Tangerang Selatan – Humas BRIN. Peneliti dari Kelompok Riset Kimia Analitik, Pusat Riset Kimia Maju – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Hafiizh Prasetia mengembangkan konsep sistem Rain Garden untuk mendukung keberlanjutan lingkungan dan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi sirkular.
Sistem Rain Garden adalah sebuah hamparan alami seperti sebuah taman, yang terdiri dari kombinasi tanah, serasah daun, dan tanaman. Rain garden disebut juga sebagai daerah bioretensi, didesain untuk menampung sementara air hujan, melakukan penyaringan, dan membantu proses infiltrasi dan evaporasi.
Penelitian ini berangkat dari masalah pencemaran lingkungan, yang diakibatkan masuknya bahan pencemar atau polutan, dapat berupa gas maupun bahan-bahan terlarut dan partikulat.
“Pencemaran air dapat melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off), ataupun limbah domestik dan industri,” ungkap Hafiizh, pada webinar ORNAMAT ke-33, Selasa (22/8).
Pada penelitian ini, pertama, Hafiizh dan tim mengembangkan konsep sistem Rain Garden aliran bawah permukaan horizontal. Bagaimana potensi tanaman purun tikus untuk mengatasi pencemaran logam berat besi (Fe) dan mangan (Mn) pada limpasan air hujan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa presentasi logam beratnya hampir lumayan bagus, yaitu 70 persenan. Jadi walaupun lebih rendah dari beberapa penelitian yang lain, namun ini sudah bisa dipastikan memiliki potensi lumayan besar,” terangnya.
Penelitian kedua aplikasi rain garden system di wilayah perkotaan sebagai solusi penanggulangan limpasan air hujan dan proteksi sumber daya air. Kebanyakan, di kota-kota besar, khususnya di perumahan, air hujan tidak bisa langsung masuk ke dalam tanah otomatis, dan ini akan menjadi masalah, seperti aliran permukaan.
“Aliran permukaan ini apabila membawa polutan-polutan akan sangat berbahaya sekali bagi lingkungan,” ucap Hafiizh.
Solusi dari menggunakan rain garden, dengan campuran karbon aktif dari sekam padi atau arang aktif sekam padi. Sehingga mampu menghilangkan kekeruhan dan bakteri, khususnya E. coli.
“Dari sini kita amati bahwa hampir sekitar 90 dan 95 persen bisa diserap,” sebutnya.
Ada juga penelitian lain yang digunakan, yakni desain multifungsi rain garden di laboratorium, mampu menurunkan kekeruhan lebih dari 70 persen dengan beberapa tahapan. “Hasil pengujian menunjukkan, nilai efisiensi penurunan kekeruhan kolom rain garden berkisar antara 49 sampai 81 persen ketika ditambahkan arang aktif. Dengan ketebalan 11 sentimeter, arang aktif sekam padi mampu menurunkan kekeruhan sungai dengan efisiensi 81 persen,” ungkapnya.
“Aplikasi karbon aktif dari ampas tebu untuk abstrak chemical oxygen demand (COD) pada limbah sasirangan hasilnya juga bagus, ini mencapai 95,37 persen, yaitu dapat menurunkan kandungan COD, didapatkan pada kondisi PH 5 dalam waktu kontak 90 menit,” jelasnya.
Dirinya menyatakan, inovasi green product atau produk ramah lingkungan yang merupakan interaksi antara inovasi teknologi dan keberlanjutan, harus selalu diterapkan dalam keilmuan dan juga industri.
“Titik berat inovasi ini adalah adanya pemanfaatan limbah biomassa menjadi material adsorben yang dipadukan dengan sistem rain garden,” tegasnya.
“Dengan pemanfaatan limbah biomassa yang jumlahnya melimpah di alam sebagai bahan baku adsorben, maka secara langsung dapat menerapkan aspek ekonomi sirkular dan keberlanjutan,” pungkasnya.
Lebih lanjut Hafiizh menjelaskan, masalah lingkungan disebabkan beberapa faktor yang bisa diidentifikasi. “Pertama, pertumbuhan populasi atau penduduk yang sangat pesat, kedua penggunaan sumber daya yang boros dan tidak ramah lingkungan,” ungkapnya.
“Kemudian, adanya kemiskinan dan kegagalan untuk memasukkan biaya lingkungan dari barang dan jasa ke dalam harga pasar, serta terlalu sedikit pengetahuan tentang bagaimana alam itu bekerja atau alam mampu bekerja untuk memperbaiki dirinya sendiri,” urainya.
Dia pun menerangkan polutan dapat digolongkan menjadi dua kategori, yakni polutan tak toksik yang berasal dari bahan-bahan alami, dan polutan toksik seperti logam berat, senyawa organik (pestisida organoklorin, herbisida), gas (klorin dan amonia), anion (sianida, florida, dan sulfat), serta asam dan alkali.
“Polutan toksik ini sangat berbahaya sekali dan harus kita tangani lebih jauh. Polutan yang tidak toksik juga bisa menyebabkan pencemaran dan berbahaya bagi lingkungan jika jumlahnya melebihi baku mutu,” ujar Hafiizh.
Hafiizh menegaskan pentingnya penelitian ini untuk mendukung implementasi dari ekonomi sirkular, karena ekonomi sirkular bukan hanya sekedar pengolahan limbah yang baik, tapi mencakup rangkaian intervensi holistik dari hulu hingga hilir.
“Hal ini akan mendongkrak efisiensi penggunaan sumber daya, di mana kedudukan dari hasil penelitian dapat memanfaatkan lagi lebih panjang,” ulasnya. (esw/ ed: adl, tnt)
Sumber: