Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Komitmen Dukung Net Zero Emission, BRIN dan Stakeholder Diskusi Penggunaan Baterai Swap untuk Kendaraan Listrik

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Peta jalan transisi menuju energi nol emisi (net zero emission) mulai dari tahun 2021 hingga 2060 telah menjadi isu global. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi dampak perubahan iklim dengan Perpres No. 55 Tahun 2019 tentang percepatan kendaraan listrik berbasis baterai. Pada tahun 2030, diperkirakan masing-masing akan ada sekitar 14 juta dan 4 juta kendaraan listrik baterai roda dua dan empat. Baterai adalah bagian yang sangat penting dari kendaraan listrik baterai dan baterai mewakili hampir 40% dari harga kendaraan listrik baterai.

Saat ini baterai kendaraan listrik roda dua masih berbeda dalam hal sel, bentuk, dimensi, spesifikasi, dan juga cara pengisiannya. Hingga saat ini, belum ada standar kendaraan listrik roda dua, termasuk baterai cadangan, di pasar Indonesia. Infrastruktur ekosistem seperti stasiun pengisian daya (charging station) atau stasiun penukaran baterai (swap station) masih jarang ditemukan dan hanya ditemukan di kota-kota besar.

Dalam rangka mengangkat kegiatan riset net zero emission dengan judul “Study of Battery for Electric Vehicle (EV) in Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama National Battery Research Institute (NBRI) mengadakan Focus Grup Discussion (FGD) dengan tema Perkembangan Standardisasi Baterai Swap, pada Senin (22/05) di KST BJ Habibie, Tangerang Selatan. Tujuannya agar terlaksana kolaborasi riset baterai antar Kementerian/Lembaga. 

Di awal diskusi, Wahyu Widayatno mewakili Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material, membuka acara dengan mengungkapkan pandangannya akan baterai kendaraan listrik. 

“Saat ini pemerintah sudah mendorong tersedianya kendaraan listrik. BRIN sebagai periset mempersiapkan baterai untuk kendaraan listrik. Paling kritis diperlukan tersedianya teknologi baterai. Adapun lembaga yang mendukung program percepatan baterai dalam FGD ini, yaitu Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), BRIN, Kementerian Perhubungan, dan Badan Standar Nasional (BSN),” terang Wahyu.

Ia menambahkan agar standar baterai dapat diwujudkan di Indonesia. “Kami berharap agar BSN dapat menentukan baterai secara umum yang dibutuhkan kendaraan listrik itu standarnya seperti apa. Diharapkan diskusi yang diadakan pada FGD ini, dapat memberikan gambaran kebijakan yang mungkin sedang disusun oleh Kementerian Perhubungan serta Kementerian Perindustrian untuk baterai litium kendaraan listrik,” lanjutnya.

Pada kesempatan FGD tersebut, profesor riset BRIN yang menggeluti bidang baterai, Evvy Kartini, menjabarkan topik risetnya yang mengkaji perilaku pengguna battery swap atau baterai lepas untuk kendaran bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) di Indonesia.

“Ke depannya, kita menghadapi net zero emission, sehingga riset baterai swap ini harus kita siapkan karena terkait transportasi. Suatu saat semuanya baterai harus local content agar tidak impor.  Jadi, bagaimana yang praktiknya lebih mudah, baterai charging station atau swap station,” ulasnya.

Dalam pelaksanaan risetnya yang mempelajari perilaku pengguna baterai listrik, tim risetnya melakukan wawancara terhadap 40 responden driver ojol. “Hasilnya menunjukkan bahwa 31 responden menggunakan swap station, dan 9 responden charging station,” sebutnya.

Menurut hasil survey, baterai swap itu efektif, karena tidak usah beli tapi sewa, sehingga mempermudah pengguna. “Ketika baterai tinggal 20 atau 30 persen, tinggal datang ke swap station, keuntungan lebih cepat. Namun yang menjadi masalah adalah belum ada jaminan keamanan apakah baterai yang ditukar apakah bagus atau tidak,” papar Evvy.

Selanjutnya, setelah melihat kebiasaan pengguna, Evvy dan tim memplejari teknologi baterai yang ada di pasaran (reverse engineering). “Hanya ada beberapa merek baterai di pasaran yang dijual bebas, sehingga memang terbatas yang bisa dipelajari. Dari contoh baterai itu ternyata masing-masing spesifikasi materialnya berbeda,” ungkapnya.

Dirinya menginginkan agar nanti ke depannya ada standar baterai swap yang bisa digunakan seperti ATM bersama, agar memudahkan semua merek pengguna kendaraan listrik roda dua.

Dalam pertemuan yang sama, Amrullah Sekretaris Jenderal Perhubungan Darat dari Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa pemerintah akan mengadakan kendaraan listrik khususnya motor. “Jika pemerintah sudah beli, maka masyarakat juga akan semakin masif membelinya,” ucapnya. 

“Kami di Kementerian Perhubungan mempunyai tugas terkait dukungannya untuk kendaraan listrik, antara lain dengan landasan peraturan yang mendukung percepatan dan adanya pengujian kendaraan listrik,” jelasnya.

“Selain itu, untuk kendaraan listrik berbasis baterai ada tarif pengujian yang lebih murah untuk dibanding kendaraan biasa, sehingga bisa mendorong konversi dari kendaraan berbahan bakar menjadi kendaraan listrik,” imbuh Amrullah.

Mengenai pengujian baterai, dirinya menerangkan bahwa instansinya tidak melakukan pengujian baterai, melainkan pengujian kendaraan keseluruhan, sebelum kendaraan itu diproduksi massal dan layak dioperasikan di jalan.

“Mengenai standar baterai, kami setuju baterai distandarkan untuk motor, karena kalau misalnya kami kantor punya kendaraan tapi dengan baterai yang berbeda-beda tentu repot juga,” katanya. 

Sementara Muhammad Nizam, profesor dari UNS mengatakan bahwa standar untuk baterai kendaraan listrik sudah ada, yakni SNI. Namun yang belum itu implementasinya di lapangan.

“Pada intinya kami mendorong dan mendukung penuh program pemerintag. Hanya pelaksanaan yang perlu tahapan. Dari sisi baterai yang kita inginkan adalah yang terstandar, namun memang sulit,” cakapnya.

Dirinya cukup yakin dengan teknologi kendaraan listrik yang sudah ada di Indonesia. “Saya pikir teknologi baterai Indonesia tidak kalah dengan negara lain, yang dibutuhkan adalah pabrik untuk bisa produksi massal. Saat ini harga baterai tinggi, semoga harga bisa turun tapi tidak mengabaikan faktor keselamatan,” ujar Nizam.

Sebagai pamungkas, Wahyu yang merupakan Kepala Pusat Riset Material Maju BRIN berpesan agar hasil FGD selain memperkaya pemahaman dan wawasan akan penggunaan baterai, juga bisa menjadi kebijakan pemerintah. “Karena di sini ada perwakilan stakeholder, semoga hasilnya bisa di-sounding-kan ke atas untuk pemikiran bersama, agar bisa terlaksana perumusan kebijakan yang lebih komprehensif, dan menjadi kebermanfaatan khususnya terkait swap battery,” harapnya. (adl, mfn)

Tautan:

https://www.brin.go.id/news/112869/komitmen-dukung-net-zero-emission-brin-dan-stakeholder-diskusi-penggunaan-baterai-swap-untuk-kendaraan-listrik

https://www.instagram.com/p/Cslc0riPT44/?utm_source=ig_web_copy_link&igshid=MzRlODBiNWFlZA==

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Peneliti BRIN Jelaskan Perkembangan Teknologi Kuantum

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Teknologi kuantum semakin lama semakin berkembang. Kuantum teknologi menggunakan prinsip-prinsip fisika yang dapat meningkatkan kemampuan dalam gawai sehari-hari. Sektor energi, transportasi, komunikasi, pertahanan, finansial, dan kesehatan berpotensi menggunakan teknologi kuantum.

Dalam webinar ORNAMAT #25, Selasa (14/03), yang diselenggarakan Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material Badan Riset dan Inovasi Nasional (ORNM BRIN), peneliti Donny Dwiputra dari Pusat Riset (PR) Fisika Kuantum memaparkan tema “Teknologi kuantum: Dari baterai kuantum hingga black hole”. Menurutnya, baterai kuantum saat ini sebagai salah satu teknologi jangka menengah yang relatif tahan efek lingkungan dibandingkan dengan komputer kuantum.

Donny memaparkan kemajuan teknologi secara umum menuntut kebutuhan energi yang semakin besar, cepat, dan efisien. “Baterai kuantum merupakan divais penyimpanan energi yang operasinya memanfaatkan fenomena kuantum untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan dan kecepatan pengisian dayanya,” jelasnya.

“Salah satu keunggulan yang ditawarkan dibandingkan dengan baterai konvensional adalah kecepatan pengisian energi yang semakin tinggi, seiring bertambahnya banyaknya modul baterai kuantum yang digunakan. Hal ini diukur melalui daya yang skalanya mengikuti ukuran dari baterai tersebut,” tambah Donny.

Sampai saat ini, perkembangan riset baterai kuantum masih pada tahap teoretis dan sangat sedikit realisasi eksperimen (proof-of-concept) yang telah diciptakan.

“Menariknya, beberapa sistem yang digunakan sebagai baterai kuantum juga dapat mensimulasikan fenomena alam pada kondisi yang sangat ekstrem, yakni pada lubang hitam (black hole) dan lubang cacing (worm hole). Korespondensi dari kedua teori yang berbeda skala ini akan membuka cakrawala baru bagi pengembangan teknologi masa depan,” ulas Donny.

Aplikasi Kristal Fotonik

Dalam kesempatan yang sama, Isnaeni, peneliti PR Fotonik menyampaikan materi tentang ‘Manipulasi cahaya pada skala nano dengan kristal fotonik’.

Di awal paparannya Isnaeni mengatakan bahwa kristal fotonik adalah struktur dielektrik periodik yang dirancang untuk membentuk struktur pita energi untuk foton, yang memungkinkan atau melarang perambatan gelombang elektromagnetik pada rentang frekuensi tertentu.

“Hal ini membuat kristal fotonik ideal untuk aplikasi manipulasi dan panen cahaya. Dalam presentasi ini akan dibahas tentang sifat kristal fotonik, beberapa riset terkait kristal fotonik dan aplikasi kristal fotonik pada bidang teknologi, LED, dan sel surya,” terang Kepala Pusat Riset Fotonik tersebut.

Lebih lanjut Isnaeni menjelaskan ada beberapa jenis kristal fotonik dengan sifat unik dan potensi aplikasinya. “Ada yang terdiri dari ada 1 dimensi, 2 dimensi, 3 dimensi, quasicrystals. dan serat optik kristal,” sebutnya.

“Manfaat dari kristal fotonik adalah sebagai pelapis yang sangat efektif, filter optik, serta perangkat lain yang memanipulasi cahaya dalam rentang panjang gelombang tertentu, mengontrol perambatan cahaya dalam arah tertentu, membuat pandu gelombang, sensor yang sangat efisien, membuat sifat dan efek optik baru seperti kemampuan untuk memanipulasi polarisasi dan fase cahaya, telekomunikasi dan penginderaan serta aplikasi lainnya,” lanjut Isnaeni.

“Kristal fotonik memiliki berbagai aplikasi potensial di berbagai bidang termasuk komunikasi optik, penginderaan, pencitraan, pemanenan energi, komputasi kuantum, dan material,” kata Isnaeni.

Mewakili Kepala ORNM BRIN, Ika Kartika, Kepala Pusat Riset Metalurgi, menyampaikan bahwa webinar ORNAMAT yang mengangkat tema baterai kuantum dan kristal fotonik, bisa mendukung penguatan iklim riset, akumulasi pengetahuan, dan sarana membuka peluang kolaborasi bagi mitra, baik internal maupun eksternal BRIN.

“Harapannya dengan dua topik ini, dapat membantu peserta webinar di lingkungan ORNM maupun diluar BRIN, untuk mempelajari secara umum mengenai aplikasi baterai kuantum, di mana baterai ini juga merupakan alat sangat dibutuhkan saat ini. Sedangkan untuk fotonik dapat dimanfaatkan aplikasi dalam rancangan penelitian dan implementasi fotonik ke depannya,” ujarnya. (esw, mfn/ ed: adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Antisipasi limbah baterai kendaraan listrik melalui ekonomi sirkular

Oleh Adimas Raditya Fahky P  Jumat, 24 Februari 2023 19:21 WIB

Antisipasi limbah baterai kendaraan listrik melalui ekonomi sirkular

Pengunjung mengendarai sepeda motor listrik pada pameran Indonesia Internasional Motor Show (IIMS) di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Senin (20/2/2023). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan bahwa insentif untuk kendaraan listrik akan mulai diberikan oleh pemerintah pada Maret mendatang dengan besaran insentif yang diberikan bagi sepeda motor sebesar Rp7 juta per unit. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

60 persen komponen mobil listrik kuncinya ada di baterai.

Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia tengah gencar mendorong pemanfaatan kendaraan listrik secara luas, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat umum.

Selain menjadi moda transportasi yang ramah lingkungan, kendaraan listrik berbasis baterai (electric vehicle) juga diyakini akan menjadikan Indonesia sebagai pemain besar komponen utama kendaraan tersebut.

Presiden Joko Widodo menyebutkan 60 persen komponen mobil listrik kuncinya ada di baterai. Menurut dia, Indonesia memiliki cadangan material untuk membuat baterai dengan ketersediaan melimpah.

Sebagai bukti keseriusan pemerintah, sejumlah regulasi dan aturan turunannya pun telah diterbitkan, di antaranya Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.

Kemudian, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Demikian juga aturan turunannya yang diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan. Paling sedikit ada enam Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur tentang implementasi kendaraan listrik di Indonesia.

Secara umum, Permenhub ini mengatur tentang uji tipe, pedoman konversi, serta pedoman teknis terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, kebutuhan kendaraan operasional Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, TNI, Polri dari Internal Combustion Engine (ICE) ke Battery Electric Vehicle (BEV) hingga tahun 2030 mencapai sebanyak 398.530 kendaraan roda dua dan 132.983 kendaraan roda empat.

Sementara itu, jumlah total Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan listrik yang telah diterbitkan hingga Januari 2023 mencapai 48.162 unit.

Seiring dengan perkembangan teknologi ke depan, dapat dibayangkan bagaimana banyaknya populasi kendaraan listrik, atau bahkan kendaraan otonom akan memenuhi jalan-jalan di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.

Daur ulang limbah

Meski banyak pihak sepakat bahwa kendaraan listrik jauh lebih ramah lingkungan dibanding mobil berbahan bakar minyak, potensi bahaya dari kendaraan listrik tetap ada.

Limbah dari komponen utamanya, yakni baterai dapat menjadi penyebab pencemaran lingkungan yang serius apabila tidak dikelola dengan baik.

Riset dan studi yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan bahwa potensi limbah yang perlu diwaspadai adalah baterai bekas pakai, limbah dari proses produksi baterai, serta limbah dari proses daur ulang baterai yang mengandung logam berat dan bahan kimia berbahaya.

Baterai kendaraan listrik umumnya menggunakan baterai lithium ion (LIB), yang terdiri atas katoda, anoda, elektrolit, separator, dan berbagai komponen lainnya.

Beberapa bahan yang digunakan dalam LIB, seperti logam berat dan elektrolit, dapat menimbulkan ancaman bagi ekosistem dan kesehatan manusia.

Jika LIB bekas dibuang begitu saja dan ditimbun dalam jumlah yang besar, ini dapat menyebabkan infiltrasi logam berat beracun ke dalam air bawah tanah, yang mengakibatkan pencemaran lingkungan yang serius.

Demikian pula, jika LIB bekas dibakar sebagai limbah padat, hal tersebut akan menghasilkan sejumlah besar gas beracun, seperti gas hidrogen fluorida (HF) yang berasal dari elektrolit di dalam LIB, yang dapat mencemari atmosfer.

Oleh karena itu, penanganan limbah dari baterai bekas ini sangat dibutuhkan.

Kepala Pusat Riset Teknologi Transportasi, Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) BRIN Dr. Aam Muharam menyebut bahwa sudah banyak studi kajian tentang kemungkinan baterai bekas pakai digunakan kembali melalui proses daur ulang (recycle).

Limbah baterai biasanya di-grading atau disortir terlebih dahulu, untuk mengetahui kapasitas/usia baterai relatif terhadap end-of-cycle-nya.

Jika kapasitas baterai di antara 50-80 persen, baterai bekas tersebut bisa digunakan kembali (reuse) sebagai second life battery.

Second life battery merupakan baterai yang digunakan kembali untuk aplikasi berbeda, seperti untuk aplikasi energy storage atau stationary use.

Apabila baterai sudah mencapai kapasitas di bawah 50 persen, baterai bisa didaur ulang untuk mendapatkan material berharga dari baterai bekas untuk menghasilkan baterai baru.

Daur ulang ulang dapat juga melibatkan penggunaan baterai bekas sebagai bahan baku untuk membuat produk baru yang berbeda dari baterai, seperti pigmen keramik atau logam paduan.

“Baterai bekas hasil daur ulang memerlukan uji atau test durability ulang seberapa jauh dapat dioperasikan kembali. Harus ada regulasi atau standar yg mengatur terkait hal ini,” kata Aam.

Studi terkait daur ulang limbah baterai di BRIN dilakukan oleh periset yang tergabung dalam Kelompok Riset Material Berkelanjutan dan Daur Ulang (Sustainable Material & Recycling Group).

Metode yang paling banyak digunakan dalam proses daur ulang baterai adalah metode pirometalurgi dan hidrometalurgi. Masing-masing metode ini memiliki keuntungan dan tantangannya masing-masing.

Untuk pirometalurgi, prosesnya relatif lebih sederhana karena hanya seperti peleburan logam pada umumnya. Namun demikian, energi yang dibutuhkan sangat besar karena membutuhkan temperatur yang tinggi pada prosesnya.

Ditambah, kemurnian logam-logam berharga di akhir proses pirometalurgi cenderung kurang baik dan perlu dilakukan pemurnian lagi dengan proses lanjutan.

Sementara itu, metode hidrometalurgi memiliki rangkaian proses yang lebih kompleks dan panjang. Akan tetapi, logam berharga yang ingin dipulihkan dapat diambil kembali dengan efisiensi ekstraksi yang sangat tinggi.

Salah satu periset Kelompok Riset Material Berkelanjutan dan Daur Ulang, Dr. Sri Rahayu menyampaikan, baik proses pirometalurgi maupun hidrometalurgi, memerlukan pretreatment atau perlakuan awal, seperti pengosongan daya baterai (discharging), penyortiran baterai bekas berdasarkan jenisnya, penghancuran baterai bekas, dan sebagainya.

Langkah ini dilakukan sebelum masuk ke proses daur ulang utama agar nilai efisiensi ekstraksi logam dapat ditingkatkan dan energi yang dibutuhkan untuk proses daur ulang dapat diminimalisasi.

Ekonomi sirkular

Sejalan dengan hal itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mengelola limbah baterai kendaraan listrik melalui pendekatan ekonomi sirkular.

Diklaim sebagai model baru dari konsep reduce, reuse, dan recycle, ekonomi sirkular memaksimalkan kegunaan dan nilai tambah dari suatu bahan mentah, komponen, dan produk sehingga mampu mengurangi jumlah bahan sisa yang tidak digunakan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir.

Pendekatan ekonomi sirkular juga meliputi perencanaan desain bahan baku, desain produk, serta proses produksi sehingga memiliki siklus penggunaan yang lebih panjang.

“Prosesnya mulai dari pengumpulan, penghancuran, pengolahan secara kimia dengan teknologi yang ramah lingkungan,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati.

Daur ulang baterai kendaraan bermotor listrik sebagai bahan baku yang berkelanjutan, dianggap lebih ramah lingkungan karena meminimalisir penggunaan bahan baku baru.

Selain itu, juga memberikan manfaat ekonomi karena dapat menekan biaya produksi komponen utama dari kendaraan listrik.

Rosa menyampaikan pemerintah melalui KLHK mengimbau pabrikan maupun bengkel kendaraan agar memiliki fasilitas pengumpulan baterai bekas, untuk selanjutnya diserahkan kepada pemanfaat limbah aki kendaraan listrik.

Ia juga berharap bahan baku baterai tersebut tidak diekspor ke luar negeri, namun diolah oleh industri pembuatan baterai di dalam negeri sebagai pemasok baterai kendaraaan di seluruh dunia.

“Mendorong investor untuk melakukan proses recycle di Indonesia dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan,” ujarnya.

Dengan demikian, sejak proses di hulu hingga hilir, bangsa Indonesia mendapatkan manfaat terbesar dari kekayaan sumber daya alam itu.

Sumber : https://www.antaranews.com/berita/3412893/antisipasi-limbah-baterai-kendaraan-listrik-melalui-ekonomi-sirkular

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN bersama PT PLN Indonesia Power Sepakat Tingkatkan Penguasaan Teknologi Baterai Litium

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Pemenuhan kebutuhan akan energi bersih dan mengurangi ketergantungan kepada energi fosil, serta mendukung percepatan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia, PT PLN Indonesia Power (PT PLN IP) bekerja sama dengan  dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam meningkatkan penguasaan teknologi baterai litium. Kerja sama ini diimplementasikan dengan memberikan pembekalan kepada  talent-talent terbaiknya melalui ‘Program Pengembangan Kompetensi SDM PT PLN Indonesia Power, dalam Rangka Penguasaan Teknologi Baterai Litium Untuk Aplikasi Penyimpanan Energi’. Program tersebut akan dilaksanakan pada periode 6 Februari-7 November 2023 di Kawasan Sains dan Teknologi (KST)  BJ Habibie, Tangerang Selatan.

Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) BRIN, Ratno Nuryadi menyatakan bahwa program pelatihan berbasis riset menjadi suatu hal yang baru yang di lingkungan BRIN. “Program ini dikelola oleh Direktorat Pengembangan Kompetensi Deputi Bidang SDM Iptek dengan fasilitator dan instruktur adalah periset dari lab di Pusat Riset  Material Maju, ORNM,” ujarnya dalam acara pembukaan, Senin (06/02). 

Ratno menambahkan, kegiatan ini akan jadi pembelajaran dengan aktivitas berupa teori dasar, perkuliahan, praktikum, dan diskusi. “Selain peserta akan mendapatkan knowledge, juga bisa merasakan atmosfer aktivitas riset bidang baterai dan melakukan riset bersama. Success story ini akan jadi percontohan atau model bagi pelatihan sejenis berikutnya,” imbuhnya. 

“Program pelatihan ini akan menjadi salah satu bentuk kontribusi BRIN  pada  dunia industri, menjadi pengisi kekosongan kebutuhan-kebutuhan industri dengan pelatihan tema khusus yang bisa didapatkan melalui pelatihan ini. Diharapkan peserta bisa berinteraksi langsung dengan para  periset di BRIN,” ungkap Kepala ORNM. 

Dirinya berharap dengan berbagai macam hak kekayaan intelektual baterai yang dimiliki oleh BRIN dan potensi PT PLN IP sebagai perusahaan energi, yang akan lebih banyak mewarnai renewable energy di masa depan. “Maka kerja sama yang sudah dimulai sejak  2020 melalui MoU BRIN dengan PT PLN IP, dan telah diperbaharui pada 27 Oktober 2022 terkait pengkajian dan pengembangan inovasi teknologi bidang ketenagalistrikan serta energi baru terbarukan, kolaborasi ini akan semakin menguat,” harapnya. 

“Program pengembangan kompetensi ini tidak hanya sekedar pelatihan atau transfer of knowledge namun diujungnya nanti harus menghasilkan learning exchange project (outcome) berupa hasil penelitian dan pengembangan bahan aktif lembaran elektroda, cell baterai serta kajian pengembangan industri baterai litium  di masa depan,” tambah Ratno.

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Utama PT PLN IP yang diwakili Direktur Human Capital, Manajemen dan Adminstrasi, Wisnu Satriono mengatakan bahwa kolaborasi dengan BRIN ini sudah digagas sejak tahun 2020. “Penguasaan teknologi baterai menjadi penting karena mengurangi ketergantungan pada energi fosil serta mendukung terwujudnya energi bersih di Indonesia,” katanya. 

Menurut Wisnu, kegiatan ini merupakan salah satu upaya Indonesia mendorong percepatan penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai, karena Indonesia memiliki potensi besar apabila mampu menguasai teknologi baterai tersebut. “Potensi ini juga didukung sumber daya alam yang melimpah untuk baterai litium, yang menjadi kunci bagi indonesia untuk membangun industri baterai tersebut, hingga membangun infrastruktur mobil listrik dan metode penyimpanan energinya,” jelas Wisnu 

Tantangan bagi PT PLN IP sehubungan peningkatan kebutuhan energi adalah peningkatan capacity building, dengan harapan semoga terjadi percepatan pemasangan teknologi baterai litium. “Oleh karena itu PT PLN Indonesia Power perlu bersinergi dan bekerja sama dengan institusi lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia. Secara bersama-sama bersinergi melakukan skill up pengembangan teknologi baterai, khususnya baterai litium,” tegasnya. 

Pada kesempatan terpisah, Vice President Learning Management PT PLN Indonesia Power,   Tengku Yusuf mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan mengakuisisi ilmu pengetahuan dan kompetensi baru dari BRIN untuk PT PLN IP.  

“Karena teknologi baterai adalah teknologi masa depan, namun dalam waktu dekat akan menjadi teknologi yang sangat fundamental untuk renewable energy mobil listrik dan kendaraan listrik lain. Bagi BRIN yang telah memiliki HKI untuk teknologi dimaksud, ini akan menjadi competitive advantage. Potensi kerja sama ini sangat baik sehingga kedepan akan menghasilkan value creation untuk BRIN dan  PT PLN IP,” ulasnya.  

“Ini adalah inisiasi awal dan dipilih SDM terbaik untuk mengikuti pelatihan. Program ini tidak hanya sebatas knowledge, tapi pada akhir program diharapkan akan lahir suatu prototipe skala lab dan menjadi yang pertama untuk solar systemsupport bagi pembangkitan dalam rangka transisi dan renewable energy di masa datang, harapan besarnya seperti  itu,” ungkap Tengku.

Sementara Gerry M Napitupulu, salah satu dari delapan peserta program berharap, dengan pelatihan ini diharapkan PT PLN IP dapat menjadi pionir di BUMN, yang menguasai teknologi baterai litium. “Ke depan semoga bisa memproduksi baterai di dalam negeri dengan membangun pabrik baterai litium,” ucap Gerry. (jp/ed:adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Dukung Peningkatan Kendaraan Listrik, BRIN Kembangkan Riset Baterai

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Pertumbuhan kendaraan listrik baik roda dua maupun empat terus meningkat,  seiring dengan isu menipisnya cadangan sumber bahan bakar dari fosil. Berbicara soal kendaraan listrik tidak dapat dilepaskan dari baterai sebagai komponen utamanya.

Baterai merupakan teknologi kunci dalam kendaraan listrik (electric vehicle/ EV) maupun sebagai media penyimpan energi pada sistem energi baru dan terbarukan (EBT). Dalam merespon perkembangan hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengembangkan industri kendaraan listrik di dalam negeri, dengan mengeluarkan Perpres No 55 Tahun 2019 tentang percepatan program Kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KLBB).

Sehingga kehadiran industri baterai nasional merupakan keniscayaan. Di sisi lain, energi merupakan salah satu prioritas riset dan inovasi nasional. Maka kegiatan riset dan inovasi baterai untuk kendaraan listrik maupun penyimpan energi sangat penting untuk dilakukan.

Terkait hal tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nano Teknologi dan Material (ORNM) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan mengusung tema Strategi Penguatan Riset dan Inovasi Baterai Li-Ion Internal BRIN di Kawasan Sains dan Teknologi BJ. Habibie, Serpong, Kamis (22/09). Kegiatan ini merupakan forum komunikasi dan berbagi informasi kegiatan, termasuk ketersediaan dan kebutuhan fasilitas riset, serta diskusi mewujudkan peta jalan riset yang saling mendukung. 

Kepala ORNM, Ratno Nuryadi mengatakan, baterai ini termasuk salah satu output dari Pusat Riset (PR) Material Maju. “Di PR Material Maju ada satu kelompok riset yang khusus tentang baterai. Di sana berkumpul para pakar yang sebelumnya terpencar di beberapa LPNK bergabung di sini. Harapannya ke depan semakin bagus koordinasinya,” ujarnya.

“Baterai merupakan salah satu rumah program ORNM di tahun 2023. Kami ingin berusaha mengawal agar dari sisi hulu hingga hilir bisa ada peta jalan dengan baik, sehingga kami berusaha mengawal baik dari sisi hulu, intermediet, maupun hilir, serta kita bisa mendesain riset dan inovasi baterai ke depannya,” terang Ratno.

Hal ini sejalan dengan instruksi Presiden No 7 Tahun 2022 tentang penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sebagai kendaraan dinas operasional dan/atau kendaraan perorangan dinas instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. “Baterai ini di masa depan menjadi tantangan yang besar bagi kita, karena pada tahun 2040 diharapkan kendaraan berbasis listrik juga digunakan bagi masyarakat luas, jadi ini merupakan peluang kita bersama,” tegas Ratno.

Pada FGD ini diperoleh dua poin rekomendasi sinergi dan peta jalan riset, yakni material untuk baterai serta manufaktur dan aplikasi baterai. Riset baterai merupakan peran penting dalam perkembangan riset  dan inovasi kendaraan listrik. Tahun 2022 ini merupakan tahun kebangkitan kendaraan listrik. Terbukti dengan semakin maraknya pameran kendaraan listrik dalam kurun waktu belakangan ini. 

“Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki industri manufaktur baterai, terutama untuk komponen utama kendaraan listrik. Untuk materai baterai, mungkin sudah ada permulaan, meskipun baru dalam tahap ground-breaking,” ungkap Ratno.

Dalam riset material untuk baterai, pengembangan mineral penting, material aktif dan sel baterai telah dilakukan cukup lama dan memiliki rekam jejak yang sudah terbentuk di berbagai organisasi riset dan pusat riset di BRIN. Antara lain bahan baku baterai dari sumber daya lokal berbasis sumber daya primer dan sekunder, seperti ekstraksi sumber litium dari pengolahan bijih emas/besi, serta ekstraksi dari baterai bekas (recycling) atau urban mining.

Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak industri PT INTERCALLIN, bahwa jenis Li baterai yang saat ini berkembang dan digunakan untuk berbagai aplikasi di Indonesia adalah terutama berbasis jenis LFP dan MNC. “Oleh karena itu, perlu adanya redesain klister dan peta jalan riset material hulu dan hilir berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada supaya lebih terintegrasi dan terfokus. Sekaligus untuk dapat lebih bersinergi dan hilirisasi dengan pihak industri, khususnya dalam penyediaan material prekursor baterai. Diharapkan juga akan disepakati jenis material alternatif jenis material baterai,” urai Ratno.

“Selain itu, perlu dikembangkan riset desain battery pack untuk peningkatan efisiensi baterai yang tinggi, melalui perekayasaan densitas berat atau volume khususnya berbasis jenis LFP. Terkait dengan proses rantai pasok, umur pakai, dan keekonomian sebagai alternatif jenis NMC, sehingga dapat lebih kompetitif dan variatif,” imbuhnya.

Ada fakta bahwa saat ini pihak industri mengalami kesulitan dalam penyediaan bahan baku prekursor atau material aktif baterai. Sementara di sisi lain riset pengembangan material prekursor di BRIN sudah dilakukan cukup lama dan telah menghasilkan banyak paten. “Oleh karena itu, perlu adanya dukungan kebijakan riset intermediasi peningkatan skala lab menuju skala pilot untuk mempercepat hilirisasi baterai dengan TKDN tinggi dan mendukung Perpres No 7 tahun 2022,” kata Ratno.

Menurut Ratno, perlu ada hal-hal yang perlu diperhatikan untuk sinergi riset menufaktur dan aplikasi baterai di BRIN. ”Antara lain Battery Management System (MBS), Battery Thermal Management System, Lightweight Battery Pack, Fast Charging, Lifecycle dan Safety Testing, juga riset peningkatan komponen lokal kendaraan listrik. Serta perlu adanya suatu laboratorium rujukan untuk sistem pengujian baterai, terutama baterai impor untuk kualitas produk dan perlindungan konsumen,” jelasnya.

“Riset dan Inovasi baterai Li-ion harus dilakukan dari hulu hingga hilir, sehingga Indonesia mampu mendukung rantai pasok baterai mulai dari bahan baku, manufaktur dan perakitan sel baterai, pengujian hingga daur ulang. Termasuk perangkat elektronika pendukung aplikasinya,” lanjut Ratno. 

Senada disampaikan Kepala OR Energi dan Manufaktur (OREM), Haznan Abimanyu, pentingnya pengembangan riset baterai melalui manufaktur.  “Inisiasi FGD baterai ini sangat bagus untuk menyatukan pikiran atau ide-ide tentang penelitian baterai dalam menyatukan SDM, dana, maupun peralatan, sehingga dapat mencapai target yang kita rencanakan bersama,” ucap Haznan.

Haznan menerangkan, manufaktur menjadi hal penting untuk diperhatikan. “Tahun ini merupakan kebangkitan kendaraan listrik dan baterai. Hal ini dapat kita lihat dengan banyaknya pameran kendaraan listrik di beberapa tempat. Perpres tentang kendaraan EV sudah dikeluarkan oleh Presiden. Menjadi perhatian kita apakah komponen utama dari baterai itu sendiri tersedia di dalam negeri apa belum? Dan manufaktur juga sampai saat ini apakah sudah tersedia? Oleh sebab itu, melalui FGD ini kita bersama-sama mengembangkan dan mewujudkan sesuatu yang besar skala industri tentunya,” pungkas Haznan.(esw/ed:adl,pur)

Sumber : https://www.brin.go.id/news/110448/dukung-peningkatan-kendaraan-listrik-brin-kembangkan-riset-baterai

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN Kenalkan Material untuk Aplikasi Energi Ramah Lingkungan

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) mengenalkan dua aplikasi material untuk energi. Kedua aplikasi tersebut diulas pada webinar ORNAMAT seri ketujuh, Selasa (26/7).

Kedua material energi tersebut yakni lithium titanate untuk anoda baterai kendaraan listrik dan material metal oksida nanostruktur untuk produksi hidrogen ramah lingkungan.

Kepala ORNM – BRIN, Ratno Nuryadi mengatakan, webinar kali ini menampilkan dua narasumber dari Pusat Riset Material Maju – BRIN. Keduanya mempunyai kesamaan yakni membahas material untuk energi.

“Tema material untuk energi merupakan salah satu usaha solusi kita untuk menyelesaikan isu-isu global, dan salah satunya memang energi ini masih menjadi isu global, tidak hanya di Indonesia saja, tetapi juga di internasional,” ujar Ratno.

Ratno menyampaikan, terkait dengan energi, baik baterai maupun hidrogen merupakan bagian dari bidang energi baru dan terbarukan (new and renewable energy). “Dalam rangka untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yaitu karbon dioksida (CO2) dan di sektor tranportasi mempunyai peran yang besar dalam kontribusi menghasilkan emisi CO2,” tuturnya.

“Memang salah satu usahanya menghadirkan kendaraan listrik di sini. Sehingga nanti secara bertahap sektor transportasi emisi CO2 yang dikeluarkannya akan bisa berkurang,” ucap Ratno.

Ratno juga menambahkan ada sektor lain yang menyumbang emisi CO2, seperti pembangkit listrik, industri, dan perumahan.

Dalam kegiatan tersebut, periset dari Kelompok Riset Baterai, Slamet Priyono, menyampaikan topik Aplikasi Lithium Titanate untuk Anoda Baterai Kendaraan Listrik. 

Slamet menjelaskan, Spinel Lithium Titanate adalah bahan anoda yang sangat menjanjikan sebagai pengganti grafit karena keamanannya, stabilitas siklik yang sangat baik, tegangan kerja yang stabil, dan bersifat zero strain (tidak mengalami perubahan kisi ketika proses charge-discharge). “Namun material Lithium Titanate memiliki kekurangan seperti konduktifitas elektronik dan difusi ionik yang rendah,” terangnya.

Untuk penggunaan karbon super-P dan doping ion Al cukup efektif untuk meningkatkan konduktivitasi elektronik dan ionik serta menjaga stabilitas siklik hingga 400 cycle.

“Namun demikian, Lithium Titanate yang digunakan sebagai elektroda anoda saat ini masih banyak hal yang perlu diperbaiki, terutama dalam mengotrol ketebalan pelapisan karbon, dan meningkatkan densitas energi dengan membentuk elektroda berpori,” urai Slamet.

Pada pertemuan yang sama, periset dari Kelompok Riset Material Fotokonversi Energi, Gerald Ensang Timuda, memaparkan tentang Aplikasi Material Metal Oksida Nanostruktur untuk Produksi Hidrogen Ramah Lingkungan.

Gerald menerangkan bahwa Photoelectrochemical (PEC) Water Splitting memiliki potensi tinggi untuk menghasilkan hidrogen dengan metode yang ramah lingkungan. “PEC merupakan salah satu cara untuk menyimpan energi di siang hari, kemudian kita simpan menjadi hidrogen untuk digunakan di waktu yang fleksibel,” kata Gerald.

PEC Water Splitting adalah sistem menggunakan energi dari matahari untuk mengaktifkan salah satu elektro dari alat elektrolisis air, sehingga elektroda yang menyerap energi dari matahari dan memecah hidrogen air atau oksigen yang ada di air secara langsung.

“Peran aplikasi material metal oksida nanostruktur material itu krusial untuk merekayasa sifat-sifat elektrik dari material foto anoda untuk PEC Water Splitting,” jelas Gerald. (hrd/ ed. adl)

Sumber : https://www.brin.go.id/news/109402/brin-kenalkan-material-untuk-aplikasi-energi-ramah-lingkungan

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN Kembangkan Riset Nanomaterial untuk Sensor dan Baterai

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) mengembangkan riset nanomaterial untuk sensor dan baterai. Kedua topik riset ini dibahas melalui webinar ORNAMAT seri keenam secara daring dengan mengusung dua tema yakni riset tentang Nanomaterial untuk Sensor dan Aplikasi Komputasi Density-Functional Tight-Binding (DFTB) untuk bahan elektroda baterai, Selasa (12/07).

ORNM Ratno Nuryadi menyampaikan bahwa webinar kali ini ORNM menampilkan para periset muda untuk tampil. “Dari statistik sampai dengan pemetaan yang ke-6, sivitas ORNM akan mencapai 500 periset. Dilihat dari komposisi umurnya, yang berada dalam kisaran 21-30 tahun ada 16%, umur 31-40 tahun ada 40%, umur 41-50 tahun 21%, dan sisanya lebih dari 50 tahun. Ini pertanda yang baik sivitas ORNM banyak yang berusia muda. Semoga peran dan mobilitas sebagai periset di ORNM bisa maksimal dengan lingkugan seperti ini,” ujarnya.

Webinar ini menghadirkan dua narasumber, yakni Ni Luh Wulan Septiani dari Kelompok Riset Fungsional Dimensi Rendah Pusat Riset (PR) Material Maju dengan tema ‘Rekayasa Nanomaterial untuk Sensor Gas Berkinerja Tinggi’ dan Wahyu Dita Saputri dari Kelompok Riset Simulasi dan Desain Nanomaterial – PR Fisika Kuantum, dengan tema ‘Aplikasi Metode Komputasi Density-Functional Tight-Binding (DFTB) pada Optimasi Konfigurasi Antrakuinon sebagai Kandidat Bahan Elektroda Baterai Sodium’.

“Kedua tema ini saling beririsan karena sama-sama di bidang material. Kalau dilihat satu persatu, sensor di sini sangat luas aplikasinya, seperti sensor lingkungan, sensor untuk mendeteksi parameter fisik dan lain sebagainya. Sensor ini merupakan perangkat yang saat ini memiliki tidak hanya dari sisi dasar, tetapi miliki peluang pasar yang cukup besar. Di pasar global, sensor memiliki peningkatan setiap tahun. Tahun 2019 mencapai 530 juta dolar AS, dan perkiraan tahun 2026 1,3 miliar dolar AS, dengan kenaikan pertumbuhan tahunan gabungan 11% lebih,” terang Ratno.

Demikian pula Baterai yang memiliki potensi dari sisi aplikasi atau dilihat dari sisi sains dasar dan terapan. “Banyak diaplikasi dikehidupan sehari-hari sehingga pasar global baterai cukup tinggi. Di tahun 2020 mencapai 46 miliar dolar AS dengan pertumbuhan 6% lebih di tahun 2030, bisa mencapi 80 miliar dolar AS. Ini menandakan bahwa riset di bidang sensor dan baterai memiliki potensi yang sangat menarik dan strategis,” imbuhnya.

Ratno berhadap dengan adanya webinar ini para periset dan mitra bisa saling berbagi. “Ini akan melahirkan diskusi-diskusi  dan peluang kolaborasi yang bisa kita eksplorasi ke depannya,” tuturnya.

Pada kesempatan ini, pemateri pertama Ni Luh Wulan Septiani memaparkan akan bahaya sulfur dioksida (S02). “Gas ini merupakan unsur berbahaya yang bersumber dari industri, transportasi, dan aktivitas gunung berapi. Gas S02 ini jika terhirup manusia dapat menggangu saluran atau kerusakan pernafasan. Yang lebih rentan yang terkena S02 ini adalah orang tua dan orang-orang dengan riwayat penyakit paru-paru dan anak-anak. Untuk memonitoring konsentrasi gas S0diperlukan alat sensor gas,” jelasnya.

“Sensor gas ini harus memiliki respon, sensitivitas, selektivitas yang tinggi, waktu respon yang cepat, waktu pulih cepat, temperatur kerja rendah, stabil, dan waktu hidup yang panjang. Untuk mendapatkan kriteria yang maksimal, diperlukan rekayasa berupa morfologi yang berhubungan dengan luas permukaan. Rekayasa antarmuka biasanya oksida logam atau material aslinya didekorasi dengan material lainnya, sehingga menghasilkan efek-efek yang dapat meningkatkan sensivitas, respon, mempercepat reaksi permukaan, dan komposit mirip dengan rekayasa antarmuka,” tambahnya.

Ni Luh Wulan juga menyebutkan bahwa dengan modifikasi gabungan dapat meningkatkan kinerja secara signifikan, dan modifikasi ZnO dengan Multi-Walled Carbon Nanotube (MWCNT) dapat meningkatkan respon selektivitas juga menurunkan temperatur kerja.

Dalam kesempatan yang sama, pemateri kedua Wahyu Dita Saputri mempresentasikan material katoda berbasis antrakuinon. “Mengapa kami memilih antrakuinon (AQ) karena memiliki nilai ekonomi, ramah lingkungan, kapasitasnya 257mAh/g, tetapi struktur molekulnya dapat dimodifikasi untuk mendapatkan kapasitas dan potensial redoks lebih tinggi,” ucapnya.

Antrakuinon juga memiliki kekurangan yaitu performa silkus yang rendah karena kelarutannya tinggi pada elektrolit. “Cara mengatasinya yaitu dengan AQ yang dapat terenkapsulasi pada permukaan karbon. AQ memiliki permukaan dan volume pori luas, dan pori terbentuk rapi, sehingga konduktivitas elektrik lebih baik, dan adanya interaksi ? – ? antara AQ dan karbon. Latar belakang pemakaian baterai AQ karena berlimpahnya pada kerak bumi sekitar 23.000 ppm, sementara litium 7 ppm,” paparnya.

Menurut Wahyu Dita, penelitian ini ada dua jenis, yaitu komputasi yang merupakan kerja sama antara BRIN dan University of Innsbruck Austria, serta eksperimen yang dikerjakan oleh Institute for Physical Chemistry University of Innsbruck. “Metode komputasi  sangat banyak sekali, ada beberapa jenis yang secara garis besar menggunakan metode medan gaya. Proses AQ ini lebih efektif yang dibuktikan dengan penelitian oligomer antrakuinon,” sebutnya.

“Potensi penelitian selanjutnya yakni bisa bekerja sama tentang AQ yang digantikan komposisinya dengan proses oligomerasi, sehingga dapat dibentuk kandidat bahan elektroda lebih lanjut,” pungkasnya. (esw/ ed. adl)

Sumber : https://www.brin.go.id/press-release/107945/brin-kembangkan-riset-nanomaterial-untuk-sensor-dan-baterai

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN Fokuskan Riset Baterai untuk Energi Terbarukan dan Kendaraan Listrik

Tangerang Selatan, Humas BRIN. Selama beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi baterai dan energi terbarukan, terutama untuk aplikasi kendaraan listrik, cukup maju pesat. Kendaraan listrik membutuhkan sistem penyimpanan energi berupa baterai, untuk memastikan tingkat kinerja kendaraan yang diinginkan. Sejumlah topik penelitian tentang teknologi baterai telah menarik minat para peneliti dan industri, termasuk spesifikasi daya, efisiensi energi, tingkat pengisian, masa pakai, lingkungan pengoperasian, biaya, daur ulang, dan keselamatan.

Dalam rangka meningkatkan kolaborasi riset dari berbagai sektor, National Battery Research Institute (NBRI) berkolaborasi dengan Queen Mary University of London, Material Research Society Indonesia (MRS-INA), dan International Union of Material Research Societies (IUMRS) menyelenggarakan The International Conference on Battery for Renewable Energy and Electric Vehicles (ICB-REV) 2022, secara virtual pada Selasa-Kamis (21–23/06).

Kepala Organisasi Riset Nano Teknologi dan Material (ORNM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ratno Nuryadi, menyampaikan, BRIN merupakan satu-satunya badan riset di Indonesia selain perguruan tinggi. Lembaga ini terbentuk setelah integrasi lima institusi (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Lembaga Nasional Lembaga Penerbangan dan Antariksa, dan Kementerian Riset dan Teknologi), dan unit penelitian lainnya dari beberapa kementerian, ke dalam BRIN sejak tahun 2021 lalu.

“BRIN memiliki harapan besar terhadap pelaksanaan kegiatan baterai. Kegiatan baterai dan sumber daya manusia yang sebelumnya tersebar di berbagai institusi, kini terintegrasi dalam satu kelompok riset, yaitu Kelompok Riset Baterai di Pusat Riset Material Maju – Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material,” jelas Ratno.

Dirinya berharap bahwa SDM baterai yang berjumlah 15 periset ini dapat fokus mendalami teknologi inti baterai, sehingga dalam waktu dekat dapat menghasilkan output dan hasil riset yang dapat meningkatkan kemandirian teknologi bangsa.

BRIN juga membuka peluang kerja sama riset baterai dengan universitas, industri dan lembaga riset lainnya baik di tingkat nasional maupun internasional dalam berbagai platform, antara lain degree by research (DBR), program pascadoktoral, visiting researcher,dan juga visiting professor.

Lebih lanjut Ratno mengatakan bahwa baterai ion litium memiliki aplikasi yang sangat luas, terutama untuk kendaraan listrik dan penyimpanan energi. “Aplikasi ini menuntut berbagai kinerja baterai seperti ringan, ukuran kecil, biaya rendah, aman, dan andal,” ujarnya.

“Teknologi utama dari baterai ini termasuk material, manufaktur, dan sistem manajemen baterai. Namun, teknologi material memiliki peran paling penting,” imbuhnya.

Oleh karena itu, BRIN, khususnya Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material, menaruh perhatian pada riset material dari hulu hingga hilir. Dari teknologi penambangan, sintesis prekursor, bahan aktif, hingga proses daur ulang.

“Kami akan fokus pada riset untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam lokal seperti nikel sebagai bahan baterai melalui proses yang ramah lingkungan dan hemat biaya,” terang Kepala ORNM.

Ratno berharap, konferensi ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap isu-isu yang berkaitan dengan riset dan inovasi pada baterai, energi terbarukan, serta kendaraan listrik. Para peserta pun dapat menikmati presentasi dan diskusi selama acara.

“Seminar internasional seperti ICB-REV 2022 ini sangat penting untuk menjadi wadah pertemuan para peneliti, akademisi, akademisi, insinyur, mitra industri, dan seluruh pemangku kepentingan di bidang baterai dan energi terbarukan, untuk berbagi hasil penelitian mereka. Hal ini secara otomatis akan memperkuat ekosistem riset dan inovasi, sekaligus membuka potensi kerja sama dengan berbagai rekan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri,” tutup Ratno. (hrd/ ed: adl)

Sumber : https://www.brin.go.id/press-release/106763/brin-fokuskan-riset-baterai-untuk-energi-terbarukan-dan-kendaraan-listrik