Tangerang Selatan, Humas BRIN. Sri Rahayu, periset Pusat Riset Material Maju – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pada Selasa (14/6) mempresentasikan risetnya berjudul ‘Sintesa Co-Doped Cerium Gadolinium Oxide dengan Metoda Sol Gel Ramah Lingkungan untuk Aplikasi Solid Oxide Fuel Cell’. Topik riset tersebut dipresentasikan pada webinar ORNAMAT seri #4 tahun 2022 di lingkungan Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material BRIN.
Sri Rahayu memaparkan terkait so gel baru yang ramah lingkungan untuk aplikasi SOFC (Solid Oxide Fuel Cell).
Dalam presentasinya Sri menyampaikan latar belakang melakukan riset fuel cell. “Ini terkait dengan kegundahan banyak orang terhadap dampak lingkungan yang disebabkan oleh pembangkit fosil. Pada pertemuan Konferensi Iklim COP26, negara-negara bersepakat untuk mengganti pembangkit fosil mereka terutama barubara ke pembakit lain yang lebih ramah lingkungan, salah satunya fuel cell,” ujarnya.
Hal tersebut juga disampaikan oleh Kementerian ESDM bahwa hidrogen itu akan didorong menjadi kontributor transisi energi di Indonesia guna menuju net zero emission di tahun 2060. Sejalan dengan energi terbarukan lainnya seperti pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik hidro, dan panas bumi.
“Fuel cell adalah perangkat elektrokimia yang mengubah reaksi kimia menjadi energi listrik. Cara kerjanya mirip dengan cara kerja baterai yang terdiri dari anoda, katoda, dan elektrolit,” jelas Sri.
“Fuel cell sebagai perangkat penghasil listrik yang sangat bersih karena keluarannya itu hanya uap air (H2O), juga murah, serta mudah dan cepat pengoperasiannya,” tambahnya.
Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)
Fuel cell terdiri dari berbagai macam jenis bergantung dari material dan operasi temperaturnya. Sri dan tim sendiri mengembangkan fuel cell pada solid oxide fuel cell (SOFC).
“SOFC merupakan salah satu jenis fuel cell yang disukai karena dapat beroperasi pada suhu tinggi serta tidak harus menggunakan hidrogen, tetapi bisa mempergunakan gas alam lainnya sebagai bahan bakar (fuel),” jelas Sri.
“Tetapi karena suhu yang tinggi, mengakibatkan biaya operasi menjadi tinggi, mudah terdegradasi, dan maintenance yang tinggi,” lanjutnya.
Sri menyampaikan, bahwa banyak orang yang ingin menurunkan suhu operasi temperatur di bawah 6000C. “Salah satu upaya untuk menurunkan temperatur adalah dengan mendapatkan elektrolit yang padat dan memiliki ion konduktif yang sangat tinggi. Salah satu caranya adalah dengan dua substitusi ion (co-doped),” menurut periset muda ini.
“Jadi kita punya host, dan kita ganti unsurnya dengan dua unsur lainnya yang memiliki ion radius yang mirip,” terangnya lagi.
“Dengan menggunakan dua substitusi ion (co-doped) diharapkan aktifasi energinya turun dan ion konduktifnya menjadi naik, dengan syarat kita harus mencari mismatch-nya tidak terlalu jauh sehingga kita bisa mendapat konduktivitas yang optimum,” paparnya.
Cerium Gadolinium Oxide (CGO)
Diketahui, bahwa metode sintesa powder itu bisa dilakukan dengan dua cara yaitu:
- Mekanikal yang sering kita tahu seperti ball mill, mechanical milling, dan itu sangat umum dipergunakan di industri karena murah, mudah, dan proven teknologinya, tetapi produk finalnya terkadang kemurniannya tidak terlalu bagus karena homogenitasnya tidak terlalu baik dan ukuran partikelnya cenderung tidak terlalu halus.
- Dari proses kimiawi memiliki kemurnian yang tinggi dan komposisi kontrol yang baik, dan ukuran partikelnya yang sangat kecil, tetapi komprosifitasi agak sulit karena control pH.
Sri dan tim mengusulkan sintesa co-doped CGO dengan metoda sol gel sodium alginat yang ramah lingkungan, untuk aplikasi SOFC. Sodium alginat merupakan biopolimer yang berasal dari ekstraksi ganggang cokelat di mana terdapat dua gugus yaitu manorolit acid (M) dan glorini acid (G) yang banyak digunakan di industri farmasi, rabeh, maupun makanan.
“Jadi kami menawarkan metoda sodium alginat ramah lingkungan untuk digunakan pada co-coped cerium gadolinium oxide (CGO) agar dapat menurunkan suhu operasinya di bawah 6000C, serta mengurangi biaya operasi, maintenance, dan degradasi material,” kata Sri.
Metodologi yang diterapkan yaitu sodium alginate powder yang digunakan diletakkan pada rotary fan device dan disemprot oleh deionized water agar menghasilkan sodium granules. Kemudian granules-nya dimasukkan ke dalam metal nitrate yang setelah dilarutkan dalam deionised water, diaduk di stirrer dalam waktu beberapa jam, dan akan mendapatkan wet metal-alginate granules. “Begitu mendapatkan wet metal-alginate granules, setelah itu dioven agar mendapatkan granules yang kering setelah itu kalkinasi,” ungkap periset Kelompok Riset Fuel Cell dan Hidrogen.
Hasil Riset
Untuk proses optimasi kalkinasinya Sri dan tim mempergunakan thermogravimetric analysis (TGA), untuk mendapatkan suhu optimumnya. “Melalui Cerium Gadolinium Oxide (CGO), sementara dengan perbandingan Cerium (Ce) 80, Godolinium (Gd) 20 dan saya co-doped dengan parsial substitusi Godolinium (Gd) dengan disprosium pada komposisi Cerium (Ce) 80, Godolinium (Gd) 10, dan Disprosium (Dy) 10, DCe 80, Gd 10, dan Ho 10, serta Ce 80, Gd 10, dan Er 10. Sehingga dapat ditunjukkan bahwa dia itu akan drop di suhu sekitar 4000C,” paparnya.
Dengan teknik analisis XRD (X-Ray Difraction) untuk mengidentifikasi fasa kristalin terlihat bahwa tidak ada fasa lainnya yang terdeteksi bahwa suhu 7000C lebih tajam dan 500 ribu lebih broad karena pengaruh temperatur.
Dari hasil kristalografinya, terkonfirmasi bahwa fasa yang terbentuk adalah cubic fluorit cristal structure dengan Fm3m space group, dengan crystalline size-nya pada suhu 5000C sekitar 12 nanometer sedangkan pada suhu 7000C sekitar 20-30 nanometer.
“Hasil dari Struktur kristal menunjukkan fase tunggal cubic (fluorite). Dengan ukuran kristal akhir nanopartikel pada kalsinasi suhu 5000C lebih kecil dibandingkan suhu 7000C,” ucapnya.
“Jadi dengan metode sol-gel baru ini (sodium alginat) merupakan proses yang menjanjikan untuk menghasilkan nanopartikel senyawa kompleks logam untuk SOFC karena prosesnya beroperasi pada suhu rendah dan menggunakan bahan ramah lingkungan yang dapat menekan biaya produksi,” kata Sri.
Sri berharap dari hasil risetnya, bisa berkolaborasi dengan kelompok riset lainnya dalam pengembangannya. “Bisa mengembangkan dengan bio-polimer lainnya, menghitung tekno ekonomian,” tutup peraih S3 dari University of Leeds di Inggris tahun 2021. (hrd/ ed: adl)