Komitmen Dukung Net Zero Emission, BRIN dan Stakeholder Diskusi Penggunaan Baterai Swap untuk Kendaraan Listrik

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Peta jalan transisi menuju energi nol emisi (net zero emission) mulai dari tahun 2021 hingga 2060 telah menjadi isu global. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi dampak perubahan iklim dengan Perpres No. 55 Tahun 2019 tentang percepatan kendaraan listrik berbasis baterai. Pada tahun 2030, diperkirakan masing-masing akan ada sekitar 14 juta dan 4 juta kendaraan listrik baterai roda dua dan empat. Baterai adalah bagian yang sangat penting dari kendaraan listrik baterai dan baterai mewakili hampir 40% dari harga kendaraan listrik baterai.

Saat ini baterai kendaraan listrik roda dua masih berbeda dalam hal sel, bentuk, dimensi, spesifikasi, dan juga cara pengisiannya. Hingga saat ini, belum ada standar kendaraan listrik roda dua, termasuk baterai cadangan, di pasar Indonesia. Infrastruktur ekosistem seperti stasiun pengisian daya (charging station) atau stasiun penukaran baterai (swap station) masih jarang ditemukan dan hanya ditemukan di kota-kota besar.

Dalam rangka mengangkat kegiatan riset net zero emission dengan judul “Study of Battery for Electric Vehicle (EV) in Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama National Battery Research Institute (NBRI) mengadakan Focus Grup Discussion (FGD) dengan tema Perkembangan Standardisasi Baterai Swap, pada Senin (22/05) di KST BJ Habibie, Tangerang Selatan. Tujuannya agar terlaksana kolaborasi riset baterai antar Kementerian/Lembaga. 

Di awal diskusi, Wahyu Widayatno mewakili Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material, membuka acara dengan mengungkapkan pandangannya akan baterai kendaraan listrik. 

“Saat ini pemerintah sudah mendorong tersedianya kendaraan listrik. BRIN sebagai periset mempersiapkan baterai untuk kendaraan listrik. Paling kritis diperlukan tersedianya teknologi baterai. Adapun lembaga yang mendukung program percepatan baterai dalam FGD ini, yaitu Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), BRIN, Kementerian Perhubungan, dan Badan Standar Nasional (BSN),” terang Wahyu.

Ia menambahkan agar standar baterai dapat diwujudkan di Indonesia. “Kami berharap agar BSN dapat menentukan baterai secara umum yang dibutuhkan kendaraan listrik itu standarnya seperti apa. Diharapkan diskusi yang diadakan pada FGD ini, dapat memberikan gambaran kebijakan yang mungkin sedang disusun oleh Kementerian Perhubungan serta Kementerian Perindustrian untuk baterai litium kendaraan listrik,” lanjutnya.

Pada kesempatan FGD tersebut, profesor riset BRIN yang menggeluti bidang baterai, Evvy Kartini, menjabarkan topik risetnya yang mengkaji perilaku pengguna battery swap atau baterai lepas untuk kendaran bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) di Indonesia.

“Ke depannya, kita menghadapi net zero emission, sehingga riset baterai swap ini harus kita siapkan karena terkait transportasi. Suatu saat semuanya baterai harus local content agar tidak impor.  Jadi, bagaimana yang praktiknya lebih mudah, baterai charging station atau swap station,” ulasnya.

Dalam pelaksanaan risetnya yang mempelajari perilaku pengguna baterai listrik, tim risetnya melakukan wawancara terhadap 40 responden driver ojol. “Hasilnya menunjukkan bahwa 31 responden menggunakan swap station, dan 9 responden charging station,” sebutnya.

Menurut hasil survey, baterai swap itu efektif, karena tidak usah beli tapi sewa, sehingga mempermudah pengguna. “Ketika baterai tinggal 20 atau 30 persen, tinggal datang ke swap station, keuntungan lebih cepat. Namun yang menjadi masalah adalah belum ada jaminan keamanan apakah baterai yang ditukar apakah bagus atau tidak,” papar Evvy.

Selanjutnya, setelah melihat kebiasaan pengguna, Evvy dan tim memplejari teknologi baterai yang ada di pasaran (reverse engineering). “Hanya ada beberapa merek baterai di pasaran yang dijual bebas, sehingga memang terbatas yang bisa dipelajari. Dari contoh baterai itu ternyata masing-masing spesifikasi materialnya berbeda,” ungkapnya.

Dirinya menginginkan agar nanti ke depannya ada standar baterai swap yang bisa digunakan seperti ATM bersama, agar memudahkan semua merek pengguna kendaraan listrik roda dua.

Dalam pertemuan yang sama, Amrullah Sekretaris Jenderal Perhubungan Darat dari Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa pemerintah akan mengadakan kendaraan listrik khususnya motor. “Jika pemerintah sudah beli, maka masyarakat juga akan semakin masif membelinya,” ucapnya. 

“Kami di Kementerian Perhubungan mempunyai tugas terkait dukungannya untuk kendaraan listrik, antara lain dengan landasan peraturan yang mendukung percepatan dan adanya pengujian kendaraan listrik,” jelasnya.

“Selain itu, untuk kendaraan listrik berbasis baterai ada tarif pengujian yang lebih murah untuk dibanding kendaraan biasa, sehingga bisa mendorong konversi dari kendaraan berbahan bakar menjadi kendaraan listrik,” imbuh Amrullah.

Mengenai pengujian baterai, dirinya menerangkan bahwa instansinya tidak melakukan pengujian baterai, melainkan pengujian kendaraan keseluruhan, sebelum kendaraan itu diproduksi massal dan layak dioperasikan di jalan.

“Mengenai standar baterai, kami setuju baterai distandarkan untuk motor, karena kalau misalnya kami kantor punya kendaraan tapi dengan baterai yang berbeda-beda tentu repot juga,” katanya. 

Sementara Muhammad Nizam, profesor dari UNS mengatakan bahwa standar untuk baterai kendaraan listrik sudah ada, yakni SNI. Namun yang belum itu implementasinya di lapangan.

“Pada intinya kami mendorong dan mendukung penuh program pemerintag. Hanya pelaksanaan yang perlu tahapan. Dari sisi baterai yang kita inginkan adalah yang terstandar, namun memang sulit,” cakapnya.

Dirinya cukup yakin dengan teknologi kendaraan listrik yang sudah ada di Indonesia. “Saya pikir teknologi baterai Indonesia tidak kalah dengan negara lain, yang dibutuhkan adalah pabrik untuk bisa produksi massal. Saat ini harga baterai tinggi, semoga harga bisa turun tapi tidak mengabaikan faktor keselamatan,” ujar Nizam.

Sebagai pamungkas, Wahyu yang merupakan Kepala Pusat Riset Material Maju BRIN berpesan agar hasil FGD selain memperkaya pemahaman dan wawasan akan penggunaan baterai, juga bisa menjadi kebijakan pemerintah. “Karena di sini ada perwakilan stakeholder, semoga hasilnya bisa di-sounding-kan ke atas untuk pemikiran bersama, agar bisa terlaksana perumusan kebijakan yang lebih komprehensif, dan menjadi kebermanfaatan khususnya terkait swap battery,” harapnya. (adl, mfn)

Tautan:

https://www.brin.go.id/news/112869/komitmen-dukung-net-zero-emission-brin-dan-stakeholder-diskusi-penggunaan-baterai-swap-untuk-kendaraan-listrik

https://www.instagram.com/p/Cslc0riPT44/?utm_source=ig_web_copy_link&igshid=MzRlODBiNWFlZA==