BRIN dan CropLife Indonesia Tegaskan Komitmen dalam Standarisasi Produk Rekayasa Genetik untuk Ketahanan Pangan

Tangerang Selatan – Humas BRIN.  Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar (PRTPS)  dan  CropLife Indonesia menandatangani Perjanjian  Kerja Sama (PKS). Hal yang ditandatangani tentang Penguatan Inovasi untuk mendukung ketahanan pangan melalui dukungan standarisasi dalam adopsi produk rekayasa genetik.

Kegiatan ini merupakan langkah strategis dalam membangun sinergi antara lembaga riset dan pelaku industri guna mendukung pengembangan teknologi pengujian serta penerapan standar yang lebih baik untuk memperkuat ketahanan pangan di Indonesia.

Plt. Kepala Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar (PRTPS) BRIN Himma Firdaus menyebutkan, ketahanan pangan sebagai salah satu Asta Cita Presiden Prabowo Subianto memerlukan inovasi baru terkait rekayasa genetika. 

“Melalui kerja sama ini BRIN dan CropLife Indonesia bersama-sama bersinergi untuk memajukan inovasi di bidang rekayasa genetik dari sudut pandang standarisasi,” ujar Himma Firdaus di Gedung 720 KST BJ Habibie Serpong, Selasa (20/05). 

Himma menjelaskan, Periset di PRTPS BRIN memiliki kompetensi di bidang standarisasi yang dapat berkolaborasi dengan pakar rekayasa genetika untuk bekerja sama. Sehingga progres kegiatan rekayasa genetika bisa lebih cepat dan dimasukkan di Indonesia.

“Jika ada kepakaran terkait rekayasa genetika kemudian sudah ada pakar di bidang standardisasi, kalau bersinergi akan menjadi solusi terbaik di kemudian hari. Saya berharap kerja sama ini menjadi langkah positif dalam mendukung terwujudnya ketahanan pangan di Indonesia,” ujar Himma. 

Direktur CropLife Indonesia Agung Kurniawan menyampaikan, kerja sama ini sebagai momentum bentuk partisipasi dan kontribusi CropLife  mewakili industri perlindungan tanaman, bioteknologi dan bumi. Untuk bisa berpartisipasi serta berkontribusi dalam pencapaian swasembada  dan ketahanan pangan. “CropLife fokusnya bagaimana memperkenalkan teknologi modern pertanian untuk bisa diadopsi menjadi salah satu kekuatan di sektor sektor pertanian,” ungkap Agung. 

 Agung menekankan standarisasi dalam adopsi teknologi modern pertanian sangat penting untuk memastikan teknologi tersebut dapat digunakan secara aman, efektif dan efisien.  Sehingga diperlukan kolaborasi dengan mitra strategis. 

“Adopsi teknologi modern pertanian itu menjadi sangat penting. tapi jauh lebih penting kita memiliki kerangka kebijakan. Artinya standarisasi, kolaborasi dengan mitra strategi juga menjadi salah satu hal penting” jelas  Agung. 

Menurut Agung tanpa adanya standarisasi akan cukup sulit untuk mengadopsi teknologi modern pertanian. Ia berharap kerja sama ini membawa angin segar bagi perkembangan rekayasa genetika di Indonesia. 

Sementara itu, Peneliti ahli utama PRTPS BRIN Bambang Prasetyo mengungkapkan, standarisasi diperlukan untuk menjamin keamanan suatu produk. 

“Standarisasi juga diperlukan untuk menghindari pengulangan kajian data yang dapat  memberikan hasil berbeda. Di dalam mengkaji baik tidaknya suatu produk membutuhkan  data yang perlu dikaji dan distandarkan agar tidak di ulang-ulang.” ujar Bambang.

Menurut Bambang,  BRIN  akan berkolaborasi dengan CropLife Indonesia untuk mengkaji standar teknik terkait produk yang dimilikinya. 

“CropLife Indonesia bekerja dengan BRIN mengembangkan standar-standar untuk pengkajian. Walaupun sudah ada standar-standar internasional, standar codex yang hebat-hebat, negara juga ada regulasi, tapi biasanya standar tekniknya itu tidak ada,” pungkas Bambang. (RA/ed. ns)