Potensi Hilirisasi Nikel di Indonesia dan Pemanfaatannya

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar nikel dunia. Sebagai salah satu komponen utama dalam baterai dan stainless steel (baja khusus), nikel memainkan peranan penting dalam transisi dari energi fosil menjadi energi terbarukan, dan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Apalagi tren kendaraan listrik sedang meningkat.

Saat ini hampir 70% produk turunan nikel dunia digunakan sebagai bahan baku stainless steel,  11% untuk baterai, 7% untuk berbagai paduan logam, dan sisanya digunakan untuk berbagai bahan baku industri mulai lapisan anti korosi, katalis, magnet, pigmen dan berbagai aplikasi lainnya.

Profesor riset dari Pusat Riset Metalurgi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Efendi dalam presentasinya menyampaikan materi dengan judul Pengenalan ‘First Use dan End Use, Nikel dan Potensi Hilirasinya di Indonesia’. Dalam ulasannya Efendi menjelaskan cadangan bijih nikel yang melimpah perlu dimaksimalkan dengan pengembangan produk nikel hilir untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.

“Beberapa penggunaan nikel dalam produk hilir seperti stainless steel, baterai, paduan nikel, serbuk nikel, lapis nikel, dan senyawa nikel perlu dikenali dan dikaji potensi hilirisasinya,” terang Efendi pada Workshop Metalurgi yang diselenggarakan secara virtual, Jumat (09/12).

Efendi menjelaskan produk hilir nikel dan potensi hilirisasinya di Indonesia. “Dari kajian ini muncul pemikiran bahwa selain stainless steel dan baterai, pengembangan produk paduan dan senyawa nikel perlu menjadi fokus perhatian,” jelasnya.

Sementara peneliti dari Pusat Riset Metalurgi Iwan Setiawan menyampaikan bahasan tentang ‘Piro dan Hidrometalurgi Nikel Laterit’. Dalam paparannya Iwan menyampaikan bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel yang sangat besar bahkan tertinggi di dunia.

“Dengan tumbuhnya industri pengolahan nikel, baik menjadi feronikel maupun nikel kimia untuk baterai, tentunya akan meningkatkan pendapatan negara. Di sisi lain, pemanfaatan  bijih ini akan menurunkan cadangan nikel secara cepat, dan memungkinkan juga akan terjadi degradasi lingkungan,” ungkap Iwan.

Guna mengatasi hal tersebut, lanjut Iwan, proses hilirisasi hendaknya dipercepat sampai menuju produk akhirnya, karena hilirisasi yang sedang berjalan belum sepenuhnya meningkatkan nilai tambah yang signifikan, karena hanya sampai produk antara.

“Bila hilirisasi dilakukan dengan tuntas, maka eksploitasi sumber daya alam akan dapat dikurangi yang dampaknya sustainability dapat berjalan. Beberapa riset dapat dilakukan untuk mempercepat hilirisasi dan memecahkan masalah lingkungan,” imbuh Iwan.

Ia menjelaskan bahwa pirometalurgi merupakan suatu proses pengolahan atau ekstraksi logam menggunakan panas secara intensif. Sementara hidrometalurgi merupakan proses pengolahan atau ekstraksi logam berharga menggunakan media cair atau larutan pada kondisi atmosferik atau bertekanan.

Teknologi hidrometalurgi yang sudah terbukti yaitu High-Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan bahan baterai kendaraan listrik. Teknologi ini unggul dari sisi perolehan nikel dan kobalt, penggunaan energi yang minimum, dan ramah lingkungan.

“Sejumlah smelter di Indonesia pada saat ini yang akan mulai beroperasi menggunakan HPAL dan beberapa masih dalam tahap konstruksi. Produk utama dari proses ini adalah Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan Mixed Sulphide Precipitate (MSP). Bahan ini sebagai bahan utama komponen baterai lithium,” ulasnya. (esw, mfn/ ed:ls,adl)

Sumber : https://brin.go.id/news/111085/potensi-hilirisasi-nikel-di-indonesia-dan-pemanfaatannya