Tangerang Selatan – Humas BRIN. Korosi dan kegagalan mekanik merupakan penyebab umum menurunnya umur pakai material dan degradasi material, terutama logam dan paduan. Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan umur pakai material, mulai dari pemilihan bahan yang benar, optimasi desain mempertimbangkan aspek metalurgi mekanik, modifikasi permukaan, pelapisan (coating), hingga penggunaan inhibitor.
Dalam rangka diseminasi hasil penelitian mengenai korosi dan analisis kegagalan mekanik, serta sebagai sarana untuk berdiskusi mengenai berbagai kasus dan permasalahan korosi dan kegagalan mekanik antara para praktisi dan peneliti, Pusat Riset Metalurgi (PRM), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyelenggarakan workshop Metalurgi secara daring untuk berbagai kalangan, diantaranya industri manufaktur, akademisi, universitas, lembaga penelitian, dan mahasiswa, pada Jumat (18/11).
Kepala Pusat Riset Metalurgi (PRM), Ika Kartika menyampaikan, target dari workshop dengan topik Degradasi Material: Korosi, Kegagalan Mekanik, dan Mitigasi, agar para pemangku kepentingan dapat memahami apa itu korosi, karakteristik dan mitigasinya, serta pengetahuan mengenai kegagalan mekanik pada material komponen.
“Bahasan workshop kali ini meliputi berbagai aspek metalurgi pada degradasi material, khususnya pada logam dan paduan, yang terdiri dari pemilihan material, penilaian korosi pada berbagai lingkungan, prediksi umur pakai material dari perspektif korosi dan metalurgi mekanik, berbagai fenomena korosi dan teknik proteksi korosi dan mitigasi kegagalan mekanik material,” tuturnya.
Peneliti PRM, Siti Musabikha menjelaskan bahwa korosi sangat penting untuk dipelajari, karena korosi dapat menimbulkan kecelakaan atau kehilangan jiwa, sehingga perlu dilakukan bagaimana cara mengontrolnya. “Pada prinsip dasar, korosi terdiri dari 3 elemen, yaitu metal, elektro kimia potensial dan elektrolit, sedangkan korosi itu sendiri dapat diidentifikasi dengan kasat mata, dengan menggunakan alat inspeksi spesial, dan dapat juga dengan alat seperti mikroskop,” ujarnya.
Lebih lanjut Siti menerangkan secara detail bahwa korosi itu ada beberapa jenis diantaranya korosi seragam (uniform corrosion), korosi sumuran (pitting corrosion), korosi celah (crevice corrosion), korosi metalik (galvanic corrosion), korosi erosi (erotion corrosion), korosi kavitasi (carvitation corrosion), korosi gesekan (freeting corrosion), korosi intergranular (intergranular corrosion), korosi terkelupas (exfoliation corrosion), dealloying, korosi stres-retak (stress corrosion cracking), korosi kelelahan (fatigue corrosion), dan korosi MIC (microbiological induced corrosion).
“Cara atau metode untuk mitigasi korosi diantaranya dengan seleksi material, memilih desain, menggunakan inhibitor, proteksi katodik, dan terakhir dengan menggunakan coating atau cat,” terang Siti.
Ditambahkan olehnya, memahami mekanisme korosi dan kegagalan mekanik merupakan hal penting dalam meningkatkan umur pakai satu bahan, meningkatkan keamanan, dan mencegah potensi kecelakaan yang terjadi tiba-tiba akibat kegagalan material, mendesain strategi inspeksi, dan melakukan perawatan komponen yang efektif dan efisien,” urainya.
Menurutnya, beberapa penyebab umum mekanisme kegagalan mekanik yang sering ditemui yakni korosi karena pengaruh lingkungan, deformasi mekanik karena pembebanan berulang, retakan yang merambat, perubahan struktur mikro dan komposisi.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti PRM lainnya, M. Satrio Utomo, memaparkan topik riset tentang Finite Element Analysis for Failure Analysis. “Finite Element Analysis (FEA) untuk analisis kegagalan adalah suatu pendekatan untuk menyelesaikan isu mekanik dan isu teknikal menggunakan konsep matematika numerik,” ucapnya.
Dikatakan Satrio, FEA adalah prosedur simulasi analisis mekanik material berdasarkan konsep komputasi atau numerik, dalam memecahkan atau menyelidiki masalah teknis. “Fenomena fisika dapat dimodelkan dalam analisis elemen hingga dapat berupa apa saja jika kita memiliki tiga prasyarat, yakni domain komputasi yang terdiri dari node/elemen, kondisi batas, sifat material, parameter ambien, dan seterusnya sebagai input pra-pemrosesan, dan model matematis dan metode komputasi sebagai pemroses. Selama ada 3 komponen ini dapat dilakukan simulasi suatu fenomena yang ada di dunia nyata,” urainya.
Dalam mengembangkan model analisisnya, Satrio menggunakan piranti lunak khusus. “Ada software yang komersial dan ada yang gratis, jika kita ingin melakukan FEA kita harus menentukan modelnya dulu, bisa 2 dimensi atau 3 dimensi. Untuk 2D lebih mudah memodelkannya dan diubah serta cepat proses analisisnya. Kekurangan 2D adalah desainnya konservatif, tidak dapat mencerminkan kondisi realistis, kurang bisa dimengerti dan tidak bisa lebih detail daripada 3D. Sementara model 3D keuntungannya lebih bisa dimengerti, bisa lebih menggambarkan kondisi riilnya dari segala arah, namun kekurangannya sulit untuk membuat atau mengubah model, ukuran filenya besar, dan membutuhkan waktu lama untuk menganalisis,” papar Satrio.
Dirinya juga menambahkan sejumlah metode terkait kegagalan FEA. “Kegagalan dari FEA dapat dilakukan dengan dua metode, yakni FMEA (Failure Modes & Effect Analysis) dan Fishbone Diagram (Ishikawa Diagram). Kemudian untuk pemeliharaan dapat dilakukan dengan 3 model, pertama Breakdown/Reaktif, yaitu jika barang rusak kita perbaiki. Lalu Preventif, yaitu secara berkala diganti komponen yang rusak. Terakhir Prediktif, dengan menggunakan sensor-sensor tertentu untuk mengatasi kerusakan dan berpusat pada keandalan alat tersebut,” pungkas Satrio. (esw, ls, mfn/ ed:adl)
Sumber : https://brin.go.id/news/110888/peneliti-brin-lakukan-analisis-korosi-dan-kegagalan-mekanik-guna-cegah-degradasi-material