Profesor Riset BRIN Temukan Formulasi Kosmetik Berbasis Teknologi Nanoemulsi Berbahan Herbal

Jakarta – Humas BRIN. Pemanfaatan sumber daya herbal Indonesia menjadi potensi yang sangat penting dalam pembuatan kosmetik untuk memberikan keamanan dan kenyamanan yang tinggi bagi konsumen. Profesor Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yenny Meliana mengatakan saat ini penggunaan bahan baku berbasis bahan alam herbal Indonesia seperti pegagan, jahe, lidah buaya, alga, kulit buah manggis, minyak atsiri, dan lain-lain telah banyak dikembangkan untuk menghasilkan produk kosmetik yang bermutu tinggi.

Di sisi lain, kata Yenny, aplikasi produk kosmetik berbasis nanomaterial masih belum banyak terdapat di pasaran. Hal ini yang mendasarinya untuk melakukan penelitian mengenai Peran Teknologi Nanoemulsi Untuk Pengembangan Mutu Kosmetik Dari Herbal Asli Indonesia. Yenny pun berhasil menemukan beberapa formulasi kosmetik berbasis teknologi nanoemulsi seperti: anti-selulit dari ekstrak pegagan dan jahe, serta anti-aging dari ekstrak pegagan dan kulit manggis dan solid perfume.

Yenny menjelaskan teknologi nanoemulsi sangat memungkinkan untuk diaplikasikan pada bidang kosmetik. Aplikasi teknologi nanoemulsi ini dapat memberikan nilai tambah ekonomi yang tinggi. Sifat-sifat dari formulasi nanoemulsi ini memiliki keunggulan yaitu kestabilan yang baik, pelepasan bahan aktif yang terkontrol dan juga tertarget. 

“Dalam pengembangan kosmetik membutuhkan sistem penghantaran kosmetik yang baik, salah satunya adalah nanoemulsi. Nanoemulsi merupakan sistem yang sangat menjanjikan dalam peningkatan mutu kosmetik, karena dapat meningkatkan penyerapan melalui kulit sehingga memberikan hasil yang efektif,” jelas Yenny dalam orasi pengukuhan profesor riset bidang teknik kimia di Auditorium BRIN Gedung BJ Habibie Jakarta, Jumat (25/11).

Menurutnya, peluang untuk menerapkan hasil penelitiannya terkait nanoemulsi untuk aplikasi kosmetik di Indonesia sangat besar. Hal ini didukung meningkatnya kebutuhan terhadap kosmetik dan tren yang mulai bergeser ke arah nanoteknologi. Pengembangan teknologi nanoemulsi khususnya bahan herbal asli Indonesia memerlukan kerja sama semua pihak, khususnya kerja sama antar peneliti dan akademisi yang melibatkan mahasiswa serta dunia industri.

“Hasil temuan ini sangat berpeluang untuk diproduksi dalam skala industri dengan menggandeng perusahaan start-up di bidang kosmetik yang mengedepankan teknologi nanoteknologi. Penggunaan teknologi nanoemulsi dapat meningkatkan efikasi dari produknya sehingga memberikan nilai tambah komersial terutama dengan mengedepankan penggunaan herbal asli Indonesia,” ungkap wanita yang meraih gelar S3 bidang Teknik Kimia di National Taiwan University Taipei tahun 2012 itu.

Yenny pun meyakini hasil temuan teknologi nanoemulsi untuk aplikasi kosmetik ini sebagai temuan yang signifikan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Pemanfaaan berbagai bahan herbal Indonesia yang dibalut dengan teknologi nanoemulsi dapat menambah nilai ekonomi. Penemuan aplikasi nanoemulsi ini dapat menjadi pionir kosmetik dengan teknologi nano yang dapat menambah daya saing produk lokal.

Hasil invensi ini memanfaatkan bahan-bahan herbal Indonesia yaitu pegagan dan jahe sebagai anti selulit, kulit manggis sebagai anti aging, minyak atsiri sebagai solid perfume di mana ukuran droplet berkisar antara 50-200 nm yang dapat meningkatkan penetrasi bahan aktif ke dalam jaringan kulit sehingga meningkatkan efektifitas efikasinya.

Namun demikian, terdapat tantangan regulasi untuk mensertifikasi produk kosmetik berbasis nano yang perlu ditindaklanjuti dan dibedakan dengan produk material nano anorganik karena dari segi karakteristik dan kebutuhan kosmetik nano memiliki ciri khas tersendiri. Dengan adanya penyesuaian regulasi khusus kosmetik nano, diharapkan tren kosmetik berbasis nanoteknologi bisa berkembang dan mudah diterima oleh masyarakat.

Menurutnya, aplikasi produk kosmetik berbasis nanomaterial masih belum banyak terdapat di Indonesia. Padahal, lembaga-lembaga internasional seperti The World Health Organization (WHO), European Commission (EC) dan The Food and Drug Administration (FDA) mulai mengembangkan panduan terkait keamanan dan penggunaan produk industri berbasis nanomaterial. “Ke depan arah kebijakan untuk izin edar ditelaah lebih lanjut menyesuaikan karakter khususnya ukuran nanoemulsi kosmetik,” beber wanita yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Riset Kimia Maju BRIN tersebut.

Di sisi lain, Yenny berharap agar kegiatan penelitian dan pengembangan terhadap sumber daya herbal asli Indonesia dilakukan secara berkesinambungan, terintegrasi serta menjamin pengelolaan potensi kekayaan herbal asli Indonesia dengan lintas sektor agar mempunyai daya saing sebagai sumber ekonomi masyarakat dan mendatangkan devisa negara serta mengantarkan Indonesia untuk menuju kemandirian dalam segala bidang. 

Yenny juga mengatakan perlu membangun sinergi di lintas sektor terkait, sinergi kebijakan nasional dan regulasi sehingga hasil eksplorasi penelitian dapat dihilirisasi atau dikomersialisasikan menjadi produk yang lebih berkualitas, bermutu dan memiliki efikasi yang lebih baik serta memiliki nilai jual tinggi. “Ini menjadi tantangan besar bagi para peneliti untuk bersinergi dengan industri dalam rangka akselerasi proses hilirisasi hasil litbang kosmetik berbasis teknologi nanoemulsi,” pungkasnya. (jml)