Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Material Seng Oksida (ZnO) sebagai Katalis Energi Ramah Lingkungan

image alt

Gambar Material Seng Oksida (ZnO) sebagai Katalis Energi Ramah Lingkungan

Tangerang Selatan-Humas BRIN. Semakin menipisnya bahan bakar fosil dan meningkatnya pencemaran lingkungan menjadi permasalahan global. Oleh karena itu, pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan sangat diperlukan. 

Pemanfaatan energi matahari mempunyai potensi kekuatan  yang besar dan sifatnya yang ramah lingkungan. Selain itu, seng oksida atau zinc oxide (ZnO) yang melimpah di Indonesia dan ramah lingkungan, menjadi dasar pemilihan material ini untuk dimanfaatkan sebagai katalis penghasil hidrogen dari air.

Peneliti dari Pusat Riset Material Maju Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indah Primadona menyampaikan hasil riset dan pengalamannya tentang material yang dapat menghasilkan senyawa hidrogen, pada forum pertemuan ilmiah riset dan inovasi ORNAMAT seri 32, Selasa (08/08) secara daring.

Dengan judul 3D ZnO nanostructures modified with carbon-based materials for efficient photoelectrochemical water-splitting, Indah menyampaikan perkembangan risetnya mengenai produksi hidrogen menggunakan metode fotoelektrokimia dengan pemecahan air atau photoelectrochemical (PEC) water-splitting. Dengan metode ini, senyawa hidrogen dan oksigen dapat diproduksi dengan bantuan radiasi sinar matahari. 

Indah mengatakan, senyawa ini berperan penting sebagai alternatif sumber bahan bakar atau sumber energi bersih, yang seluruh pembakarannya hanya menghasilkan air dan energi. 

“Produksi gas hidrogen akan menggunakan radiasi sinar matahari yang begitu melimpah yaitu 173.000 terawatt. Oleh karena itu, bahan bakar alternatif pengganti fosil ini disebut juga sebagai bahan bakar yang terbarukan dan eco-energy,” ujarnya.

Lebih lanjut, Indah menjelaskan bahwa untuk merealisasikan produksi hidrogen dengan bantuan sinar matahari ini, beberapa bahan semikonduktor seperti titanium dioksida (TiO2) atau seng oksida (ZnO), dapat digunakan untuk menyuplai elektron yang dibutuhkan pada saat pemisahan senyawa air (elektrolisis H20). 

Dari beberapa bahan semikonduktor yang ada, ZnO merupakan bahan yang paling unggul dan memenuhi persyaratan dalam metode PEC ini. Hal ini disebabkan ZnO memiliki energi band gap yang cukup, sebagai persyaratan sebagai bahan utama PEC water-splitting. 

Selain itu, ZnO adalah bahan yang berlimpah, murah, tidak beracun, serta mobilitas elektron dan kestabilan dalam larutan yang sangat tinggi. 

Berdasarkan hasil penelitian, energi band gap pada ZnO telah melebihi energi yang diperlukan untuk memisahkan senyawa hidrogen dan oksigen, yaitu sebesar 1,23 eV. Namun dari keunggulan-keunggulan ZnO ini, terdapat pula kekurangan yang ada pada ZnO, yakni selektifitas absorbansi cahayanya berada pada spektrum sinar UV serta laju rekombinasi elektron yang sangat tinggi. 

Dengan adanya kekurangan tersebut, optimalisasi untuk memperbaiki performa ZnO perlu dilakukan. Sesuai dengan judulnya, peningkatan perfroma ZnO untuk memproduksi gas hidrogen menggunakan radiasi sinar matahari, dilakukan dengan memodifikasi morfologi tiga dimensi ZnO serta dengan menambahkan beberapa senyawa lainnya. 

“Dari hasil riset terlihat bahwa penggunaan bentuk struktur tiga dimensi (3D) nano pencil (NP) ini dapat meningkatkan radiasi sinar yang datang ke material photocollector serta meminimalisasi refleksi pancaran sinar matahari. Adapun untuk memperbaiki tingginya laju rekombinasi electron dari ZnO 3D NP, dilakukan penambahan beberapa bahan seperti Sulfur-Nitrogen Graphene Quantum Dots (S N-GQDs) yang memiliki mobilitas transfer elektron yang cukup tinggi,” terang periset dari kelompok riset Fotokonversi Energi.

Dengan memberikan doping S N-GQDs pada ZnO 3D NP, terlihat bahwa sifat-sifat optisnya berubah. Perluasan absorbansi radiasi sinar matahari dari UV ke visible area serta pengurangan reflektansi sinar yang datang menuju photocollector ZnO dapat teratasi. 

Jika dibandingkan antara ZnO, NP yang tidak dikompositkan dengan S N-GQDs maupun dengan ZnO NR 1 dimensi, performa dari water-splitting dari material yang telah dikompositkan menggunakan radiasi cahaya tampak menjadi lebih tinggi. Selain itu, komposit tersebut juga memberikan penurunan kecepatan rekombinasi elektron yang dibutuhkan, untuk meningkatkan efisiensi produksi hidrogen menggunakan radiasi sinar matahari. 

Dalam forum ORNAMAT tersebut, Kepala Pusat Riset Fisika Kuantum BRIN, Ahmad Ridwan Tresna Nugraha  menyatakan pentingnya riset konversi energi. Menurutnya, riset dari Indah Primadona ini bermanfaat karena menggunakan metode memecahkan molekul air berbasis konversi fotoelektrokimia. Selain dapat memecahkan molekul air untuk menghasilkan energi, juga dapat digunakan di berbagai aplikasi lainnya. (hrd, mfn/ ed: adl)

Sumber:

https://brin.go.id/ornm/posts/kabar/material-seng-oksida-zno-sebagai-katalis-energi-ramah-lingkungan

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN dan Iran Bahas Nanomaterial dan Manfaatnya

Tangerang Selatan – Humas BRIN.  Potensi pemanfaatan nanoteknologi terus berkembang melalui riset sains dan rekayasa. Melalui pemanfaatan nanoteknologi, fungsi atau nilai tambah dari suatu bahan atau material dapat meningkat. Nanoteknologi dapat diaplikasikan dalam berbagai produk, seperti kesehatan, energi, dan elektronik.

Guna meningkatkan kepakaran bidang nanoteknologi khususnya nanomaterial, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) dengan Dewan Inovasi Nanoteknologi Iran atau Iran Nanotechnology Initiative Council (INIC), menggelar lokakarya dengan tema “Iran-Indonesia Joint Workshop on Nanomaterials & Applications”, Kamis (23/02).

Kepala ORNM BRIN Ratno Nuryadi menyampaikan, kegiatan workshop ini menjadi forum untuk membahas topik-topik riset terkait nanoteknologi. “Dengan workshop ini kita dapat saling mengenal apa yang kita lakukan sekarang, dan ini juga dapat diperluas untuk membahas kemungkinan kerja sama antara peneliti Iran dan BRIN Indonesia,” ungkapnya.

“Kami berharap dalam workshop ini, kami juga dapat mendiskusikan topik penelitian match-making yang dapat dikolaborasikan dan bermanfaat bagi kami di masa depan. Saya pikir kita bisa mulai dari pemikiran kecil, misalnya kolaborasi hanya dalam 3-4 topik penelitian tetapi ini akan menjadi kolaborasi penelitian yang nyata,” imbuh Ratno.

Kepala Pusat Riset Material Maju BRIN, Wahyu Bambang Widayatno menyampaikan teknologi nano saat ini berkembang dengan cepat dan dapat digunakan dalam berbagai aplikasi sains dan teknik. “Teknologi nano diharapkan dapat menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi manusia di masa kini dan masa depan. Salah satu bidang aplikasi dari teknologi nano adalah di bidang energi  dan penyimpanan energi,” ucap Wahyu.

Lebih lanjut Wahyu menyampaikan beberapa ruang lingkup riset yang sedang dilakukan di PRMM antara lain, material fungsional dan komposit cerdas, konversi energi dan penyimpanan material, material struktur dan industri, teknologi permukaan dan pelapisan, material magnetik dan spintronik, material superkonduktor, dan material biokompatibel.

Perwakilan dari NCL Lab, Sharif University Technology Iran Nima Taghvinia memaparkan topik “Inorganic Nanoparticle Hole Transporting Materials for Perovskite Solar Cells, dengan kekhususan fabrikasi dan peningkatan sel surya perovskite.

Menurut Nima, hal penting terkait nanoteknologi yakni lapisan nanopartikel dapat dioptimalkan sebagai material hole-transporting yang ideal untuk sel surya perovskite. “Hole-transporting nanopartikel anorganik ditambah elektroda karbon membentuk elektroda pengumpul lubang yang stabil untuk sel surya perovskite, namun diperlukan lebih banyak kontrol pada sintesis dan pelapisan antar muka,” jelasnya.

Masih dengan topik nanomaterial untuk energi, Mir F. Mousavi dari Department of Chemistry, Tarbiat Modares University, Tehran-Iran menyampaikan topik “Nanostructured Materials for Energy Conversion and Storage”. Dalam paparannya Mousavi menyampaikan bahwa timnya telah menyiapkan beberapa bahan aktif elektroda yang menunjukkan kinerja penyimpanan energi yang unggul.

Berikutnya, Alimorad Rashidi dari Research Institute of Petroleum Industry menyampaikan tentang Carbon Based Nanomaterials for Energy and Enviromental Application.

“Keuntungan dari bahan nanokarbon untuk aplikasi energi dan lingkungan yaitu struktur pori yang luas, stabil secara kimiawi, keragaman bentuk struktur, kemampuan modifikasi dan penyesuaian porositas, ketersediaan berbagai metode preparasi, ketersediaan berbagai prekursor untuk penyiapan bahan karbon, serta berbagai aplikasi misalnya penyimpanan gas dan hidrokarbon,” urai Rashidi.

Dalam acara yang sama, Alireza Moshlegh dari Departemen Fisika, Universitas Teknologi  Syarif, Iran memaparkan terkait nano-fotokatalisis dalam pembangkit energi bersih dan remediasi lingkungan. Lebih lanjut, Alireza menjelaskan prinsip-prinsip katalisis, pembuatan hidrogen melalui pemisahan air fotoelektrokimia, fotodegradasi pewarna/obat dan fotokatalisis simultan. “Energi surya sangat penting dan harus ditekankan karena ini merupakan  energi bersih,” sebutnya.

Ika Kartika Kepala Pusat Penelitian Metalurgi BRIN menampilkan  materi “Nanomaterial untuk Aplikasi Kesehatan”. Dalam paparannya Ika menyampaikan bahwa PRM memilik empat Kelompok Riset (KR) yakni KR Baja dan Paduan Khusus, KR Teknologi Korosi dan Mitigasi, KR Metalurgi Ekstraksi, serta KR Paduan Non-ferro dan Komposit Matriks Logam.

“Kegiatan  yang sedang dilakukan PRM saat ini Pembuatan Nanopartikel ZnO dengan Penambahan Cu dan Sn untuk Aplikasi Fotokatalitik dan Anti bakteri, Pengembangan Porous Titanium Untuk Aplikasi Ortopedi, dan Paduan Magnesium dan Aplikasinya sebagai Bahan Implan Bioresorbable,” ulas Ika.

Sementara Yenny Meliana, Kepala Pusat Riset Kimia Maju menjelaskan bahwa pengembangan riset bahan nanokatalis di Pusat Riset Kimia Maju, BRIN saat ini berfokus pada penelitian dan pengembangan kimia anorganik terkait sintesis, modifikasi dan desain senyawa kimia anorganik untuk kemo dan biosensor, penelitian yang berkaitan dengan sistesis, modifikasi dan pengembangan katalisis dan fotokatalisis, chemurgy dan teknologi proses kimia.

“Tujuan penelitian ini terutama yang memiliki manfaat dan potensi dan mencari solusi ilmiah terhadap permasalahan nasional yang sangat sering berkaitan dengan bidang kimia, misalnya dalam peristiwa atau fenomena yang menyangkut bahan kimia berbahaya dan berpotensi berbahaya, yang memerlukan identifikasi senyawa kimia atau jika terjadi kesalahan persepsi publik terhadap suatu produk pada pasar,” ungkap Yenny. (esw,jp,ls/ed:adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN bersama PT PLN Indonesia Power Sepakat Tingkatkan Penguasaan Teknologi Baterai Litium

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Pemenuhan kebutuhan akan energi bersih dan mengurangi ketergantungan kepada energi fosil, serta mendukung percepatan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia, PT PLN Indonesia Power (PT PLN IP) bekerja sama dengan  dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam meningkatkan penguasaan teknologi baterai litium. Kerja sama ini diimplementasikan dengan memberikan pembekalan kepada  talent-talent terbaiknya melalui ‘Program Pengembangan Kompetensi SDM PT PLN Indonesia Power, dalam Rangka Penguasaan Teknologi Baterai Litium Untuk Aplikasi Penyimpanan Energi’. Program tersebut akan dilaksanakan pada periode 6 Februari-7 November 2023 di Kawasan Sains dan Teknologi (KST)  BJ Habibie, Tangerang Selatan.

Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) BRIN, Ratno Nuryadi menyatakan bahwa program pelatihan berbasis riset menjadi suatu hal yang baru yang di lingkungan BRIN. “Program ini dikelola oleh Direktorat Pengembangan Kompetensi Deputi Bidang SDM Iptek dengan fasilitator dan instruktur adalah periset dari lab di Pusat Riset  Material Maju, ORNM,” ujarnya dalam acara pembukaan, Senin (06/02). 

Ratno menambahkan, kegiatan ini akan jadi pembelajaran dengan aktivitas berupa teori dasar, perkuliahan, praktikum, dan diskusi. “Selain peserta akan mendapatkan knowledge, juga bisa merasakan atmosfer aktivitas riset bidang baterai dan melakukan riset bersama. Success story ini akan jadi percontohan atau model bagi pelatihan sejenis berikutnya,” imbuhnya. 

“Program pelatihan ini akan menjadi salah satu bentuk kontribusi BRIN  pada  dunia industri, menjadi pengisi kekosongan kebutuhan-kebutuhan industri dengan pelatihan tema khusus yang bisa didapatkan melalui pelatihan ini. Diharapkan peserta bisa berinteraksi langsung dengan para  periset di BRIN,” ungkap Kepala ORNM. 

Dirinya berharap dengan berbagai macam hak kekayaan intelektual baterai yang dimiliki oleh BRIN dan potensi PT PLN IP sebagai perusahaan energi, yang akan lebih banyak mewarnai renewable energy di masa depan. “Maka kerja sama yang sudah dimulai sejak  2020 melalui MoU BRIN dengan PT PLN IP, dan telah diperbaharui pada 27 Oktober 2022 terkait pengkajian dan pengembangan inovasi teknologi bidang ketenagalistrikan serta energi baru terbarukan, kolaborasi ini akan semakin menguat,” harapnya. 

“Program pengembangan kompetensi ini tidak hanya sekedar pelatihan atau transfer of knowledge namun diujungnya nanti harus menghasilkan learning exchange project (outcome) berupa hasil penelitian dan pengembangan bahan aktif lembaran elektroda, cell baterai serta kajian pengembangan industri baterai litium  di masa depan,” tambah Ratno.

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Utama PT PLN IP yang diwakili Direktur Human Capital, Manajemen dan Adminstrasi, Wisnu Satriono mengatakan bahwa kolaborasi dengan BRIN ini sudah digagas sejak tahun 2020. “Penguasaan teknologi baterai menjadi penting karena mengurangi ketergantungan pada energi fosil serta mendukung terwujudnya energi bersih di Indonesia,” katanya. 

Menurut Wisnu, kegiatan ini merupakan salah satu upaya Indonesia mendorong percepatan penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai, karena Indonesia memiliki potensi besar apabila mampu menguasai teknologi baterai tersebut. “Potensi ini juga didukung sumber daya alam yang melimpah untuk baterai litium, yang menjadi kunci bagi indonesia untuk membangun industri baterai tersebut, hingga membangun infrastruktur mobil listrik dan metode penyimpanan energinya,” jelas Wisnu 

Tantangan bagi PT PLN IP sehubungan peningkatan kebutuhan energi adalah peningkatan capacity building, dengan harapan semoga terjadi percepatan pemasangan teknologi baterai litium. “Oleh karena itu PT PLN Indonesia Power perlu bersinergi dan bekerja sama dengan institusi lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia. Secara bersama-sama bersinergi melakukan skill up pengembangan teknologi baterai, khususnya baterai litium,” tegasnya. 

Pada kesempatan terpisah, Vice President Learning Management PT PLN Indonesia Power,   Tengku Yusuf mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan mengakuisisi ilmu pengetahuan dan kompetensi baru dari BRIN untuk PT PLN IP.  

“Karena teknologi baterai adalah teknologi masa depan, namun dalam waktu dekat akan menjadi teknologi yang sangat fundamental untuk renewable energy mobil listrik dan kendaraan listrik lain. Bagi BRIN yang telah memiliki HKI untuk teknologi dimaksud, ini akan menjadi competitive advantage. Potensi kerja sama ini sangat baik sehingga kedepan akan menghasilkan value creation untuk BRIN dan  PT PLN IP,” ulasnya.  

“Ini adalah inisiasi awal dan dipilih SDM terbaik untuk mengikuti pelatihan. Program ini tidak hanya sebatas knowledge, tapi pada akhir program diharapkan akan lahir suatu prototipe skala lab dan menjadi yang pertama untuk solar systemsupport bagi pembangkitan dalam rangka transisi dan renewable energy di masa datang, harapan besarnya seperti  itu,” ungkap Tengku.

Sementara Gerry M Napitupulu, salah satu dari delapan peserta program berharap, dengan pelatihan ini diharapkan PT PLN IP dapat menjadi pionir di BUMN, yang menguasai teknologi baterai litium. “Ke depan semoga bisa memproduksi baterai di dalam negeri dengan membangun pabrik baterai litium,” ucap Gerry. (jp/ed:adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Teknologi Co-Firing untuk Pembangkit Listrik Ramah Lingkungan

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia adalah dengan program co-firing biomassa limbah pertanian atau sampah perkotaan. Strategi co-firing atau pembakaran dua atau lebih material ini, membuat pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang umumnya menggunakan bahan baku batubara, memiliki tambahan alternatif biomassa yang lebih hijau.

Guna membahas teknologi co-firing, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), menggelar forum riset ilmiah berupa webinar Ornamat seri ke-21 secara daring pada selasa (10/01).

Webinar ini dikatakan Kepala ORNM BRIN, Ratno Nuryadi akan membahas ‘Co-Firing Biomassa Sebagai Green Solution untuk Masa Depan PLTU Batubara serta Mendukung Transisi Energi Menuju Indonesia NZE 2060’ dan ‘Korosi pada Lingkungan Boiler Co-Firing dan Strategi Mitigasinya’.

Pada kesempatan tersebut, Vice President Technology Development – PT PLN Nusantara Power Ardi Nugroho menjelaskan pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. “Komitmen ini tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang merupakan tindak lanjut Paris Agreement yang disahkan melalui Undang-Undang No 16 Tahun 2016. Dalam penyampaian First NDC Indonesia disebutkan target penurunan emisi 29 % di 2030 dengan upaya sendiri maupun hingga penurunan 41 % dengan bantuan internasional,” ungkapnya. 

Ardi menjelaskan bahwa di Indonesia memiliki potensi biomassa yang kaya. “Sebuah studi pada 2018, potensi biomassa di Indonesia sebagai negara hutan hujan tropis dengan dua musim di khatulistiwa, cukup besar. Potensi hutan, perkebunan dan pertanian selain sebagai paru-paru dunia, bahan pangan, rempah-rempah, rantai karbon dalam biomassa juga bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif,” imbuhnya.

Menurutnya, co-firing merupakan pemanfaatan bahan bakar dari biomassa dan sampah untuk pembangkit listrik dapat dilaksanakan dengan cepat. “Tanpa perlu melakukan pembangunan pembangkit dan sebuah teknologi substitusi batubara, dengan bahan bakar energi terbarukan pada rasio tertentu bisa dilakukan dengan tetap memperhatikan kualitas bahan bakar sebagai kebutuhan,” terangnya.

Sebagai informasi, PLN memiliki tugas yaitu melayani kebutuhan energi nusantara, yakni memberikan akses kepada seluruh masyarakat untuk mendapatkan hak akses kelistrikan. “Rasio elektrifikasi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir meningkat hingga 99,5 %, sehingga kami berupaya menjaga listrik tetap andal (reliable) dan harga listrik terjangkau oleh masyarakat (affordable),” urainya.

Sementara peneliti dari Kelompok Riset Material Berketahanan Tinggi, Pusat Riset Material Maju Ahmad Afandi menjelaskan bahwa pemerintah telah mencanangkan peta jalan net zero emission (NZE) 2060, dengan fokus utama mengatasi masalah emisi karbon tertinggi Indonesia dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil. “Salah satu strategi NZE 2060 adalah melakukan pengurangan pembangkit listrik tenaga fosil dengan mengganti bahan yang ramah lingkungan,” kata Afandi.

Pada tahun 2021 hingga 2025, pemerintah menjalankan peta jalan pengurangan emisi karbon sesuai dengan framework Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilence (LTS-LCCR). “Langkah-langkah strategis yang harus diambil seperti transisi energi penggunaan kompor listrik, lampu LED dan gas kota, implementasi EBT, penghentian dini pembangkit berbasis batubara, perluasan co-firing PLTU, serta konversi diesel ke gas dan EBT,” ulasnya.

Kemudian, Afandi menyampaikan fenomena permasalahan PLTU co-firing yang ada di Indonesia. “Di Indonesia ada tiga tipe co-firing boiler PLTU, yakni tipe stoker (500-7000C) permasalahannya adalah erosi, tipe CFB Boiler (800-9000C) permasalahannya erosi-korosi, serta PC Boiler (900-11000C) yang mengalami oksidasi-korosi. Tipe ketiga dengan kapasitas besar dan temperatur tinggi ini yang banyak dibangun di transmisi Jawa-Bali,” sebutnya.

“Sejauh ini bahan bakarnya adalah batubara, yang perlahan diminta untuk ditambahkan campuran biomassa dan sampah perkotaan. Sehingga kami di BRIN bersama dengan PT PLN Nusantara Power, untuk memulai pengujian penambahan batubara dengan kisaran persentase mulai 5, 10, 15, 30, dan 50 persen biomassa dan sampah perkotaan,” lanjutnya.

Terkait fenomena korosi atau degradasi material akibat reaksi kimia pada boiler pembangkit listrik uap bertemperatur tinggi, Afandi dan tim yang bekerja sama dengan PT PLN Nusantara Power, juga melakukan proyek penelitian terkait pengujian coating TKDN (tingkat komponen dalam negeri) dengan berbasis besi (Fe) pada tube boiler. “Kami mengkaji metal coating untuk kondisi co-firing di Indonesia, dengan komposisi dominan Fe-based, untuk dua tahap uji, yaitu uji lab dan uji kupon,” ulasnya.

Menurut Afandi, hasil pengujian korosi dalam mitigasi korosi co-firing boiler, desain paduan metal coating memiliki pengaruh dalam pencegahan korosi. Thermal coating dan slurry coating pun berpengaruh dalam meminimalisir porositas.

“Hasil perspektif kami, semoga kita bisa mengejar TKDN metal coating untuk co-firing boiler sesuai yang diharapkan juga oleh PT PLN Nusantara Power,” pungkasnya. (jp,esw/ed:ls,adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Potensi Hilirisasi Nikel di Indonesia dan Pemanfaatannya

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar nikel dunia. Sebagai salah satu komponen utama dalam baterai dan stainless steel (baja khusus), nikel memainkan peranan penting dalam transisi dari energi fosil menjadi energi terbarukan, dan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Apalagi tren kendaraan listrik sedang meningkat.

Saat ini hampir 70% produk turunan nikel dunia digunakan sebagai bahan baku stainless steel,  11% untuk baterai, 7% untuk berbagai paduan logam, dan sisanya digunakan untuk berbagai bahan baku industri mulai lapisan anti korosi, katalis, magnet, pigmen dan berbagai aplikasi lainnya.

Profesor riset dari Pusat Riset Metalurgi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Efendi dalam presentasinya menyampaikan materi dengan judul Pengenalan ‘First Use dan End Use, Nikel dan Potensi Hilirasinya di Indonesia’. Dalam ulasannya Efendi menjelaskan cadangan bijih nikel yang melimpah perlu dimaksimalkan dengan pengembangan produk nikel hilir untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.

“Beberapa penggunaan nikel dalam produk hilir seperti stainless steel, baterai, paduan nikel, serbuk nikel, lapis nikel, dan senyawa nikel perlu dikenali dan dikaji potensi hilirisasinya,” terang Efendi pada Workshop Metalurgi yang diselenggarakan secara virtual, Jumat (09/12).

Efendi menjelaskan produk hilir nikel dan potensi hilirisasinya di Indonesia. “Dari kajian ini muncul pemikiran bahwa selain stainless steel dan baterai, pengembangan produk paduan dan senyawa nikel perlu menjadi fokus perhatian,” jelasnya.

Sementara peneliti dari Pusat Riset Metalurgi Iwan Setiawan menyampaikan bahasan tentang ‘Piro dan Hidrometalurgi Nikel Laterit’. Dalam paparannya Iwan menyampaikan bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel yang sangat besar bahkan tertinggi di dunia.

“Dengan tumbuhnya industri pengolahan nikel, baik menjadi feronikel maupun nikel kimia untuk baterai, tentunya akan meningkatkan pendapatan negara. Di sisi lain, pemanfaatan  bijih ini akan menurunkan cadangan nikel secara cepat, dan memungkinkan juga akan terjadi degradasi lingkungan,” ungkap Iwan.

Guna mengatasi hal tersebut, lanjut Iwan, proses hilirisasi hendaknya dipercepat sampai menuju produk akhirnya, karena hilirisasi yang sedang berjalan belum sepenuhnya meningkatkan nilai tambah yang signifikan, karena hanya sampai produk antara.

“Bila hilirisasi dilakukan dengan tuntas, maka eksploitasi sumber daya alam akan dapat dikurangi yang dampaknya sustainability dapat berjalan. Beberapa riset dapat dilakukan untuk mempercepat hilirisasi dan memecahkan masalah lingkungan,” imbuh Iwan.

Ia menjelaskan bahwa pirometalurgi merupakan suatu proses pengolahan atau ekstraksi logam menggunakan panas secara intensif. Sementara hidrometalurgi merupakan proses pengolahan atau ekstraksi logam berharga menggunakan media cair atau larutan pada kondisi atmosferik atau bertekanan.

Teknologi hidrometalurgi yang sudah terbukti yaitu High-Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan bahan baterai kendaraan listrik. Teknologi ini unggul dari sisi perolehan nikel dan kobalt, penggunaan energi yang minimum, dan ramah lingkungan.

“Sejumlah smelter di Indonesia pada saat ini yang akan mulai beroperasi menggunakan HPAL dan beberapa masih dalam tahap konstruksi. Produk utama dari proses ini adalah Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan Mixed Sulphide Precipitate (MSP). Bahan ini sebagai bahan utama komponen baterai lithium,” ulasnya. (esw, mfn/ ed:ls,adl)

Sumber : https://brin.go.id/news/111085/potensi-hilirisasi-nikel-di-indonesia-dan-pemanfaatannya

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN Kenalkan Material untuk Aplikasi Energi Ramah Lingkungan

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) mengenalkan dua aplikasi material untuk energi. Kedua aplikasi tersebut diulas pada webinar ORNAMAT seri ketujuh, Selasa (26/7).

Kedua material energi tersebut yakni lithium titanate untuk anoda baterai kendaraan listrik dan material metal oksida nanostruktur untuk produksi hidrogen ramah lingkungan.

Kepala ORNM – BRIN, Ratno Nuryadi mengatakan, webinar kali ini menampilkan dua narasumber dari Pusat Riset Material Maju – BRIN. Keduanya mempunyai kesamaan yakni membahas material untuk energi.

“Tema material untuk energi merupakan salah satu usaha solusi kita untuk menyelesaikan isu-isu global, dan salah satunya memang energi ini masih menjadi isu global, tidak hanya di Indonesia saja, tetapi juga di internasional,” ujar Ratno.

Ratno menyampaikan, terkait dengan energi, baik baterai maupun hidrogen merupakan bagian dari bidang energi baru dan terbarukan (new and renewable energy). “Dalam rangka untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yaitu karbon dioksida (CO2) dan di sektor tranportasi mempunyai peran yang besar dalam kontribusi menghasilkan emisi CO2,” tuturnya.

“Memang salah satu usahanya menghadirkan kendaraan listrik di sini. Sehingga nanti secara bertahap sektor transportasi emisi CO2 yang dikeluarkannya akan bisa berkurang,” ucap Ratno.

Ratno juga menambahkan ada sektor lain yang menyumbang emisi CO2, seperti pembangkit listrik, industri, dan perumahan.

Dalam kegiatan tersebut, periset dari Kelompok Riset Baterai, Slamet Priyono, menyampaikan topik Aplikasi Lithium Titanate untuk Anoda Baterai Kendaraan Listrik. 

Slamet menjelaskan, Spinel Lithium Titanate adalah bahan anoda yang sangat menjanjikan sebagai pengganti grafit karena keamanannya, stabilitas siklik yang sangat baik, tegangan kerja yang stabil, dan bersifat zero strain (tidak mengalami perubahan kisi ketika proses charge-discharge). “Namun material Lithium Titanate memiliki kekurangan seperti konduktifitas elektronik dan difusi ionik yang rendah,” terangnya.

Untuk penggunaan karbon super-P dan doping ion Al cukup efektif untuk meningkatkan konduktivitasi elektronik dan ionik serta menjaga stabilitas siklik hingga 400 cycle.

“Namun demikian, Lithium Titanate yang digunakan sebagai elektroda anoda saat ini masih banyak hal yang perlu diperbaiki, terutama dalam mengotrol ketebalan pelapisan karbon, dan meningkatkan densitas energi dengan membentuk elektroda berpori,” urai Slamet.

Pada pertemuan yang sama, periset dari Kelompok Riset Material Fotokonversi Energi, Gerald Ensang Timuda, memaparkan tentang Aplikasi Material Metal Oksida Nanostruktur untuk Produksi Hidrogen Ramah Lingkungan.

Gerald menerangkan bahwa Photoelectrochemical (PEC) Water Splitting memiliki potensi tinggi untuk menghasilkan hidrogen dengan metode yang ramah lingkungan. “PEC merupakan salah satu cara untuk menyimpan energi di siang hari, kemudian kita simpan menjadi hidrogen untuk digunakan di waktu yang fleksibel,” kata Gerald.

PEC Water Splitting adalah sistem menggunakan energi dari matahari untuk mengaktifkan salah satu elektro dari alat elektrolisis air, sehingga elektroda yang menyerap energi dari matahari dan memecah hidrogen air atau oksigen yang ada di air secara langsung.

“Peran aplikasi material metal oksida nanostruktur material itu krusial untuk merekayasa sifat-sifat elektrik dari material foto anoda untuk PEC Water Splitting,” jelas Gerald. (hrd/ ed. adl)

Sumber : https://www.brin.go.id/news/109402/brin-kenalkan-material-untuk-aplikasi-energi-ramah-lingkungan

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

BRIN Kolaborasi Riset Global ALICE Bidang Elektronika, Informatika, Fisika Energi Tinggi, dan Nuklir

Tangerang Selatan, Humas BRIN. Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI) serta Organisasi Riset Nanoteknologi dan Mineral (ORNM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkolaborasi mengadakan webinar dengan tema ‘Aspek Riset Elektronika, Informatika, Fisika Energi Tinggi dan Nuklir pada Kolaborasi Riset Internasional ALICE (A Large Ion Collider Experiment)-CERN’, yang dilaksanakan secara daring pada Selasa (21/6).

Webinar ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Suharyo Sumowidagdo (Periset Pusat Riset Fisika Kuantum), Esa Prakasa (Kepala PR Sains Data dan Informasi BRIN), dan Rfiki Sadikin (Plt. Kepala Pusat Riset Komputasi BRIN). 

Dalam sambutannya Kepala OREI BRIN Budi Prawara menyampaikan bahwa webinar ini merupakan kolaborasi riset. “ALICE merupakan salah satu fasilitas milik organisasi Eropa terkait riset nuklir untuk mengakselerasi proton dan ion dengan energi yang tinggi. Kolaborasi riset dengan ALICE sudah dimulai sejak tahun 2014 yang lalu, periset kita diwakili oleh Rifki Sadikin melalui LIPI yang kemudian menjadi full member di tahun 2014,” ujarnya.

“Kolaborasi riset global ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas periset kita melalui interaksi dan kolaborasi dengan periset dari berbagi penjuru dunia dengan topik-topik riset terkini dan pelopor di bidangnya,” tambah Budi.

Saat ini BRIN sedang memproses addendum perjanjian dengan ALICE, dengan ini kita mengharapkan bertambahnya kolaborator dari Indonesia.  

“Webinar ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait dengan kerjasama. Untuk sementara kita mengusulkan agar partisipasi lembaga-lembaga Indonesia dibentuk sebagai institusi. Anggota pendiri klaster ini adalah BRIN, Universitas Indonesia (UI), dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Klaster ini akan menjadi ALICE Indonesia yang nantinya akan disingkat menjadi alice.id,” jelas Budi. 

BRIN akan menjadi lembaga utama ALICE dan bertangung jawab untuk menyelenggarakan klaster sekretariat, serta menyediakan infrasktruktur penelitian, seperti komputer khusus koneksi jaringan, ruang laboratorium, dan ruang kerja bersama. BRIN akan menyediakan dana untuk partisipasi periset atau siswa dalam ALICE ini.   

Skema asisten tersedia untuk partisipasi dalam jangka pendek sebagai contoh untuk waktu sampai dengan 1 tahun. Saat ini BRIN sedang menjajaki juga program degree by research, yakni gelar dengan skema penelitian tersedia untuk program gelar pascasarjana. Programnya 2 tahun S2 dan 3 tahun untuk mahasiswa doktoral. UI dan IPB akan menyediakan infrastruktur untuk mendidik mahasiswa magister dan Doktor serta pemberian gelar. Mahasiswa nanti akan dibimbing oleh dosen dari UI dan IPB serta supervisor dari BRIN. 

“Saya berharap webinar dari ketiga narasumber ini akan dapat bermanfaat bagi kita semua dan memberikan motivasi bagi kita, untuk dapat terus berkontribusi. Khususnya para periset di area riset fisika kuantum, kemudian material maju, dan elektronika informatika maju,” tuturnya. 

Pada kesempatan yang sama, Kepala ORNM BRIN, Ratno Nuryadibr memberikan sambutan bahwa webinar ini merupakan sebuah acara yang sangat penting dan membanggakan untuk kita semua. “Kita dapat berdiskusi dalam mengeksplorasi peluang-peluang yang bisa diberikan pada kolaborasi riset internasional di tingkat global khususnya ALICE di Swiss,” ucapnya. 

“Selama ini kita telah menunjukkan bagaimana kontribusi yang diberikan Indonesia ke internasional, khususnya ALICE dalam hal infrastruktur. Seiring dengan intergasi BRIN kita sadar bersama bahwa BRIN ini sekarang sangat luas bidang riset didalamnya. BRIN memiliki banyak OR dan PR dengan lingkup latar belakang riset yang bervariasi,” urai Ratno. 

“Semoga dengan adanya webinar ini kita bisa menggali potensi-potensi kerja sama dan menjadi ajang sosialisasi bagi periset yang sudah melakukan riset di ALICE dan berpengalaman, serta webinar ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita untuk membuka kira-kira peluang yang bisa kita eksplorasi untuk berkontribusi dalam kolaborasi ditingkat  global,” tuturnya. 


Suharyo Sumowidagdo dalam presentasi ini menyampaikan materi tentang ‘Pengenalan Kolaborasi Riset ALICE-CERN dan Riset Fisika, Instrumentasi, dan Elektronika pada ALICE-CERN’.

“ALICE adalah sebuah konsorsium atau kolaborasi terdiri dari banyak institusi yang sudah bersepakat bekerja sama dalam suatu topik penelitian. Hal ini memerlukan konstruksi untuk pembuatan instrumen penelitian yang besar, dalam hal ini ALICE dan terletak di lokasi yang khusus dalam hal ini CERN. Operasionalnya memakan waktu lama dan membutuhkan kepakaran dan SDM yang banyak,” jelas Suharyo.

ALICE beranggota 40 negara dan 173 institusi pada saat ini sedang dikembangkan materi paling panas yang diciptakan manusia di laboratorium dengan cara menumbukan partikel ion timbal. 

“Alat akselerator merupakan alat eksperimen, ada beberapa sub detektor dan memiliki fungsi masing-masing, serta partikel ion-ion. Jika ada tumbukan maka akan dideteksi oleh detektor. Large Hadron Collider (LHC) dan detektor memiliki jadwal operasional. Apabila periode run akselerator berjalan, detektor mengambil data. Jika long shut down, akselerator berhenti dan detektor bisa diakses. Pada saat akselerator berjalan ada radiasi yang sangat tinggi, sehingga detektor ditutup tidak dapat diakses,” urai Suhayo. 


Pemateri kedua, Esa Prakasa, pada webinar memaparkan materi tentang ‘Riset informatika pada kolaborasi ALICE-CERN: Studi Kasus Pendekatan Computer Vision untuk QC Detektor ITS (Inner Tracking System)’.

ALICE adalah fisika partikel berskala besar dan berjangka panjang percobaan. Eksperimen dilakukan di CERN, Swiss. Proyek ALICE sedang melakukan studi komprehensif tentang hadron, elektron, muon, dan foton yang dihasilkan dalam tumbukan inti berat. ALICE juga mempelajari tumbukan proton-proton dan proton-nukleus, keduanya sebagai perbandingan dengan tumbukan nukleus-nukleus.

“Secara singkatnya kami mengamati tumbukan partikel yang nantinya akan dilacak pergerakan partikel seperti apa. Selama proses tumbukan posisi dari partikel-partikel di dalam LHC akan direkam dengan sensor berupa chip yang jumlahnya sekitar 20.000. Sensor chip yang dipasang dalam detektor Inner Tracking System (ITS) ini merupakan yang paling awal, karena dalam satu tempat lintasan ada tumbukan lain, dan ini akan ada beberapa detektor lain di dalam radius yang lebih lebar,” terang Esa. 

“Detektor ITS ada beberapa lapisan semacam silinder yang tersusun dalam ribuan atau puluhan ribu sensor chip yang disebut dengan inner layer, middle layer, dan outer layer,” imbuh Esa.

“Pada kolaborasi ALICE ini kami merekam permukaan, baik itu sensor itu sendiri maupun pemasangan dan dihitung dengan logaritma untuk kemudian sebagai pembanding. Algoritma berbasis visi telah diterapkan untuk menilai kualitas chip, dalam hal properti 3D, integritas tepi chip, cacat permukaan, dan penyelarasan chip pada permukaan detektor,” lanjutnya.

Kemudian algoritma berbasis visi dapat digunakan untuk meningkatkan, tidak hanya kualitas chip sensor itu sendiri, tetapi juga dapat memastikan kualitas data eksperimen yang diperoleh oleh sensor yang dibangun. “Data yang dikumpulkan dari beberapa tahap berpotensi dianalisis dengan metode baru lainnya. Metode inspeksi visual akan diperlukan dalam proyek peningkatan di masa mendatang. Metode inspeksi juga dapat diterapkan dalam kegiatan manufaktur lainnya,” jelas Esa. 

Pemateri ketiga Rifki Sadikin tampil dengan paparan materi ‘Riset komputasi pada kolaborasi ALICE-CERN: Studi Kasus Koreksi Space-Charge Distortion pada Detektor TPC (Time Projection Chamber)’.

Dalam kesempatan ini Rifki menyampaikan keterlibatannya dalam proyek kerja sama dengan ALICE. “Kami terlibat di bagian komputasi terkait metode numerik dan pengolahan data di eksperimen ALICE pada salah satu detektor TPC. Secara kolaborasi kami terlibat dalam piranti lunak pengolahan data dan koordinasi komputasi. Saat ini kami juga di bagian rekontrasi dan kalibrasi aplikasi yang dibuat untuk membantu kontruksi jalannya detektor tersebut,” bahasnya. 

“Cara kerja detektor dengan besar diameter 5 meter panjang 5 m, yaitu mendeteksi elektron yang melintas di tutup silinder. Hasil gambar dari silinder adalah memang lintasan yang terdeteksi. Sampai saat ini kami masih mengembangkan produk ini,” pungkas Rifki. (esw/ed: adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Ini Penjelasan Peneliti BRIN Tentang Riset Bidang Polimer dan Fuel Cell

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar webinar ORNAMAT seri keempat secara daring, Selasa (14/6). Webinar kali ini mengusung dua tema yakni riset tentang polimer dan sel bahan bakar (fuel cell).

Kepala ORNM BRIN, Ratno Nuryadi, dalam sambutannya menyampaikan manfaat dari kedua riset yang disajikan oleh narasumber. “Pada kesempatan ini kita menghadirkan riset dari dua narasumber. Material prolipropilena ini merupakan sebuah material polimer termoplastik yang bisa digunakan dalam berbagai aplikasi seperti pengemasan, tekstil, perlengkapan laboratorium, komponen otomotif, dan lain sebagainya,” terangnya.

“Potensi pasar dari kebutuhan plastik di Indonesia sangat besar, sekitar 5,1 juta ton/tahun, tetapi sebagian besar masih impor. Kebutuhan plastik yang dipenuhi oleh industri lokal hanya sekitar 47% per tahun. Kebutuhan plastik nasional ini akan terus meningkat 5% lebih per tahun,” imbuh Ratno.

“Ini menjadi tantangan buat kita semua untuk menguatkan riset di bidang polimer plastik fungsional. Ini turut menjadi urgen dalam rangka subtitusi impor dan juga pemanfaatan sumber daya alam lokal,” lanjutnya.

Riset lainnya yakni Logam Tanah Jarang (LTJ), menurut Ratno merupakan material yang banyak dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama di bidang industri. “Indonesia memiliki sumber LTJ yang melimpah yang tersebar di berbagai daerah,” ucapnya. 

Dirinya menambahkan bahwa cerium gadolinium oxide (CGO) merupakan material LTJ strategis yang sedang banyak diburu industri. “Aplikasi CGO sangat besar dalam kehidupan sehari-hari, seperti baterai isi ulang, telpon seluler, magnet, lampu, dan fuel cell. Mineral LTJ banyak dijumpai di Sumatera Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, dan Riau. Fuel cell merupakan perangkat pembangkit energi yang ramah lingkungan dimana mengubah energi kimia melalui reaksi hidrogen oksigen menjadi energi listrik,” urainya.

Ratno berharap agar dua presentasi ORNAMAT kali ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, dan membuka peluang kolaborasi. “Webinar ini diatur sedemikian rupa agar menjadi wahana bagi periset khususnya di ORNM, untuk saling berbagi hasil risetnya dengan tujuan membuka peluang kerja sama riset maupun industri, terkait dengan pemanfaatan dan komersialisasi ke depannya,” harapnya.

Peneliti dari Pusat Riset Teknologi Polimer, Yogi Angga Swasono, menjelaskan penelitiannya yang berjudul ‘Optimasi Sifat Mekanis Tensile Strength Komposit Polipropilena/Clay Menggunakan Alat Proses Twin Screw Extruder’.

Dikatakan Yogi, polipropilena (PP) adalah salah satu jenis termoplastik polimer yang digunakan sebagai matriks dalam polimer komposit. “Clay atau lempung/tanah liat digunakan luas sebagai pengisi pada polimer komposit. Polimer Komposit ini dapat digunakan pada otomotif, aeronautikal, material-material untuk bangunan, peralatan rumah tangga, dan sebagai kemasan. Keunggulan dari polimer komposit ini adalah resistensi terhadap korosi, lebih mudah pembuatannya, ringan, kuat, dan sifatnya elastis,” kata Yogi.

Menurutnya terdapat tantangan yang perlu diperhatikan dalam penggabungan PP dan clay. “Dispersi dari matriks PP, ikatan antara PP dan clay, penggunaan compatibilizer, serta kondisi proses,” terang Yogi.

Berdasarkan hasil risetnya, Yogi menyimpulkan bahwa kekuatan tarik dari clay dipengaruhi oleh rasio clay, compatibilizer, kecepatan alat screw, temperatur, serta difusi PP pada lapisan-lapisan clay.

Pada kesempatan yang sama, peneliti dari Pusat Riset Material Maju, Sri Rahayu menyampaikan hasil penelitiannya dengan judul ‘Sintesa Co-doped Cerium Gadolinium Oxide dengan Metoda Sol Gel Ramah Lingkungan untuk Aplikasi Solid Oxide Fuel Cell”.

Dalam paparannya Sri menyampaikan alasan melakukan riset material untuk fuel cell. “Latar belakang riset ini adalah kegundahan banyak orang, terkait dampak lingkungan yang disebabkan penggunaan pembangkit fosil. Negara-negara kemudian bersepakat untuk mengganti fosil mereka terutama baru bara, dengan pembangkit lain yang lebih ramah lingkungan, salah satunya fuel cell,” tuturnya.

Fuel cell adalah perangkat elektrokimia yang mengubah reaksi kimia menjadi energi listrik. Cara kerjanya mirip dengan cara kerja baterai. Fuel cell hasilnya sangat bersih untuk lingkungan, murah dan gampang aplikasinya,” jelas Sri.

Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) merupakan salah satu tipe fuel cell yang disukai karena bisa menggunakan hidrogen dan gas alam lainnya serta mampu beroperasi pada suhu tinggi. “Namun kekurangannya material menjadi mudah terdegradasi karena suhu tinggi serta biaya operasional dan pemeliharaan yang besar,” terang Sri.

Oleh karena ungkap Sri, perlu ada solusi untuk membuat SOFC dengan suhu operasional di bawah 600 derajat Celcius. “Upaya menurunkan suhu adalah membuat elektrolit padat dan ion konduktif tinggi. Salah satunya adalah dengan co-doped atau dua substitusi ion,” ujarnya.

Sri pun menawarkan metode pembuatan nanopartikel CGO dari dengan teknik sol gel yang ramah lingkungan dari sodium alginate ekstraksi ganggang coklat. “Riset ini berpotensi menghasilkan nanopartikel dari senyawa logam untuk SOFC karena temperatur yang rendah dan menggunakan material yang ramah lingkungan untuk menekan harga produksi,” pungkasnya. (esw/ ed: adl,pur)

Sumber : https://www.brin.go.id/press-release/106108/peneliti-brin-jelaskan-riset-bidang-polimer-dan-fuel-cell

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Perangkat Fotokalitik untuk Konversi Energi dan Transformasi Kimia

Tangerang Selatan, Humas BRIN. Hanggara Sudrajat, periset Pusat Riset Fisika Kuantum – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pada Selasa (17/5) menceritakan penelitiannya yang berjudul ‘Perangkat Fotokatalitik untuk Konversi Energi dan Transformasi Kimia’. Topik riset tersebut dipresentasikan pada webinar ornamat seri #2 tahun 2022 di lingkungan  Organisasi Riset Nano Teknologi dan Material BRIN.

Hanggara mempresentasikan satu contoh fotokatalis yaitu karbon nitrida (CN) ermuat tembaga oksida, yaitu Cu(I)Ox-C3N4, yang digunakan pada fotoreaktor mikrofluidik.

Pemanenan Energi Surya

Pemanenan energi surya (solar energy harvesting) memiliki tiga rute utama, yaitu solar electric, solar fuel, dan solar thermal. Topik yang ditekuni Hanggara dan tim yaitu solar fuel atau bahan bakar surya. 

Bahan bakar surya prinsipnya meniru apa yang dilakukan tumbuhan hijau pada fotosintesis alami. “Kami meniru apa yang dilakukan tumbuhan hijau dengan harapan dapat mendapatkan efisiensi yang jauh lebih tinggi. Tumbuhan hijau itu kebanyakan hanya bisa menggunakan cahaya di daerah merah, makanya berwarna hijau. Daerah lain pada cahaya tampak belum termanfaatkan oleh tumbuhan” terang Hanggara.

Fotosintesis Artifisial

Pada fotosintesis alami, tumbuhan hijau mengonversi molekul-molekul berenergi rendah, misalnya karbon dioksida , dan air, menjadi molekul yang berenergi tinggi, misalnya sukrosa, dengan tujuan menyimpan energi dari matahari dalam bentuk ikatan kimia.

“Kita tiru bagaimana kloroplas bekerja pada tumbuhan hijau, dan menggantinya secara artifisial dengan sebuah entitas kimia yang kita sebut sebagai katalis. Karena katalisnya ini bekerja berdasarkan pada penyerapan foton, maka kita sebut saja sebagai fotokatalis. Fotokatalis ini sistemnya bisa homogen maupun heterogen, dan bisa berupa, molekul organik maupun anorganik. Itu bergantung dari opsi kita yang harus disesuaikan dengan target reaksinya dan produk fotokimia seperti apa yang diinginkan,” urai Hanggara.

Biasanya untuk molekul-molekul organik seperti senyawa-senyawa kompleks logam transisi, selektivitasnya tinggi, tetapi kurang stabil. Sedangkan  material anorganik seperti oksida logam selektifitasnya rendah namun stabil.

Pada penelitiannya, fotokatalis lebih kerap digunakan, karena relatif mudah sintesisnya dan murah prekursornya. 

“Karena pada prinsipnya kloroplas pada tumbuhan hijau kita tiru (mimicking) prosesnya secara artifisial menggunakan fotokatalis, maka fotokatalis ini kerap disebut sebagai kloroplas artifisial,” kata Hanggara.

Prinsip Kerja Fotokatalis

Prinsip kerja fotokatalis adalah pemanfaatan eksiton, yaitu elektron dan lubang elektron (hole) yang diproduksi oleh katalis ketika menyerap foton, untuk menjalankan berbagai reaksi fotokimia, misalnya a) pemisahan air (water splitting) untuk menghasilkan bahan bakar hidrogen, b) degradasi polutan dan c) konversi karbon dioksida (CO2) menjadi bentuk-bentuk karbon dioksida tereduksi.

“Jadi pada intinya fotokatalis menyerap partikel cahaya atau foton kemudian digunakan untuk mengeksitasi elekctron dan meninggalkan lubang elektron, sehingga elektron dan lubang elektron bisa kita manfaatkan untuk menjalankan berbagai reaksi fotokimia, “ jelasnya.

Ketika elektron dan lubang elektron terproduksi, mereka berpindah ke permukaan partikel katalis secara acak karena tidak ada bias eksternal yang ditambahkan seperti pada perangkat fotovoltaik. Sehingga elektron dan lubang elektron harus diarahkan dan tidak bertemu kembali (ekombinasi). 

Elektron dan lubang elektron diarahkan ke permukaan katalis oleh katalis lain sehingga kita sebut sebagai ko-katalis.

“Ko-katalis ini sangat penting karena menentukan kuantum efisiensi secara keseluruhan. Di bidang fotokatalisis, banyak orang berusaha dengan beragam cara untuk mengembangkan ko-katalis yang mampu untuk mengekstrak elektron dan lubang elektron secara efisien,” ungkap Hanggara.

Perangkat Fotokatalitik

Contoh perangkat fotokatalitik juga mengikuti perkembangan material fotokatalisnya. Misalnya untuk Solar water splitting ada berbagai opsi seperti sistem fotovoltaik, elektrolisis, fotoelektrokimia, dan fotokatalisis

“Fokus riset kami adalah fotokatalis yaitu sistem yang katalisnya berupa partikel atau serbuk (powdered photocatalyst), dan lapis tipis (photocatalyst sheets). Sistem ini sangat sederhana karena tidak memerlukan bias eksternal. Tinggal memasukkan saja serbuk fotokatalisnya ke dalam air kemudian disinari dengam lampu xenon atau sinar matahari langsung, maka akan segera timbul gelembung-gelembung gas hidrogen dan oksigen,” urai Hanggara.

Cu(I)Ox-C3N4 untuk Fotorekator Mikrofluidik

Kembali ke Cu(I)Ox-C3N4. Hanggara dan tim mengambil satu contoh fotokalis yaitu karbon nitrida ermuat tembaga oksida.

Karbon nitrida adalah polimer organik yang dapat disintesis dari prekursor apa saja yang mengandung nitrogen dan karbon sebagai unsur utamanya, misalnya urea. “Beberapa keunggulan karbon nitrida adalah murah, sangat mudah dipreparasi, komposisi, dan morfologi bisa diatur dengan sangat fleksibel, fotostabil, tidak beracun, dan mudah didapatkan bahan bakunya,” terangnya.

“Komposisi juga bisa kita desain sedemikian rupa, sehingga kita bisa mendapatkan berbagai macam variasi karbon nitrida (CN) dengan struktur dan morfologi yang berbeda dan tentu juga foto aktivitasnya akan menjadi berbeda. Makanya kita bisa mengatur sesuai target reaksinya,” tambahnya.

Sebagai satu contoh misalnya karbon nitrida yang termuat tembaga (I) oksida atau Cu (I) dengan konsentrasi sekitar 8%. Preparasi ini sangat mudah, misalnya pakai urea sebagai prekursornya. Kemudian tinggal dipanaskan saja pada suhu 550 °0C atau suhu berapun di atas 400 °C, untuk mendapatkan berbagai macam struktur, komposisi, dan morfologi yang berbeda. Seperti pada penelitian ini, bisa ditambahkan tembaga untuk meningkatkan fotoaktivitas dari Cu(I)Ox-C3N4.

“Jika kita lihat, ini murah proses produksinya dan mudah didapatkan prekursornya. Dua faktor ini sangat penting untuk langkah selanjutnya, karena murah dan bagus, itu menjadi kunci untuk aplikasi di industri,” ucapnya.

“Kalau tidak murah dan tidak bagus, maka orang tidak bisa menjual, sehingga ketika hasil penelitian ke luar dari lab, dia tidak bisa berlanjut ke industri. Jadi prinsipnya harus semurah mungkin dan sebagus mungkin,” tegas Hanggara.

Struktur Elektronik

Kemudian setelah dideposisi dengan tembaga, kita ingin tahu sebenarnya, apa fungsi tembaga? “Seperti yang saya ungkapkan tadi, tembaga ini cukup murah, jadi jika ternyata bisa meningkatkan performa secara signifikan tentu ini merupakan berita bagus karena bisa menggantikan fungsi logam mulia yang selama ini digunakan sebagai ko-katalis seperti misalnya Pt, Ru, Rh dan Re,” kata Hanggara.

Dengan spektroskopi fotoelektron ultraviolet ternyata diketahui bahwa posisi atau potensial dari pita valensinya (VB) cukup rendah (relatif positif), sehingga bisa mendorong berbagai macam reaksi oksidasi untuk keperluan transformasi kimia.

Kemudian dilihat dengan hard-XAS, ternyata tembaga ini ada dalam bentuk embaga bervalensi satu atau Cu(I) oksida, mirip dengan Cu2O.  

Selanjutnya, soft-XAS, mengindikasikan bahwa spesies tembaga oksida ini lebih dominan berinteraksi dengan nitrogen, dibandingkan dengan karbon pada karbon nitrida host-nya, karena nitrogen memiliki 6 pasangan elektron bebas

Mekanisme Fotoaktivasi

Jadi setelah dievaluasi untuk menghasilkan hidrogen melalui reaksi reduksi proton menghasilkan hidrogen, ternyata tembaga  dapat meningkatkan laju reaksinya beberapa kali.

“Tentu kita ingin tahu kenapa seperti itu,  ternyata setelah melalui tahap karakterisasi dengan berbagai teknik karakterisasi lanjut, diketahui bahwa populasi elektron meningkat namun mobilitas elektronnya menurun. Uniknya, waktu hidup (lifetime) dari elektronnya makin lama,” papar Hanggara.

Karakterisasi lebih lanjut dengan spektroskopi fotoakustik menunjukan bahwa populasi perangkap elektron (electron trap) pada karbon nitrida lebih besar setelah termuat tembaga oksida. “Jadi ini menjawab kenapa elektron populasi lebih tinggi namun mobilitas elektron lebih rendah, dan efeknya adalah waktu hidup elektron lebih lama. Hal ini dikarenakan elektron terperangkap oleh spesies tembaga oksida,” lafalnya.

Waktu hidup elektron yang lebih lama akan menaikan probabilitas elektron untuk bereaksi dengan proton menghasilkan hidrogen,” imbuhnya.

Perangkat Berbasis Mikrofluidik

Hanggara dan tim kemudian mengaplikasikan fotokatalis pada reaktor mikrofluidik untuk menjalankan suatu reaksi fotokimia.

Fotokatalisis Cu(I)Ox-C3N4 pada reaktor mikofluidik berpotensi mewujudkan konsep kimia hijau untuk transformasi kimia yang relevan secara industri. Fotokatalis ini murah produksinya dan memiliki selektivitas tinggi.

Dari riset ini dapat diketahui bahwa Cu(I) spesies ini dapat digunakan sebagai ko-katalis, untuk meningkatkan performa karbon nitrida, dengan cara meningkatkan waktu hidup elektron melalui proses electron trapping  pada perangkap dangkal (shallow trap), sehingga potensial .sebagai pengganti logam mulia seperti Pt, Rh, Ru, dan Re yang mahal dan langka.

“Kami berusaha untuk menggunakan larutan yang ramah lingkungan. Rute transformasi kimia (sintesis organik) secara fotokatalisis (misalnya menggunakandengan Cu(I)Ox-C3N4 ) sangat menjanjikan karena kita hanya menggunakan katalis, cahaya, dan air (sebagai pelarut). Katalisnya juga murah, kemudian cahaya ada di mana-mana. Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana menemukan cara yang efisien dan murah untuk konversi temuan di skala lab ke skala industri, pungkas tim kelompok riset perangkat dan teknologi kuantum. (hrd/ ed: adl)

Categories
Nanoteknologi & Material Riset & Inovasi

Forum Ilmiah Sosialisasikan Riset Nanoteknologi dan Material BRIN

Serpong – Humas BRIN. Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (OR NM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengadakan Seri Webinar Presentasi Ilmiah Riset dan Inovasi ORNAMAT yang kedua, secara daring pada Selasa (17/5). Acara ini dilaksanakan dalam rangka penguatan iklim riset dan inovasi, akumulasi pengetahuan, serta sarana membuka peluang kolaborasi dengan mitra internal dan eksternal BRIN.

Riset bidang nanoteknologi dan material melingkupi riset dari hulu hingga hilir. Di hulu mulai dari teknologi eksplorasi pertambangan, termasuk penambangan ramah lingkungan.  Dilanjutkan teknologi metalurgi ekstraksi primer dan sekunder, hingga desain dan rekayasa paduan logam. Kemudian pengembangan material maju, kimia maju, teknologi polimer, hingga potensi aplikasi material, dengan berbagai studi terkait teori, komputasi, dan berbagai aplikasi untuk industri.

Kepala OR NM BRIN Ratno Nuryadi dalam sambutannya menyampaikan tujuan webinar ini untuk menampilkan topik riset dan inovasi di OR NM. “Topik dalam webinar ini merupakan pergiliran dari periset yang ada di kelompok riset OR NM. Sehingga di tahun 2022 semuanya bisa mendapat giliran,” ujarnya.

Webinar kali ini menampilkan dua narasumber OR NM BRIN, yaitu Hanggara Sudrajat dari Pusat Riset Fisika Kuantum dan Suryadi dari Pusat Riset Fotonik. “Selain narasumber periset BRIN, baik juga kalau sesekali kita bisa sisipkan, untuk mengundang juga pembicara dari luar BRIN,” imbuhnya.

Dirinya menegaskan bahwa kelompok riset BRIN merupakan tulang punggung dalam mengembangkan riset-riset BRIN saat ini. “Kelompok riset ini turut andil memberikan inovasi dan insolusi terhadap masalah-masalah yang ada di industri, masyarakat, bangsa, dan negara saat ini. Dari presentasi ini diharapkan aktivitas riset dapat dikenal oleh khalayak dan mengembangkan sosiokultural seorang ASN,” ucap Ratno.

Dalam presentasinya, Hanggara menjelaskan tentang rekayasa semikonduktor untuk mengkonversi energi dari cahaya ke kimia atau disebut fotosintesis artifisial. “Ada tiga target reaksi yang dituju, yaitu oksidasi air untuk memproduksi hidrogen, reduksi karbondioksida untuk memproduksi bahan bakar khususnya C1-2, serta photobiorefenery untuk memperoleh valorisasi biomassa,” jelasnya.

Lebih lanjut Hanggara memaparkan bahwa risetnya membutuhkan metode komputasi untuk mendapatkan kandidat material fotokatalis, yang berpotensi untuk bisa diaplikasikan pada skala industri. “Yang paling perlu diperhatikan adalah aman dan murah, apabila ingin meningkatkan ke skala yang lebih besar,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Suryadi menyampaikan topik riset terkait kebencanaan yaitu tanah longsor. “Saat ini Indonesia merupakan negara yang rawan bencana dikarenakan letak geografis yang berada di daerah tropis. Berdasarkan pengamatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hampir seluruh wilayah Indonesia ancaman bencana cukup tinggi terutama gempa dan tanah longsor,” terangnya.

Berdasarkan data tersebut, Suryadi beserta tim mengadakan riset tentang sistem monitoring gerakan tanah terhubung jaringan sensor nirkabel. “Kami merancang dan membangun sistem monitoring gerakan tanah, merancang dan membangun perangkat mobile gateway, serta karakteristik dan pengujian sistem yang dikembangkan,” tuturnya. (esw/ ed. adl)

Sumber : https://www.brin.go.id/news/104181/forum-ilmiah-sosialisasikan-riset-nanoteknologi-dan-material-brin