Tangerang Selatan, Humas BRIN. Agus Budi Prasetyo, periset Pusat Riset Metalurgi – Badan Riset dan Inovasi Nasional, pada Selasa (31/5) menyampaikan penelitiannya yang berjudul ‘Terak Feronikel sebagai Secondary Resources Mineral Berharga melalui Ekstraksi Piro-Hidrometalurgi’. Topik riset tersebut dipresentasikan pada webinar ORNAMAT seri #3 tahun 2022 di lingkungan Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN.
Agus Budi membagikan pengalamannya terutama di bidang ekstraksi metalurgi khusus untuk sumber daya sekunder. Terak Feronikel merupakan limbah buangan (by product) dari pengolahan feronikel dari nikel laterit yang ada di Indonesia. “Kami menggunakan proses Ekstraksi Piro-Hidro ini dengan harapan bisa memanfaatkan dari terak tersebut untuk dimanfaatkan bahan-bahan yang masih berharga atau unsur-unsur yang ada di dalam Terak Feronikel,” ujar Agus.
Indonesia merupakan negara yang diberikan suatu cadangan yang melimpah terutama untuk nikel laterit. Menurut sumber USGS tahun 2020, bahwa 24% cadangan nikel di dunia yaitu dari Indonesia.
Salah satu pengolahan yang dilakukan terhadap nikel laterit yaitu proses pembuatan Feronikel dengan proses RKEF (rotary kiln electric furnace) yang dari hasil proses tersebut menghasilkan produk samping berupa terak feronikel.
“Untuk produk 1 juta ton feronikel dapat menghasilkan sekitar 6 – 8 juta ton Terak Feronikel, jadi untuk menghasilkan 1 ton produk samping dari terak ini bisa mencapai 6- 8 juta ton, sehingga ini merupakan suatu hasil/limbah buangan yang begitu banyak,” jelasnya.
Dari beberpa literatur dan pengalaman, bahwa kandungan di terak feronikel ini masih banyak unsur berharga, seperti magnesium, silika, nikel, kobalt, kromium, besi, dan logam tanah jarang ( LTJ).
Sementara untuk pemanfaatan Terak Feronikel selama ini banyak digunakan sebagai bahan uruk, bahan konstruksi, untuk campuran semen, pemanfaatan pupuk, bahan baku batako, dan genteng yang berasa dari terak.
Potensi Terak Feronikel (TFN)
Dari beberapa literatur menyebutkan masih bisa mengekstrak logam-logam yang ada di dalam TFN, seperti untuk ekstraksi nikel, magnesium, silika, dan sebagaimya. “Tim kami mencoba untuk pemanfaatkan TFN juga dengan beberapa metode atau proses yang dimodifikasi,” terang Agus.
Dari beberapa literatur potensi yang paling tinggi adalah silika dan magnesium. Silika manfaatnya sangat banyak pada industri keramik, cat, industri karet, ban, gelas, kosmetik, konstruksi, dan sebagai campuran untuk aspal.
Menurut sumber Indonesian.alibaba.com bahwa harga untuk silika presipitat, silika amorf, dan nano silika sangat tinggi dengan per-kg bisa mencapai US$ 100/kg.
Kemudian manfaat magnesium sendiri dalam bentuk oksida sebagai bahan baku refraktori, bahan baku pembuat pasta gigi, industri cat dan tinta, industri farmasi dan kosmetik, bahan baku pupuk tanaman, dan sebagai paduan logam. Dengan harga pasar yang sangat tinggi seperti magnesium oksida bubuk, baik yang murni atau pun masih 60 – 95%, bahkan food grade bisa mencapai US$ 1000/ton.
Kemudian potensi yang lain seperti potensi LTJ yang ada di Terak Feronikel, bahwa sekarang pangsa pasar dan produsen dikuasai oleh Cina, USA, Australia, Malaysia, dan India. Beberapa aplikasi yang bisa dimanfaatkan dari LTJ, diantaranya untuk magnet, baterai, katalis, dan sebagai dengan harga yang sangat tinggi. Seperti untuk cerium dan lantanum dalam bentuk oksida bervariasi harganya. Kebutuhan dunia pada tahun 2020, menurut Dutta et al. mencapai 200.000 ton.
Alur Penelitian
Dari itu semua, kelompok penelitian tim Agus mencoba untuk memanfaatkan atau mengekstrak beberapa logam yang berharga, antara lain:
- Kita coba untuk roasting fusi alkali dengan memanfaatkan natrium karbonat sampai 10000C memberikan efek peningkatan intensitas fsa SiO2 dan terbentuknya sodium silikat (Na2SiO3).
- Kemudian kita coba proses dengan water leaching dengan air terhadap sampel hasil fusi alkali, menghasilkan pelarutan SiO2 dengan persen ekstraksi paling tinggi sebesar 45,33%, dan dapat menghasilkan silika presipitat.
- Dan dari residu dcoba diiolah lagi dengan proses penindian secara asam dengan menggunakan asam klorida (HCl) terhadap magnesium sebesar 82,67%, cerium 92,63% dan lanthanum 86,82%.
“Jadi ekstraksi logam-logam berharga dari TFN bisa dilakukan dengan proses bertahap piro-hidrometalurgi, dan ini bukan suatu proses akhir konsentrasi, tetapi awal dari pemanfaatan ini karena masih ada tahapan lain untuk memisahkan magnesium, lantanum, sebagai oksida yang bisa dimanfaatkan untuk industri-industri yang membutuhkan,” tutup periset Kelompok Riset Ekstraksi Metalurgi dari Ekstraksi Sumber Daya Sekunder. (hrd/ ed: adl)