Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN dan Iran Bahas Nanomaterial dan Manfaatnya

Tangerang Selatan – Humas BRIN.  Potensi pemanfaatan nanoteknologi terus berkembang melalui riset sains dan rekayasa. Melalui pemanfaatan nanoteknologi, fungsi atau nilai tambah dari suatu bahan atau material dapat meningkat. Nanoteknologi dapat diaplikasikan dalam berbagai produk, seperti kesehatan, energi, dan elektronik.

Guna meningkatkan kepakaran bidang nanoteknologi khususnya nanomaterial, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) dengan Dewan Inovasi Nanoteknologi Iran atau Iran Nanotechnology Initiative Council (INIC), menggelar lokakarya dengan tema “Iran-Indonesia Joint Workshop on Nanomaterials & Applications”, Kamis (23/02).

Kepala ORNM BRIN Ratno Nuryadi menyampaikan, kegiatan workshop ini menjadi forum untuk membahas topik-topik riset terkait nanoteknologi. “Dengan workshop ini kita dapat saling mengenal apa yang kita lakukan sekarang, dan ini juga dapat diperluas untuk membahas kemungkinan kerja sama antara peneliti Iran dan BRIN Indonesia,” ungkapnya.

“Kami berharap dalam workshop ini, kami juga dapat mendiskusikan topik penelitian match-making yang dapat dikolaborasikan dan bermanfaat bagi kami di masa depan. Saya pikir kita bisa mulai dari pemikiran kecil, misalnya kolaborasi hanya dalam 3-4 topik penelitian tetapi ini akan menjadi kolaborasi penelitian yang nyata,” imbuh Ratno.

Kepala Pusat Riset Material Maju BRIN, Wahyu Bambang Widayatno menyampaikan teknologi nano saat ini berkembang dengan cepat dan dapat digunakan dalam berbagai aplikasi sains dan teknik. “Teknologi nano diharapkan dapat menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi manusia di masa kini dan masa depan. Salah satu bidang aplikasi dari teknologi nano adalah di bidang energi  dan penyimpanan energi,” ucap Wahyu.

Lebih lanjut Wahyu menyampaikan beberapa ruang lingkup riset yang sedang dilakukan di PRMM antara lain, material fungsional dan komposit cerdas, konversi energi dan penyimpanan material, material struktur dan industri, teknologi permukaan dan pelapisan, material magnetik dan spintronik, material superkonduktor, dan material biokompatibel.

Perwakilan dari NCL Lab, Sharif University Technology Iran Nima Taghvinia memaparkan topik “Inorganic Nanoparticle Hole Transporting Materials for Perovskite Solar Cells, dengan kekhususan fabrikasi dan peningkatan sel surya perovskite.

Menurut Nima, hal penting terkait nanoteknologi yakni lapisan nanopartikel dapat dioptimalkan sebagai material hole-transporting yang ideal untuk sel surya perovskite. “Hole-transporting nanopartikel anorganik ditambah elektroda karbon membentuk elektroda pengumpul lubang yang stabil untuk sel surya perovskite, namun diperlukan lebih banyak kontrol pada sintesis dan pelapisan antar muka,” jelasnya.

Masih dengan topik nanomaterial untuk energi, Mir F. Mousavi dari Department of Chemistry, Tarbiat Modares University, Tehran-Iran menyampaikan topik “Nanostructured Materials for Energy Conversion and Storage”. Dalam paparannya Mousavi menyampaikan bahwa timnya telah menyiapkan beberapa bahan aktif elektroda yang menunjukkan kinerja penyimpanan energi yang unggul.

Berikutnya, Alimorad Rashidi dari Research Institute of Petroleum Industry menyampaikan tentang Carbon Based Nanomaterials for Energy and Enviromental Application.

“Keuntungan dari bahan nanokarbon untuk aplikasi energi dan lingkungan yaitu struktur pori yang luas, stabil secara kimiawi, keragaman bentuk struktur, kemampuan modifikasi dan penyesuaian porositas, ketersediaan berbagai metode preparasi, ketersediaan berbagai prekursor untuk penyiapan bahan karbon, serta berbagai aplikasi misalnya penyimpanan gas dan hidrokarbon,” urai Rashidi.

Dalam acara yang sama, Alireza Moshlegh dari Departemen Fisika, Universitas Teknologi  Syarif, Iran memaparkan terkait nano-fotokatalisis dalam pembangkit energi bersih dan remediasi lingkungan. Lebih lanjut, Alireza menjelaskan prinsip-prinsip katalisis, pembuatan hidrogen melalui pemisahan air fotoelektrokimia, fotodegradasi pewarna/obat dan fotokatalisis simultan. “Energi surya sangat penting dan harus ditekankan karena ini merupakan  energi bersih,” sebutnya.

Ika Kartika Kepala Pusat Penelitian Metalurgi BRIN menampilkan  materi “Nanomaterial untuk Aplikasi Kesehatan”. Dalam paparannya Ika menyampaikan bahwa PRM memilik empat Kelompok Riset (KR) yakni KR Baja dan Paduan Khusus, KR Teknologi Korosi dan Mitigasi, KR Metalurgi Ekstraksi, serta KR Paduan Non-ferro dan Komposit Matriks Logam.

“Kegiatan  yang sedang dilakukan PRM saat ini Pembuatan Nanopartikel ZnO dengan Penambahan Cu dan Sn untuk Aplikasi Fotokatalitik dan Anti bakteri, Pengembangan Porous Titanium Untuk Aplikasi Ortopedi, dan Paduan Magnesium dan Aplikasinya sebagai Bahan Implan Bioresorbable,” ulas Ika.

Sementara Yenny Meliana, Kepala Pusat Riset Kimia Maju menjelaskan bahwa pengembangan riset bahan nanokatalis di Pusat Riset Kimia Maju, BRIN saat ini berfokus pada penelitian dan pengembangan kimia anorganik terkait sintesis, modifikasi dan desain senyawa kimia anorganik untuk kemo dan biosensor, penelitian yang berkaitan dengan sistesis, modifikasi dan pengembangan katalisis dan fotokatalisis, chemurgy dan teknologi proses kimia.

“Tujuan penelitian ini terutama yang memiliki manfaat dan potensi dan mencari solusi ilmiah terhadap permasalahan nasional yang sangat sering berkaitan dengan bidang kimia, misalnya dalam peristiwa atau fenomena yang menyangkut bahan kimia berbahaya dan berpotensi berbahaya, yang memerlukan identifikasi senyawa kimia atau jika terjadi kesalahan persepsi publik terhadap suatu produk pada pasar,” ungkap Yenny. (esw,jp,ls/ed:adl)

Categories
Riset & Inovasi

Cerita Peserta Kegiatan 5 Hari BRIN-LDE Academy

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan tiga univesitas Belanda LDE (Leiden, Delft, dan Erasmus) mengadakan acara yang dilaksanakan selama lima hari (31 Oktober – 4 November 2022), yang terdiri dari kuliah, workshop, field trip, pertemuan, dan diskusi.

Sebagai peserta yang mempunyai ambisi yang tinggi, tentu mempunyai masukan maupun harapan besar ke depannya pada BRIN-LDE Academy. Bagaimana pengalaman mereka, ilmu apa yang didapat, apa yang bisa membantu mereka, apakah ada potensi kerja sama baik dari BRIN atau pun dari akademisi universitas di Indonesia? Berku

Pada kelas Smart Cities and Digital Transitions, peserta Rahman Priyatmoko, Pusat Riset (PR) Kewilayahan – BRIN mengatakan pelaksanaan BRIN-LDE Academy 2022 sudah berjalan dengan baik dengan dijalankan secara mandiri oleh PR Kependudukan. Waktu diskusi dengan para pengajar karena ada beberapa acara yang sifatnya seremonial yang menurutnya kurang perlu. 

“Misalnya di hari ketiga ada audiensi dengan LDE yang memanfaatkan program IPSH, yang waktunya bisa lebih digunakan untuk memaksimalkan diskusi mengenai paper yang kita tulis. Atau ouput yang ingin dicapai harus lebih jelas,” jelasnya. 

“Manajemen waktunya harus perlu diperhatikan, seperti dikurangi acara-acara seremonial pada program Academy lima hari ini,” ujar Priyatmoko atau Moko.

Moko mengungkapkan bahwa ada beberapa peserta yang ingin belajar di luar negeri, baik di Belanda maupun di negara Eropa lainnya. “Untuk itu sangat perlu untuk berlatih bagaimana cara berkomunikasi dengan pengajar dari luar negeri, sehingga jadi mengetahui gaya mereka seperti apa,” kata Moko. 

“Kemudian kita berlatih juga berbicara dalam Bahasa Inggris dan mungkin bahasa asing lainnya. Hal ini menjadi feedback bagi BRIN sendiri untuk program Bahasa Inggris bagi penelitinya,” imbuhnya.

“Kalau kita bekerja sama dengan peneliti dari luar maka proposal dari bisa jadi contoh karena kita belum mempunyai kemampuan yang sama dan kita berbeda tingkatannya antar para peneliti,” tambahnya.

Moko berharap agar program ini terus dilaksanakan secara rutin maka akan lebih bagus. 

Menurutnya, untuk riset tergantung dengan metode yang digunakan, tidak masalah digunakan di Indonesia atau pun di luar negeri. “Metode itu sifatnya universal, mau menggunakan metode A di tempat di mana saja tidak masalah, untuk perbedaan riset tidak ada masalah antara periset Indonesia dengan luar negeri,” ujarnya.

Ia mengatakan bahwa para peserta ikut ke acara Academy dengan membawa paper dan selama di sini peserta harus membentuk tim untuk menyusun proposal. “Dari proposal yang kita susun ini, kerja kelompok itu, berkaitan dengan komunitas atau kelompok khusus dan teknologi selama pandemi kemarin,” jelas Moko.

Sementara pada kelas Health in the City, peserta Nur Aliyah, PR Pendidikan mengatakan BRIN-LDE Academy 2022 menyenangkan. “Karena kita dapat pengetahuan baru dari fasilitator dalam negeri dan luar negeri. Kita bisa menambah jejaring dengan bertemu banyak peneliti dari luar BRIN. selain itu untuk lokasinya dan penjajar sudah bagus,” terangnya.

Baginya, acara selama lima hari untuk proposal writing dirasa kurang, tetapi untuk program pertama kali sudah bagus. “Untuk ke depannya bisa ditingkatkan lagi dan pendalaman yang lebih dalam lagi karena di sini kita diberikan banyak ilmu,” ucap Nur. 

“Di kelas, kami mengerjakan topik tentang Health in the City. Saat ini kami diminta untuk membuat proposal yang rencanakan untuk diajukan ke Rumah Program IPSH (Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora) – BRIN. Untuk kerja samanya kita bertemu dengan teman baru dari luar BRIN seperti dari Kementerian, Universitas, dan Universitas dari luar negeri,” tuturnya

Fitri Arlinkasari, Dosen Fakultas Psikologi, Universitas YARSI Jakarta, memiliki kesan sangat positif dengan program Academy karena sekarang trennya di Indonesia sedang sangat berkembang dan juga sedang menggalakkan kolaborasi dengan lintas institusi, lintas disiplin ilmu, sehingga ia merasa kegiatan ini bisa memfasilitasi semua kebutuhan kolaborasi tersebut.

“Menurut saya dalam penyelenggaraan bisa lebih fokus. Panitia bisa lebih membuat pemetaan pada minat-minat yang berpartisipasi di sini, sehingga ketika dikelompokkan dalan satu diskusi sudah bisa lebih jelas dan terarah mau ke mana ide-ide tersebut bisa diartikulasikan dalam bentuk proposal atau pun artikel,” terang Fitri. 

“Dalam riset, kita sama-sama mempunyai target yang kurang lebih mirip, peneliti dari luar pun termotivasi untuk bisa terpublikasi di jurnal-jurnal terindeks Scopus. Kita punya satu goal yang sama untuk bekerja sama berarti goal kita satu. Itu hal yang positif dalam berkolaborasi,” lanjutnya.

Lebih lanjut Fitri menjelaskan bahwa kita sudah pada tahap yang sama baik peneliti dalam negeri maupun penelit luar negeri sama-sama mengapresiasi keunikan lokal masing-masing. “Kita tidak lagi berbicara bahwa good practice dari luar bisa juga diterapkan di Indonesia, tetapi kita juga mempunyai keunikan atau kelebihan masig-masing yng bisa menunjang pengembangan dalam negeri sendiri juga,” ucap Fitri.

“Penelitian tidak ada lagi bahwa negara ini lebih baik dari negara lain, tetapi sudah pada sikap bisa  mengembangkan dengan cara kita sendiri,” tambahnya. 

Kemudian dari segi akses database, menurut Fitri pemerintah masih perlu memberikan kemudahan akses bagi para penelitinya untuk akses jurnal berbayar. “Saya sendiri merasakan waktu kuliah di luar ngeri untuk aksesnya luar biasa banyak dan sangat mudah, sehingga kita mau menulis artikel pun juga sangat terfasilitasi dengan akses tersebut,” cakapnya.

Ia pun berpesan mudah-mudahan kedepannya baik BRIN maupun pemerintah secara umum dapat menyediakan akses yang lebih baik.

Pada kelas Urban Diversity, peserta Tatang Rusata, PR Masyarakat dan Budaya – BRIN mengatakan acara ini sangat menarik karena  di acara ini kita terbuka kolaborasi yang tidak hanya peneliti dari BRIN baik berbeda pusat riset, berbeda organisasi riset, kemudian dengan universitas, tetapi juga peneliti-peneliti dari luar negeri, terutama dari negara-negara Eropa karena di LDE Academy ini tidak hanya dari Belanda juga dari negara Eropa lainnya.

Tatang berharap agar acara ini bisa dijadikan suatu acara yang rutin baik satu tahun atau dua tahun sekali. “Acara ini terjadi kolaborasi, juga menambah skill kita dalam hal penelitian, termasuk tema-tema kontemporer yang bisa kita dapatkan dengan adanya interaksi dengan para peneliti Indonesia, dan terutama foreign researcher,” ujarnya.

“Kita bisa berperan di penelitian tingkat global, acara ini terbuka membuat jejaring selain dari dalam negeri juga dengan peneliti-peneliti dari luar negeri,” imbuhnya. 

Dalam acara BRIN-LDE Academy  2022, ada program membuat artikel, sehingga semakin terbuka untuk diterbitkan artikel di jurnal internasional 

Tatang mengusulkan bagaimana keberlanjutan acara ini, karena sudah membuat proposal. “Untuk acara BRIN-LDE Academy 2022, kita tidak diwajibkan untuk membuat proposal, karena untuk membuat proposal masih membutuhkan waktu yang lama,” ungkapnya. 

Tatang pun berharap pelaksanaan BRIN-LDE Academy 2022, terbuka kemungkinan proposal ini akan membuka kesempatan untuk bekerja sama dengan peneliti lain.

Peserta Hastangka, PR Pendidikan – BRIN mengatakan kegiatan ini penting sekali khususnya karena: Pertama, untuk mengembangkan kapasitas peneliti (SDM Iptek) di Indonesia baik peneliti internal BRIN, di luar BRIN seperti Universitas, peneliti yang sifatnya independen, menjadi proses-proses penting penguatan kapasitas peneliti di Indonesia karena kita belajar atau saling memahami konteks tema-tema riset yang berkembang di negara atau kawasan kita-kita, dan tiga universitas di Belanda: Leiden, Delft, dan Erasmus.

“Kita bisa mempelajari para peneliti Eropa itu seperti apa dalam membangun ide, gagasan, kemudian tema-tema yang dirumuskan, current issue yang diangkat sehingga kita saling belajar dan memahami ,” ungkap Hastangka atau Has.

Kedua adalah kita belajar bagaimana cara menulis artikel akademik yang dapat diterima oleh konsumsi internasional. “Hal ini selalu – terus menerus kita mencoba mempelajari dan melihat tren-tren dan perkembangan penulisan dan karya tulis akademik yang dapat diterima di komunitas internasional itu seperti apa dalam konteks isi, tema, judul, kemudian cara menulisnya,” tegasnya.

Ditambahkan olehnya ada poin bisa mengenal dengan peneliti satu dengan yang lain dari berbagai pusat riset maupun dari berbagai perguruan tinggi, termasuk peneliti dari luar negeri. 

“Nah, ini yang menjadi proses-proses penting bagaimana membangun kolaborasi, tetapi kolaborasi kita tidak hanya nasional juga internasional. Ini menjadi peran penting SDM Iptek kita untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas untuk memajukan pengetahuan dan kualitas riset di Indonesia,” jabarnya. 

“Kami mendapatkan interaksi secara intensif tidak secara umum, tetapi kami bisa mendapatkan diskusi satu per satu dari para peneliti dan kami berinterkasi satu dengan yang lain,” kesan Has.

“Keberlanjutan dari program ini akan seperti apa dan bagaimana kebijakan-kebijakan akan diterapkan, dan interaksi antar peneliti internasional dan nasional itu akan seperti apa model dan formatnya,” pesannya.

Dirinya berharap apa yang peserta tulis harusnya bisa diterbitkan dan dipublikasikan dengan pendampingan tuntas. “Tidak sekedar kami dapat masukan dan komentar yang pernah kami ajukan dan kami tulis, tetapi harus sampai produk akhir publikasi apakah itu dalam bentuk buku, prosiding, artikel jurnal. Ini harus dapat kepastian dari penyelenggara bahwa kita bicara product knowledge harus ada wujud kongkrit dari kegiatan ini, yakni produksi pengetahuan lewat publikasi agar menjadi angkah awal menjadi contoh kepada program-program berikutnya,” urai Has. 

“Tidak sekedar interaksi, tetapi  ada produk yang kongkrit yang nanti para peserta bawa pulang untuk dibaca kembali,” jelasnya.

Pada kelas Sustainable Cities and Energy, peserta Priya Alfarizki Baskara, Arsitektur Universitas Indonesia mengatakan program ini merupakan hal yang menarik dan bukan berangkat dari akademisi karena ini suatu hal yang baru serta peluag yang luar biasa karena untuk biayanya hampir tidak ada. “Mungkin ini suatu langkah dari negara untuk mencoba membuat kolaborasi dari dari tiga universitas di Belanda, yaitu Leiden University, Delft University of Technology, dan Erasmus University Rotterdam,” ujarnya.

Bagi Priya ini menarik bisa ada kerja sama mendapat perspektif lain dari orang-orang Eropa dalam akademis itu sendiri. 

“BRIN-LDE Academic 2022 merupakan program akademik awal, jadi program ini sudah baik dari segi waktu dan penyelenggaraan,” ujarnya.

“Untuk perwujudan dari hasil kerja sama mungkin tidak hanya berhenti di atas kertas, mungkin bisa diaplikasikan, bisa menjadi saran pemerintah, dan bentuk penyampaian aspirasi ke industri, dan sebagainya,” saran Priya.

Dalam program ini Priya melakukan riset tentang ‘Material Berkelanjutan’ yaitu mencoba menginvestigasi terkait karbon pada material beton itu dengan pendekatan biomimetik. Ia melakukan diskusi dengan meminta feedback atau dari kasusnya. (hrd/ ed. adl)

Categories
Uncategorized

BRIN Kembangkan Riset Fotonik dan Material untuk Kebutuhan Pangan dan Kesehatan

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), mengenalkan dua topik riset yang tengah dikembangkan melalui webinar yang bertajuk ORNAMAT seri sepuluh, Selasa (06/09). Kedua topik tersebut yakni, terkait ketahanan pangan dengan judul ‘Aplikasi Pengukuran Volume Cairan Bioflok Kolam Ikan dengan Metode Optik’ dan topik berikutnya terkait kesehatan dengan judul ‘Sintesis Polymethylmethacrylate (PMMA) dengan Miniemulsion Polymerzation dan Penambahan Graphene pada Aplikasi Semen Tulang untuk Menurunkan Temperatur Eksoterm’.

Terkait topik ketahanan pangan, Kepala ORNM, Ratno Nuryadi mengatakan, Indonesia merupakan negara berpenduduk terpadat keempat di dunia yang memiliki jumlah populasi lebih dari 275 juta orang. “Pertumbuhan ini akan terus meningkat di negara kita, tetapi jumlah produksi pangan, ternyata masih terbatas. Negara Indonesia masih banyak mengimpor terkait dengan kebutuhan pangan,” ungkap Ratno.

Ratno menambahkan, melalui riset budidaya ikan dengan teknologi bioflok, yang diharapkan dapat menghemat penggunaan air, pakan ikan, dan dapat menghemat lahan. Budidaya ikan ini akan lebih irit dibandingkan dengan budidaya secara konvensional.

Sedangkan untuk topik kesehatan, Ratno menyoroti banyaknya kasus patah tulang yang disebabkan oleh kecelakaan. “Banyak kasus patah tulang disebabkan oleh kecelakaan, atau penyebab yang lain akibat jatuh dan sebagainya. Menurut data kasus ini menyebabkan kebutuhan implan tulang di Indonesia semakin tinggi hingga mencapat 10 ton per tahun,” kata Ratno.

Dijelaskan olehnya, terkait dengan kebutuhan implan tulang, Indonesia saat ini masih sangat bergantung pada produk impor. Jadi dalam rangka meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) ini, riset dan inovasi semen tulang dengan komponen lokal ini dilakukan oleh Oka dan tim.

Ratno berharap ORNAMAT ini bisa memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih luas kepada para periset, praktisi, akademisi, dan industri. “Semoga kegiatan ini melahirkan diskusi-diskusi yang positif,” ungkapnya.

Aplikasi Pengukuran Volume Cairan Bioflok Kolam Ikan

Peneliti Kelompok Riset Sistem Kontrol dan Pengukuran Berbasis Optoelektronik, Jalu Ahmad Prakosa menjelaskan penelitiannya yang berjudul ‘Aplikasi Pengukuran Volume Cairan Bioflok Kolam Ikan dengan Metode Optik’. Menurutnya, volume bioflok merupakan faktor penting dalam mengembangkan budidaya ikan yang sukses. Namun demikian, penggunaan kerucut ukur sedimentasi untuk pengukuran volume bioflok membutuhkan waktu yang cukup lama.

Optoelektronika merupakan salah satu cara yang efisien untuk mengukur volume bioflok dengan cepat. “Prinsip penghamburan cahaya dapat diterapkan untuk merealisasikan dalam mengukur volume bioflok cairan kolam ikan menjadi lebih cepat,” terang Jalu.

Sumber cahaya lurus seperti laser dan fotodioda sebagai sensor cahaya, dimanfaatkan dalam metode optik bekerja sama dengan mikrokontroler. Cangkir kerucut ukur Imhoff memvalidasi metode optik yang diusulkan ini, baik di kolam ikan lele dan nila.

“Penelitian ini bertujuan untuk membangun teknik yang efisien untuk mengukur bioflok secara cepat dengan metode optik. Motode optik yang diusulkan telah berhasil dalam mengukur volume bioflok cairan kolam ikan lebih cepat dengan memanfaatkan sifat hamburan cahaya,” ujar Jalu.

Cairan yang memiliki partikel flok lebih besar akan menyerap lebih sehingga melanjutkan hamburan cahaya lebih kecil. Dalam risetnya, volume bioflok kolam ikan lele lebih besar, sekitar tiga kali lipat daripada kolam ikan nila.

“Dalam mendukung program ketahanan pangan nasional, penelitian ini bermanfaat,” tegasnya.

Aplikasi Semen Tulang untuk Menurunkan Temperatur Eksoterm

Pada kesempatan yang sama, periset dari Kelompok Riset Koloid dan Nanosains, Oka Arjasa, memaparkan hasil penelitiannya dengan judul ‘Sintesis Polymethylmethacrylate (PMMA) dengan Miniemulsion Polymerzation dan Penambahan Graphene pada Aplikasi Semen Tulang untuk Menurunkan Temperatur Eksoterm’.

Tim BRIN bekerjasama dengan tim ITB melakukan riset semen tulang dan berhasil menurunkan suhu curing semen tulang menjadi 46% lebih rendah dari produk semen tulang komersial melalui modifikasi sintesis miniemulsion dan penambahan bahan graphene.

Oka menjelaskan selain menurunkan suhu curing, penambahan graphene juga meningkatkan kekuatan tarik serta menimbulkan pori-pori pada semen tulang, yang dapat meningkatkan interaksi tulang dengan semen tulang.

Bahan graphene yang diteliti melalui kegiatan riset terpisah, telah berhasil disintesis dari bahan biomassa dan batubara. Selanjutnya, tim peneliti mencoba mengoptimasi metode sintesis serta melakukan pengujian poliferasi sel terhadap semen tulang yang dihasilkan.

Hasil dari risetnya, sintesis PMMA dengan metode miniemulsion polymerization berhasil dilakukan oleh Oka dan timnya.

“Penambahan surfaktan meningkatkan solid content PMMA, menurunkan ukuran partikel, dan menurunkan temperatur semen tulang PMMA,” paparnya.

Adanya penambahan costabilizer virgin coconut oil (VCO) dapat meningkatkan ukuran partikel, namun tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap solid content dan penurunan temperatur semen tulang.

“Kemudian terakhir, penambahan graphene dapat meningkatkan kekuatan tarik semen tulang PMMA,” pungkasnya. (hrd/ed : adl)

Sumber : https://www.brin.go.id/news/110357/brin-kembangkan-riset-fotonik-dan-material-untuk-kebutuhan-pangan-dan-kesehatan

Categories
Riset & Inovasi

RT-LAMP Telah Teruji Secara Saintifik dan Penuhi Standar Regulasi

Jakarta – Humas BRIN, Metode RT-LAMP (reverse transcription loop mediated isothermal amplification) untuk mendeteksi Covid-19 diklaim telah terbukti secara saintifik dan memenuhi standar regulasi yang berlaku. Riset pengembangan RT-LAMP memakan waktu hingga 2 tahun, sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada awal tahun 2020.  Kini, RT-LAMP telah mengantongi izin edar reguler dari Kementerian Kesehatan.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, mengatakan, RT-LAMP merupakan salah satu bukti nyata bahwa para periset kita, dengan kepakaran yang berbeda, bisa berkolaborasi dalam menghasilkan inovasi yang bermanfaat untuk masyarakat.

“Tugas saya memfasilitasi para periset kita supaya RT-LAMP ini bisa mencapai proven secara saintifik dan memenuhi standar regulasi,” ungkap Handoko, pada Peluncuran RT – LAMP, di Gedung B.J Habibie, Thamrin, Jakarta, Jumat (21/01).

RT-LAMP merupakan hasil riset kolaborasi antara para periset BRIN dari Pusat Riset Kimia, Pusat Riset Fisika, Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman, Pemerintah Provinsi Banten melalui Laboratorium Kesehatan Daerah, dan mitra swasta – PT Biosains Medika Indonesia.

Handoko mengakui bahwa para periset kita belum pernah melakukan penelitian serupa sebelumya.

“Kalau kita bicara riset, riset itu 90 persen gagal. Teman-teman periset kita berjuang begitu keras dan lama untuk mencapai standar regulasi dan saintifik ini,” tambahnya.

Plt. Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Teknik (OR IPT) BRIN, Agus Haryono mengatakan, di negara lain seperti Belanda dan Spanyol, metode RT-LAMP digunakan sebagai golden standard yang setara dengan RT-PCR.

“Harapannya RT-LAMP ini bisa menjadi salah satu alternatif golden standard. Saat ini kami juga mengembangkan RT-LAMP versi pengambilan sampel melalui saliva (air liur),” katanya.

Peneliti dari Pusat Riset Kimia – OR IPT BRIN, Tjandrawati Mozef, menjelaskan, RT-LAMP menggunakan sampel ekstrak RNA hasil swab hidung yang dapat dideteksi secara kualitatif dengan melihat adanya presipitasi dengan akurasi yang baik. Namun menurutnya, dengan sampel saliva yang sudah diinaktivasi juga bisa dideteksi dengan kit ini, selama sampelnya itu mengandung RNA virus.

“Jadi pengambilan lokasi sampel itu berkaitan dengan proses infeksi itu sendiri. Kenapa sampelnya itu diambil dari hidung, karena virus itu reseptornya di saluran pernapasan atas. Dia (virus) berkembang biak dulu di situ, jadi secara akut, pada saat pertama terinfeksi, mau tidak mau di saluran atas. Beberapa hari kemudian setelah virusnya berkembang biak dan jumlahnya banyak baru masuk ke saliva yang kemudian bisa menularkan, karena penularannya kan melalui droplet. Jadi memang tergantung kebutuhan, kalau ingin tahu secara dini, mau tidak mau sampelnya harus diambil dari hidung,” bebernya.

Selain Kit RT-LAMP, BRIN juga tengah mengembangkan alat real-time turbidimeter, yang sedang dalam proses sertifikasi. Alat ini bisa meningkatkan performa dari sisi deteksi karena hasilnya dapat dideteksi secara kuantitatif.

“Alat yang kami buat ini mendukung reagen atau kit RT-LAMP yang telah lebih dulu dikembangkan. Sehingga hasilnya berupa keruhan bisa dilihat secara kuantitatif, realtime, suhunya bisa di-setting. Dengan realtime kita bisa melihat hasilnya, jadi lebih akurat dan mengurangi subyektivitas,” jelas peneliti dari Pusat Riset Fisika BRIN, Agus Sukarto.

Peluncuran RT-LAMP ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama lisensi antara Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN dan PT Biosains Medika Indonesia. Penandatanganan dilakukan oleh Plt. Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN, Mego Pinandito dan Direktur PT Biosains Medika Indonesia, Rifan Ahmad (tnt).

Categories
Riset & Inovasi

RT LAMP, Kolaborasi Riset BRIN dan Industri

SIARAN PERS
BADAN RISET DAN INOVASI NASIONAL
NO:  010/SP/HM/BKPUK/I/2022

Metode Reverse Transcription Loop Mediated Isothermal Amplification (RT LAMP) merupakan salah satu hasil riset peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mendukung penanganan pandemi Covid-19. Metode tersebut diharapkan menambah kemampuan deteksi sehingga Covid-19 dapat diketahui lebih cepat dan membantu pengendalian penyebarannya. Hasil riset ini selain memberikan akumulasi kemampuan riset bagi Tim Perisetnya, juga menambah jumlah alat kesehatan yang dikembangkan periset Indonesia.

Jakarta, 21 Januari 2022. Riset pengembangan RT-LAMP telah dimulai sejak saat awal pandemi. BRIN mendukung sejak awal sampai mendapatkan ijin edar reguler saat ini. Kerja keras periset dan mitra industri yang dengan penuh dedikasi melakukan riset ini patut diapresiasi.

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, pengalaman ini tidak hanya penting untuk pandemi sekarang, tetapi juga menjadi bekal untuk mengembangkan beragam alat deteksi lain di masa mendatang. “Termasuk nanti melengkapinya dengan metode pengambilan sampel melalui saliva (air liur), sehingga tidak harus dengan swab melalui hidung yang kurang nyaman,” ujarnya.

Kepala BRIN berkomitmen akan terus memfasilitasi para periset agar dapat mengembangkan berbagai inovasi, dan memenuhi standar regulasi yang berlaku.

Plt. Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN, Mego Pinandito menegaskan, dengan diperolehnya Sertifikat Izin Edar Reguler yg berlaku lima tahun, menunjukkan capaian luar biasa. “Ini bukan Izin  Edar Darurat. Izin edar regular ini meningkatkan kepercayaan diri atas kemampuan periset. Tentunya juga atas dukungan dari berbagai pihak dan institusi terkait,” ungkapnya.

Mego berharap, setelah adanyanya lisensi dari BRIN dan diperolehnya ijin edar ini, diharapkan PT. Biosains Medika Indonesia dapat segera memproduksi dan memasarkan produk tersebut. Diharapkan juga, nantinya, dengan didaftarkan ke Katalog elektronik LKPP, akan mendukung pemasaran produk ini, khususnya pengadaan oleh instansi pemerintah.

Direktur PT Biosains Medika Indonesia, Rifan Ahmad, mengatakan, saat ini aplikasi pemeriksaan untuk Covid 19 yang banyak diketahui dan dipahami masyarakat berupa rapid tes antigen, rapid test antibodi dan real time PCR. “Aplikasi RT LAMP dianggap sebagai metode pemeriksaan yang relatif baru, baik untuk proses screening maupun untuk membantu penegakan diagnosa,” ujar Rifan.

Rifan menjelaskan, berdasarkan KMK NOMOR HK.01.07/MENKES/4642/2021, Jenis metode NAAT yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan COVID-19 meliputi, Quantitative Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) sebagai standar utama konfirmasi diagnosis COVID-19 dan Loop Mediated Isothermal Amplification (LAMP).

Kerja Sama Riset

PT Biosains Medika Indonesia, kata Rifan, merupakan perusahaan distributor PMDN yang mempunyai visi untuk memajukan sektor riset dan pengembangan industri di dalam negeri. “Salah satu yang dikerjakan oleh PT Biosains Medika Indonesia saat ini adalah akan memproduksi dan memasarkan produk QiLamp hasil kerjasama penelitian dan pengembangan dengan BRIN,” tuturnya. “Pengembangan QiLamp, sebagai produk yang menggunakan metode RT LAMP, tidak terbatas pada Covid. QiLamp memungkinkan digunakan untuk diagnosis penyakit lainnya,” tambah Rifan.

Kerja sama riset dengan BRIN, tutur Rifan, diinisiasi sejak pertengahan 2020, tak lama setelah pandemi COVID mulai berkembang di Indonesia.  BRIN berperan sebagai bagian penelitian, pengembangan, dan alih teknologi. “Pihak PT Biosains Medika Indonesia berperan sebagai pihak yang melakukan penelitian dan pengembangan, pendaftaran izin edar, merek produk, dan produksi dan komersialisasi kit tersebut. Pola kerjasamanya bersifat kemitraan dan kepemilikan kekayaan intelektual (KI) bersama menghasilkan berupa Paten No: P00202110864 dan alih teknologi melalui lisensi secara ekslusif,” papar Rifan.

Berdasarkan hasil uji sensitivitas dan spesifitas, kit QiLamp memperoleh hasil uji 100% untuk kedua hal tersebut, dibandingkan dengan metode gold standard saat ini, yaitu Realtime PCR. “Teknologi RT-LAMP secara teori menggunakan komponen sama dengan real time PCR, salah satunya menggunakan primer untuk mendeteksi kesamaan DNA, sehingga karakteristik hasilnya serupa dengan real time PCR, namun dengan metode yang lebih mudah dan ekonomis,” pungkas Rifan.

Sumber : https://www.brin.go.id/press-release/98575/rt-lamp-kolaborasi-riset-brin-dan-industri

Categories
Riset & Inovasi

BRIN Klaim RT-LAMP Bisa Deteksi Varian Omicron

Jakarta – Humas BRIN, Angka kasus positif harian Covid-19 di Indonesia cenderung meningkat akhir-akhir ini. Peningkatan ini tak lepas dari adanya varian Omicron yang merebak di Indonesia, khususnya Jakarta. Tracing dan testing perlu dilakukan agar kasus positif Covid-19 dapat ditekan.

Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia (BRIN RI) telah mengembangkan metode untuk mendeteksi Covid-19, yang disebut dengan RT-LAMP (Reverse Transcription Loop Mediated Isothermal Amplification). Peneliti dari Pusat Riset Kimia – Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Teknik (OR – IPT) BRIN, Tjandrawati Mozef, mengatakan, RT-LAMP mampu mendeteksi virus Covid-19, termasuk varian Delta dan Omicron.

“Sampel Omicron baru muncul di Indonesia pertengahan Desember tahun lalu, pertama kali data Whole Genome Sequence (WGS)-nya muncul . Hasil penelitian kami, sampel Omicron masih terdeteksi oleh Kit-RT-LAMP,” jelas Tjandrawati, pada Sapa Media, secara daring, Senin (17/01).

RT-LAMP telah mengantongi izin edar Kementerian Kesehatan RI yang berlaku hingga 5 tahun kedepan. Produk ini termasuk dalam kategori tes molekuler NAAT (Nucleic Acid Amplification test) bersama-sama dengan Quantitative Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) dan Tes Cepat Molekuler (TCM), dengan akurasi yang sangat baik.

RT-LAMP merupakan detektor Covid-19 tanpa alat PCR. Reaksi amplifikasi gen target dengan metode RT-LAMP berlangsung kurang dari 1 jam sehingga diagnosa hasil Covid-19 bisa diperoleh lebih cepat, dengan hasil seakurat RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction).

“Perbedaan RT LAMP dengan RT-PCR adalah dalam proses amplifikasi gen target, reaksi RT-LAMP berlangsung secara isothermal atau suhu konstan sehingga tidak memerlukan alat thermocycler atau alat PCR,” tambahnya.

Produk inovasi RT-LAMP ini menggunakan sampel ekstrak RNA hasil swab hidung yang dapat dideteksi secara kualitatif dengan melihat adanya presipitasi dengan akurasi yang baik. 

Menurut Tjandrawati, ia dan timnya mengembangkan RT-LAMP tidak untuk menggantikan metode deteksi apapun, karena setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan.

“Produk ini diharapkan tidak hanya sampai di perkotaan, kami berharap bisa menjangkau wilayah yang sulit dijangkau oleh peralatan-peralatan besar seperti PCR,” katanya.

Menurutnya, dalam penegakan diagnsosis, semakin lengkap metodenya maka akan semakin baik. Metode RT-LAMP tidak bisa dibandingkan dengan metode swab antigen atau antibodi karena berbeda teknologi.

“Kalau metode swab antigen atau antibodi kan teknologinya beda, basisnya imunologi. Kalau RT-LAMP berbasis molekuler, jadi RT-LAMP itu padanannya RT-PCR dan TCM,” katanya.

Tahap selanjutnya setelah memperoleh izin edar, lanjut Tjandrawati, adalah tahap komersialisasi ke industri – PT Biosains Medika Indonesia, dengan merek dagang Qi-LAMP-O.

Sebagai periset, ia berharap perlunya untuk tetap melakukan pengujian klinis untuk memperoleh data lebih banyak lagi yang bisa memperkuat penelitian ini. Selain itu, pengalaman mengembangkan produk deteksi Covid-19 menjadi ‘modal’ untuk bisa meningkatkan kemampuan mitigasi dalam mengendalikan virus, dengan pengembangan produk deteksi yang lebih baik lagi.

“Karena penyebaran virus ini tidak bisa 100 persen hilang, meskipun kita berharap ini hilang. Tapi seperti sebuah sifat dari mikroorganisme patogen, setiap makhluk hidup punya kemampuan untuk bertahan, kemampuan untuk mutasi, selama memungkinkan, akan tetap ada,” tuturnya.

Plt. Kepala Pusat Riset Kimia BRIN, Yeny Meliana, mengatakan, di beberapa negara, metode RT-LAMP sudah diakui sebagai salah satu metode yang setara dengan RT-PCR untuk mendeteksi Covid-19.

“Dengan adanya hasil riset ini, kita sudah menguasai kunci teknologinya, sehingga kedepannya kita lebih siap jika ada tantangan-tantangan baru, dan kita lebih siap dengan hasil dan produk-produk inovasi baru yang berkenaan dengan teknologi deteksi, tidak hanya Covid-19. Walaupun kita sama-sama berharap tidak ada lagi pandemi serupa Covid-19,” harapnya (tnt).

Sumber : https://www.brin.go.id/news/98248/brin-klaim-rt-lamp-bisa-deteksi-varian-omicron

Categories
Riset & Inovasi

Periset BRIN Bisa Terima Royalti Hingga Ratusan Juta dalam Setahun

Jakarta – Humas BRIN, Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia (BRIN RI) melalui Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Teknik (OR IPT) mengemban amanah untuk melaksanakan  proram penelitian dan pengembangan (litbang), yang tertuang dalam 4 Rumah Program (RP), salah satunya RP alat dan deteksi kesehatan.

Kepala OR IPT BRIN, Agus Haryono mengatakan, dari RP alat dan deteksi kesehatan, banyak industri yang membeli lisensi produk riset BRIN. Dari lisensi tersebut, periset BRIN bahkan bisa menerima royalti hingga ratusan juta rupiah.

“Banyak industri yang membeli lisensi produk kita, dan pendapatan royalti atas lisensi ini ke negara di tahun 2021 kemarin mencapai 2,75 miliar. Para periset, berdasarkan peraturan Kementerian Keuangan berhak mendapatkan royalti dari lisensi yang didapat negara dari hasil penelitian tersebut.  Bahkan, tim kami ada yang mendapatkan imbal hasil sampai 400 juta dalam 1 tahun,” ungkap Agus, pada Sapa Media, secara daring, Senin (17/01).

RP, jelas Agus, merupakan model pelaksanaan kegiatan litbang yang dilaksanakan di BRIN, yang mana RP ini dapat dikerjakan oleh semua periset BRIN dengan mengusulkan proposal untuk bersama-sama melakukan kegiatan penelitan.

Ia mengatakan, pada awal tahun 2020, saat pandemi Covid-19 merebak, kebijakan riset difokuskan pada penanganan Covid-19. Kemudian di tahun 2021 berlanjut menjadi satu kegiatan besar alat dan deteksi kesehatan, dan berlanjut hingga saat ini.

Hasilnya, lanjut Agus, banyak industri yang membeli lisensi produk BRIN yang berimbas pada pendapatan negara, serta royalti hingga ratusan juta yang diperoleh peneliti.

Menurutnya, hal ini membuktikan bahwa menjadi periset tidak perlu takut miskin jika bisa menghasilkan penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat.

“Ini merupakan bukti bahwa periset tidak perlu takut miskin karena dia bisa melakukan kegiatan penelitian yang menghasilkan suatu produk yang dimanfaatkan oleh masyarakat, dibeli lisensinya oleh industri, dan setiap produk yang dijual ada royaltinya yang masuk ke kas negara melalui PNBP,” tambahnya. 

Teranyar, tim peneliti BRIN berhasil mengembangkan RT-LAMP, metode alternatif pengujian virus Covid-19 tanpa alat PCR, termasuk varian Omicron.

Ia mengatakan, BRIN sejak awal telah menggandeng pihak industri dalam mengembangkan produk ini. Ia berharap, pengembangan produk RT-LAMP dapat terus dilanjutkan dengan deteksi lebih canggih dan lebih nyaman digunakan masyarakat.

“Kalau sekarang RT-LAMP masih ambil sampel melalui swab hidung, masyarakat mungkin masih belum nyaman. Nanti kami akan membuat varian produk lain yang lebih nyaman, tapi kualitasnya tetap setara dengan RT-PCR,dan ini merupakan tantangan terhadap kebutuhan di masyarakat  yang memang menantikan produk-produk seperti ini,” pungkasnya (tnt).

Sumber : https://brin.go.id/news/98244/periset-brin-bisa-terima-royalti-hingga-ratusan-juta-dalam-setahun

Categories
Riset & Inovasi

Telah Terbit: Izin Edar RT-LAMP, Detektor Varian Covid-19 Hasil Riset BRIN

SIARAN PERS

BADAN RISET DAN INOVASI NASIONAL

NO:  007/SP/HM/BKPUK/I/2022

Metode RT-LAMP (reverse transcription loop mediated isothermal amplification) merupakan inovasi dari Pusat Riset Kimia – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). RT-LAMP merupakan metode alternatif pengujian virus Covid-19 yang banyak menggunakan alat Polymerase Chain Reaction (PCR) sebagai metode standard. RT-LAMP merupakan detektor Covid-19 tanpa alat PCR. Reaksi amplifikasi gen target dengan metode RT-LAMP berlangsung kurang dari 1 jam sehingga diagnosa hasil Covid-19 bisa diperoleh lebih cepat, dengan hasil seakurat RT-PCR (reverse transcription polymerase chain reaction).

Serpong, 12 Januari 2022. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/3602/2021, RT-LAMP termasuk dalam kategori tes molekuler NAAT (Nucleic Acid Amplification test) bersama-sama dengan Quantitative Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) dan Tes Cepat Molekuler (TCM), dengan akurasi yang sangat baik. Perbedaan RT LAMP dengan RT-PCR adalah dalam proses amplifikasi gen target, reaksi RT-LAMP berlangsung secara isothermal atau suhu konstan sehingga tidak memerlukan alat thermocycler atau alat PCR.

Invensi RT-LAMP berupa paten terdaftar P00202110865 yang memilikidesain sistem menggunakan 2 gen target ORF dan gen N, 6 set primer, enzim reverse transcriptase, enzim polimerase; dengan sistem deteksi berbasis turbiditas.

Metode temuan periset BRIN tersebut dikembangkan sejak bulan Maret 2020 bersama mitra PT Biosains Medika Indonesia, yang saat itu akan melakukan komersialisasi produk. Kini RT-LAMP telah memiliki Nomor Izin Edar Alat Kesehatan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yakni Kemenkes RI AKD 2030322XXXX. Izin edar produk dengan merek dagang Qi-LAMP-O ini berlaku sampai dengan Januari 2027.

Peneliti Kimia BRIN, Tjandrawati Mozef sangat bersyukur dengan telah terbitnya izin edar RT-LAMP dari Kemenkes. “Dengan diterbitkannya izin edar reguler untuk RT-LAMP hasil riset BRIN, maka kita memiliki alternatif baru untuk mendeteksi Covid-19. Apalagi di beberapa negara seperti Belanda dan Spanyol juga telah menetapkan RT-LAMP sebagai salah satu metode setara RT-PCR yang digunakan untuk mendeteksi Covid-19,” ulasnya. “Keunggulan RT-LAMP dibandingkan dengan RT-PCR ini selain tidak memerlukan alat deteksi PCR yang mahal, harga kit-nya pun lebih murah,” tambahnya.

Tjandrawati menyampaikan bahwa pada awal pandemi Covid-19, dirinya beserta tim berinisiatif untuk mengembangkan sistem alternatif untuk melakukan skrining dan deteksi RNA virus SARS-Cov-2. “Pada saat itu, kebutuhan untuk mendeteksi virus adalah dengan menggunakan PCR. Sementara alat PCR yang ada di Indonesia sangat terbatas dan hanya terdapat di laboratorium besar. Selain itu, reagen yang digunakan untuk uji PCR merupakan impor,” jelasnya.

“Hingga saat ini pandemi COVID-19 belum berakhir, varian-varian baru bermunculan, sehingga memotivasi kami dari BRIN untuk terus melakukan riset, berkontribusi dalam pengendalian pandemi, dan mendukung program Pemerintah 3T (tracingtesting dan treatment),” urainya. Untuk meningkatkan kemampuan testing, ia dan timnya mengusulkan inovasi baru, yaitu metode RT LAMP yang mampu mendeteksi secara spesifik material genetik dari virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

Produk inovasi RT-LAMP ini menggunakan sampel ekstrak RNA hasil swab hidung yang dapat dideteksi secara kualitatif dengan melihat adanya presipitasi dengan akurasi yang baik. Selain itu, dikatakannya, RT-LAMP bisa juga menggunakan alat real-time turbidimeter hasil inovasi riset BRIN, tim peneliti dari Pusat Riset Fisika (Dr. Agus Sukarto Wismogroho) yang sudah didaftarkan patennya. “Akurasinya dapat ditingkatkan setara dengan sistem RT-PCR dan reaksi amplifikasi dapat dipantau secara real-time,” ujarnya.

Dirinya berharap, RT-LAMP BRIN mampu bersaing dengan keunggulannya. “Keunggulan produk ini adalah tidak memerlukan alat thermocycler, cepat, dan akurat,” sebutnya. Ia mengungkapkan, produk inovasi BRIN ini dapat diaplikasikan di masyarakat dengan jangkauan lebih luas, sehingga dapat membantu program pemerintah dalam hal peningkatan kapasitas testing secara nasional. Selain itu hasil deteksi Covid-19 dengan RT-LAMP diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dokumen persyaratan perjalanan,” paparnya.

RT-LAMP BRIN juga sedang dikembangkan untuk dapat menggunakan sampel saliva. Metode ini diklaim memiliki hasil yang sangat menjanjikan. Saat ini statusnya sedang diproses untuk pengajuan izin edar. “Secara in silico, RT-LAMP telah diuji spesifisitasnya terhadap varian-varian SARS-CoV-2, termasuk varian Delta dan Omicron, dengan hasil mampu mendeteksi varian-varian tersebut,” tutur peneliti Biokimia/Farmasi tersebut.

Di awal tahun 2022, kasus Covid-19 dengan varian Omicron terdeteksi di berbagai negara. Meskipun gejala Omicron tidak menunjukkan gejala seperti varian Covid sebelumnya, namun penyebarannya terdeteksi lebih cepat. Cara mendeteksi sesorang terinfeksi Covid-19 varian Omicron atau lainnya adalah dengan alat tes PCR (polymerase chain reaction) dan dianalisis lanjut di laboratorium. Metode PCR ini paling akurat, namun hasil pengujian lebih lama dan biayanya relatif mahal.

Menurut Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Teknik (OR IPT) BRIN, Agus Haryono, dalam mengantisipasi penyebaran varian baru Covid 19 adalah dengan melakukan skrining dan pengujian, termasuk dengan metode RT-LAMP. “Skrining dan pengujian menjadi kunci penting dalam pencegahan penyebaran Covid-19, termasuk menghadapi varian Omicron,” pungkasnya.

Sumber : https://www.brin.go.id/press-release/98051/telah-terbit-uji-edar-rt-lamp-detektor-varian-covid-19-hasil-riset-brin