Tangerang Selatan – Humas BRIN. Produk karet di dunia terus meningkat, 28 % khusus produk Rubber Hose dan Beltin sebagai bahan Rubber Air Bag. Sebagai salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan riset pemanfaatan karet alam sebagai bahan Rubber Air Bag.
“Pengembangan riset dilakukan karena selama ini Rubber Air Bag masih sulit didapat industri dan 100% masih impor, serta kebutuhan per tahunnya mencapai 1.500 buah/tahun. Rubber Air Bag digunakan pada industri perkapalan untuk membantu proses menaikkan dan menurunkan kapal di galangan,” jelas Peneliti dari Kelompok Riset Karet Teknologi Tinggi, Pusat Riset Material Maju – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mahendra Anggaravidya pada webinar ORNAMAT, Selasa (23/08).
“BRIN berkolaborasi dengan industri, Kementerian Perindustrian dan Badan Standardisasi Nasional, mengembangkan riset Rubber Air Bag untuk perkembangan teknologi khususnya Tipe Galangan Inovatif. Selain itu, produk Rubber Air Bag ini sangat tepat dalam rangka mendukung program pemerintah guna membangun industri maritim,” kata Mahendra.
Lebih lanjut Mahendra menambahkan bahwa produk Rubber Air Bag diperlukan pengujian, sehingga akan terpenuhi standar. Dalam memenuhi standar tersebut harus dilakukan pengujian-pengujian, guna memperoleh formulasi yang tepat. Setelah mendapat formula yang tepat, secara paralel dilakukan hitungan matematis.
“Formula dan desain tuntas akan dilakukan, bagaimana melilitkan material tersebut dan dibuatkan material untuk industri. Sedangkan untuk menyerahkan prototipe atau produk kepada industri harus sudah proven,” tuturnya.
Pada awal tahun kegiatan, menurut Mahendra perlu dilakukan kajian hasil riset, kemudian pembuatan contoh produk dan uji lapangan, setelah itu penyusunan Rencana Standar Nasional Indonesia (RSNI). Tahun kedua pembuatan contoh produk skala industri, uji lapangan dan penyusunan RSNI Tahap 2. Tahun ketiga pendampingan industri dengan produksi massal, dilanjutkan penyusunan dan sosialisasi SNI, lalu diakhiri dengan pembuatan produk massal serta komersialisasi.
Sebagai informasi pemanfaatan karet alam sebagai bahan baku barang teknik karet dengan spesifikasi khusus, yakni tahan gesekan, tahan cuaca, dan tahan air laut.
“Saat ini kami sedang menjalin kerja sama dengan beberapa industri, yang mampu membuat produk Rubber Air Bag sesuai dengan standar dan nilai jual. Formulasi dengan hasil pengujian sesuai dengan standar ISO harus diperhitungkan. Produk Rubber Air Bag yang mudah dilipat, elastis, tidak mudah pecah, sehingga diperoleh formulasi standar dan dapat bersaing dengan harga terjangkau,” ungkapnya.
“Harapannya penelitian ini dapat mendorong BRIN membuat penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat,” tandas Mahendra. (ls/ ed: adl,set)
Jakarta – Humas BRIN. Kerusakan pada landasan pacu di Indonesia umumnya adalah retakan atau patahan, guratan ban, dan pengelupasan. Hal ini dapat terjadi oleh banyak faktor, seperti intrusi air, stres dari beban berat, ekspansi, serta kontraksi, yang diakibatkan dari perubahan suhu musiman dan paparan sinar matahari. Sebagai prasarana penting untuk transportasi udara, operator bandara harus dapat memastikan landasan pacu selalu dalam kondisi prima, demi menjamin keselamatan penumpang dan karyawan.
“Salah satu upaya untuk menjaga performa dan mencegah penurunan kinerja landasan pacu, adalah dengan memberikan lapisan permukaan perkerasan yang fleksibel. Berfungsi untuk menjaga ketahanan slip, menutup retak rambut, melindungi permukaan perkerasan dari proses oksidasi, dan menghambat penetrasi air ke lapis perkerasan. Caranya dengan menambahkan campuran aspal polimer yang terdiri dari agregat, emulsi, dan pengikat dari bahan polimer,” jelas Kepala Pusat Riset Teknologi Polimer – Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRTPL BRIN), Joddy Arya Laksmono.
Untuk mengembangkan riset mengenai aspal polimer untuk landasan pacu bandara dan beberapa riset inovasi lainnya Pusat Riset Teknologi Polimer (PRTPL BRIN) dengan PT Prasarana Danoes Cemerlang bekerja sama untuk melakukan riset bersama. Penandatanganan kerja sama bertempat di kantor PT Prasarana Danoes Cemerlang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Senin (21/08).
“Kerja sama ini menunjukkan adanya kepercayaan dari industri yang bergerak di bidang polimer, untuk menjalin kerja sama dengan Pusat Riset Teknologi Polimer. Diharapkan dalam kerja sama ini, terjadi simbiosis mutualisme di antara periset Pusat Riset Teknologi Polimer dan PT Prasarana Danoes Cemerlang,” ungkapnya.
Joddy menjelaskan bahwa kerja sama dengan PT Prasarana Danoes Cemerlang menggunakan skema super tax deduction. Super tax deduction ini merupakan insentif yang diberikan oleh pemerintah, bagi industri yang memanfaatkan hasil-hasil riset di bidangnya. Insentif ini diharapkan dapat mendorong riset aspal polimer untuk pelapisan landasan pacu dan menghasilkan produk inovasi.
“Sehingga inovasi ini yang mampu menekan dan mensubstitusi produk impor, selaras dengan kebutuhan aspal polimer yang makin meningkat, untuk pemeliharaan dan pembangunan baru bandara di Indonesia,” tambah Joddy.
Sementara itu, Direktur PT Prasarana Danoes Cemerlang, Lois Josca Danoes, mengungkapkan bahwa inovasi peneliti dari Indonesia lebih bagus dibanding negara lain. Maka ia tertarik untuk menjalin kerja sama dengan periset dari PRTPL BRIN.
“Melalui kegiatan riset bersama ini pula, kami berharap PT Prasarana Danoes Cemerlang dapat memanfaatkan skema super tax deduction, guna pengembangan dan penerapan lebih lanjut,” imbuhnya.
Menindaklanjuti kerja sama tersebut kelompok riset Polimer Fungsional PRTPL, Asep Riswoko beserta tim melakukan riset aspal polimer untuk landasan pacu bandara. Beberapa inovasi yang dikembangkan diharapkan dapat mendorong peningkatan kandungan dalam negeri, yakni penggunaan aspal, agregat, dan bahan polimer lokal. (mfn, hrd/ ed: adl, set)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Dalam rangka melihat perkembangan riset selama setahun berjalan, Pusat Riset Teknologi Polimer (PRTPL) – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengadakan Komunikasi Ilmiah dan Monitoring Evaluasi Kinerja PRTPL, secara hybrid, Senin-Jumat (14-18/8), di Ruang Serbaguna Gedung 460, Kawasan Sains dan Teknologi (KST) B.J. Habibie, Tangerang Selatan.
Dalam arahannya, Kepala PRTPL BRIN Joddy Arya Laksmono menyampaikan, PRTPL bisa memosisikan Center of Gravity menjadi Pusat Riset Sains dan Teknik Polimer (PRSTP), yang berada di antara industri polimer dasar dan turunan yang sudah established, serta isu lingkungan berupa limbah plastik.
Joddy berharap, PRSTP dapat menjembatani isu terkait industri polimer dan isu limbah plastik, dengan adanya empat Kelompok Riset berupa Polimer Sintesa dan Modifikasi, Polimer Fungsional, Polimer Komposit, serta Polimer Hijau dan Berkelanjutan.
“Untuk mencapai PRSTP memerlukan berbagai macam peran dari institusi, negara, dan komunitas. Peran institusi di antaranya menghasilkan invensi dan inovasi di bidangnya, meningkatkan kualitas dan keunggulan institusi dan mencapai tujuan strategis,” ucapnya.
Dia menjelaskan peranan kenegaraan berupa kolaborasi yang mewujudkan problem solving, kemandirian bangsa, dan daya saing nasional. Kemudian ditambah peran komunitas atau kelompok riset untuk berkontribusi pada keilmiahan, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menurut Joddy, agar peran masing-masing komunitas dan kontribusi tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka kelompok riset harus memiliki strategi secara mandiri. Berupa perencanaan yang matang dengan fokus pada roadmap, fokus kompetensi inti, champion, dan jejaring.
Dia pun menerangkan bagaimana manajemen kegiatan riset berbasis output. “Desain riset yang baik antara lain riset yang terkontrol, evaluasi hasil, dan menulis bersamaan dengan riset berjalan,” kata Joddy.
Di hadapan peserta kegiatan yang terdiri dari periset BRIN dan mahasiswa magang atau tugas akhir, Joddy memberikan arahan agar periset perlu memanfaatkan peluang pendanaan internal dan eksternal. Baik rumah program yang ada di Organisasi Riset BRIN, yang ada di Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, atau pun yang berasal dari luar negeri.
Joddy pun menekankan pentingnya aktif menawarkan kolaborasi. Kolaborasi riset dalam Kelompok Riset, maupun lintas kelompok riset, pusat riset, dan organisasi riset. “Jika secara nasional kita bisa berlolaborasi dengan universitas, kemudian meningkat lagi ke kolaborasi global,” ujarnya.
Periset pun perlu memanfaatkan semua program sumber daya manusia iptek (SDMI) secara maksimal, antara lain degree by research(DBR), research assistant(RA), posdoctoral(postdoc), visiting researcher(VR), mahasiswa S-1, S-2, S-3 agar bisa mengungkit semangat riset yang ada di PRTPL. “Dengan output yang sudah kita hasilkan, maka secara eksternal bisa membuat Open Call untuk RA, DBR, postdoc, maupun VR,” terangnya.
Lebih lanjut, dirinya menjabarkan peran RA dan mahasiswa, serta postdoc dan VR sebagai bagian dari kegiatan riset, sehingga perlu dioptimalkan.
Joddy menawarkan periset BRIN dan eksternal untuk melakukan kesempatan training termasuk magang industri. “Sehingga harapannya dengan ini semua kita bisa melakukan kolaborasi, salah satunya dengan Elsa poin untuk modal kolaborasi,” pungkasnya. (hrd, jal/ ed:adl)
Jakarta – Humas BRIN. Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), Ratno Nuryadi menjelaskan proyek perubahan dengan judul Akselerasi Kolaborasi Riset Material melalui Co-Impact untuk Meraih Keunggulan Industri. Proyek perubahan ini menjadi salah satu prasyarat dalam mengikuti Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat I Angkatan LVI Tahun 2023. Hal ini disampaikan Ratno pada pameran proyek perubahan dan Seminar Nasional Policy Brief Lembaga Administrasi Negara yang diselenggatakan di Graha Makarti Bhakti, ASN Corporate University pada Senin (07/08).
Ratno menjelaskan, latar belakang penyusunan proyek perubahannya berawal dari kebijakan pemerintah yang melarang ekspor bahan mentah, seperti hasil pertambangan. Selain itu, pada isu aktual yang berkembang, yaitu minimnya hasil riset material yang dimanfaatkan oleh industri dan masyarakat, sehingga diperlukan penguasaan teknologi yang tepat.
“Hingga kini masalah industri tidak kunjung terselesaikan, baik dalam hal ketergantungan impor bahan baku, pengolaan sumber daya alam, dan lemahnya inovasi teknologi material,” terangnya.
Ratno menjabarkan fokus proyek perubahannya berdasarkan isu yang berkembang, maka pada proyek perubahan ini kami fokus pada dua hal. Pertama meningkatkan kualitas SDM periset. Kedua memaksimalkan hasil riset di bidang material yang dapat dimanfaatkan oleh industri dan komunitas.
“Aplikasi material berbasis sangat banyak manfaatnya, khususnya jika disentuh dengan nanoteknologi misalnya diaplikasikan di bidang penerbangan, energi, tekstil, pangan, kesehatan, lingkungan, pertanian, dan bidang-bidang yang lain. Semangat untuk mendukung visi pemerintah dalam mendorong kemajuan industri melalui riset material yang inovatif, ” sebutnya.
Dalam proyek perubahan ini, Ratno bersama timnya menyampaikan aksi yang dibagi menjadi tiga jangka waktu. Pertama, aksi jangka pendek yakni antara 25 Mei – 31 Juli 2023 akan menyusun tata kelola manajemen kolaborasi riset material, sehingga mempunyai keluaran riset yang dimanfaatkan industri dan komunitas. Kedua, jangka menengah (Agustus-Desember 2023), melakukan implementasi dan advokasi tata kelola tata kelola, yang disusun untuk menghasilkan riset material yang berdampak untuk industri dan masyarakat melalui kolaborasi stakeholder.
“Terakhir jangka panjang dari Januari hingga Desember 2024, optimalisasi implementasi dan monitoring-evaluasi tata kelola, sehingga terbentuk ekosistem riset dan inovasi yang kuat dan berdampak nasional dan global,” ungkapnya.
Ratno menegaskan manfaat dari proyek perubahan ini sangat banyak, baik bagi periset, ORNM – BRIN, industri, kementerian/lembaga, pemda, serta global yakni perguruan tinggi dan lembaga riset. “Manfaat bagi periset bisa memperluas akses jejaring dan menjalin kerja sama dengan stakeholder, organisasi sebagai katalisator untuk membangun kolaborasi, bagi dunia industri nanti bisa meningkatkan daya saing dan kemandirian, serta global membuka peluang kolaborasi dan meningkatkan kontribusi ilmiah,” katanya.
Lebih lanjut Ratno mengatakan pelatihan ini bertujuan untuk memahami dan mengimplementasikan konsep-konsep kepemimpinan modern, dalam menghadapi dinamika industri dan masyarakat yang semakin kompleks. “Salah satu puncak dari pelatihan ini adalah proyek perubahan dimana peserta diminta merancang inisiatif konkret untuk mengakselerasi perkembangan sektor tertentu, dengan mengaplikasikan konsep akselerasi kolaborasi riset material melalui Co-Impact, ” pungkas Ratno
Turut hadir sebagai perserta PKN Tingkat I dari BRIN, yakni Deputi Riset dan Inovasi Daerah, Yopi, dengan proyek perubahan Kolaborasi BRIN-PEMDA dalam Pemajuan IPTEK Mendukung Kebijakan Pembangunan Daerah Berkelanjutan melalui KOMPAK, serta Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, Iman Hidayat, dengan judul Akselerasi Lembaga Riset-Private Sector Partnership dalam Riset Hayati dan Lingkungan melalui IMPRINT.
Bersamaan dengan itu, sebagai peserta pameran proyek perubahan tersebut, Organisasi Riset Nano Teknologi dan Material (ORNM) BRIN menampilkan produk implan tulang traumatik, implan tulang panggul dan lutut, serta sensor pendeteksi beban kendaraan. (esw, adl/ed : pur)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan kian digaungkan oleh pemerintah Indonesia. Bioetanol merupakan salah satu substitusi bahan bakar fosil. Dalam mempromosikan penggunaan sumber energi baru dan terbarukan, dan untuk mengakselerasi transisi ke energi hijau, kemitraan jangka panjang telah terjalin antara Indonesia dan Denmark.
Dody Iswandi Maulidiawan, Advisor for Environment, Kedutaan Besar (Kedubes) Denmark Indonesia menyampaikan, Kedubes Denmark telah bekerja sama erat dengan Novozymes. “Novozymes saat ini berupaya mengeksplorasi dan mengembangkan potensi bioetanol di Indonesia. Kami sangat mengharapkan kontribusi dari BRIN, untuk menjalin kerja sama dengan Novozymes, dan Kedutaan Besar Denmark,” ucapnya pada pertemuan di Pusat Riset Kimia Maju, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), KST BJ Habibie, Kamis (22/06).
Hadir dalam pertemuan tersebut, Lakshmi Narasimhan, Commercial Director, Agriculture and Industrial Biosolutions, Novozymes Malaysia. “Novozymes merupakan sebuah bisnis Denmark yang telah menghabiskan riset dan pengembangan selulosa etanol pada 20 tahun terakhir. Kami membangun industri yang berkelanjutan,” ujarnya.
Dipaparkan olehnya, uji coba enzim Novozymes telah dilakukan sejak 2005 di berbagai pilot plant seluruh dunia. “Pada 2013, berhasil meluncurkan produk komersial pertama untuk pabrik selulosa etanol. Hingga 2019 hingga saat ini, kami terus berekspansi dam melakukan diversifikasi produk komersial,” terangnya.
Peneliti Kimia Maju BRIN, Roni Maryana menjelaskan, untuk produksi bioetanol kata kuncinya adalah pretreatment dan enzim. Sedangkan enzim untuk memecah selulosa menjadi gula sederhana yaitu selulase enzim.
Roni menyatakan harapannya atas inisiatif dari pihak Kedubes Denmark dan Novozymes Malaysia, yang berminat untuk mengembangkan bioetanol generasi 2 (G2) berbasis lignoselulosa.”Dari kami harapannya adalah dengan enzim yang lebih efektif, dan harga yang terus menurun. Mudah-mudahan harga keekonomian bioetanol G2 akan menurun,”sebutnya.
Langkah selanjutnya dari pertemuan ini adalah direncanakan untuk riset lanjutan, yaitu aplikasi enzim terbaru Novozymes untuk percobaan pada skala laboratorium. “Secara garis besar mereka dapat menekan harga dengan enzim yang lebih efektif. Jadi nantinya kita coba efektivitas enzim mereka yang dapat menekan harga keekonomian bioetanol,” ulasnya.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Pusat Riset Kimia Maju BRIN sangat menyambut baik inisiasi kerja sama ini, untuk pengembangan riset bioetanol berbahan baku lokal dengan enzim Novozymes.
“Dengan adanya enzim-enzim terbaru, akan mendukung riset dengan menggunakan bahan baku biomassa yang ada di Indonesia. Hal ini tentu saja akan memberikan kontribusi bagaimana potensi energi terbarukan dari biomassa. Khususnya untuk Generasi 2 dan Generasi 3 jika diaplikasikan di Indonesia,” jelasnya.
Menurut laman novozymes.com, Novozymes adalah perusahaan yang bergerak di bidang bioteknologi dunia yang memiliki karyawan sebanyak 6.000. Perusahaan ini beroperasi di seluruh dunia, dan berkantor pusat di Denmark. Sejak 1940 an, Novozymes menggunakan enzim untuk membantu potensi pertumbuhan dari para pelanggannya. (adl, mfn/ed. ns)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Para peneliti terkadang mengalami kendala dalam menyampaikan hasil risetnya kepada masyarakat. Hal ini menyebabkan hasil riset dan inovasi menjadi kurang termanfaatkan.
Widyaiswara Ahli Muda, Direktorat Pengembangan Kompetensi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indra Riswadinata mengatakan, adanya anggapan beberapa orang bahwa hasil penelitian yang disampaikan ke masyarakat sangat sulit dipahami.
“Untuk itu, kita harus merancang, membuat, dan menyajikan presentasi yang menarik. Karena inilah cara kita menghargai perjuangan riset yang hebat,” katanya, pada webinar Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNAMAT) seri ke-29, Selasa (13/06).
Indra mengungkapkan, mengomunikasikan hasil riset yang telah dibuat harus dengan cara yang jelas, ringkas, dan menginspirasi. Ada tiga prinsip presentasi efektif, yakni konten, desain, dan penyampaian.
“Merancang sebuah bahan tayang dan cara persentasi yang membosankan akan membuat audiens tidak akan memperhatikan peran kita. Di mana seharusnya kita menjadi satu-satunya matahari di dalam ruang presentasi itu. Manusia pada umumnya lebih mudah memahami presentasi dengan menggunakan gambar dan tulisan, sehingga terlihat menarik,” ujarnya.
Indra juga menjelaskan berdasarkan penelitian beberapa ahli yang menyatakan di seluruh dunia, ada bukti empiris mengapa kita dapat belajar lebih cepat dari gambar dan kata-kata, dibandingkan dengan kata-kata tanpa gambar.
“Presentasi yang efektif harus menyediakan gambar dan tulisan. Presentasi juga harus berisi kebenaran dan disampaikan dengan cerita yang disertai gambar, sehingga semakin mudah dimengerti oleh audiens,” terangnya.
Kemudian dalam membuat konten yang hebat, dirinya menjabarkan harus ada tiga pondasi, yaitu menentukan topik dan tujuan yang sesuai, serta kebutuhan audiens. “Tiga pondasi presentasi yang perlu kita perhatikan yakni tentukan topik, tentukan tujuan presentasi seperti informasi, memengaruhi, menghibur, memotivasi atau menginspirasi, dan terakhir kenali audiens,” urainya.
Mengenai desain, Indra mengupas bagaimana presentasi yang efektif harus menggunakan desain yang mampu menyampaikan hasil riset dengan jelas, ringkas, dan sederhana.
“Sangat perlu diperhatikan juga dalam penggunaan warna, gambar, jenis tulisan dan ukuran tulisan. Lalu dalam pembuatan bahan presentasi, yang dilihat audiens adalah animasi, jadi hati-hati dalam menggunakan animasi. Pemilihan animasi harus ada relevansinya dan memperhatikan perpindahan posisi, rotasi, serta skala,” jelasnya.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, penyampaian presentasi yang baik memerlukan beberapa hal yang mesti diperhatikan. Mulai dari gaya tubuh, tatapan mata, penggunaan alat bantu yang baik, dan sebagainya. Sebagai seorang presenter, harus peduli pada audiensnya, sehingga menyesuaikan cara belajar audiens menerima informasi.
“Dalam membuka dan menutup presentasi, baiknya kita menyampaikan kutipan, kisah, humor, fakta, atau bertanya. Untuk humor harus berhati-hati, karena jika bukan orang humoris maka akan terkesan membosankan. Lalu pada saat presentasi, diperlukan perkenalan hangat, tatapan mata, gestur, agar lebih menunjukkan ketertarikan pada materi yang kita sampaikan,” ungkap Indra.
Visualisasi
Presentasi adalah sebuah proses komunikasi. Menurut Indra, kekuatan visual dapat mengefektifkan komunikasi sesuai cara kerja otak yang visual. Sehingga, dalam memvisualisasikan karya tulis ilmiah, dapat dengan memperhatikan enam mode pemikiran.
“Yakni siapa dan apa yang kita bicarakan? Berapa banyak datanya? Di mana terjadinya? Mengapa terjadi? Bagaimana mereka berinteraksi? Setelah semua hal ini diindentifikasi, maka akan mudah memvisualkan karya tulis ilmiah yang dibuat,” bebernya.
Dia menambahkan, jika bertemu kata benda, nama, dan objek, maka visualisasikan dengan gambar, bisa berupa potret seperti desain grafis dan ikon.
Mengenai kuantitas, dapat dengan angka, lalu nilai menggunakan grafik. Jika ada lokasi, posisi, dan irisan, visualisasikan dengan peta. Untuk waktu rangkaian urutan, dapat divisualisasikan dengan linimasa. Sebab-akibat divisualisasikan dengan bagan alir, serta hikmah sebuah kisah dengan persamaan.
“Ketika Anda bertemu dengan kata benda dalam ide Anda, maka gambarkan sebuat potret atau citra. Sebuah citra atau potret mampu menggambarkan kata benda, kata ganti siapa, dan apa ide kita. Citra dapat berbentuk orang, tempat, atau sesuatu yang kita sampaikan,” ucap Indra.
Berkomunikasi dengan Media
Dalam kesempatan yang sama, Pranata Humas Madya, Biro Komunikasi Publik, Umum, dan Kesekretariatan BRIN Sugiarti menyatakan, pentingnya bagi peneliti untuk bisa berkomunikasi di media.
“Ada beberapa alasan seorang peneliti harus bicara di media,” ungkap Sugiarti.
Pertama, sebagai pertanggungjawaban atas riset yang dibiayai oleh dana publik. Kedua, untuk memberikan informasi baru, untuk mengubah perilaku masyarakat, misalnya adopsi ide atau teknologi baru.
Ketiga, lanjut dia, untuk mengoreksi misinformasi atau miskomunikasi di masyarakat. Keempat, memperoleh umpan balik untuk ide pengembangan suatu hasil riset. Kelima, untuk mendapatkan mitra kolaboratif baru untuk riset, termasuk dari industri.
Dirinya juga menguraikan bagaimana cara berkomunikasi dengan media. “Ada tujuh kiat merencanakan komunikasi dengan media, yaitu memiliki tujuan yang jelas, tahu siapa audiens yang dituju, pesan apa yang ingin disampaikan, ada poin kunci tertulis, melakukan persiapan, berlatih kembali, dan mempersiapkan wawancara dengan baik,” tuturnya.
Kemudian, dalam bekerja sama dengan media yang melakukan peliputan riset, peneliti perlu berhati-hati dalam memanfaatkan kesempatan ini. “Mendapatkan liputan tidak selalu mudah, jadi manfaatkan peluang ini sebaik mungkin, supaya mendukung karier kita,” pesannya.
Dia pun menjabarkan lima kesalahan yang sering terjadi saat peneliti berbicara dengan wartawan. “Kesalahan itu yaitu tidak menyebutkan nama organisasi, pembicaraan yang panjang dan bertele-tele, menggunakan pernyataan negatif, mengatakan ‘no comment’, serta berasumsi bahwa pembicaraan off the record” ulasnya. (esw, mfn/ ed: adl, tnt)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Alat pelindung diri (APD) merupakan perlengkapan yang berfungsi melindungi pengguna dari infeksi bakteri atau virus. Jenis APD yang dipakai oleh tenaga medis ini tidak hanya berupa pakaian saja, tetapi juga ada pelindung bagian kepala, mata, telinga, dan lainnya. Di dalam penggunaannya, APD bisa bersifat multi use, multi years, sehingga penggunanya tidak hanya sekali, tetapi bisa berulang kali.
Namun, yang menjadi masalah pada APD yakni ada bagian pakaian pelindung ini yang hanya dapat digunakan sekali pakai. Terutama pada masa Covid 19 lalu, banyak APD yang penggunaannya hanya sekali pakai, mengingat masalah toksisitas dan lainnya. Sehingga limbah medis yang berbahan baku polimer ini turut berdampak pada lingkungan.
Guna membahas pengelolaan limbah medis tersebut, Pusat Riset Teknologi Polimer – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Australia Global Alumni menggelar Webinar Series, ‘Teknologi Pengolahan Limbah Medis’, Rabu (15/03).
Kepala Pusat Riset Kimia Maju, Yenny Meliana mengatakan, melalui webinar ini, para periset menyampaikan hasil penelitian tentang teknologi pengolahan limbah medis dan juga metode-metode lain, yang mungkin dapat melakukannya sebagai alternatif.
“Saya harapkan para peserta baik peneliti, rumah sakit, akademisi, mahasiswa, pelaku industri, dan masyarakat umum dapat berinteraksi dengan para narasumber. Kemudian membuahkan hasil yang berpotensi memunculkan ide-ide baru untuk penelitian lebih lanjut khususnya teknologi limbah medis yang berkelanjutan berbasis daur ulang,” ujar Yenny pada sambutannya mewakili Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM).
Sebagai pembicara pada webinar tersebut, Chalid dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia mengatakan APD itu tidak hanya berbasis polipropilena, tetapi juga ada dari polietilen tereftalat (PET) dan seterusnya. Hanya mungkin di Indonesia, lebih banyak bahan baku APD yang digunakan adalah polipropilena (PP).
Di dalam pengembangan teknologi eko-plastik, ia mengungkapkan bahwa harus mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan budaya. “Yang tidak kalah penting adalah teknologi di dalam dunia polimer atau plastik demikian pesat, sehingga dapat membangun kesadaran stakeholder maupun semua pihak terhadap tata kelola APD,” ujarnya.
Menurutnya, polipropilena merupakan salah satu jenis polimer. Tetapi banyak orang memahami tentang plastik dalam perspektif yang kurang tepat.
“Plastik dalam konteks bagian dari polimer, merupakan suatu produk berkelanjutan (sustainable) yang terus menerus dapat dimanfaatkan, dan jika mengelola dengan baik maka aspek lingkungannya tidak menjadi sebuah isu yang hingar bingar pada saat ini,” kata Chalid.
Chalid berpendapat, mendesain sebuah produk adalah mendesain bahan baku, sementara polimer itu agak unik karena ada kandungan aditif, baik yang berorientasi fungsional maupun estetika.
Selain itu, polimer harus memenuhi kaedah dari spesifikasi produk, baik sifatnya primer/ fungsionalnya maupun sekunder/estetikanya, kemudian harus mampu diproses. “Setelah jadi, oleh industri hilir dijadikan sebagai produk siap pakai, semisal masker, pakaian pelindung, dan setelah orang pakai, maka akan menjadi sampah/limbah,” ungkapnya.
“Dari situ ada industri yang mengelola dari sampah/limbah tadi yaitu industri daur ulang, untuk diolah menjadi bahan jadi atau juga bisa diolah lagi menjadi monomernya, atau bisa diolah menjadi polimernya, dengan pemisahan separasi dengan additives-nya dengan teknik kristalisasi,” sambungnya.
“Ada juga pendekatan-pendekatan lain semisal dari APD yang telah disterilisasi kemudian diproses, di-convert dan seterusnya, diolah lagi menjadi bijih plastik, yang kemudian bijih plastik bisa diolah menjadi berbagai jenis produk,” cakapnya.
Lebih lanjut, Chalid mengatakan, seorang teknokrat atau pun seorang yang bergelut dalam dunia ilmiah, polimer tidak hanya berbasis bisa menjadi produk ini produk itu, tetapi juga harus memperhatikan aspek-aspek makro yang lainnya, seperti aspek ekonomi, aspek kesehatan, dan aspek-aspek yang lain.
“Polimer/plastik merupakan sebuah siklus yang harus mendesain menjadi sebuah produk yang sama atau menjadi produk turunan lain. Kemudian, di situlah yang harus membangun dalam masyarakat kita, membangun cara pandang dari dunia ekonomi ke sirkular ekonomi dalam satu sistem yang harus sustainable,” terang lulusan strata-1 Kimia Universitas Indonesia.
“Kalau kita melihat sistem sirkular saja, tanpa bersama aspek ekonomi, maka stakeholder yang terlibat itu kurang tersimulasi untuk melakukannya, karena di situ tidak ada kaitan untuk ekonomi. Kalau kita mampu untuk menjadikan sirkular yang berbasis ekonomi, maka ini merupakan suatu daya dorong untuk stabilitas pengelolaan sampah ke depan,” tambahnya.
Chalid menjelaskan bahwa sampah plastik bisa didaur ulang. Dari jenis plastik diantaranya rubber (karet), termoplastik, dan termoset. “Letak perbedaan dari jenis rubber, thermoplast, dan thermoset adalah dari sisi konfigurasi rantai molekulnya,†sebutnya.
Dirinya menjabarkan termoplastik tidak memiliki punggung silang satu sama lain. “Maka pada saat ia dipanaskan, rantai molekulnya mampu bergerak bebas, kemudian memberikan ruang kosong sehingga rantai molekul mampu bergerak bebas, jadi dia mampu dibentuk ulang,” ulas Chalid.
Namun untuk model rubber dan termoset memiliki punggung silang. “Sehingga jenis rubber maupun thermoset dapat didaur ulang, namun tidak mampu dibentuk ulang,” tambahnya.
“Jadi tidak atau semua sampah plastik seperti karet, thermoset, thermoplast akan mampu didaur ulang. Tergantung jenis daur ulangnya apa,” jelas lulusan lulusan strata-2 dan strata-3 Polymer Polymer Engineering serta Plymer Product Technology Netherlands.
Menurutnya, tipe daur ulang terbagi empat jenis, yaitu Pendaur-ulangan Primer, Pendaur-ulangan Sekunder, Pendaur-ulangan Tersier, dan Recovery Energi/Pendaur-ulangan Kuartener.
“Jadi tidak ada kategori kita akan menyerah atau bermusuhan dengan plastik. Pada dasarnya bukan masalah pada plastik, tetapi tata kelolanya. Bagaimana tata kelola itu bisa sampai kepada masyarakat. Maka edukasi maupun program uji menjadi sangat penting, untuk menunjang bagaimana masyarakat Indonesia dalam mendaur ulang,” tuturnya.
Chalid menyampaikan, tidak akan bisa berdiri sendiri bagi seorang teknokrat atau pun seorang bagian dari iptek, kalau tidak memperhatikan aspek makronya. Maka, di Eropa bahkan di Indonesia melalui KLHK, telah mengembangkan Extended Producer Responsibility (EPR).
“EPR ini bertujuan agar produsen ada tanggung jawab baru, bagaimana produk yang telah menyebar di pasar itu bisa di-withdraw kembali dalam sebuah sistem produk, sehingga tumpukan sampah menjadi lebih menurun,” terangnya.
Chalid menyatakan adanya produk polimer/plastik adalah anugerah Tuhan, yang bukan sesuatu hal yang buruk dan sia-sia. Oleh karena itu, perlu kolaborasi dari para stakeholder untuk mengelolanya dengan baik.
“Selama ini dengan masyarakat kami sudah membangun awareness dengan berbagai kajian teknologi. Tetapi masih perlu sinergitas dan harmoni kebijakan yang berkaitan dengan multi-stakeholder,” ungkap Chalid.
“Selain itu, kita harus memahami peta supply berbasis data base, kira-kira seperti apa, baru kita membangun ekosistemnya yang bersama dengan inovasi, serta membangun sustainability,” pungkas Associate Professor Departemen Metalurgi dan Material UI.(hrd/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Potensi pemanfaatan nanoteknologi terus berkembang melalui riset sains dan rekayasa. Melalui pemanfaatan nanoteknologi, fungsi atau nilai tambah dari suatu bahan atau material dapat meningkat. Nanoteknologi dapat diaplikasikan dalam berbagai produk, seperti kesehatan, energi, dan elektronik.
Guna meningkatkan kepakaran bidang nanoteknologi khususnya nanomaterial, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) dengan Dewan Inovasi Nanoteknologi Iran atau Iran Nanotechnology Initiative Council (INIC), menggelar lokakarya dengan tema “Iran-Indonesia Joint Workshop on Nanomaterials & Applications”, Kamis (23/02).
Kepala ORNM BRIN Ratno Nuryadi menyampaikan, kegiatan workshop ini menjadi forum untuk membahas topik-topik riset terkait nanoteknologi. “Dengan workshop ini kita dapat saling mengenal apa yang kita lakukan sekarang, dan ini juga dapat diperluas untuk membahas kemungkinan kerja sama antara peneliti Iran dan BRIN Indonesia,” ungkapnya.
“Kami berharap dalam workshop ini, kami juga dapat mendiskusikan topik penelitian match-making yang dapat dikolaborasikan dan bermanfaat bagi kami di masa depan. Saya pikir kita bisa mulai dari pemikiran kecil, misalnya kolaborasi hanya dalam 3-4 topik penelitian tetapi ini akan menjadi kolaborasi penelitian yang nyata,” imbuh Ratno.
Kepala Pusat Riset Material Maju BRIN, Wahyu Bambang Widayatno menyampaikan teknologi nano saat ini berkembang dengan cepat dan dapat digunakan dalam berbagai aplikasi sains dan teknik. “Teknologi nano diharapkan dapat menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi manusia di masa kini dan masa depan. Salah satu bidang aplikasi dari teknologi nano adalah di bidang energi dan penyimpanan energi,” ucap Wahyu.
Lebih lanjut Wahyu menyampaikan beberapa ruang lingkup riset yang sedang dilakukan di PRMM antara lain, material fungsional dan komposit cerdas, konversi energi dan penyimpanan material, material struktur dan industri, teknologi permukaan dan pelapisan, material magnetik dan spintronik, material superkonduktor, dan material biokompatibel.
Perwakilan dari NCL Lab, Sharif University Technology Iran Nima Taghvinia memaparkan topik “Inorganic Nanoparticle Hole Transporting Materials for Perovskite Solar Cells, dengan kekhususan fabrikasi dan peningkatan sel surya perovskite.
Menurut Nima, hal penting terkait nanoteknologi yakni lapisan nanopartikel dapat dioptimalkan sebagai material hole-transporting yang ideal untuk sel surya perovskite. “Hole-transporting nanopartikel anorganik ditambah elektroda karbon membentuk elektroda pengumpul lubang yang stabil untuk sel surya perovskite, namun diperlukan lebih banyak kontrol pada sintesis dan pelapisan antar muka,” jelasnya.
Masih dengan topik nanomaterial untuk energi, Mir F. Mousavi dari Department of Chemistry, Tarbiat Modares University, Tehran-Iran menyampaikan topik “Nanostructured Materials for Energy Conversion and Storage”. Dalam paparannya Mousavi menyampaikan bahwa timnya telah menyiapkan beberapa bahan aktif elektroda yang menunjukkan kinerja penyimpanan energi yang unggul.
Berikutnya, Alimorad Rashidi dari Research Institute of Petroleum Industry menyampaikan tentang Carbon Based Nanomaterials for Energy and Enviromental Application.
“Keuntungan dari bahan nanokarbon untuk aplikasi energi dan lingkungan yaitu struktur pori yang luas, stabil secara kimiawi, keragaman bentuk struktur, kemampuan modifikasi dan penyesuaian porositas, ketersediaan berbagai metode preparasi, ketersediaan berbagai prekursor untuk penyiapan bahan karbon, serta berbagai aplikasi misalnya penyimpanan gas dan hidrokarbon,” urai Rashidi.
Dalam acara yang sama, Alireza Moshlegh dari Departemen Fisika, Universitas Teknologi Syarif, Iran memaparkan terkait nano-fotokatalisis dalam pembangkit energi bersih dan remediasi lingkungan. Lebih lanjut, Alireza menjelaskan prinsip-prinsip katalisis, pembuatan hidrogen melalui pemisahan air fotoelektrokimia, fotodegradasi pewarna/obat dan fotokatalisis simultan. “Energi surya sangat penting dan harus ditekankan karena ini merupakan energi bersih,” sebutnya.
Ika Kartika Kepala Pusat Penelitian Metalurgi BRIN menampilkan materi “Nanomaterial untuk Aplikasi Kesehatan”. Dalam paparannya Ika menyampaikan bahwa PRM memilik empat Kelompok Riset (KR) yakni KR Baja dan Paduan Khusus, KR Teknologi Korosi dan Mitigasi, KR Metalurgi Ekstraksi, serta KR Paduan Non-ferro dan Komposit Matriks Logam.
“Kegiatan yang sedang dilakukan PRM saat ini Pembuatan Nanopartikel ZnO dengan Penambahan Cu dan Sn untuk Aplikasi Fotokatalitik dan Anti bakteri, Pengembangan Porous Titanium Untuk Aplikasi Ortopedi, dan Paduan Magnesium dan Aplikasinya sebagai Bahan Implan Bioresorbable,” ulas Ika.
Sementara Yenny Meliana, Kepala Pusat Riset Kimia Maju menjelaskan bahwa pengembangan riset bahan nanokatalis di Pusat Riset Kimia Maju, BRIN saat ini berfokus pada penelitian dan pengembangan kimia anorganik terkait sintesis, modifikasi dan desain senyawa kimia anorganik untuk kemo dan biosensor, penelitian yang berkaitan dengan sistesis, modifikasi dan pengembangan katalisis dan fotokatalisis, chemurgy dan teknologi proses kimia.
“Tujuan penelitian ini terutama yang memiliki manfaat dan potensi dan mencari solusi ilmiah terhadap permasalahan nasional yang sangat sering berkaitan dengan bidang kimia, misalnya dalam peristiwa atau fenomena yang menyangkut bahan kimia berbahaya dan berpotensi berbahaya, yang memerlukan identifikasi senyawa kimia atau jika terjadi kesalahan persepsi publik terhadap suatu produk pada pasar,” ungkap Yenny. (esw,jp,ls/ed:adl)
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar nikel dunia. Sebagai salah satu komponen utama dalam baterai dan stainless steel (baja khusus), nikel memainkan peranan penting dalam transisi dari energi fosil menjadi energi terbarukan, dan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Apalagi tren kendaraan listrik sedang meningkat.
Saat ini hampir 70% produk turunan nikel dunia digunakan sebagai bahan baku stainless steel, 11% untuk baterai, 7% untuk berbagai paduan logam, dan sisanya digunakan untuk berbagai bahan baku industri mulai lapisan anti korosi, katalis, magnet, pigmen dan berbagai aplikasi lainnya.
Profesor riset dari Pusat Riset Metalurgi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Efendi dalam presentasinya menyampaikan materi dengan judul Pengenalan ‘First Use dan End Use, Nikel dan Potensi Hilirasinya di Indonesia’. Dalam ulasannya Efendi menjelaskan cadangan bijih nikel yang melimpah perlu dimaksimalkan dengan pengembangan produk nikel hilir untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.
“Beberapa penggunaan nikel dalam produk hilir seperti stainless steel, baterai, paduan nikel, serbuk nikel, lapis nikel, dan senyawa nikel perlu dikenali dan dikaji potensi hilirisasinya,” terang Efendi pada Workshop Metalurgi yang diselenggarakan secara virtual, Jumat (09/12).
Efendi menjelaskan produk hilir nikel dan potensi hilirisasinya di Indonesia. “Dari kajian ini muncul pemikiran bahwa selain stainless steel dan baterai, pengembangan produk paduan dan senyawa nikel perlu menjadi fokus perhatian,” jelasnya.
Sementara peneliti dari Pusat Riset Metalurgi Iwan Setiawan menyampaikan bahasan tentang ‘Piro dan Hidrometalurgi Nikel Laterit’. Dalam paparannya Iwan menyampaikan bahwa Indonesia memiliki cadangan nikel yang sangat besar bahkan tertinggi di dunia.
“Dengan tumbuhnya industri pengolahan nikel, baik menjadi feronikel maupun nikel kimia untuk baterai, tentunya akan meningkatkan pendapatan negara. Di sisi lain, pemanfaatan bijih ini akan menurunkan cadangan nikel secara cepat, dan memungkinkan juga akan terjadi degradasi lingkungan,” ungkap Iwan.
Guna mengatasi hal tersebut, lanjut Iwan, proses hilirisasi hendaknya dipercepat sampai menuju produk akhirnya, karena hilirisasi yang sedang berjalan belum sepenuhnya meningkatkan nilai tambah yang signifikan, karena hanya sampai produk antara.
“Bila hilirisasi dilakukan dengan tuntas, maka eksploitasi sumber daya alam akan dapat dikurangi yang dampaknya sustainability dapat berjalan. Beberapa riset dapat dilakukan untuk mempercepat hilirisasi dan memecahkan masalah lingkungan,” imbuh Iwan.
Ia menjelaskan bahwa pirometalurgi merupakan suatu proses pengolahan atau ekstraksi logam menggunakan panas secara intensif. Sementara hidrometalurgi merupakan proses pengolahan atau ekstraksi logam berharga menggunakan media cair atau larutan pada kondisi atmosferik atau bertekanan.
Teknologi hidrometalurgi yang sudah terbukti yaitu High-Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan bahan baterai kendaraan listrik. Teknologi ini unggul dari sisi perolehan nikel dan kobalt, penggunaan energi yang minimum, dan ramah lingkungan.
“Sejumlah smelter di Indonesia pada saat ini yang akan mulai beroperasi menggunakan HPAL dan beberapa masih dalam tahap konstruksi. Produk utama dari proses ini adalah Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan Mixed Sulphide Precipitate (MSP). Bahan ini sebagai bahan utama komponen baterai lithium,” ulasnya. (esw, mfn/ ed:ls,adl)
Sumber : https://brin.go.id/news/111085/potensi-hilirisasi-nikel-di-indonesia-dan-pemanfaatannya
Tangerang Selatan – Humas BRIN. Aplikasi optik dan fotonik banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari peralatan elektronik rumah tangga, telekomunikasi, kesehatan, manufaktur, pertahanan, keamanan, sampai dengan entertainment.
Fakultas Teknik Instrumentasi, Institut Teknologi Surabaya (ITS), pada 29-30 November 2022 menghadirkan seminar internasional “The 5th International Seminar on Photonics, Optics, and its Applications (ISPhOA 2022). Tema kali ini adalah “Optics and Photonics for Sustainable Future”.
Kepala Organisasi Nanoteknologi dan Material (ORNM), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ratno Nuryadi, menyampaikan Arah Strategi dan Kebijakan Riset Pengembangan Optik dan Fotonik di Indonesia pada Selasa (29/11).
Dijelaskan oleh Ratno, bahwa lebih dari 4500 perusahaan dari 50 negara di dunia yang memproduksi komponen-komponen optik dan fotonik. “Kebutuhan pasar global juga terus naik, dan benua Asia menduduki peringkat pertama pemakai produk optik dan fotonik, diikuti Eropa dan Amerika,” ucapnya.
Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa meskipun Tiongkok menduduki peringkat pertama produsen optik dan fotonik, tetapi dari sisi keuntungan bisnis, negara Jepang masih memimpin. “Produk-produk optik dan fotonik tersebut merupakan hasil pengembangan riset bidang komponen optik dan material fotonik,” sebutnya.
Menurut Ratno, Indonesia termasuk mempunyai kebutuhan yang besar terhadap aplikasi optik dan fotonik ini. “Di bidang telekomunikasi, Indonesia mempunyai posisi yang sangat strategis, karena terletak di antara dua benua (Asia-Australia) dan dua samudra (Hindia-Pasifik), sehingga Indonesia bisa menjadi tulang punggung kabel optik bawah laut dunia. Oleh karena itu kerjasama riset di bidang optik dan fotonik sangat urgen diperkuat untuk membangun sinergitas dan sinkronisasi antar periset dan pegiat bidang optik dan fotonik di lndonesia ke depannya,” urainya.
Ratno menjelaskan secara detail tugas dan fungsi dari ORNM BRIN serta struktur yang di bawahnya. “Dalam ORNM BRIN ada tujuh pusat riset, yaitu Pusat Riset Kimia Maju, Pusat Riset Fisika Kuantum, Pusat Riset Material Maju, Pusat Riset Fotonik, Pusat Riset Metalurgi, Pusat Riset Teknologi Pertambangan, dan Pusat Riset Teknologi Polimer,” terangnya.
Lebih lanjut Ratno menjelaskan bahwa BRIN akan lebih fokus pada bidang optik dan fotonik, dengan kelengkapan sarana penelitian yang baik dan dengan SDM yang mampu berkontribusi dalam tingkat global.
“Kegiatan BRIN saat ini di bidang fotonik meliputi pengembangan nanopartikel optik berbasis teknologi laser untuk berbagai aplikasi, pengembangan teknologi spektroskopi material berbasis laser dan optik (LIBS, TeraHz), pengembangan teknologi serat optik untuk sensor bangunan, material, lingkungan, serta pengembangan alat nano berbasis optik dan laser untuk berbagai aplikasi,” ulasnya.
Sebagai informasi, seminar ISPHOA yang dilaksanakan setiap 2 tahun sekali ini, menghadirkan narasumber dari beberapa universitas dari dalam dan luar negeri, seperti Singapura, Thailand, Taiwan, India, dan Australia. Forum ini diharapkan dapat mendorong transfer hasil riset dan pengembangan ke dalam aplikasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan industri, khususnya di seluruh negara-negara ASEAN dan kawasan tetangga lainnya. (ls, mfn/ed: adl)
Sumber : https://www.brin.go.id/news/110988/brin-sampaikan-arah-strategi-riset-optik-dan-fotonik-di-indonesia