Bauran Energi di Indonesia: Menuju Net Zero Emission melalui Cofiring Batu Bara-Biomassa

Tangerang Selatan – Humas BRIN. Menghadapi tantangan emisi karbon yang terus meningkat, Indonesia berdiri di persimpangan penting dalam transisi energinya. Dengan 67,21% bauran energi primer berasal dari batu bara, negara ini kini mencari solusi inovatif untuk mengurangi jejak karbonnya. Salah satu strategi kunci yang muncul adalah cofiring batu bara-biomassa, yang tidak hanya memanfaatkan sumber daya lokal, tetapi juga menawarkan harapan untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.

Dalam upaya mencapai net zero emissions pada tahun 2060, Pemerintah Indonesia berkomitmen mengurangi emisi karbon dengan mengurangi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara. Meskipun cadangan batu bara di Indonesia masih melimpah, penghapusan PLTU secara total tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba. Oleh karena itu, PLTU yang direncanakan untuk ditutup dapat dimaksimalkan dengan menerapkan teknologi cofiring batu bara-biomassa sebagai jembatan energi.

Dalam webinar ORNAMAT edisi ke-56 yang diadakan secara daring pada Selasa (8/10), periset dari Pusat Riset Teknologi Pertambangan (PRTPB) BRIN, Datin Fatia Umar, menjelaskan bahwa meskipun pembakaran batu bara-biomassa tetap menghasilkan CO2, gas tersebut dapat dialihkan ke Hutan Tanaman Energi (HTE) untuk diserap.

Sumber biomassa seperti limbah kotoran hewan, sisa tanaman, dan limbah makanan dapat digunakan sebagai bahan bakar. Dengan demikian, cofiring batu bara-biomassa dapat menciptakan siklus energi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan sistem pembakaran konvensional.

Datin menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menerapkan teknologi cofiring batu bara-biomassa, dengan ketersediaan HTE mencapai 991 ribu ton, serbuk gergaji 2,4 juta ton, serpihan kayu 789 ribu ton, cangkang sawit 12,8 juta ton, dan sampah rumah tangga sebesar 68,5 juta ton.

Ia juga menekankan pentingnya para periset Indonesia untuk memanfaatkan potensi ini dan mengatasi tantangan dalam teknologi cofiring, terutama masalah slagging dan fouling. Slagging atau fouling adalah proses pembentukan kerak saat pembakaran pada suhu tinggi.

“BRIN telah berhasil membuktikan bahwa penggunaan biomassa sekam padi dan cangkang sawit serta penambahan mineral kaolin, magnesit, serta abu arang dapat melepaskan slag yang terbentuk pada saat pembakaran,” ujar Datin.

Ke depannya, Datin berharap bahwa periset Indonesia harus dapat melanjutkan penelitian teknologi cofiring batubara-biomassa yang telah dilakukan saat ini, sehingga teknologi cofiring di Indonesia dapat diterapkan secara masif secara lebih efektif dan efisien. (rm/ ed: esw)

Tautan:

https://brin.go.id/ornm/posts/kabar/bauran-energi-di-indonesia-menuju-net-zero-emission-melalui-cofiring-batu-bara-biomassa