri 15, Selasa (18/10).
Peneliti dari Pusat Riset Material Maju, Iwan Setyadi menerangkan penelitian yang tengah dikembangkan yakni ‘Pengembangan Komposit Magnesium-Carbonate Apatite (Mg-xCA) Bioabsorbable’ untuk Alternatif Material Implan Tulang Sementara (Temporary Bone Implant)’.
Menurut Iwan, Terdapat perbedaan antara implan permanen dan implan sementara. Implan permanen bersifat inert, tahan korosi, dan membutuhkan operasi pasca penyembuhan. Sementara implan sementara memiliki kesesuaian antara kekuatan dan laju korosi, biokompatibel, dan tanpa operasi pasca penyembuhan.
Dia mengatakan adanya paradigma dokter ortopedi untuk mengembangkan implan tulang sementara. “Hal ini menarik minat banyak peneliti, karena tidak memerlukan pelepasan pasca implantasi, setelah kesembuhan pasien yang mengalami traumatik tulang,” kata Iwan.
Untuk itulah para peneliti mengembangkan dengan menggunakan logam biodegradable, yang salah satunya adalah logam Magnesium (Mg). Dengan harapan implan ini dapat menjadi alternatif, selain implan tulang permanen berbahan bioinert (SS316L dan paduan titanium), yang selama ini digunakan.
Riset yang dilakukan Iwan berfokus pada peningkatan kemampuan Magnesium melalui pembentukan komposit berbasis Magnesium dengan penguat Carbonate Apatite (CA). “Dengan menggunakan CA sebagai penguat, memiliki keunggulan lebih mudah diserap dan tidak membentuk jaringan fibrotik dibandingkan Hydroxiapatite (HA), sehingga lebih disukai untuk penyembuhan tulang,” jelas Iwan.
Riset ini telah menghasilkan prototipe awal material berupa rod dan pelat. “Saat ini terus diupayakan bagaimana meningkatkan sifat mekanis dan memperbaiki laju degradasi Magnesium-Carbonate Apatite, dengan tetap menjaga sifat biokompatibilitaasnya melalui proses penguatan deformasi, agar dapat diaplikasikan,” urainya.
Dirinya menginformasikan kerja sama antar disiplin ilmu perlu dilakukan terutama dengan para dokter dan akademisi lainnya, untuk proses pengembangan lebih lanjut. Dalam riset ini telah terjalin kerja sama dengan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (Departemen Teknik Mesin, dan Departemen Teknik Metalurgi dan Material) dan Fakultas Kedokteran UI (Departemen Ortopedi dan Traumatologi). (hrd/ed:adl,pur)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nano Teknologi dan Material (ORNM) mengadakan serial webinar ke-12. Topik yang diangkat adalah Analisis Kerusakan dan Pengkajian Sisa Umur Material, yang disampaikan oleh Ilham Hatta. Peneliti yang berasal dari Kelompok Riset (PR) Teknologi Perpanjangan Umur Pada Struktur Mekanik, Pusat Riset (PR) Teknologi Kekuatan Struktur, OR Energi dan Manufaktur (OREM).
Dalam sambutannya, Kepala ORNM Ratno Nuryadi menyampaikan bahwa webinar kali ini lebih menarik. “Webinar reguler ORNAMAT biasanya menghadirkan narasumber dari ORNM, namun pada ORNAMAT ke-12 ini menghadirkan narasumber yang berasal dari OR Energi dan Manufaktur. Beliau akan berbagi terkait dengan analisis kerusakan dan pengkajian sisa umur material. Tentu ini menarik untuk kita ketahui terkait inspeksi peralatan pada industri,” ujarnya.
“Konon kondisi peralatan industri Indonesia banyak yang sudah tua, sehingga menyebabkan kerusakan yang dapat berdampak pada korban jiwa, kebakaran, ataupun dampak negatif lainnya, sehingga dibutuhkan keahlian untuk menganalisis bagaimana terjadinya suatu kerusakan. Serta bagaimana menganalisis sisa umur komponen yang masih utuh dan masih dapat dioperasikan,” ungkapnya.
Dalam presentasinya, Ilham Hatta memaparkan latar belakang diperlukan analisis kerusakan dan pengkajian sisi umur material. “Saat ini kondisi peralatan industri yang ada di Indonesia sudah tua. Akibatnya sering terjadi kerusakan yang mengakibatkan ada korban jiwa, kebakaran, dan mengancam K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) di industri tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya keahlian tentang bagaimana menganalisis terjadinya suatu kerusakan dan menetukan sisa umur komponen yang masih utuh dan masih dapat dioperasikan,” paparnya.
Menurut pakar teknik manufaktur ini, definisi kerusakan adalah perubahan bentuk atau kondisi sutau material, komponen, atau peralatan yang mengalami deformasi plastis, yakni secara visual tampak adanya irreversible traces atau tidak mampu lagi berfungsi secara memuaskan, sebagaimana yang diharapkan. Klasifikasi kerusakan dapat dimulai dari damage/defect, fracture/crack, fracture/break dan rupture.
“Damage/defect yakni kondisi terjadnya akumulasi aliran plastis pada struktur atau komponen, tetapi masih bisa digunakan. Fracture/crack menunjukkan keadaan konstruksi mula retak. Fracture/break yakni kondisi saat konstruksi menjadi dua bagian atau lebih. Sementara rupture merupakan kondisi patah disertai mengalami kelelahan, gesekan, atau korosi,” ulasnya.
Lebih lanjut, Ilham menjelaskan kapan komponen itu dikategorikan rusak. “Salah satunya bila komponen, peralatan, atau konstruksi secara seluruhan tidak mampu lagi dioperasikan, atau apabila peralatan masih mampu dioperasikan, tetapi tidak mampu lebih lama lagi untuk melaksanakan fungsinya memuaskan seperti yang diharapkan. Bisa juga peralatan dalam kondisi sangat buruk dan tidak dapat diandalkan atau tidak aman lagi untuk dioperasikan, sehingga komponen, peralatan, atau konstruksi tersebut harus diperbaiki atau diganti,” jelasnya.
Dikatakan olehnya, tujuan dari analisis kerusakan adalah mengutarakan secara jelas suatu kemungkinan yang menyebabakan timbulnya kerusakan, menentukan penyebab pertama timbulnya kerusakan primer, mendapatkan petunjuk yang berguna untuk mencegah timbul dan meluasnya tingkat kerusakan, serta menetapkan langkah-langkah preventif untuk menghindari kerusakan, karena manusia akan menerima dampaknya.
Salah satu peranan dan manfaat analisis kerusakan adalah bagi perancang yang akan menggunakan hasil kerusakan untuk memperbaiki rancangan produk teknisnya. Baik sebelumnya maupun sesudah produk teknis tersebut diperkenalkan kepada konsumen. “Pembuat atau produsen material juga dapat memanfaatkan hasil analisis kerusakan untuk membantu dalam proses memilih, mengolah, mengembangkan, memproduksi jenis material baru secara tepat, dan menyesuaikan dengan fungsi material tersebut,” ucap Ilham.
“Selain itu analisis kerusakan juga dapat dimanfaatkan oleh produsen produk rekayasa atau manufaktur, pemakai atau konsumen, para penjamin pemakai (user advocates), serta dalam kegiatan rekayasa industri,” imbuhnya.
Ia juga menjelaskan apa saja yang mungkin dapat meyebabkan kerusakan pada material. “Kemungkinan sumber kerusakan antara lain temperatur, beban, lingkungan, ataupun cacat bawaan pada saat diproduksi. Pengujian dapat dilakukan dengan uji merusak dan uji tak merusak alat yang akan diuji,” tutur peneliti ahli utama ini.
Analisis kerusakan dan pengkajian sisa umur material merupakan aplikasi ilmu pengetahuan tentang dasar-dasar material, yang bisa diterapkan untuk mengkaji dan menganalisis terjadinya kerusakan material, komponen, atau konstruksi pada struktur peralatan industri yang ada. “Tujuannya untuk menjaga kemanan, keselamatan, dan kesehatan dalam bekerja di lokasi industri, dari segala jenis kondisi lingkungan yang ada,” tegas Ilham.
Di akhir paparannya, Ilham menyampaikan harapannya bahwa dengan keilmuan ini seorang insinyur bisa menjadi seorang dokter, yang obyek pemeriksaan atau pengujiannya adalah material, komponen, dan konstruksi. “Karena semua yang ada di sekeliling kita, baik dalam temperatur ruang, kondisi dingin atau panas, semuanya terbuat dari berbagai macam material, mulai dari logam ferro, non ferro, polimer, keramik, dan komposit, yang mau tidak mau akibat umur pemakaiannya akan mengalami kerusakan, serta punya batas umur sesuai dengan kehendak perancangnya,” pungkasnya. (esw/ ed. adl)
Tangerang Selatan, Humas BRIN. Agus Budi Prasetyo, periset Pusat Riset Metalurgi – Badan Riset dan Inovasi Nasional, pada Selasa (31/5) menyampaikan penelitiannya yang berjudul ‘Terak Feronikel sebagai Secondary Resources Mineral Berharga melalui Ekstraksi Piro-Hidrometalurgi’. Topik riset tersebut dipresentasikan pada webinar ORNAMAT seri #3 tahun 2022 di lingkungan Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN.
Agus Budi membagikan pengalamannya terutama di bidang ekstraksi metalurgi khusus untuk sumber daya sekunder. Terak Feronikel merupakan limbah buangan (by product) dari pengolahan feronikel dari nikel laterit yang ada di Indonesia. “Kami menggunakan proses Ekstraksi Piro-Hidro ini dengan harapan bisa memanfaatkan dari terak tersebut untuk dimanfaatkan bahan-bahan yang masih berharga atau unsur-unsur yang ada di dalam Terak Feronikel,” ujar Agus.
Indonesia merupakan negara yang diberikan suatu cadangan yang melimpah terutama untuk nikel laterit. Menurut sumber USGS tahun 2020, bahwa 24% cadangan nikel di dunia yaitu dari Indonesia.
Salah satu pengolahan yang dilakukan terhadap nikel laterit yaitu proses pembuatan Feronikel dengan proses RKEF (rotary kiln electric furnace) yang dari hasil proses tersebut menghasilkan produk samping berupa terak feronikel.
“Untuk produk 1 juta ton feronikel dapat menghasilkan sekitar 6 – 8 juta ton Terak Feronikel, jadi untuk menghasilkan 1 ton produk samping dari terak ini bisa mencapai 6- 8 juta ton, sehingga ini merupakan suatu hasil/limbah buangan yang begitu banyak,” jelasnya.
Dari beberpa literatur dan pengalaman, bahwa kandungan di terak feronikel ini masih banyak unsur berharga, seperti magnesium, silika, nikel, kobalt, kromium, besi, dan logam tanah jarang ( LTJ).
Sementara untuk pemanfaatan Terak Feronikel selama ini banyak digunakan sebagai bahan uruk, bahan konstruksi, untuk campuran semen, pemanfaatan pupuk, bahan baku batako, dan genteng yang berasa dari terak.
Potensi Terak Feronikel (TFN)
Daribeberapa literatur menyebutkan masih bisa mengekstrak logam-logam yang ada di dalam TFN, seperti untuk ekstraksi nikel, magnesium, silika, dan sebagaimya. “Tim kami mencoba untuk pemanfaatkan TFN juga dengan beberapa metode atau proses yang dimodifikasi,” terang Agus.
Dari beberapa literatur potensi yang paling tinggi adalah silika dan magnesium. Silika manfaatnya sangat banyak pada industri keramik, cat, industri karet, ban, gelas, kosmetik, konstruksi, dan sebagai campuran untuk aspal.
Menurut sumber Indonesian.alibaba.com bahwa harga untuk silika presipitat, silika amorf, dan nano silika sangat tinggi dengan per-kg bisa mencapai US$ 100/kg.
Kemudian manfaat magnesium sendiri dalam bentuk oksida sebagai bahan baku refraktori, bahan baku pembuat pasta gigi, industri cat dan tinta, industri farmasi dan kosmetik, bahan baku pupuk tanaman, dan sebagai paduan logam. Dengan harga pasar yang sangat tinggi seperti magnesium oksida bubuk, baik yang murni atau pun masih 60 – 95%, bahkan food grade bisa mencapai US$ 1000/ton.
Kemudian potensi yang lain seperti potensi LTJ yang ada di Terak Feronikel, bahwa sekarang pangsa pasar dan produsen dikuasai oleh Cina, USA, Australia, Malaysia, dan India. Beberapa aplikasi yang bisa dimanfaatkan dari LTJ, diantaranya untuk magnet, baterai, katalis, dan sebagai dengan harga yang sangat tinggi. Seperti untuk cerium dan lantanum dalam bentuk oksida bervariasi harganya. Kebutuhan dunia pada tahun 2020, menurut Dutta et al. mencapai 200.000 ton.
Alur Penelitian
Dari itu semua, kelompok penelitian tim Agus mencoba untuk memanfaatkan atau mengekstrak beberapa logam yang berharga, antara lain:
Kita coba untuk roasting fusi alkali dengan memanfaatkan natrium karbonat sampai 10000C memberikan efek peningkatan intensitas fsa SiO2 dan terbentuknya sodium silikat (Na2SiO3).
Kemudian kita coba proses dengan water leaching dengan air terhadap sampel hasil fusi alkali, menghasilkan pelarutan SiO2 dengan persen ekstraksi paling tinggi sebesar 45,33%, dan dapat menghasilkan silika presipitat.
Dan dari residu dcoba diiolah lagi dengan proses penindian secara asam dengan menggunakan asam klorida (HCl) terhadap magnesium sebesar 82,67%, cerium 92,63% dan lanthanum 86,82%.
“Jadi ekstraksi logam-logam berharga dari TFN bisa dilakukan dengan proses bertahap piro-hidrometalurgi, dan ini bukan suatu proses akhir konsentrasi, tetapi awal dari pemanfaatan ini karena masih ada tahapan lain untuk memisahkan magnesium, lantanum, sebagai oksida yang bisa dimanfaatkan untuk industri-industri yang membutuhkan,” tutup periset Kelompok Riset Ekstraksi Metalurgi dari Ekstraksi Sumber Daya Sekunder. (hrd/ ed: adl)