Tangerang Selatan – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) mengangkat tema maritim dan pencemaran logam berat di air laut dan pertambangan. Kedua tema tersebut diulas pada webinar ORNAMAT seri delapan, Selasa (9/8).
Kepala ORNM – BRIN, Ratno Nuryadi mengatakan, webinar kali ini menghadirkan dua narasumber yaitu Gadang Priyotomo dari Kelompok Riset (KR) Korosi dan Teknologi Mitigasi – PR Metalurgi, dan Fajar Yudi Prabawa dari KR Pengelolaan Dampak Pertambangan – Pusat Riset Teknologi Pertambangan.
Ratno menyampaikan terkait dengan isu maritim menjadi memenarik karena Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi untuk menjadi Poros Maritim Dunia.
“Berbagai isu maritim secara nasional seperti revitalisasi, sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan konektivitas maritim, rehabilitasi kerusakan lingkungan, dan konservasi biodiversitas, serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan merupakan program-program utama dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” ujarnya.
Ratno menambahkan, isu terkait dengan pencemaran logam berat di air laut akibat proses dekomposisi cat antifouling. Sementara menganai isu pertambangan di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21, Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.
“Peraturan ini mengamanatkan pengurangan merkuri pada empat sektor penting yaitu manufaktur, energi, kesehatan, dan pertambangan emas skala kecil,” kata Ratno.
Kepala ORNM berharap ORNAMAT ini bisa memberikan wawasan, pengetahuan yang lebih luas kepada para audiens. “Semoga kegiatan ini melahirkan diskusi-diskusi yang positif dan juga peluang kolaborasi antara periset, praktisi, akademisi, dan industri,” ungkapnya.
Riset Perlindungan Infrastruktur Maritim terhadap Biota Laut
Periset dari PR Metalurgi, Gadang Priyotomo menjelaskan penelitiannya yang berjudul yang berjudul ‘Perlindungan Infrastruktur Maritim terhadap Biota Laut Melalui Cat Antifouling di Perairan Tropis Indonesia’.
Gadang mengatakan, negara Indonesia fokus dalam pembangunan proses maritim dari aspek infrastruktur, politik, sosial-budaya, hukum, keamanan, dan ekonomi. “Pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim menjadi poin yang penting untuk diperhatikan juga,” ucap Gadang
Riset ditujukan pada pengembangan inovasi teknologi maritim khususnya di bidang ilmu material. “Indonesia juga mempunyai iklim tropis dengan kelembaban dan curah hujan yang tinggi. Lebih kondisi tersebut menjadikan Indonesia sangat rentan terhadap serangan korosi, terutama pada sarana transportasi yang beroperasi di laut, serta bangunan-bangunan yang berada di tepi pantai (onshore) dan lepas pantai (offshore),” paparnya.
Masalah korosi di perairan laut terhadap lapis lindung cat yang teraplikasi di struktur sangat merugikan secara ekonomis, teknis, dan estetika. Penyebab utama timbulnya korosi tersebut salah satunya adalah keberadaan biota laut (biofouling) yang menempel pada substrak struktur.
“Pertumbuhan dan penempelan intensif marine biofouling harus diminimalisasi, di mana merupakan bagian dari suatu perencanaan pembangunan infrasturuktur terendam (submerged structure) yang umumnya terjadi di daerah pasang surut dan daerah fotik terendam,” jelas Gadang.
Menurutnya, salah satu metode mitigasi yang umumnya digunakan untuk mengatasi bahaya biofouling adalah penggunan cat antifouling di Indonesia. “Evaluasi performa dan pengembangan cat antifouling (AF) ke depan masih dilakukan dengan mengembangkan bahan anti biota ramah lingkungan melalui teknologi nano, untuk mengurangi atau mengantikan biosida logam berat tembaga oksida sebagai komponen utama sistem cat antifouling,” ulasnya.
Riset Pencemaran Pertambangan Emas
Pada kesempatan yang sama, periset dari Pusat Riset Teknologi Pertambangan, Fajar Yudi Prabawa, memaparkan hasil penelitiannya dengan judul ‘Zero Waste Mining ala Penambang Emas Skala Rakyat di Indonesia: Paparan Kondisi Faktual Permasalahan dan Peluang Riset yang Diperlukan. Studi Kasus: Penambang Emas di Sukabumi Jawa Barat’.
Berdasarkan data, permasalahan pada pertambangan emas rakyat atau penambang emas skala rakyat (PESK) merupakan lingkaran yang terus berulang, yakni masalah ekonomi seperi kebocoran aset negara, sosial yaitu K3 (kesehatan dan keselamatan kerja), dan lingkungan berupa kontaminasi merkuri.
Fajar menyampaikan dalam rangka mendukung percepatan program penghentian penggunaan merkuri pada penambang emas skala rakyat (PESK), diperlukan perluasan dan percepatan terlaksananya program penggantian metode Trommel Mercury (TM) ke metode non merkuri.
“Dalam program penggantian metode TM ke metode non merkuri yaitu kombinasi atau inovasi metode yang ada, cost terendah, durasi panen yang cepat baik dalam hitungan jam, aplikasi yang mudah, serta aman dan sehat,” tuturnya,
Salah satu metode yang diajukan Fajar dan tim adalah Tank Leaching, namun perlu modifikasi empat gap yang dijadikan usulan program riset serta eksperimen, untuk mendapatkan solusi terbaik. “Empat gap dalam program riset yang diperlukan antara lain bagaimana mengatasi kekurangan mesh butiran, durasi apabila menggunakan Tank Leaching, limbah TM yang diolah oleh leaching, dan terbentuknya senyawa metil merkuri,” urainya.
Lebih lanjut, hasil dari program riset yang diperlukan adalah konsep modifikasi dan purwarupa diuji hingga valid dan efektif, kemudian diuji banding dengan metode TM, karena kelebihan inovasi metode diterapkan di PESK dengan sosialisasi luas untuk mengurangi pengguna merkuri.
Menurutnya, dalam lingkup nasional, diperlukan lokasi tetap berupa area PESK sebagai lokasi laboratorium existing, untuk mendapatkaan data primer faktual, diterapkan hasil program dan eksperimen, dan area dijadikan percontohan nasional PESK yang minim dampak lingkungannya. Fajar dan tim berharap dalam target tiga tahun, PESK berhenti menggunakan merkuri dan terwujud pionir PESK yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. (hrd/ ed. adl)