Tangerang Selatan – Humas BRIN. Teknologi kuantum semakin lama semakin berkembang. Kuantum teknologi menggunakan prinsip-prinsip fisika yang dapat meningkatkan kemampuan dalam gawai sehari-hari. Sektor energi, transportasi, komunikasi, pertahanan, finansial, dan kesehatan berpotensi menggunakan teknologi kuantum.
Dalam webinar ORNAMAT #25, Selasa (14/03), yang diselenggarakan Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material Badan Riset dan Inovasi Nasional (ORNM BRIN), peneliti Donny Dwiputra dari Pusat Riset (PR) Fisika Kuantum memaparkan tema “Teknologi kuantum: Dari baterai kuantum hingga black hole”. Menurutnya, baterai kuantum saat ini sebagai salah satu teknologi jangka menengah yang relatif tahan efek lingkungan dibandingkan dengan komputer kuantum.
Donny memaparkan kemajuan teknologi secara umum menuntut kebutuhan energi yang semakin besar, cepat, dan efisien. “Baterai kuantum merupakan divais penyimpanan energi yang operasinya memanfaatkan fenomena kuantum untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan dan kecepatan pengisian dayanya,” jelasnya.
“Salah satu keunggulan yang ditawarkan dibandingkan dengan baterai konvensional adalah kecepatan pengisian energi yang semakin tinggi, seiring bertambahnya banyaknya modul baterai kuantum yang digunakan. Hal ini diukur melalui daya yang skalanya mengikuti ukuran dari baterai tersebut,” tambah Donny.
Sampai saat ini, perkembangan riset baterai kuantum masih pada tahap teoretis dan sangat sedikit realisasi eksperimen (proof-of-concept) yang telah diciptakan.
“Menariknya, beberapa sistem yang digunakan sebagai baterai kuantum juga dapat mensimulasikan fenomena alam pada kondisi yang sangat ekstrem, yakni pada lubang hitam (black hole) dan lubang cacing (worm hole). Korespondensi dari kedua teori yang berbeda skala ini akan membuka cakrawala baru bagi pengembangan teknologi masa depan,” ulas Donny.
Aplikasi Kristal Fotonik
Dalam kesempatan yang sama, Isnaeni, peneliti PR Fotonik menyampaikan materi tentang ‘Manipulasi cahaya pada skala nano dengan kristal fotonik’.
Di awal paparannya Isnaeni mengatakan bahwa kristal fotonik adalah struktur dielektrik periodik yang dirancang untuk membentuk struktur pita energi untuk foton, yang memungkinkan atau melarang perambatan gelombang elektromagnetik pada rentang frekuensi tertentu.
“Hal ini membuat kristal fotonik ideal untuk aplikasi manipulasi dan panen cahaya. Dalam presentasi ini akan dibahas tentang sifat kristal fotonik, beberapa riset terkait kristal fotonik dan aplikasi kristal fotonik pada bidang teknologi, LED, dan sel surya,” terang Kepala Pusat Riset Fotonik tersebut.
Lebih lanjut Isnaeni menjelaskan ada beberapa jenis kristal fotonik dengan sifat unik dan potensi aplikasinya. “Ada yang terdiri dari ada 1 dimensi, 2 dimensi, 3 dimensi, quasicrystals. dan serat optik kristal,” sebutnya.
“Manfaat dari kristal fotonik adalah sebagai pelapis yang sangat efektif, filter optik, serta perangkat lain yang memanipulasi cahaya dalam rentang panjang gelombang tertentu, mengontrol perambatan cahaya dalam arah tertentu, membuat pandu gelombang, sensor yang sangat efisien, membuat sifat dan efek optik baru seperti kemampuan untuk memanipulasi polarisasi dan fase cahaya, telekomunikasi dan penginderaan serta aplikasi lainnya,” lanjut Isnaeni.
“Kristal fotonik memiliki berbagai aplikasi potensial diberbagai bidang termasuk komunikasi optik, penginderaan, pencitraan, pemanenan energi, komputasi kuantum, dan material,” kata Isnaeni.
Mewakili Kepala ORNM BRIN, Ika Kartika, Kepala Pusat Riset Metalurgi, menyampaikan bahwa webinar ORNAMAT yang mengangkat tema baterai kuantum dan kristal fotonik, bisa mendukung penguatan iklim riset, akumulasi pengetahuan, dan sarana membuka peluang kolaborasi bagi mitra, baik internal maupun eksternal BRIN.
“Harapannya dengan dua topik ini, dapat membantu peserta webinar di lingkungan ORNM maupun diluar BRIN, untuk mempelajari secara umum mengenai aplikasi baterai kuantum, di mana baterai ini juga merupakan alat sangat dibutuhkan saat ini. Sedangkan untuk fotonik dapat dimanfaatkan aplikasi dalam rancangan penelitian dan implementasi fotonik ke depannya,” ujarnya. (esw, mfn/ ed: adl)
Tangerang Selatan, Humas BRIN. Sri Rahayu, periset Pusat Riset Material Maju – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pada Selasa (14/6) mempresentasikan risetnya berjudul ‘Sintesa Co-Doped Cerium Gadolinium Oxide dengan Metoda Sol Gel Ramah Lingkungan untuk Aplikasi Solid Oxide Fuel Cell’. Topik riset tersebut dipresentasikan pada webinar ORNAMAT seri #4 tahun 2022 di lingkungan Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN.
Sri Rahayu memaparkan terkait so gel baru yang ramah lingkungan untuk aplikasi SOFC (Solid Oxide Fuel Cell).
Dalam presentasinya Sri menyampaikan latar belakang melakukan riset fuel cell. “Ini terkait dengan kegundahan banyak orang terhadap dampak lingkungan yang disebabkan oleh pembangkit fosil. Pada pertemuan Konferensi Iklim COP26, negara-negara bersepakat untuk mengganti pembangkit fosil mereka terutama barubara ke pembakit lain yang lebih ramah lingkungan, salah satunya fuel cell,” ujarnya.
Hal tersebut juga disampaikan oleh Kementerian ESDM bahwa hidrogen itu akan didorong menjadi kontributor transisi energi di Indonesia guna menuju net zero emission di tahun 2060. Sejalan dengan energi terbarukan lainnya seperti pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik hidro, dan panas bumi.
“Fuel cell adalah perangkat elektrokimia yang mengubah reaksi kimia menjadi energi listrik. Cara kerjanya mirip dengan cara kerja baterai yang terdiri dari anoda, katoda, dan elektrolit,” jelas Sri.
“Fuel cell sebagai perangkat penghasil listrik yang sangat bersih karena keluarannya itu hanya uap air (H2O), juga murah, serta mudah dan cepat pengoperasiannya,” tambahnya.
Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)
Fuel cell terdiri dari berbagai macam jenis bergantung dari material dan operasi temperaturnya. Sri dan tim sendiri mengembangkan fuel cell pada solid oxide fuel cell (SOFC).
“SOFC merupakan salah satu jenis fuel cell yang disukai karena dapat beroperasi pada suhu tinggi serta tidak harus menggunakan hidrogen, tetapi bisa mempergunakan gas alam lainnya sebagai bahan bakar (fuel),” jelas Sri.
“Tetapi karena suhu yang tinggi, mengakibatkan biaya operasi menjadi tinggi, mudah terdegradasi, dan maintenance yang tinggi,” lanjutnya.
Sri menyampaikan, bahwa banyak orang yang ingin menurunkan suhu operasi temperatur di bawah 6000C. “Salah satu upaya untuk menurunkan temperatur adalah dengan mendapatkan elektrolit yang padat dan memiliki ion konduktif yang sangat tinggi. Salah satu caranya adalah dengan dua substitusi ion (co-doped),” menurut periset muda ini.
“Jadi kita punya host, dan kita ganti unsurnya dengan dua unsur lainnya yang memiliki ion radius yang mirip,” terangnya lagi.
“Dengan menggunakan dua substitusi ion (co-doped) diharapkan aktifasi energinya turun dan ion konduktifnya menjadi naik, dengan syarat kita harus mencari mismatch-nya tidak terlalu jauh sehingga kita bisa mendapat konduktivitas yang optimum,” paparnya.
Cerium Gadolinium Oxide (CGO)
Diketahui, bahwa metode sintesa powder itu bisa dilakukan dengan dua cara yaitu:
Mekanikal yang sering kita tahu seperti ball mill, mechanical milling, dan itu sangat umum dipergunakan di industri karena murah, mudah, dan proven teknologinya, tetapi produk finalnya terkadang kemurniannya tidak terlalu bagus karena homogenitasnya tidak terlalu baik dan ukuran partikelnya cenderung tidak terlalu halus.
Dari proses kimiawi memiliki kemurnian yang tinggi dan komposisi kontrol yang baik, dan ukuran partikelnya yang sangat kecil, tetapi komprosifitasi agak sulit karena control pH.
Sri dan tim mengusulkan sintesa co-doped CGO dengan metoda sol gel sodium alginat yang ramah lingkungan, untuk aplikasi SOFC. Sodium alginat merupakan biopolimer yang berasal dari ekstraksi ganggang cokelat di mana terdapat dua gugus yaitu manorolit acid (M) dan glorini acid (G) yang banyak digunakan di industri farmasi, rabeh, maupun makanan.
“Jadi kami menawarkan metoda sodium alginat ramah lingkungan untuk digunakan pada co-coped cerium gadolinium oxide (CGO) agar dapat menurunkan suhu operasinya di bawah 6000C, serta mengurangi biaya operasi, maintenance, dan degradasi material,” kata Sri.
Metodologi yang diterapkan yaitu sodium alginate powder yang digunakan diletakkan pada rotary fan device dan disemprot oleh deionized water agar menghasilkan sodium granules. Kemudian granules-nya dimasukkan ke dalam metal nitrate yang setelah dilarutkan dalam deionised water, diaduk di stirrer dalam waktu beberapa jam, dan akan mendapatkan wet metal-alginate granules. “Begitu mendapatkan wet metal-alginate granules, setelah itu dioven agar mendapatkan granules yang kering setelah itu kalkinasi,” ungkap periset Kelompok Riset Fuel Cell dan Hidrogen.
Hasil Riset
Untuk proses optimasi kalkinasinya Sri dan tim mempergunakan thermogravimetric analysis (TGA), untuk mendapatkan suhu optimumnya. “Melalui Cerium Gadolinium Oxide (CGO), sementara dengan perbandingan Cerium (Ce) 80, Godolinium (Gd) 20 dan saya co-doped dengan parsial substitusi Godolinium (Gd) dengan disprosium pada komposisi Cerium (Ce) 80, Godolinium (Gd) 10, dan Disprosium (Dy) 10, DCe 80, Gd 10, dan Ho 10, serta Ce 80, Gd 10, dan Er 10. Sehingga dapat ditunjukkan bahwa dia itu akan drop di suhu sekitar 4000C,” paparnya.
Dengan teknik analisis XRD (X-Ray Difraction) untuk mengidentifikasi fasa kristalin terlihat bahwa tidak ada fasa lainnya yang terdeteksi bahwa suhu 7000C lebih tajam dan 500 ribu lebih broad karena pengaruh temperatur.
Dari hasil kristalografinya, terkonfirmasi bahwa fasa yang terbentuk adalah cubic fluorit cristal structure dengan Fm3m space group, dengan crystalline size-nya pada suhu 5000C sekitar 12 nanometer sedangkan pada suhu 7000C sekitar 20-30 nanometer.
“Hasil dari Struktur kristal menunjukkan fase tunggal cubic (fluorite). Dengan ukuran kristal akhir nanopartikel pada kalsinasi suhu 5000C lebih kecil dibandingkan suhu 7000C,” ucapnya.
“Jadi dengan metode sol-gel baru ini (sodium alginat) merupakan proses yang menjanjikan untuk menghasilkan nanopartikel senyawa kompleks logam untuk SOFC karena prosesnya beroperasi pada suhu rendah dan menggunakan bahan ramah lingkungan yang dapat menekan biaya produksi,” kata Sri.
Sri berharap dari hasil risetnya, bisa berkolaborasi dengan kelompok riset lainnya dalam pengembangannya. “Bisa mengembangkan dengan bio-polimer lainnya, menghitung tekno ekonomian,” tutup peraih S3 dari University of Leeds di Inggris tahun 2021. (hrd/ ed: adl)
Tangerang Selatan, Humas BRIN. Yogi Angga Swasono, periset Pusat Riset Teknologi Polimer – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pada Selasa (14/6) mempresentasikan risetnya berjudul ‘The Optimization of Tensille Strength Property of Polypropylene/Clay Composite Prepared in a Twin Screw Extruder’ (Optimasi Sifat Tensile Strength Polypropylene/Clay yang Dipreparasi Menggunakan Alat Twin Screw Extuder). Topik riset tersebut dipresentasikan pada webinar ORNAMAT seri #4 tahun 2022 di lingkungan Organisasi Riset Nano Teknologi dan Material BRIN.
Riset ini dimulai dari pengertian komposit itu sendiri secara dominan terdiri dari polimer sebagai matriks dan serat atau filler (pengisi) sebagai material untuk penguat. Ada pun aplikasi untuk komposit polimer ini ada di beberapa bidang antara lain: otomotif, aeronautical, material untuk bangunan, peralatan rumah tangga, dan kemasan.
Keunggulan dari komposit polimer ini adalah resistensi terhadap korosi, lebih mudah proses manufakturnya, ringan, kuat, dan ductile sifatnya.
Lalu polypropylene (PP) adalah salah satu jenis termoplastik polimer yang digunakan sebagai matriks dalam komposit polimer. Kemudian clay atau tanah liat, digunakan luas sebagai filler pada komposit polimer.
Ada beberapa keunggulan PP dibandingkan dengan termoplastik polimer lainnya antara lain kemudahan dalam prosesnya, rigidity yang baik, murah biaya produksinya, ringan, dan memiliki sifat mekanis yang baik.
Sedangkan keunggulan dari penggunaan clay pada komposit, antara lain memiliki rasio area permukaan dan volume yang besar, reaktivitas yang tinggi, struktur lapisannya yang berskala nano, penggunaannya yang rendah atau komposisinya yang rendah yang digunakan untuk komposit, dan peningkatan mechanical properties dari polimer yang ditambahkan clay.
Di samping keunggulan-keunggulan PP dan clay, terdapat tantangan atau yang perlu diperhatikan dalam pencampuran atau penggabungan PP dan clay, antara lain dispersi, clay dalam matriks PP, kemudian ikatan antara PP dan clay itu sendiri, kemudian penggunaan dari compatibilizer atau kopling agent, lalu komposisi dari PP Clay dan compatibilizer, serta kondisi dari proses.
Lalu setelah dilakukan studi literatur, Yogi menemukan beberapa jenis compatibilizer itu sendiri, antara lain polypropylene-methyl polyhedral oligomeric silsesquioxane (PP-POSS), styrene-ethylene-butylene-styrene block copolymer grafted maleic anhydride (SEBS-g-MA), dan polypropylene grafted maleic anhydride (PP-g-MA).
Yogi menjelaskan dari beberapa jenis compatibilizer, PP-g-MA memiliki peningkatan mekanikal properti yang paling baik dari komposit PP Clay dibandingkan dengan jenis compatibilizer lainnya. Sehingga pada riset ini digunakan PP-g-MA sebagai compatibilizer atau penghubung antara PP yang memiliki sifat hidrofobik dan clay yang memiliki sifat yang lebih hidrofilik.
“Dari beberapa literatur-literatur yang telah distudi, ada tiga parameter proses yang mempengaruhi kenaikan dari tensile strength polimer atau komposit polimer . Pertama, rasio clay, dan compatibilizer sebagai penghubung antara PP dan clay, kedua, temperatur proses, dan ketiga screw speed atau kecepatan pengadukan,” terang Yogi.
“Ada tiga material yang digunakan pada riset ini antara lain: Pertama, polypropylene (PP) sebagai matrik dalam polymer composites. Kedua, clay sendiri sebagai filler/reinforcement agent yang mengandung 25 – 50% organic compound. Ketiga, Polypropylene-grafted-Maleicanhydride (PP-g-MA) sebagai compatibilizer/penghubung antara PP dengan clay,” jelas Yogi.
Preparasi Sampel
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan Yogi, ada tiga variabel untuk preparasi sampel antara lain rasio, kecepatan putar screw atau kecepatan pengadukan, dan temperatur proses.
“Dari ketiga variabel ini saya atur level-level per variabel yaitu rasionya 1:1, 1:2, dan 1:3. Untuk screw speed-nya saya variasikan dari 30, 40, dan 50 rpm, lalu temperatur dari 180, 200, dan 220 0C,” kata Yogi.
“Dari tiga variabel dan tiga level dari variasi ini, dihasilkan kurang lebih ada 15 sampel untuk variasi, rasio, kecepatan, dan temperatur,” lanjutnya.
Tahapan dari riset yang lakukan, yaitu PP, clay, dan 6 wt % dari PPgMA, dicampur menggunakan twin screw extruder, kemudian terbentuklah komposit PP/Clay. Lalu komposit PP/Clay yang dihasilkan dari twin screw extruder dicetak menggunakan alat injection molding, sehingga memenuhi standar ASTM D-638 spesimen pengujian ASTM D-638, kemudian dilakukan pengujian tensile strength.
Setelah didapatkan data-data dari pengujian tensile strength dari 15 sampel tersebut dilakukan optimasi menggunakan software Minitab 16. Yang terakhir dilakukan analisis dari struktur clay yang berada didalam matrik PP itu menggunakan alat analisis XRD.
Hasil
Hasil dari 15 sampel yang telah diuji tensile strength, didapatkan nilai terendah untuk nilai tensile strength rata-rata sebesar 30,359 N/mm2, kemudian yang tertinggi nilai tensile strength rata-rata sebesar 32,353 N/mm2. Jika dilihat ke-15 sampel dengan tidak ditambahkan clay dan tidak ditambahkan PPgMA, maka nilai dari tensile strength rata-ratanya sebesar 27,895 N/mm2.
“Dengan penambahan clay dan adanya compatibilizer di dalam komposit clay ini, meningkatkan sifat tensile strength dari 30,359 N/mm2 yang paling rendah sampai 32,353 N/mm2,” ungkap Yogi.
Lanjutnya, dari ke-15 data tensile strength ini diolah menggunakan software Minitab16, kemudian dihasilkan data-data untuk Analysis of Variance (Anova) yang dihasilkan antara lain rasio clay compatibilizer (X1), screw speed (X2), dan temperatur (X3).
X1, X2, X3 yang merupakan suku-suku yang terdapat di polynomial equation. Kemudian polynomial equation digunakan untuk proses response optimizer dalam menentukan titik optimum dari variasi yang dilakukan di riset ini.
Dari Anova didapatkan 4 suku yang berpengaruh signifikan antara lain rasio clay compatibilizer (X1), screw speed (X2), kemudian X1*X1 yang merupakan kuadratik dari komponen/suku X1, serta X1*X2 yang merupakan koefisien untuk interaksi antara rasio Clay/compatibilizer (X1) dan Screw speed (X2).
Selain penentuan secara Anova, dilakukan uji lack of fit atau kesesuaian model dengan kesesuaian data-data tensile strength dengan model yang dihasilkan. Jadi lack of fit yang dihasilkan pada model ini memiliki nilai sebesar 0,379 artinya di atas nilai confidence level (0,05) sehingga persamaan polinomial dapat digunakan untuk memprediksi nilai tensile strength.
Optimasi
Setelah dilakukan analisis Anova, lalu dilakukan response optimizer dengan menggunakan software Minitab dihasilkan faktor atau variabel rasio dari clay compatibilizer sebesar 1:1,25, lalu variabel screw speed sebesar 60 RPM, dan temperatur proses di suhu 2200C dihasilkan nilai dari sampel verfikasi tersebut adalah sekitar 32,84 N/mm2.
“Nilai composite dari PP clay yang dihasilkan sebesar 32,84 N/mm2 didapat pada rasio clay compatibilizer sebesar 1:1,25 , lalu screw speed 50 rpm, dan temperatur proses di 220 0C sebagai kondisi yang optimum,” papar periset muda ini.
Hasil yang terakhir adalah analisis dari struktur clay di dalam PP dilakukan dengan menggunakan analisis XRD.
Dengan dianalisis dari program XRD pada karakteristik clay mengalami penurunan intensitas pada 2-theta 3,53 deg, kemudian pergeseran puncak ke sudut 2 theta yang lebih kecil/rendah, dan perubahan dari jarak antar lapisan (d-spacing change) di dalam clay.
Oleh karena adanya difusi dari PP, lapisan-lapisan yang ada di dalam struktur clay itu mengalami perubahan dengan semakin bertambah jarak antar lapisan. Hal ini terkonfirmasi dari nilai jarak antar lapisan ini mengalami peningkatan jika sebelum ditambahkan PP, yaitu sekitar 24,8 Å menjadi 31,5 Å , artinya bertambah tebal atau bertambah tinggi jarak antar lapisannya. Pun demikian dengan sampel verifikasi yang mengalami perubahan ketebalan lapisan sebesar 34,1 Å
“Dari hasil XRD dikonfirmasi bahwa peningkatan dari tensile strength disebabkan oleh adanya lapisan-lapisan clay yang terinterkalasi atau bertambah tebal lapisan clay-nya,” tutur alumni Teknik Kimia UGM tahun 2021. (hrd/ ed: adl)
Tangerang Selatan, Humas BRIN. Pusat Riset Fisika Kuantum – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyelenggarakan Kolokium Fisika BRIN, pada Selasa (14/6). Topik yang diangkat adalah ‘Kalkulasi Struktur Elektronik Material dan Visualisasi Data dengan Python oleh pembicara internal BRIN, yaitu Ahmad Ridwan Tresna Nugraha.
Selaku Kepala PR Fisika Kuantum, Ridwan kerap disapa, memperkenalkan PR Fisika Kuantum. Di PR Fisika Kuantum ada lima kelompok riset, yaitu Fisika Teori Energi Tinggi, Fisika Nuklir dan Partikel Eksperimen, Teori Materi Kuantum, Simulasi dan Desain Nanomaterial, dan Perangkat dan Teknologi Kuantum.
Sementara kegiatan riset di grup Ridwan yaitu Teori Materi Kuantum ada beberapa kegiatan riset yang mencakup Condensed Matter, Quantum Optics, dan Energy Conversion dengan paradigma fisika teori dan komputansi, seperti mengoptimasi efisiensi material energi. “Dari fisika teori kita juga ingin mengetahui material-material yang bagus untuk konversi energi, seperti material baterai, termoelektrik, dan fotovoltaik,” ungkapnya.
Ridwan sendiri pernah mengerjakan Elektromagnetik dan Optomekanik tentang electromechanical actuators, serta Light-induced mechanical vibrations, Light-Matter Interaction and Quantum Transport, seperti Spectroscopy theory, Quantum Hall Effect, dan Spintronics/Valleytronics.
Selain itu, topik-topik hangat yang dikerjakan diantaranya adalah Quantum Hydrodynamics, Quantum Foundations, Novel Monte Carlo simulation, dan Topological Materials.
“Saya hanya ingin menunjukkan kita bisa menggunakan bahasa apa pun untuk melakukan kalkulasi struktur elektronik material,” ujarnya.
Dirinya lebih sering menggunakan Python Matplotlib untuk menggambar grafik karena ada keunggulan tersendiri yang lebih enak digunakan dibandingkan software sebelumnya.
“Hanya untuk beberapa kasus, kalau mau memplot seperti animasi, yang banyak gambarnya yang berkali-kali diulang dengan menggunakan script, saya lebih cenderung menggunakan Gnuplot,” kata Ridwan.
Ridwan merasakan bahwa menggunakan software Python ternyata multiguna untuk keperluan riset sehari-hari. “Melalui Python bisa menggunakan scientific computation dan plotting atau visualisasi dalam satu antarmuka,” katanya.”Melalui platform berbasis web, yakni Jupyter di web browser, langsung terlihat kita menghitung dan keluar plotnya,” imbuhnya.
Walaupun Ridwan pernah merasa sebal juga saat menghitung yang kelas berat. “Perlu diakui Python sulit diparalelisasi, lambat untuk kalkulasi atau komputasi numerik yang kelas berat. Misalnya memecahkan permasalahan nilai eigen yang matriks penyusunnya berukuran besar,” ucap lulusan strata-2 dan strata-3 di Tohoku University, Jepang.
Ia menyarankan, bagi yang membutuhkan hitungan yang sangat berat, lebih baik tidak menggunakan bahasa Python, tetapi menggunakan yang lain seperti Fortran, atau C/C++.
Pada tahun 2019, dengan menggunakan Python, dengan cepat Ridwan dan tim bisa mempublikasis paper dengan judul ‘Optimal band gap for improved thermoelectric performance of two-dimensional Dirac materials‘.
Menurutnya, jika ada permasalahan, ia melakukan kalkulasi, komputasi, lalu visualisasi, dan dijadikan paper. “Itu akan menjadi cara yang paling cepat bagi yang belum pernah belajar bahasa tersebut sama sekali,” tuturnya.
Ridwan melanjutkan bahwa dalam melakukan kalkulasi struktur elektronik material bisa dimulai dengan memperhatikan bahwa material itu ada di mana-mana.
“Dengan hal tersebut, kita bisa lihat material serta tantangan yang terkait dengan material itu, yang dapat muncul dalam berbagai aplikasi dan pada berbagai skala,” jelasnya.
“Jadi di industri dan aplikasi lainnya pemahaman tentang bagaimana material berperilaku serta kaitannya dengan fisika fundamental, itu akan memungkinkan perkembangan serta kemajuan yang lebih pesat lagi,” terangnya.
“Kita butuh tools prediktif dari sisi teori, komputasi dengan akurasi yang lebih tinggi yang memungkinkan untuk membuat prediksi yang lebih kuantitatif tentang material,” tegas Kapusris muda ini.
Sebagai informasi, Kolokium Fisika Kuantum rutin diselenggarakan dua kali setiap bulannya, dengan menghadirkan pembicara dari internal PR Fisika Kuantum BRIN, maupun pembicara tamu dari luar BRIN. Topik yang disajikan sangat beragam terkait berbagai fenomena kuantum, baik dari ranah fundamental, hingga aplikasi teknologi dari cabang fisika partikel, hingga ke fisika material. (hrd/ ed: adl)
Tangerang Selatan, Humas BRIN. Pusat Riset Fisika Kuantum (PRFK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali menyelenggarakan seri webinar dengan tema ‘Silicon Photomultiplier Testing Platform’ secara daring, pada Kamis (23/6).
Pada kesempatan ini, narasumber yang memberikan presentasi adalah Suharyo Sumowidagdo (Peneliti Madya PRFK). Proyek yang ia lakukan adalah terlibat dalam sub detektor, tugasnya menguji komponen untuk sensor cahaya.
Silicon Photomultiplier (SiPM) atau dikenal juga sebagai Multi-Pixel Photon Counter adalah sebuah sensor cahaya yang berbasis semi konduktor/teknologi silicon. “Sebenarnya aplikasinya banyak, sebagai contoh kamera digital adalah salah satu aplikasi dari foto sensor basis silikon. Aplikasinya seperti medical imaging (PET: Positron Emission Tomography, SPECT : Single Photon Emission Computed Tomography) dan remote sensing (LIDAR: Light Detection and Ranging),” ungkap Suharyo.
“Sebagai kita ketahui beberapa waktu ini di Amerika Latin, dengan menggunakan LIDAR kita bisa melihat dari pesawat terbang atau helikopter, ada reruntuhan arkeologi tersembunyi di balik hutan. Jika dari segi taktisnya, SiPM ukuran kecil dan memberikan resolusi besar, tidak memerlukan tegangan tinggi, dan dapat diproduksi massal,” jelas Suharyo.
Ditambahkan olehnya bahwa SiPM pada eksperimen partikel fisika dipakai untuk deteksi photon dalam intensitas rendah, serta eksperimen neutrino atau ada peluruhan yang langka.
“Saya terlibat pada eksperimen Mu2e, yakni mencari suatu proses sebuah muon (partikel elementer) berubah langsung menjadi elektron dalam peluruhannya, dan ini terdekteksi dalam detektor. Proses yang serupa sebenarnya muon tercipta di atmosfer bumi dan turun ke bumi seperti hujan, ada kira-kira 100/m2/dtk. Tetapi kita tidak dapat mendeteksi muon secara langsung, karena muon itu seperti elektron yang beratnya 200 kali lebih berat. Oleh karena lebih berat, interaksi dengan mata itu lemah dan tembus ke tubuh kita tidak berasa apa-apa,” urainya.
“Teknik pencitraan dengan muon ketika melintasi materi ada dua penyebabnya, yaitu medan magnet dan scattering di dalam materi karena bertumbukan dengan inti atom. Jika inti berat, kita bisa menduga inti atom yang menyebabkan hamburan. Jika ingin mengukur tumbukan itu, kita harus mengitung momentum sebelum dan sesudah keluar dari obyek,” tutur Suharyo.
Dalam pemaparannya tersebut, Suharyo menyampaikan bahwa aplikasi SiMP memerlukan pengujian presisi untuk kinerja terbaik dalam aplikasi. Baik terkait medis, penginderaan jauh, atau aplikasi lainnya. “Pengalaman ini menunjukkan bagaimana ‘hal-hal kecil’ seperti pengujian SiMP terhubung ke ‘gambaran besar’ fisika partikel eksperimental. (esw/ ed: adl)
Tangerang Selatan, Humas BRIN. Pusat Riset Fotonik – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuat webinar SEKOPI (Seminar Kolaborasi Optoelektronika) volume I pada Rabu (22/6). Kegiatan ini bertujuan untuk mempererat kerja sama riset bidang laser, optik, fotonik dan optolektronika, serta menyebarluarkan hasil riset kepada masyarakat ilmiah dan industri di Inonesia.
Kegiatan seminar daring yang dilaksanakan oleh salah satu pusat riset di bawah Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material ini, berlangsung secara berkala setiap bulan. Untuk bulan Juni, SEKOPI menghadirkan 1 periset BRIN dan 1 periset tenaga pengajar dari universitas negeri.
Diungkapkan oleh Isnaeni, Kepala Pusat Riset Fotonik, saat ini BRIN telah menyelesaikan reorganisasinya dengan dibentuknya 85 Pusat Riset, salah satunya Pusat Riset Fotonik. “Dalam rangka untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas riset di Pusat Riset Fotonik, maka dibuatlah sebuah wadah seminar yang diberi nama SEKOPI, singkatan dari Seminar Kolaborasi Optoelektronika,” ujarnya.
“Sesuai dengan namanya, maka dalam seminar ini menghadirkan satu pembicara dari internal Pusat Riset Fotonik dan satu pembicara dari periset eksternal, baik dari universitas maupun dari pihak industri. Seminar ini akan dilakukan setiap bulan dengan menghadirkan pembicara-pembicara yang berbeda,” jelas Isnaeni.
Pemateri pertama, Dedi Irawan dari Universitas Riau, menyampaikan topik ‘Advanced Development of Optical Component in Communication and Sensor Application’.
Sementara pemateri kedua yaitu Qomaruddin dari Pusat Riset Fotonik BRIN, menampilkan judul ‘Photo-activated Gas Sensor’. Qomarudin menyampaikan tentang sensor gas secara umum, prinsip kerja, tren saat ini serta contoh proses pembuatan sensor berbasis ZnO NRs, karakterisasi, dan cara pengukuran hingga pembahasan mekanisme interaksi gas dengan material sensor.
Qomarudin memaparkan bahwa atmosfer telah menjadi sistem dinamis yang secara terus-menerus menyerap berbagai jenis zat padat, cair, dan gas, baik yang bersifat alami maupun buatan. “Biosfer adalah bagian yang paling banyak menyerap berbagai jenis zat tersebut. Udara yang ada disekitar kita, mengandung berbagai jenis spesies kimia, beberapa di antaranya sangat penting bagi kehidupan. Sementara yang lainnya merupakan jenis yang berbahaya, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak,” terangnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa nitrogen (78.09%) dan oksigen (20.94%) merupakan penyusun udara terbesar. Sementara sisanya campuran dari berbagai jenis gas seperti karbon dioksida, karbon monoksida, argon, krypton, dinitrogen oksida dan sejumlah kecil gas organik dan inorganik, serta berbagai jenis gas lainnya dengan konsentrasi yang berbeda-beda, berdasarkan tempat dan waktunya.
Menurutnya, di antara berbagai jenis gas tersebut, ada beberapa gas yang berbahaya dan beracun bagi kehidupan terutama manusia. “Gas tersebut dilabeli dengan sebutan sebagai polutan. Pada era modern ini, banyak industri yang menggunakan gas dalam proses produksinya, bahkan menggunakan gas beracun dan mudah terbakar,” ungkap Qomarudin.
“Hal ini tentunya tidak bisa dipungkiri, jika adanya kemungkinan kebocoran gas yang muncul ke udara bebas dan mengakibatkan potensi bahaya bagi industri itu sendiri, para pekerja atau karyawan dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, sensor gas menjadi sangat penting dan merupakan kunci utama dalam mendeteksi spesies yang tidak terlihat, bahkan tidak berasa atau berbau,” urainya.
Dalam risetnya, Qomarudin berfokus pada aktivasi cahaya pada sensor gas sehingga bisa bekerja pada suhu kamar dan rendah konsumsi daya. “Dengan sensor gas, kita dapat mencegah beberapa hal yang tidak diinginkan, serta bisa digunakan untuk memonitoring kondisi lingkungan sekitar,” pungkasnya. (mf/ ed: adl)
Tangerang Selatan, Humas BRIN. Suryadi, periset Pusat Riset Fotonik – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pada Selasa (17/5) memaparkan penelitiannya yang berjudul ‘Sistem Monitoring Gerakan Tanah Terhubung Jaringan Sensor Nirkabel’. Topik riset tersebut dipresentasikan pada webinar ornamat seri #2 tahun 2022 di lingkungan Organisasi Riset Nano Teknologi dan Material BRIN.
Indonesia diberkahi banyak kelebihan terkait dengan lokasi geografis yang berada di daerah tropis. Namun demikian, dibalik anugrah yang cukup besar tersebut juga tersimpan potensi bencana yang cukup besar.
Dilansir oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), berdasarkan Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia, tahun 1815 – 2015, bahwa hampir seluruh wilayah Indonesia mengalami ancaman bencana yang cukup tinggi.
“Terkait dengan bencana gerakan tanah atau tanah longsor kalau mengacu pada data dari BNPB, dari tahun 2010-2015, dari sisi kejadian itu mencapai 20,2%, dibandingkan dengan total bencana kejadian yang terjadi. Kemudian dari sisi korban jiwa, yaitu mencapai 25,4%,” ujar Suryadi.
Gerakan tanah merupakan salah satu jenis bencana yang sangat tinggi bahayanya. Dengan frekuensi kejadian yang cukup tinggi, serta dapat menyebabkan terjadinya korban jiwa maupun kerusakan infrastruktur.
Akibat dari gerakan tanah, maka sangat diperlukan suatu upaya untuk bisa mereduksi risiko yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan sistem pemantauan yang harapannya bisa menjadi dasar pengambilan keputusan untuk menekan risiko bencana.
Selain bencana akibat gerakan tanah itu sendiri, bahkan ketika bencana itu sudah terjadi, masih terdapat adanya risiko yaitu yang disebabkan oleh longsor susulan. Longsor susulan biasanya kurang menjadi konsen karena mungkin tanggap darurat berfokus pada pencarian korban, sehingga kewaspadaannya menjadi lebih rendah.
“Dari kasus gerakan tanah serta risiko longsor susulan, maka perlu adanya suatu sistem mobile yang dapat digunakan untuk pemantauan jangka pendek, misalkan ketika operasi tanggap darurat,” ucapnya.
Dari kasus sangat berbahayanya gerakan tanah, Suryadi dan tim melakukan riset yang terkait dengan sistem monitor gerakan tanah antara lain merancang dan membangun sistem monitor gerakan tanah. Sistem monitor dikembangkan dengan beberapa jenis sensor pendukung antara lain sensor ekstensometer, tiltmeter, maupun modul analog.
Kemudian mengembangkan perangkat gateway yang menjadi koordinator dalam implementasi jaringan sensor nirkabel. Gateway dilengkapi suatu aplikasi monitor berbasis web untuk memudahkan proses monitor.
Periset fotonik ini juga mengembangkan perangkat mobile yang dapat digunakan dalam proses tanggap darurat. Perangkat mobile tersebut karakteristiknya mudah dipindahkan, serta mendukung operasi monitor jangka pendek.
Selanjutnya juga melakukan beberapa karakterisasi maupun pengujian dari sensor maupun sistem yang dikembangkan.
Teori Gerakan Tanah
Gerakan tanah adalah suatu gerakan menuruni lereng baik berupa tanah, batuan, maupun material organik yang diakibatkan oleh pengaruh gaya gravitasi. Untuk jenis-jenis gerakan tanah itu sendiri ada berbagai macam jenis antara lain: translasi (flow), rotasi (slump), pergerakan blok (slide), runtuhan batu (fall), rayapan tanah (creep), dan robohan (topple).
Dari sisi penyebabnya, gerakan tanah dikategorikan oleh faktor alami seperti kenaikan air pori karena curah hujan tinggi, maupun kegiatan manusia seperti modifikasi lereng, penebangan pohon, dan sebagainya.
Jaringan Sensor Nirkabel
Jaringan sensor nirkabel (wireless sensor network) adalah suatu jaringan sensor yang biasanya secara spasial terpisah namun saling terhubung secara nirkabel.
“Jaringan sensor nirkabel biasanya bekerja untuk memonitor parameter-paramenter fisis lingkungan, yang kemudian data hasil monitor itu dapat dikirim ke suatu lokasi terpusat, hingga dapat dimonitor dari lokasi yang berbeda,” kata Suryadi.
Di sisi topologi sebenarnya jenis jaringan sensor nirkabel yang sudah dikembangkan sangat banyak, namun yang cukup terkenal antara lain star, mesh, dan tree.
Berikutnya, salah satu protokol pada jaringan sensor nirkabel yang banyak digunakan adalah Zigbee.
Zigbee adalah suatu protokol yang mengacu pada standar IEEE 802.15.4. Protokol ini dapat beroperasi pada beberapa pita tidak berlisensi antara lain 2,4 GHz, 900 MHz, dan 868 MHz.
Dalam jaringan ini, ada tiga peran yang dapat diperankan oleh suatu simpul sensor, yaitu:
Koordinator yang berfungsi untuk membentuk jaringan dan mengatur rute lalu lintas data.
Router yang mempunyai kemampuan untuk meneruskan (routing) informasi dari suatu perangkat ke perangkat yang lain.
End Device yang hanya dapat berkomunikasi dengan perangkat induk mereka, baik koordinator maupun router.
Dari sisi power, peran koordinator maupun router harus selalu menyala (on), karena berfungsi untuk meneruskan informasi. Sedangkan end device pada waktu tertentu mampu sleep/non-aktif untuk menghemat energi.
Sistem Monitor Gerakan Tanah
Sistem monitor gerakan tanah yang Suryadi bersama tim kembangkan terdiri dari beberapa jenis sensor (modul sensor, tiltmeter, ekstensometer, dan gateway + alarm), yang biasanya di dalam satu lokasi yang secara spasial itu terpisah. “Masing-masing sensor ini mempunyai suatu fungsi untuk mengukur parameter yang berkaitan dengan fenomena gerakan tanah,” jelas Suryadi.
Ia memaparkan bahwa beberapa sensor (modul sensor, tiltmeter, dan ekstensometer), terhubung secara nirkabel dengan suatu perangkat gateway. Dari perangkat gateway ini kemudian data diteruskan melalui jaringan internet ke server yang fungsinya untuk menyimpan data.
Biasanya server ini juga dilengkapi dengan aplikasi monitor berbasis web, sehingga memudahkan proses monitor maupun analisa data. Kemudian data yang ada di server bisa diakses dari lokasi mana pun, selama tersedia jaringan internet.
Beberapa komponen sistem monitor gerakan tanah antara lain SSN ekstensometer, SSN tiltmeter, SSN analog, gateway, server, dan clients.
Suryadi dan tim melihat perangkat yang disebut sebagai Simpul Sensor Nirkabel (SSN) atau wireless node ini, sebagai suatu perangkat sensor yang mengukur suatu parameter tertentu. Lalu yang dikembangkan oleh Suryadi dan tim menjadi tiga jenis SSN.
Pertama adalah SSN Analog, suatu perangkat yang memberikan suatu antar muka (interface) untuk sensor-sensor komersial seperti kadar air tanah, tekanan air pori, yang biasanya belum bisa Suryadi dan tim bangun sendiri. Kemudian yang kedua adalah SSN Ekstensometer yang berfungsi untuk mengukur pergeseran pada permukaan tanah. Berikutnya adalah SSN Tiltmeter yang berfungsi untuk mengukur kemiringan akibat gerakan tanah.
Untuk sisi perangkat lunaknya, secara umum hanya menunggu permintaan dari gateway. Jika ada permintaan, perangkat lunak SSN akan merespon dengan nilai sensor saat itu. Sementara desain PCB Simpul Sensor Nirkabel (SSN), didesain dalam suatu desain PCB universal untuk ketiga modul yaitu SSN analog, SSN ekstensometer, dan SSN tiltmeter.
Hasil pengembangan SSN Analogprinsip utamanya adalah analog to digital converter (ADC). Sensor komersial yang mempunyai output dalam bentuk tegangan maupun arus, bisa dihubungkan ke modul untuk diintegrasikan ke dalam sistem monitor gerakan tanah.
Dari hasil pengembangan untuk SSN Ekstensometer, prinsip kerjanya adalah menggunakan wire potensiometer. Ketika terjadi pergeseran, kawat akan memutar potensiometer yang kemudian perubahan resistansi yang terjadi diubah menjadi perubahan tegangan yang dibaca oleh modul sensor, dan ditransmisikan ke gateway.
Untuk tiltmeter, sensing unit-nya menggunakan akselerometer untuk mengukur kemiringan dalam kondisi relatif diam, yaitu ketika gaya yang dominan bekerja hanya percepatan gravitasi. Sehingga perubahan kemiringan terbaca melalui perubahan percepatan yang dialami sensor.
Perangkat keras gateway disusun oleh suatu single board computer (SBC) sebagai komponen utama, kemudian dilengkapi dengan mikrokontroler (MCU) untuk pencatat curah hujan serta pemicu alarm, baik sirine dan lampu rotari.
Pada perangkat gateway ada dua transceiver, yaitu transceiver nirkabel untuk komunikasi dengan sensor, sedangkan modem router untuk komunikasi dengan server.
Pada diagram alir perangkat lunak gateway terdiri dari SBC dan MCU, di mana pada SBC setiap interval tertentu akan megirimkan perintah untuk membaca data dari sensor, kemudian data yang terkumpul dikirim ke server. Sementara pada MCU berfungsi untuk mengukur curah hujan, maupun menyalakan alarm dari server.
Untuk hasil pengembangan gateway ada mainboard dari sistem gateway, kemudian diinstalasi di dalam boks panel. Berikutnya, untuk power supply menggunakan panel surya dan baterai.
Aplikasi Monitor Berbasis Web
Untuk melengkapi sistem monitor, tim Suryadi mengembangkan aplikasi monitor berbasis web. Aplikasi ini dilengkapi dengan halaman masuk (log in) untuk bisa mengakses data-data yang ada di dalam aplikasi tersebut.
Selain itu, dilengkapi dengan halaman dashboard, ketika pengguna sudah berhasil log in, maka akan tampil halaman yang menampilkan lokasi dari stasiun monitor yang sedang di monitor. Selain itu dilengkapi status dari masing-masing stasiun apakah sedang aktif atau tidak.
Selanjutnya terdapat halaman data secara real time dalam bentuk grafik maupun dalam bentuk tabel. Selain data yang sifatnya real time, juga dapat mengakses data-data yang sifatnya historis.
“Pada aplikasi halaman data, kita bisa mengatur data dalam rentang yaitu mulai dari kapan sampai kapan, kemudian juga bisa kita tampilkan dalam bentuk bagan maupun tabel,” tuturnya.
Aplikasi monitor juga bisa melakukan konfigurasi terhadap masing-masing sensor yang tergabung dalam sistem monitor. Kemudian juga dilengkapi dengan halaman untuk mengaktifkan alarm pada stasiun yang diinginkan. “Jadi kita bisa memicu alarm dari jarak jauh,” kata Suryadi.
Hasil Pengembangan Mobile Gateway
“Sistem monitor yang kami lakukan sebelumnya bersifat stasioner, jadi biasanya dipasang pada suatu lokasi yang diketahui rawan gerakan tanah/tanah longsor. Kemudian monitor dilakukan dengan harapan bisa mendeteksi lebih dini ketika terjadi tanda-tanda adanya gerakan tanah. Sedangkan sistem yang ditampilkan berikut ini adalah mobile gateway,” ungkap Suryadi.
Suryadi menambahkan, sebenarnya mobile gateway berfungsi sebagai suatu perangkat yang bisa dengan mudah dipindahkan untuk melakukan monitor gerakan tanah.
Lebih lanjut, jika dikomparasikan dengan sistem stasioner, mobile gateway diwujudkan dalam suatu perangkat yang kompak dalam bentuk koper, serta dilengkapi dengan komputer mini dan monitor.
“Dengan menggunakan komputer mini dan monitor, keduanya fleksibel bisa menggunakan baterai, listrik, maupun panel surya, sehingga bisa digunakan untuk memonitor misalkan dalam kasus tanggap darurat. Nanti ketika sudah selesai bisa dibawa pulang kembali,” terangnya.
Ada beberapa karakterisasi sensor yang tim Suryadi lakukan, antara lain karakterisasi SSN analog dengan melihat respon ADC-nya cukup linear. Kemudian untuk karakterisasi SSN Ekstensometer juga memperoleh hubungan yang linear antara displacement terhadap hasil pembacaan ADC nya. Dari hasil pengukuran didapatkan resolusi pengukurannya kurang lebih 0.018 mm.
Tim Suryadi juga mengkarakterisasi SSN Tiltmeter dengan suatu inclinometer acuan, yang targetnya adalah memperoleh resolusi sebesar 0,10 dalam rangka -30 s.d. 300. Suryadi menjelaskan dari hasil perhitungan bahwa sistem yang dikembangkan itu memenuhi untuk karakteristik yang diinginkan, serta responnya juga cukup linier.
Pengujian Komunikasi Nirkabel
Tim Suryadi juga melakukan pengujian komunikasi nirkabel melalui pengujian dengan bantuan dari software uji yaitu XCTU (Xbee Configuration and Test Utility). Dengan software tersebut tim Suryadi melakukan dua pengujian.
Yang pertama yaitu range test untuk mengukur/menguji jangkauan serta kualitas antara dua transceiver, dengan melakukan variasi jaraknya antara 20, 57, 168 yang merupakan kondisi line-of-sight, dan 170 meter merupakan non line-of-sight.
Untuk jarak 170 meter ini, dilakukan dalam kondisi ada penghalang serta variasi paketnya adalah 50 dan 84 byte.
Yang kedua melakukan throughput test untuk mengukur rasio transfer antara dua transceiver di jaringan yang sama. Di sini dilakukan beberapa variasi jarak juga antara lain 20, 40, 57, 168, dan 170 meter. Di mana 170 meter juga dalam kondisi ada penghalang. Serta variasi paketnya adalah 100, 150, 160, dan 170 byte.
Dalam pengujian komunikasi nirkabel secara umum untuk kondisi line-of-sight atau tanpa penghalang itu hasilnya cukup bagus, hampir tidak ada paket yang loss, namun ketika ada penghalang antara dua transceiver maka komunikasinya menjadi tidak reliable.
Sementara untuk pengaruh jarak sesuai dengan yang diuji pada pengujian range test. Jadi ketika ada penghalang, maka hasilnya menjadi tidak bagus, dan terlihat untuk variasi ukuran payload yang 150-160 byte itu ada peningkatan. Namun untuk yang diujicobakan sebesar 170 byte terjadi penurunan.
“Dari hasil throughput test menjadi sebagai acuan praktis, kalau bisa ukuran payload-nya tidak lebih dari 160 byte,” sebut Suryadi.
Implementasi di Lapangan
Ada beberapa contoh implementasi atau pengujian di lapangan seperti di Pangalengan. Tim Suryadi melakukan monitor di daerah Pangalengan dengan memasang empat node sensor dan satu gateway.
Berikutnya, juga melakukan uji coba di Cipularang KM 100 yang pada tahun 2013 pernah terjadi longsor di lokasi tersebut.
Tim Suryadi juga melakukan uji coba di Jembatan Cisomang yang waktu itu mengalami pergeseran, dengan memasang node sensor dan gateway untuk memonitor struktur jembatan.
Selain itu, tim juga melakukan pemasangan di daerah Banjarnegara – Jawa Tengah. Di sini pemasangan dilakukan pada lokasi perkampungan yang pernah mengalami longsor pada tahun 2016. (hrd/ ed: adl)
Tangerang Selatan, Humas BRIN. Forum Fasilitas Alih Teknologi (FFAT) 2022, telah berhasil memfasilitasi proses penandatanganan perjanjian kerja sama lisensi antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan sejumlah mitra. Acara hybrid yang bertempat di Auditorium Gedung 71, Kawasan Sains Teknologi Serpong ini, berlangsung selama dua hari pada Rabu dan Kamis (15-16/6).
Edi Hilmawan, Direktur Alih dan Sistem Audit Teknologi BRIN yang menjadi ketua pelaksana acara, melaporkan bahwa Forum Fasilitas Alih Teknologi 2022 ini merupakan kelanjutan acara tahun 2021. “Acara ini bertujuan untuk memfasilitasi antara para periset dengan pengguna teknologi, sekaligus sebagai bentuk transfer pengetahuan dan kerjasama riset untuk mencapai proses kerjasama dan nota kesepahaman antara BRIN dengan industri,” ungkapnya.
Senada dengan hal tersebut, Hendrian, Plt. Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN saat membuka acara ini memberikan arahan agar Forum Fasilitas Alih Teknologi dapat terus dilakukan setiap tahunnya. “Dengan acara ini proses transfer pengetahuan antara periset dengan pengguna teknologi bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi bangsa,” ujarnya.
Di hadapan peserta daring dan luring, Hendrian mengapresiasi 15 hasil riset untuk dimanfaatkan maupun 21 industri yang melakukan kerja sama dengan Pusat Riset BRIN. Sebagai informasi, turut hadir 21 mitra industri, 5 orang narasumber dari BRIN, BPOM, dan Kementerian Pertanian.
Selama dua hari, peserta FFAT 2022 bisa berdiskusi dalam Temu Bisnis Bidang Pertanian dan Pangan, mengenai alih teknologi, hilirisasi produk, pengujian produk, inovasi produk pertanian dan pangan, serta dampak ekonomi kerja sama lisensi, bersama para pakar di bidangnya.
Daftar penandatanganan perjanjian kerja sama lisensi adalah sebagai berikut:
BRIN dengan PT Nusa Etta Wahida
Judul Invensi : Tepung Kuning Telur Ayam Kampung dan Proses Pembuatannya
Nomor Paten : P00202009432
Pusat Riset : Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan
Invensi ini yaitu metode pembuatan tepung kuning telur ayam kampung. Tepung kuning telur berbentuk bubuk berwarna kuning, memiliki aroma khas kuning telur, dengan fungsi sama seperti kuning telur segar. Dapat diaplikasikan sebagai elemen pemberi rasa, dalam berbagai jenis makanan dan minuman untuk mendapatkan rasa kuning telur.
SRIKANDIadalah platform berbasis web untuk manajemen data uji klinis dari perancangan e-CRF, akuisisi data uji klinis, verifikasi dan monitoring uji klinis, manajemen produk uji klinis, hingga sampai dengan analisis data uji klinis. SRIKANDI mendukung uji klinis yang dilakukan dibeberapa fasyankes dengan protokol uji klinis yang sama. Dengan sistem ini, uji klinis dapat mencapai akurasi, kepatuhan regulasi, dan kecepatan.
3. BRIN dengan CV Nusantara Jaya
Judul Invensi : Metode Pembakaran Pada Ketel Uap Pipa Api Horisontal Yang Termodifikasi (Retrofitted) Dan Ketel Minyak Pipa Api Vertikal Menggunakan Briket Biomass-Coal Fuel
Nomor Paten : P00202105269
Pusat Riset : Pusat Riset Sumber Daya Geologi
Invensi ini adalah metode optimasi dan substitusi batu bara pada ketel uap/boiler pipa api horisontal termodifikasi (retrofitted) dan ketel minyak pipa api vertikal dengan menggunakan briket Biomass-Coal Fuel. Komposisinya yakni unburnt coal, biomassa dari sampah dedaunan, pepohonan, tanaman maupun sampah rumah tangga yang telah difermentasi, tepung kanji, dan air.
Pada paten ini meliputi dua klaim, klaim 1 adalah metode pembakaran pada ketel uap pipa horisontal yang termodifikasi (retrofitted), serta ketel minyak pipa api vertikal menggunakan briket biomass-coal fuel, yang terdiri dari tahapan memasukkan bahan bakar ke dalam ruang bakar ketel uap, menutup pintu ruang bakar pada ketel uap, kemudian mempertahankan suhu dan tekanan operasi ketel uap. Klaim 2 adalah tahap memasukkan bahan bakar ke dalam ketel uap meliputi pencampuran batubara dan briket Biomass-Coal Fuel.
Kemudian dalam acara yang sama, dilakukan pula penandatanganan nota kesepahaman BRIN dengan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI). Pihak BRIN diwakili oleh Hendriandan dari PERURI diwakili oleh Fajar Rizki, Direktur Pengembangan Usaha. (ade, ris/ ed: adl)
Tangerang Selatan, Humas BRIN. Hanggara Sudrajat, periset Pusat Riset Fisika Kuantum – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pada Selasa (17/5) menceritakan penelitiannya yang berjudul ‘Perangkat Fotokatalitik untuk Konversi Energi dan Transformasi Kimia’. Topik riset tersebut dipresentasikan pada webinar ornamat seri #2 tahun 2022 di lingkungan Organisasi Riset Nano Teknologi dan Material BRIN.
Hanggara mempresentasikan satu contoh fotokatalis yaitu karbon nitrida (CN) ermuat tembaga oksida, yaitu Cu(I)Ox-C3N4, yang digunakan pada fotoreaktor mikrofluidik.
Pemanenan Energi Surya
Pemanenan energi surya (solar energy harvesting) memiliki tiga rute utama, yaitu solar electric, solar fuel, dan solar thermal. Topik yang ditekuni Hanggara dan tim yaitu solar fuel atau bahan bakar surya.
Bahan bakar surya prinsipnya meniru apa yang dilakukan tumbuhan hijau pada fotosintesis alami. “Kami meniru apa yang dilakukan tumbuhan hijau dengan harapan dapat mendapatkan efisiensi yang jauh lebih tinggi. Tumbuhan hijau itu kebanyakan hanya bisa menggunakan cahaya di daerah merah, makanya berwarna hijau. Daerah lain pada cahaya tampak belum termanfaatkan oleh tumbuhan” terang Hanggara.
Fotosintesis Artifisial
Pada fotosintesis alami, tumbuhan hijau mengonversi molekul-molekul berenergi rendah, misalnya karbon dioksida , dan air, menjadi molekul yang berenergi tinggi, misalnya sukrosa, dengan tujuan menyimpan energi dari matahari dalam bentuk ikatan kimia.
“Kita tiru bagaimana kloroplas bekerja pada tumbuhan hijau, dan menggantinya secara artifisial dengan sebuah entitas kimia yang kita sebut sebagai katalis. Karena katalisnya ini bekerja berdasarkan pada penyerapan foton, maka kita sebut saja sebagai fotokatalis. Fotokatalis ini sistemnya bisa homogen maupun heterogen, dan bisa berupa, molekul organik maupun anorganik. Itu bergantung dari opsi kita yang harus disesuaikan dengan target reaksinya dan produk fotokimia seperti apa yang diinginkan,” urai Hanggara.
Biasanya untuk molekul-molekul organik seperti senyawa-senyawa kompleks logam transisi, selektivitasnya tinggi, tetapi kurang stabil. Sedangkan material anorganik seperti oksida logam selektifitasnya rendah namun stabil.
Pada penelitiannya, fotokatalis lebih kerap digunakan, karena relatif mudah sintesisnya dan murah prekursornya.
“Karena pada prinsipnya kloroplas pada tumbuhan hijau kita tiru (mimicking) prosesnya secara artifisial menggunakan fotokatalis, maka fotokatalis ini kerap disebut sebagai kloroplas artifisial,” kata Hanggara.
Prinsip Kerja Fotokatalis
Prinsip kerja fotokatalis adalah pemanfaatan eksiton, yaitu elektron dan lubang elektron (hole) yang diproduksi oleh katalis ketika menyerap foton, untuk menjalankan berbagai reaksi fotokimia, misalnya a) pemisahan air (water splitting) untuk menghasilkan bahan bakar hidrogen, b) degradasi polutan dan c) konversi karbon dioksida (CO2) menjadi bentuk-bentuk karbon dioksida tereduksi.
“Jadi pada intinya fotokatalis menyerap partikel cahaya atau foton kemudian digunakan untuk mengeksitasi elekctron dan meninggalkan lubang elektron, sehingga elektron dan lubang elektron bisa kita manfaatkan untuk menjalankan berbagai reaksi fotokimia, “ jelasnya.
Ketika elektron dan lubang elektron terproduksi, mereka berpindah ke permukaan partikel katalis secara acak karena tidak ada bias eksternal yang ditambahkan seperti pada perangkat fotovoltaik. Sehingga elektron dan lubang elektron harus diarahkan dan tidak bertemu kembali (ekombinasi).
Elektron dan lubang elektron diarahkan ke permukaan katalis oleh katalis lain sehingga kita sebut sebagai ko-katalis.
“Ko-katalis ini sangat penting karena menentukan kuantum efisiensi secara keseluruhan. Di bidang fotokatalisis, banyak orang berusaha dengan beragam cara untuk mengembangkan ko-katalis yang mampu untuk mengekstrak elektron dan lubang elektron secara efisien,” ungkap Hanggara.
Perangkat Fotokatalitik
Contoh perangkat fotokatalitik juga mengikuti perkembangan material fotokatalisnya. Misalnya untuk Solar water splitting ada berbagai opsi seperti sistem fotovoltaik, elektrolisis, fotoelektrokimia, dan fotokatalisis
“Fokus riset kami adalah fotokatalis yaitu sistem yang katalisnya berupa partikel atau serbuk (powdered photocatalyst), dan lapis tipis (photocatalyst sheets). Sistem ini sangat sederhana karena tidak memerlukan bias eksternal. Tinggal memasukkan saja serbuk fotokatalisnya ke dalam air kemudian disinari dengam lampu xenon atau sinar matahari langsung, maka akan segera timbul gelembung-gelembung gas hidrogen dan oksigen,” urai Hanggara.
Cu(I)Ox-C3N4 untuk Fotorekator Mikrofluidik
Kembali ke Cu(I)Ox-C3N4. Hanggara dan tim mengambil satu contoh fotokalis yaitu karbon nitrida ermuat tembaga oksida.
Karbon nitrida adalah polimer organik yang dapat disintesis dari prekursor apa saja yang mengandung nitrogen dan karbon sebagai unsur utamanya, misalnya urea. “Beberapa keunggulan karbon nitrida adalah murah, sangat mudah dipreparasi, komposisi, dan morfologi bisa diatur dengan sangat fleksibel, fotostabil, tidak beracun, dan mudah didapatkan bahan bakunya,” terangnya.
“Komposisi juga bisa kita desain sedemikian rupa, sehingga kita bisa mendapatkan berbagai macam variasi karbon nitrida (CN) dengan struktur dan morfologi yang berbeda dan tentu juga foto aktivitasnya akan menjadi berbeda. Makanya kita bisa mengatur sesuai target reaksinya,” tambahnya.
Sebagai satu contoh misalnya karbon nitrida yang termuat tembaga (I) oksida atau Cu (I) dengan konsentrasi sekitar 8%. Preparasi ini sangat mudah, misalnya pakai urea sebagai prekursornya. Kemudian tinggal dipanaskan saja pada suhu 550 °0C atau suhu berapun di atas 400 °C, untuk mendapatkan berbagai macam struktur, komposisi, dan morfologi yang berbeda. Seperti pada penelitian ini, bisa ditambahkan tembaga untuk meningkatkan fotoaktivitas dari Cu(I)Ox-C3N4.
“Jika kita lihat, ini murah proses produksinya dan mudah didapatkan prekursornya. Dua faktor ini sangat penting untuk langkah selanjutnya, karena murah dan bagus, itu menjadi kunci untuk aplikasi di industri,” ucapnya.
“Kalau tidak murah dan tidak bagus, maka orang tidak bisa menjual, sehingga ketika hasil penelitian ke luar dari lab, dia tidak bisa berlanjut ke industri. Jadi prinsipnya harus semurah mungkin dan sebagus mungkin,” tegas Hanggara.
Struktur Elektronik
Kemudian setelah dideposisi dengan tembaga, kita ingin tahu sebenarnya, apa fungsi tembaga? “Seperti yang saya ungkapkan tadi, tembaga ini cukup murah, jadi jika ternyata bisa meningkatkan performa secara signifikan tentu ini merupakan berita bagus karena bisa menggantikan fungsi logam mulia yang selama ini digunakan sebagai ko-katalis seperti misalnya Pt, Ru, Rh dan Re,” kata Hanggara.
Dengan spektroskopi fotoelektron ultraviolet ternyata diketahui bahwa posisi atau potensial dari pita valensinya (VB) cukup rendah (relatif positif), sehingga bisa mendorong berbagai macam reaksi oksidasi untuk keperluan transformasi kimia.
Kemudian dilihat dengan hard-XAS, ternyata tembaga ini ada dalam bentuk embaga bervalensi satu atau Cu(I) oksida, mirip dengan Cu2O.
Selanjutnya, soft-XAS, mengindikasikan bahwa spesies tembaga oksida ini lebih dominan berinteraksi dengan nitrogen, dibandingkan dengan karbon pada karbon nitrida host-nya, karena nitrogen memiliki 6 pasangan elektron bebas
Mekanisme Fotoaktivasi
Jadi setelah dievaluasi untuk menghasilkan hidrogen melalui reaksi reduksi proton menghasilkan hidrogen, ternyata tembaga dapat meningkatkan laju reaksinya beberapa kali.
“Tentu kita ingin tahu kenapa seperti itu, ternyata setelah melalui tahap karakterisasi dengan berbagai teknik karakterisasi lanjut, diketahui bahwa populasi elektron meningkat namun mobilitas elektronnya menurun. Uniknya, waktu hidup (lifetime) dari elektronnya makin lama,” papar Hanggara.
Karakterisasi lebih lanjut dengan spektroskopi fotoakustik menunjukan bahwa populasi perangkap elektron (electron trap) pada karbon nitrida lebih besar setelah termuat tembaga oksida. “Jadi ini menjawab kenapa elektron populasi lebih tinggi namun mobilitas elektron lebih rendah, dan efeknya adalah waktu hidup elektron lebih lama. Hal ini dikarenakan elektron terperangkap oleh spesies tembaga oksida,” lafalnya.
Waktu hidup elektron yang lebih lama akan menaikan probabilitas elektron untuk bereaksi dengan proton menghasilkan hidrogen,” imbuhnya.
Perangkat Berbasis Mikrofluidik
Hanggara dan tim kemudian mengaplikasikan fotokatalis pada reaktor mikrofluidik untuk menjalankan suatu reaksi fotokimia.
Fotokatalisis Cu(I)Ox-C3N4 pada reaktor mikofluidik berpotensi mewujudkan konsep kimia hijau untuk transformasi kimia yang relevan secara industri. Fotokatalis ini murah produksinya dan memiliki selektivitas tinggi.
Dari riset ini dapat diketahui bahwa Cu(I) spesies ini dapat digunakan sebagai ko-katalis, untuk meningkatkan performa karbon nitrida, dengan cara meningkatkan waktu hidup elektron melalui proses electron trapping pada perangkap dangkal (shallow trap), sehingga potensial .sebagai pengganti logam mulia seperti Pt, Rh, Ru, dan Re yang mahal dan langka.
“Kami berusaha untuk menggunakan larutan yang ramah lingkungan. Rute transformasi kimia (sintesis organik) secara fotokatalisis (misalnya menggunakandengan Cu(I)Ox-C3N4 )sangat menjanjikan karena kita hanya menggunakan katalis, cahaya, dan air (sebagai pelarut). Katalisnya juga murah, kemudian cahaya ada di mana-mana. Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana menemukan cara yang efisien dan murah untuk konversi temuan di skala lab ke skala industri, pungkas tim kelompok riset perangkat dan teknologi kuantum. (hrd/ ed: adl)
Tangerang Selatan, Humas BRIN. Hilmi El Hafidz Fatahilah, periset Pusat Riset Teknologi Pertambangan – Badan Riset dan Inovasi Nasional, pada Selasa (31/5) memaparkan risetnya yang berjudul ‘Identifikasi Persebaran Formasi Breksi Vulkanik untuk Mengetahui Potensi Air Tanah di Sekitar Area Pertambangan Menggunakan Pemodelan 3D Data Resistivitas’. Topik riset tersebut dipresentasikan pada webinar ORNAMAT seri #3 tahun 2022 di lingkungan Organisasi Riset Nano Teknologi dan Material BRIN.
Hilmi menjabarkan proses identifikasi formasi batuan breksia vulkanik dalam kaitannya terhadap potensi sebagai akuifer air tanah di area pertambangan. Dalam riset ini digunakan pemodelan tiga dimensi dari data resistivitas bawah permukaan. “Riset yang kami lakukan ini adalah bagian dari riset terpadu hidrogeologi di area pertambangan,” kata Hilmi.
Riset ini didasari dari kebutuhan untuk menemukan potensi akuifer dalam di area pertambangan untuk kegiatan pendukung dari pertambangan dan kegiatan pemprosesan dari hasil-hasil tambang. “Penelitian ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi geometri dan mengestimasi volume dari potensi akuifer area studi, mengimplementasikan pemodelan 3D, serta inversi metode robust untuk studi hidrogeologi ini,” ujar Hilmi.
Penelitian diawali dari studi literatur yang selanjutnya diteruskan dengan pengamatan geologi observasi yang hasilnya diketahui bahwa area studi ini memiliki litologi berupa breksia vulkanik, aglomerat, lava, tuff,danalluvium.Selain itu tim riset geologi juga melakukan infiltration test, untuk mengetahui batuan mana yang memiliki potensi akuifer. Hasilnya didapatkan bahwa vulkanik memiliki potensi paling kuat untuk menjadi akuifer di area studi ini.
Metode Resistivitas
Pada dasarnya metode resistivitas merupakan metode untuk mengukur tahanan jenis bawah permukaan atau resistivitas bawah permukaan dengan cara menginjeksikan arus melalui elektroda arus lalu mengukur nilai tegangannya melalui elektroda potensial. Setelah diketahui nilai arus yang diinjeksikan dan nilai potensialnya yang terukur, lalu nilai tahanan dan resistansi dihitung. Selanjutnya, nilai resistansi dikalikan dengan nilai faktor geometri untuk mendapatkan nilai tahanan jenis semu (app) bawah permukaan.
Faktor geometri bergantung dengan konfigurasi elektroda yang digunakan. “Elektroda ini dapat diletakkan dalam berbagai macam posisi yang segaris dan dalam penelitian ini kita menggunakan konfigurasi Wenner-Schlumberger. Pada konfigurasi ini terdapat dua elektroda arus yang mengapit dua elektroda potensial,” jelas Hilmi.
Dalam pengukuran resistivitas tersebut, digunakan alat berupa Ares resistivity meter G4, external switchbox, elektroda, kabel multicores 48 channels, dan baterai.
Di PR Teknologi Pertambangan sendiri telah mampu memproduksi kabel multicores 48 channels yang disesuaikan dengan spasi antar elektroda yang dibutuhkan.
Desain Survei
Setelah memahami metode resistivitas, selanjutnya membuat desain survei. “Dari hasil survei geologi, kami tim geofisika membuat rencana lintasan survei di daerah target yang telah ditentukan dan menentukan spasi elektroda sesuai target yang diinginkan. Pada arah northwest-southeast menggunakan spasi elektroda sebesar 15 meter, dan arah northeast-southwest sebesar 20 meter,” papar Hilmi.
Akusisi Data
Setelah desain dan rencana survei terbentuk, kegiatan akusisi data dilakukan. Dalam akusisi data resistivitas, tahapan kegiatan diawali dengan membuat lintasan pengukuran dan memberikan tanda sesuai spasi elektroda yang telah ditentukan. Selanjutnya, kabel dan elektroda dipasang sesuai desain survei dan sesuai tanda yang telah dibuat, lalu kabel dihubungkan dengan switchbox dan konsol resistivitimeter untuk melakukan pengukuran resistivitas bawah permukaan dengan menggunakan konfigurasi elektroda yang telah ditentukan, yaitu menggunakan Wenner-Schumberger.
“Untuk memperoleh keakuratan dalam perhitungan estimasi volume akuiferserta geometri yang tepat dalam pemodelan 3D, kita merekam koordinat setiap elektroda menggunakan GPS Geodetik. Jadi dengan ini kita mendapatkan posisi koodinat X, Y, dan Z secara akurat seningga pemodelan dapat dilakukan dengan baik,” terangnya.
Proses Data Resistivitas
Setelah mengukur resistivitas di semua lintasan, dan merekam posisi elektroda di setiap titik. Selanjutnya dilakukan pemrosesan data resistivitas tersebut.
Kemudian dilakukan interpretasi nilai resistivitas ke dalam litologi berdasarkan literatur yang sudah ada. “Di dalam dunia geofisika kita memiliki literatur tentang nilai tahanan jenis (nilai resitivitas) masing-masing batuan dan kita jadikan acuan. Selain itu, kita juga menggunakan pedoman dari hasil pengamatan geologi(data-data litologi yang ada di area pengukuran) dan dari pengamatan tersebut, breksia vulkanik yang diketahui memiliki nilai resistivitas 0-20 Ωm, agglomerate 21-73 Ωm, dan lava > 73 Ωm,”ungkapnya.
Pemodelan 3D
Pemodelan 3D data resistivitas dilakukan setelah pemrosesan data resistivitas secara 2D pada semua profil lintasan pengukuran. “Dari data 2D persebaran resistivitas yang didapat kemudian kita ekstrak nilai resistivitas sebenarnya (true reisistivity value) dan nilai kedalaman datumnya. Selanjutnya, kami gabungkan dengan koordinat X dan Y dari masing-masing elektroda, lalu kami dapatkan persebaran nilai resistivitas secara 3D,” jelas Hilmi.
Hasil dari pemodelan 3D persebaran nilai resistivitas bawah permukaan selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan nilai resistivitas setiap litologi yang telah diinterpretasikan. Interpretasi nilai resistivitas pada model 3D ini memberikan informasi mengenai persebaran litologi bawah permukaan dan geometri litologi bawah permukaan. Model 3D yang telah diinterpretasi ini juga dapat digunakan sebagai acuan dalam pemilihan lokasi lubang sumur.
Selain itu, dari interpretasi data 3D ini, Volume dari batuan breksi vulkanik yang diketahui memiliki potensi besar sebagai akuifer juga dapat dihitung dan didapatkan estimasi volumenya sebesar 122,392,828 m3 m3.
“Selanjutnya dalam penelitian ini, kita berharap dapat melakukan implementasi metode resistivitas dengan beberapa penyesuaian untuk melakukan eksplorasi, tidak terbatas pada hidrologi, tetapi juga pada tipe-tipe deposit dari mineral berharga seperti nikel laterit, endapan sulfida yang memuat banyak mineral berharga, dan tipe deposit mineral berharga lainnya,” harap periset Kelompok Riset Eksplorasi Pertambangan. (hrd/ed:adl)